Pages

Friday, March 06, 2009

Ngelmu Begjo


Sisa semerbak harum jalan aspal yang telah diguyur hujan sepanjang senja tadi masih menyelinap di malam itu. Suasana malam yang hangat menemani bincang-bincang yang segar malam itu di salah satu rumah makan antara “bapak” dan “anak-anak”nya. Obrolan malam itu pun menjadi renyah dan segar ditingkahi kilatan bintang-bintang kecil yang masih bersembunyi di balik awan. Hampir selalu seperti itu jika sang ”bapak” datang. Ki Ashad Kusuma Jaya, mungkin salah satu alumni yang dapat disebut sebagai pengader sejati bagi kader-kader HMI, especially for us di cabang Purwokerto. Minimal satu bulan sekali, beliau menyempatkan waktu untuk bertandang dan berkumpul dengan teman-teman pengurus cabang. Kebiasaan ini sudah dari dulu nampaknya, dari kepengurusan Mas Subhan (atau bahkan sebelumnya??saya kurang tahu persis) hingga di periode sekarang...masa-masanya angkatan saya dan teman-teman pengurus cabang yang lain. Salah satu hal special yang hanya saya temukan di HMI, dimana kanda/yunda alumni masih sudi bertandang mampir, dan duduk bersama kita di sekre sekedar berdiskusi ringan. Bahkan menginap di sekre cabang.

Malam itu nampaknya memang istimewa, beruntung sekali qta bisa ngumpul dan bertukar pikiran. Menjadi orang yang beruntung nampaknya menjadi harapan setiap orang. Kita kadang sering mengharapkan keberuntungan terjadi dalam hidup kita. Kemudian peruntungan menjadi hal yang istimewa. Tak sedikit orang-orang yang mencoba mencari peruntungannya, lewat jalur mana saja. Golet Begjan. Peruntungan sering dianggap sebagai sebuah hal yang supranatural, sebuah hal yang bersifat adikodrati. Misteryguest.

Kalau inget kata beruntung, jadi inget komik donald bebek, bacaanku semasa kecil dulu. Ada tokoh yang selalu beruntung disana. Selalu menang undian, mendapatkan hal-hal yang diharapkan oleh orang lain. Tokoh itu digambarkan sebagai orang (bebek) yang memang sudah beruntung dari lahir. Orang terkaya pun tak bisa mengalahkan. Walaupun paman Gober sudah punya beratus-ratus pundi uang, menjadi orang terkaya, tapi ia tak mampu mendapatkan keberuntungan.

Namun apakah benar keberuntungan itu adalah sebuah hal yang tiba-tiba muncul?


Allah bukan bermain monopoli dalam hidup ini. Bahwa keberuntungan adalah sebuah hal yang bukan didapat secara tiba-tiba. Ada proses untuk meraih keberuntungan itu. Keberuntungan adalah sebuah momentum saja yang merupakan dari perjalanan sebuah proses. Itu salah satu hal yang dirasa cukup menarik di obrolan malam itu bareng mas Ashad. Dalam Al-Quran berkali-kali disebutkan mengenai orang-orang yang beruntung. Orang beruntung itu adalah orang yang menuai hasil dari apa yanng ditanam, bukan sebuah peruntungan yang tiba-tiba datang. Seperti pada beberapa ayat Al-Quran misalnya :”...Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung” (2:189), ”Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung” (3:104), ”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan” (3:130), ”Timbangan pada hari itu ialah kebenaran (keadilan), maka barang siapa berat timbangan kebaikannya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung” (7:8)
Serta masih banyak ayat-ayat lain dalam Al-Quran (kurang lebih ada 53 ayat yang memuat kata-kata ”beruntung”), yang mennjukkan bahwa ”begjan” itu bukanlah sebuah hal magic atau sebuah hal yang tak mampu dijelaskan secara logis. Begjan adalah sebuah konsekuensi yang akan kita terima setelah menunaikan beberapa hal yang kadang kita melihatnya tidak memiliki relasi apapun dengan begjan yang didapatkan.


Terkadang kita melihat sebuah hal hanya pada satu sudut saja. Melihat sebuah hal pada hasil. Kita kadang kurang menghargai proses. Sama halnya saat kita melihat sebuah ”begjan”. Sebenarnya orang-orang yang mendapat kabegjan itu bukan tiba-tiba, tetapi memang hasil dari proses-proses yang panjang, yang kadang kita menduganya tidak ada hubungannya dengan kabegjan itu sendiri.

Misal orang yang dapat posisi bagus di sebuah kantor. Atau orang yang mendapatkan pekerjaan padahal mungkin dia bukan orang yang bertitle tinggi. Namun kalau kita mau merunut, sebenarnya itu bukan keberuntungan yang datang tiba-tiba, melainkan ada proses yang telah dilaluinya, misalnya dia memang orang yang selalu menjaga silaturahmi dengan banyak orang, hingga orang bisa memberikan kepercayaan padanya sebuah amanah pekerjaan.

Saya jadi ingat teman-teman sekelas di kampus. Di kelas saya merasakan suasana kompetitif sekali. Khususnya dalam masalah nilai. Kalau dulu di awal-awal semester, kalau saya bolos karena agenda diluar kampus, masih banyak temen-temen yang mau mengabsenkan, tapi sekarang banyak yang enggan. Pernah saya iseng menanyakan dan semester lalu saya masih ingat ada teman yang bilang gini, : ”Ya iyalah, qta kadang sebel sama kamu. Kita susah-susah berangkat kuliah, panas ujan ke kampus, dapet nilai yang standart aja susah, tapi kamu yang nggak pernah masuk, kadang dapat nilai tinggi”. Hemh...apakah itu keberuntungan?

Mungkin teman-teman menganggap saya mendapat keberuntungan, suatu hal yang tiba-tiba, saya dianggap ”begjan” , ngak pernah masuk, nggak pernah belajar, bisa dapat nilai bagus. Tapi, kalau dirunut sebenarnya nggak juga. Banyak hal yang mungkin menurut teman-teman itu nggak ada hubungannya sama nilai kuliah. Teman-teman mungkin menganggap bahwa orang dapat nilai bagus ya prosesnya masuk kelas, fotocopy materi, belajar , jadi bisa dapat nilai bagus. Padahal nggak juga. Silaturahmi dengan dosen, silaturahmi dengan orang lain yang secara nggak langsung ternyata orang itu punya kemampuan di bidang ilmu yang saya geluti. Belajar unformal, itu juga sangat mendukung. Banyak baca buku, berinteraksi dengan orang lain, apalagi saya mempelajari bidang ilmu bahasa, jadi angat berpengaruh sekali. Makanya kadang saya bisa beruntung lancar-lancar saja dalam belajar. Tapi, kini pun karena kelalaian saya karena kurang silaturahmi dengan teman-teman sekelas, jadi kini ada kendala juga dengan kuliah, begjan itu urung datang.he3. Makanya sekarang disempet-sempetin untuk meluangkan waktu walaupun sedikit untuk teman-teman kampus. Walaupun kadang nggak sreg karena suasana kampus yang apatis dan hedon membuat kurang nyaman untuk berlama-lama. (Tapi terharu juga...satu minggu ini saya belum ke kampus...banyak juga anak kampus nanya..he3... i miss u all guys!!!)

Ya, memang kalo kata mas Ashad, kita harus bisa memanage begjo. Memanage sebuah keberuntungan. Ada tiga hal : mengolah dr dalam untuk keluar, dari luar kedalam, dan dan satu lagi saya lupa (ntar tanya aja ke mas Ashad ya). Mengelola potensi dalam untuk diluar, diantaranya kita berfikir positif, mampu menetralisis masalah melalui peningkatan kualitas istirahat dan meditasi (sholat). Mengelola potensi dr luar untuk ke dalam ya diantaranya silturahmi itu.

Pada intinya adalah, kita mampu melihat bahwa hidup ini adalah sebuah perjuangan, sebuah perjalanan, bukan kebetulan yang semata-mata muncul. Semua ada prosesnya, maka kita harus bisa memandang sesuatu dari proses yang berjalan...sebagai sebuah kesatuan. Tidak memandang sebuah hal secara parsial saja. Bukan juga menafikkan kehendak Allah, tapi semua yang diberikan juga bukan hal yang tiba-tiba turun dari langit. Tuhan memberikan sesuatu merupakan sebuah hal yang telah diperhitungkan dengan matang sesuai juga dengan proses yang kita jalani.

Di akhir tulisan sederhana ini, sekedar mengingatkan untuk diri sendiri dan yang lain untuk dapat memaknai hidup melalu proses-proses yang harus kita jalani (nta)

Sumampir-Purwokerto, Pagi-pagi,ba’da Shubuh, 5 Maret 2009, sembari mendendangkan shalawatnya cak nun!!
Read more ...