Pages

Saturday, August 09, 2008

Wajah aktivis dakwah???

(sebuah tulisan yang alurnya mungkin sangat kacau, sekacau hatidan pikiranku memikirkan fenomena yang terjadi di kalangan teman-teman aktivis. Salam hangat buat teman-teman HMI)

Teriknya siang purwokerto cukup membuat kaki bergegas dan bayangan nyamannya singgasana kapuk mulai menari dalam jenak. Aku tak ingat persis waktu itu hari apa, yang pasti jadwal UAS masih dalam klimaksnya. Saat ngobrol santai, tanpa sengaja bertemu dengan salah satu rekan aktivis satu organisasi. “Assalammualaikum, hai ngapain mas disini?”. Sapaan renyah dariku yang kemudian aku ikuti dengan menundukan pandangan dan istighfar dalam hati. Pasalnya aku risih dengan penampilan sang ikhwan yang dengan cueknya menggunakan kaos dan celana kolor saja (sebatas lutut..bahkan diatas lutut). Dalam hatiku aku berkata “duh akhi.....”.
Hingga diatas angkot akupun masih memikirkan hal itu. Aku rasa ini bukan sekedar permasalahan celana kolor. Aku cukup yakin bahwa dia sudah baligh dan mengetahui batas aurat. Mungkin khilaf saja yang menjadikan dia berkeliaran ke tengah kota (kampus sastraku itu tengah kota lho bo terpisah dari kampus UNSOED pusat yang terpencil di desa!!!he3). Apalagi ketika tahu bahwa maksud dia bertandang ke kampus sastra adalah untuk menemui salah satu gadis. Entah aku tidak tahu sejauh mana hubungan mereka. Yang pasti sieh si perempuan sering menanyakan sang ikhwan itu padaku karena dia tahu dia satu organisasi denganku. Yups, itu yang menjadi ganjalan, dia satu organisasi denganku dan aku tahu persis posisi dia sama denganku di organisasi walaupun kita beda komisariat.
Satu hal yang aku tekankan adalah mengenai cara pergaulan teman-teman. Kejadian diatas adalah salah satu sketsa saja. Beberapa hari yang lalu saat aku bertandang ke teman-teman di bagbar, salah satu kabar membuatku tercengang. “ Jeng...tau nggak, mas X itu pacaran sama Y lho!!!”. Whatss??? (Mas X itu yang aku pahami adalah salah satu senior di organisasi kita khususnya di lembaga kekaryaan).
Trus tambah kaget pula ketika tahu bahwa sebagian besar motivasi temen-temen akhwat yang giat di media organisasi kita adalah karena “nge-fans” sama sang arjuna yang kebetulan jadi penjaga gawang media tersebut. Duh ukhti....logika mana yang bisa menjelaskan korelasi positif antara produktifitas, perjuangan, dan godaan hati.
Aku rasa nggak usah jauh-jauh kesana, fenomena teman-teman baik di komisariat dan cabang telah menunjukan munculnya degradasi etos perjuangan. Tak pelak aku kadang menitikkan air mata, Rabbi....tetapkan aku di jalan perjuangan ini untuk menuju ridhoMu!!!
Bukan berarti aku mo sok alim, sok suci dengan berkata-kata seperti ini. Kalau melihat seorang shinta dalam keseharian, aku mungkin bukan sesosok akhwat anggun berjilbab besar yang senantiasa santun. Namun, setidaknya aku punya prinsip!!aku punya azzam di jalur perjuangan ini. Terlalu idealis??mungkin.... namun tak masalah, bukankah idealis itu adalah sebuah upaya untuk mematrikan sebuah prinsip dan karakter diri???
Bukan berarti pula aku membuka aib organisasi, toh bukan di organku saja, di organ gerakan mahasiswa lain aku lihat sama saja. Jangan kira kalo udah jilbab lebar atau jenggot tebal kemudian tak tersentuh oleh penyakit hati. Banyak kenyataan yang aku lihat sendiri, masih banyak diantara kita yang berstatus aktivis—bahkan ada yang terang-terangan mengaku sebagai aktivis dakwah—yang terperosok dalam lingkaran nafsu (misalnya pacaran). Mungkin bukan pacaran secara langsung (definisi pacaran disini adalah sebuah hubungan lawan jenis yang tidak disertai dengan tanggung jawab jelas untuk melanjutkan ke hubungan yang halal), apalah istilahnya : HTS, TTM, kakak ketemu gede, adhe ketemu gedhe, dll. Yang pasti satu garis merah, ada ketergantungan diantara keduanya. Kalau ini dikorelasikan pada konsep independensi di khittah perjuangan, maka ini merupakan salah satu dependensi yang kita lakukan dalam konteks hati.
Jika aku boleh bertanya kepada rekan-rekan seperjuangan, seperti apa teman-teman memaknai organisasi sebagai alat perjuangan, sebagai alat dakwah?? Tantangan dakwah serta PR kita semakin hari semakin bertambah, permasalahan masyarakat yang sangat kompleks menantikan uluran pemikiran dan tindakan kita.
Ok, aktivis juga manusia. Mereka punya hati,mereka punya perasaan. Cinta itu fitrah. Semua orang pernah jatuh cinta, saya sendiri setiap hari juga merasakan cinta.
Namun bukan permasalahan jatuh cinta atau tidak, tetapi bagaimana kita memanajemen cinta itu. Bisa dimaklumi bahwa tidak semua orang dengan mudah menerima hal ini. Semua butuh proses. Saya juga dulu seperti itu. Masih teringat di benak saya dua tahun yang lalu saat seorang ikhwan salah satu member KAMMI berkata pada saya : “ Shinta sudah memiliki karakter seorang uswah, satu hal yang perlu dilakukan, putuskan hubungan dengan ikhwan itu, kalau tidak lebih baik ke jenjang selanjutnya”. Kurang lebihnya seperti itu, aku lupa detailnya seperti apa. Kata-kata beliau benar tapi salah. Ya, maksudnya baik. Namun, yang esensi adalah bukan kita punya hubungan atau tidak, atau pacaran itu boleh atau tidak, tapi yang terpenting adalah kenapa pacaran, kenapa boleh dan kenapa tidak boleh. Itu baru yang dinamakan pendewasaan. Saya pun waktu itu tidak serta merta menerima saran itu. Namun, dikemudian hari aku baru merasakan, bahwa sebenarnya bukan permasalahan pacaran atau nggak pacaran, tapi secara tidak langsung hubungan yang aku jalin waktu itu memang membuat aku merasa stay di zona nyamanku. Orang yang merasa ingin selalu dalam zona nyaman membuat mereka tidak berkembang, tidak kreatif, dan merasa sudah sampai pada finnaly. Padahal, hidup ini perlu perjalanan dan pemikiran panjang untuk dimaknai, dengan karya dan perbuatan.
Ups, sori jadi ngelantur n curhat. Ok, balik ke fenomena aktivis sekarang. Tulisan ini sebenarnya aku buat specially buat temen-temen seperjuangan di hijau-hitamku tercinta. Jujur, kalau aku ingat fenomena degradasi moral dan etos perjuangan seperti itu, aku merasa kabur dengan jalan perjuangan ini, aku merasa absurd. Setiap saat aku mencoba meluruskan niat dan memupuk semangat perjuangan ini dengan salah satu motivasinya bahwa kita berdakwah jama’i, kita berdakwah bersama-sama, perjuangan ini kita lalui bersama. Namun, benarkah itu???apa benar kita sama-sama dalam jalan perjuangan ini??? Ya, aku yakin Allah bersama kita, namun siapa “kita”? Jangan-jangan kalian seperti Ruben Onsu yang berkata “ kita???loe aja kali, gue nggak!!!”. Miris!!perih!! Padahal perjuangan ini sebenarnya buat makna hidup kita sendiri. Bukan berarti kita seorang dermawan yang melakukan amal sosial banyak untuk orang lain, namun menurutku ketika kita berbuat untuk orang lain sebenarnya itu untuk diri kita sendiri.
Organisasi kita, alat perjuangan kita, meruapakan organisasi pengkaderan dan perjuangan. Fenomena degradasi moral kader merupakan indikasi ada yang lalai dalam sistem pengkaderan yang kita jalani selama ini. Kita disini bukan Cuma berhimpun, ada sebuah hal yang membuat kita beda dengan teman-teman lain diluar kita. Bahwa kita punya tekad, kita punya sebuah cita-cita tentang sebuah peradaban masyarakat mardhotillah. Bukan berarti kemudian kita harus menjadi orang yang disimbolkan dengan jilbab lebar, kalau jalan harus senantiasa menunduk, jenggot tebal, celana digulung diatas mata kaki, dan lain-lain. Ini bukan sekedar pencitraan atau bermain peran. Citra adalah sebuah aura yang akan keluar dari dalam diri yang merupakan pengejewantahan dari penemuan identitas diri. Se-slengekan apapun, ketika ia memang memiliki karakter dan prinsip dari yang kuat, aura serta wibawa akan keluar dengan sendirinya. Tidak perlu harus memaksakan mem-fitting kostum sesantun mungkin dalam upaya membantuk image diri. Kita bukan mo jadi aktor ataupun artis hollywood bung!!! Kepribadian dalam diri, itulah yang akan orang lihat dan hargai. Lagipula, Islam juga tidak membatasi karakter manusia. Setiap manusia adalah unik, punya ciri khas karakter masing-masing.
Kawan, perjuangan ini bukan sebuah dongeng ataupun roman yang cukup kita ukir dalam satu dua bait tulisan. Ini bukan karya sastra, walaupun dunia ini katanya hanya sandiwara. Teman, jalan yang kita lalui begitu terjal, namun aku rasa teman –teman punya pribadi dewasa yang bukan bersikap lari dari keterjalan itu, namun berani menghadapi tajamnya kerikil dengan sikap penuh ksatria. Wajar memang kalau interaksi kita memiliki resiko adanya sesuatu yang hinggap di hati. Justru itu tantangannya, justru disini kita diuji ketulusan dan keistiqomahan perjuangan kita. Manusia pada umumnya juga sebenarnya seperti ini, bukan sekedar aktivis. Godaan libido pasti ada, seksualitas manusia ada sejak lahir. Mulai dari tahapan polymorphous perversity ,oral, phalic, dan seterusnya hingga latency. Serta satu hal yang perlu kita ingat, bahwa manusia punya akal. Kalau sekedar menurutkan libido, tanpa keseimbangan akal sehat, apa bedanya kita dengan hewan??
Kalau wacana ini lebih terkhususkan pada teman-teman aktivis, ada pengaruh juga dengan realita wakil rakyat yang tercoreng nama baiknya gara-gara permainan seks. Aku rasa hal inilah yang perlu dibina dari muda. Saat menjadi mahasiswa, saat menjadi aktivis. Disinilah pengkaderan memainkan perannya, bukan berarti memposisikan kader sebagai objek, namun bersama-sama bergerak, watawashoubilhaq, saling mengingatkan untuk bersama-sama menjadi pribadi yang lebih baik.
Untuk rekan-rekan di hijau hitam tercinta, mari terus berbenah diri, HMI memang bukan sekumpulan manusia sempurna, namun manusia yang mau berproses dari sebuah hal yang tidak tahu menjadi tahu, from zero to hero, terus semangat, luruskan niat, jaga hati, optimalkan potensi fikir dan dzikir, dan YAKIN USAHA SAMPAI!!!
Perhaps, thats enough. But, i believe that its not enough just for writen. So, lets to do!!! YAKUSA!!!

Nb : sebenarnya tulisan ini belum selesai. To be continue...dengan format yang lebih baik lagi. Insya Allah!!!

Title: Wajah aktivis dakwah???; Written by Shinta ar-djahrie; Rating: 5 dari 5

2 comments:

bung_wayu said...

jere no published? lha piye tho hahaha.. nta aq jg lagi buat blog see www.bungwayu.blogspot.com minta saran buat blognya ya hahaha... virus de kamu..

Admin said...

pada suatu hari kita berteduh dibawah bayang-bayang, ohh segarnya, panas pun hilang berangsur seketika, teduhnya bisa membuat kita merasakan nyaman.

tetapi ketika bayang-bayang orang terdekat mulai membuat kita kepanasan, membuat kita tidak nyaman, membuat kita gerah.

Tanya Kenapa??

mungkin ini terjadi karena lingkungan tempat pemilik bayangan sudah tidak baik lagi, atau tidak mampu memberikan suasana yang nyaman.

Jalannya keluarnya menurut saya adalah dengan melakukan perubahan pada lingkungan pemilik bayang-bayang. Kalau perlu berikan wewangian di sekelilingnya, agar pemilik bayang bayang bisa ikut menjadi wangi. Bukankah demikian Filosopi berteman dengan pedagan minyak wangi..

Salam
Rano Rahman