Pages

Saturday, February 23, 2008

renovasi blog, KAPAN???


deuh...kalo temen2 pada nengokin blog trus nta kunjungan balik jadi iri..pengen "ngerenovasi" nieh blog.
Udah lama banget pengen nta tambahin read more, ubah html, ubah wallpaper (tp ttp pink duonkz),
Tapi...apa daya...blom ada waktu n kesempatan..
Kalo ke warnet pagi-pagi...itu pun kalo gk ada kuliah or agenda rapat pagi...
Tapi yang pasti tiap hari disempetin bwt nengok email n tau perkembangan berita terbaru.
Jadi...ya beginilah blog nta...emang nta banget.... cuek dan apa adanya...he3
kadang jg bingun liat isinya...dari yang berat2 kayak politik or filsafat sampe yang picisan kayak puisi cengeng juga ada... bahkan lirik2 lagu favorit juga ada...
Gk tau deh...suatu saat...kalo tabungan ni udah penuh bakal nta beli laptop biar bisa hotspot-an. Amien.

Eh, tapi wlpn nta gk update blog, tp nta seneng bantuin temen2 yang pengen belajar bwt blog. Malah sekarang ada bbrapa dari mereka yang blog-nya lebih eye-catching dibanding blog nta ini. Ya..syukur deh!!!

Yang penting, tetep semangat!!!
YAKUSA!!


Read more ...

Pagi...........!!!!!


Pagi ini,, entah kenapa aku jadi teringat sesuatu. Sesuatu yang apabila teringat hanya akan membuat sesak di dada. Seakan bernotasi, sembilu itu memunculkan perih lagi.
Rabbi, jengkal demi jengkal untaian hidup yang Kau berikan in begitu berwarna. Entah dimana ujung pangkalnya.
Rabbi, entah kau meRidhoi atau tidak, itu sepenuhnya prerogatifmu. Aku belum mengerti dan entah kapan aku sampai pada pengertian yang abadi.
Milyaran neuron ini terus berputar.... terkadang aku merasa lelah.
Tapi aku sadar Rabbi, aku tak boleh mengeluh...
Semua hanya-lah skenario yang harus dipentaskan dengan striping yang sungguh tak terduga.
Rabbi, salahkah aku jika siluet itu terus terbayang??
Aku juga tak ingin mengindahkan...namun teramat susah....
Memikirkannya memang membuang energi...........namun untuk melupakannya ternyata sangat menguras energi yang sama banyaknya....lalu aku harus bagaimana???
Apakah benar keputusan yang aku ambil...dengan ”penyiksaan yang manis” ini??
La khawla wala quwata illabiLlah...



Read more ...

Testimonial Tentang Sidang Paripurna Interpelasi BLBI

ni beberapa testimonial ttg sidang paripurna kemaren...gk tau kenapa trnyta ke-copy di flashdisk....waktu mo didelete...aq ragu ap di har disk mash ada or gak...jd q coba posting aja deh...
gak tau sampe saat ini nasibnya udah kemuat belum... (aq tuh suka kirimin tulisan ke koran tapi gk pernah beli korannya.he3



INTERPELASI BLBI, PERTANYAAN ATAU JEBAKAN?


Ketidakhadiran SBY pada sidang paripurna membahas interpelasi kasus BLBI rupanya menjadikan anggota dewan menjadi reaksioner dan sidang menjadi lebih diwarnai hujanan interupsi bahkan beberapa ada yang melakukan walkout. Berbagai macam asumsi pun muncul mengenai hal ini. Presiden dianggap tidak serius, presiden dianggap cuci tangan, dan lain-lain. Sebuah fragmen yang lagi-lagi membingungkan masyarakat yang kembali disuguhkan “pertengkaran” antar lembaga pemerintahan.

Pada saat sidang paripurna berlangsung, Presiden menggunakan waktu “bolos”nya itu untuk menyambut Duta Besar-Duta Besar yang hadir dari negeri seberang. Jika kenyataannya seperti ini, maka sebenarnya ada hal yang cukup menjadi tanda tanya, yaitu mengenai penetapan waktu sidang paripurna.

Tentunya kesepakatan pelaksanaan sidang paripurna tidak bisa diputuskan sepihak. Adanya undangan interpelasi yang dilayangkan pada tanggal 1 Februari tentunya merupakan sebuah upaya koordinasi. Tentunya pula pada saat itu, agenda presiden bisa dilihat apakah ada agenda penting di tanggal 12 Februari – berdasrkan rencana sidang dari DPR-. Presiden toh bukan orang yang kegiatannya ”tak teragendakan”. Seharusnya bisa dilihat apakah penentuan tanggal 12 Februari itu bentrok atau tidak. Jika bentrok seharusnya bisa dibicarakan lagi kapan waktu yang tepat.

Kalau memang DPR beritikad baik dalam penyelesaian kasus BLBI – dengan penggunaan hak interpelasi ini- maka yang seharusnya menjadi orientasi adalah presiden –sebagai lembaga eksekutif- dapat hadir dan duduk bersama. Kalau idealnya seperti itu yang diinginkan, tentunya bisa dilakukan konfirmasi sebelumnya antar dua pihak apakah sepakat pada waktu yang ditentukan itu atau tidak.

Lain lagi persoalannya kalau kasus BLBI ini dijadikan umpan untuk kepentingan tertentu. Justru akan senang jika presiden tak dapat hadir dan kemudian memunculkan image ketidakseriusan Presiden. Ini bisa diartikan bahwa interpelasi bukan semata-mata pertanyaan dan upaya penanganan kasus BLBI, namun juga menjadi tunggangan politik. Apalagi pencuatan kasus ini seolah sengaja di waktu-waktu menjelang pemilu 2009. ini memang peluang besar untuk merintangi langkah SBY untuk maju di 2009 nanti. Isu kasus BLBI dapat menjadi isu yang dapat menarik simpati rakyat, apalagi jika yang dibesar-besarkan adalah ketidakhadiran presiden yang diartikan sebagai ketidakseriusan pemerintah. Isu-isu seperti ini sama menariknya dengan isu-isu korupsi, HAM, yang merupakan isu-isu yang seksi untuk politikus yang ingin mengumpulkan simpati.

Maka esensi interpelasi sebagai upaya penanganan kasus BLBI hanyalah suatu yang kabur antara itikad baik dengan politik kekuasaan. Jika hal-hal seperti ini yang terus dipertahankan dan dilestarikan oleh lembaga-lembaga pemerintah, maka bersiaplah untuk pembangunan bangsa yang jalan di tempat.

SIDANG PARIPURNA “KOSONG”

Kasus BLBI yang masih mengakar rupanya membuat DPR melakukan hak interpelasi kepada pemerintah. Namun, Presiden SBY ternyata berhalangan untuk hadir pada sidang paripurna dan kemudian jawaban atas pertanyaan seputar kasus BLBI dibuat secara tertulis dan disampaikan oleh para menteri. Ketidakhadiran presiden pada sidang paripurna interpelasi kasus BLBI kemarin ternyata membuat “kericuhan” tersendiri pada sidang paripurna kemarin. Dari alokasi waktu sekitar 4,5jam untuk sidang paripurna, sekitar 3 jam diantaranya hanya digunakan untuk melakukan interupsi dan perdebatan mengenai absen Presiden. Mayoritas anggota dewan menuntut kehadiran Presiden saat paripurna dan SBY dianggap tidak serius dalam menangani kasus BLBI dengan absen tersebut.
Secara aturan, SBY tidak melakukan kesalahan. Dalam undang-undang juga telah dijelaskan bahwa jawaban atas interpelasi dapat diwakilkan pada menteri. Pendelegasian itu sempat mendapat anggapan bahwa presiden telah melecehkan dewan legislatif karena kedudukan DPR sama dengan Presiden. Ini sebuah lelucon tentang strata jabatan. Seolah-olah DPR gengsi jika harus menerima menteri karena menteri adalah pembantu presiden. Walaupun secara konstitusi memang seperti itu, namun hubungan yang dibangun dengan sebuah ego tidak akan memberikan hasil yang baik. Menteri adalah bagian dari pemerintah. Maka tak ada perbedaan yang substansial ketika menteri atau presiden yang menghadiri sidang paripurna tersebut.
Hal ini menunjukkan bahwa DPR tidak dapat berprioritas pada hal-hal yang substansial. Kalau ada penilaian dari dewan bahwa Presiden memberikan jawaban interpelasi hanya jawaban-jawaban normatif, maka sikap-sikap anggota dewan dalam menanggapi absen presiden juga merupakan sikap yang normatif belaka. Substansi dari interpelasi juga menjadi sedikit terabaikan. Lagi-lagi pemborosan saja yang bisa dilakukan para anggota dewan. Sudah boros waktu, biaya, tenaga, hanya besar teriak saja. Kemudian apa yang menjadi ending? Sidang memutuskan untuk melakukan interpelasi BLBI jilid II karena untuk mendalami jawaban pemerintah alenia per alenia. Apakah jika SBY saat itu hadir akan membuat suatu hal yang lebih baik. Pemikiran Anggota Dewan lebih disibukan pada hal-hal yang kurang penting seperti absen presiden ketimbang mengenai penyelesaian kasus BLBI seperti tujuan awal dari penggunaan hak interpelasi mereka.
Kalau SBY dianggap tidak serius dalam menangani kasus BLBI ini, sekarang, siapa apakah DPR serius dengan kenyataan yang terlihat jelas pada sidang paripurna kemarin? Kalau memang serius, seharusnya bisa memilah dan dewasa dalam menyikapi sebuah keadaan. Proses memang sangat diutamakan, tapi bukan proses “pemborosan” yang senantiasa menjadi hobi para anggota dewan tersebut.
Harapan yang muncul, semoga Di sidang jilid II nanti, diharapkan lebih arif dan dewasa dan jernih dalam melaksanakan sidang interpelasi tersebut. Senantiasa eling pada tujuan awal.

”BERSAMA” VERSI SBY

Slogan “Bersama Kita Bisa” yang diusung SBY rupanya memiliki makna ambigu jika disandingkan dengan ketidakhadiran beliau pada sidang paripurna interpelasi kasus BLBI 12 Februari kemarin. SBY dipertanyakan ”kebersamaannya” dalam menangani kasus BLBI ini.

Sebelum membahas tentang bersama atau tidak bersama, ada baiknya kita tilik dahulu apa alasan yang menjadikan SBY tidak hadir pada sidang paripurna. Bertepatan waktunya dengan sidang tersebut, presiden memiliki agenda untuk menyambut Duta Besar Thailan Akrasid Amatayakul dan Dubes kuwait Faisal Sulaiman Ali Musaileem.

Kalau DPR punya hak interpelasi, presiden juga memiliki hak untuk hadir atau tidak hadir pada sidang tersebut. Apalagi jika memang ada alasan yang jelas. Namun, yang terjadi berbagai tudingan negatif meluncur sebagai reaksi dari ketidakhairan presiden SBY. Ada anggapan presiden cuci tangan kasus, ketidakseriusan, kemangkiran, dan tudingan-tudingan lain.

Namun sebenarnya inilah yang dimaksudkan dengan ”bersama” oleh SBY. Saat semua bersama melakukan tugas masing-masing, tidak ada ketimpangan fokus yang terkadang cenderung mendramatisir. Ketika bersama, presiden menyambut dubes, menteri menghadiri sidang, dan elemen turut sinergis dengan tugas dan wewenangnya masing-masing.

Tergulingnya rezim orde baru memang menjadikan suasana politik berubah drastis. Kalau dulu sangat ”adem ayem”, nampaknya seperti ingin meluapkan sesuatu yang terpendam, di era reformasi ini menjadi ”agresif” untuk bereaksi atas segala hal yang terjadi. Dinamika yang terjadi sangat fluktuatif. Anggota dewan sudah over kritis hingga terkadang tak mengindahkan nilai-nilai substansial. Namun, ini bukanlah kondisi yang patut untuk dipertahankan. Kalau dulu sudah adem ayem dan kemudian menjadi beringas, maka sudah saatnya kini kita menjadi sedikit lebih cerdas.

Pada kasus BLBI ini, hal substansial yang ada yaitu bahwa dapat terfomulasikan sebuah hal yang solutif pada kasus yang sudah menjadi “stok lama” yang diwariskan pemerintah terdahulu. Kalau hal-hal semisal ketidakhadiran menjadi sebuah hal yang dibesarkan atau bahkan sengaja dibesarkan demi kepentingan tertentu, maka pada hakikatnya negara ini masih berjalan ditempat, tidak ada sikap progresif dalam membangun Indonesia.

Maka sekarang, kembalilah “Bersama Kita Bisa”. Ini bukan sebuah jargon atau kalimat kampanye, namun izinkanlah sejenak politik kita menjadi positif dengan dilandasi niat untuk membawa Indonesia pada kondisi yang lebih baik. Sudah lebih dari cukup hal-hal terdahulu menjadi pelajaran dan bahan refleksi pada arah kemajuan bangsa.




Read more ...

Peringatan Milad di Jakarta Media Centre



oleh : Trisno Suhito

Jakarta- Peringatan Milad HMI ke-61 tingkat nasional digelar di Jakarta Media Center (JMC), Jln. Kebon Sirih No.32, Jakarta Pusat, Sabtu (23/2) besok. Kepastian tempat ini didapatkan panitia pelaksana Milad, setelah melakukan konfirmasi ke Masjid Al Azhar, Jakarta, yang sebelumnya direncanakan menjadi tempat peringatan Milad.



Ketua Panitia Pelaksana Milad HMI ke-61, Abdul Gofar Ismail (18/1) menyatakan, Masjid Al Azhar saat ini masih dalam renovasi dan tidak bisa digunakan untuk menggelar acara. Oleh karena itu, pihaknya memutuskan untuk menggunakan JMC sebagai tempat peringatan Milad. “Peringatan Milad HMI sudah pasti di Gedung JMC. Kami mengundang seluruh kader dan alumni untuk datang pada acara ini,” ujar Gofar



Ia menjelaskan, peringatan Milad HMI juga mengundang berbagai tokoh nasional, Gubernur Jakarta Fauzi Bowo, Walikota Jakarta Timur, tokoh masyarakat, serta elemen-elemen gerakan mahasiswa dan gerakan sosial di Indonesia. Peringatan Milad akan dimulai pukul 10.00 WIB dan diisi dengan beberapa rangkaian acara dari pagi sampai sore hari. Diantaranya adalah, sambutan dan orasi politik dari Ketua Umum PB HMI Syahrul E Dasopang, sambutan Menteri Kehutanan RI yang juga alumni HMI Dr H MS Ka’ban SE Msi, Gelar Budaya Anak Bangsa dan penganugerahan HMI Award.



“Menteri Kehutanan Kanda MS Ka’aban sudah menyatakan bisa hadir untuk memberi sambutan. Sementara untuk HMI Award pasti akan dilaksanakan dengan mengundang orang-orang yang akan menerima penghargaan,” terang Gofar. Untuk Gelar Budaya Anak Bangsa, acara diisi dengan pementasan teater kader-kader HMI dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) serta dari Teater ‘Terompah’ Universitas Islam Jakarta (UIJ). “Ada juga pembacaan puisi dari komunitas anak-anak jalanan Cikini yang kita undang pada peringatan Milad besok,” ujar Gofar.



Lebih lanjut dijelaskan, setelah pemberian HMI Award, rangkaian peringatan Milad akan diisi Seminar Keumatan dengan tema ‘Menegakan Kedaulatan Politik Ekonomi Menuju Kemandirian Bangsa’. Seminar akan diisi oleh Anies Baswedan (Rektor Paramadina), Rama Pratama (Anggota DPR RI), Yusuf Sutanto (Penulis Buku Revitalisasi Pertanian dan Dialog Peradaban) serta Farouq Al Awiyin. “Untuk memeriahkan peringatan Milad HMI ke 61, kami sekali lagi mengundang seluruh alumni dan kader HMI datang Sabtu besok di JMC,” harap Gofar.

Read more ...
Thursday, February 14, 2008

Link Enforcement Sebagai Upaya Pembinaan Kader




Wonosobo – Esensi HMI sebagai organisasi perkaderan dan perjuangan merupakan suatu hal yang perlu kita perhatikan. Perkaderan memiliki point penting bagi berlangsungnya organisasi yang kini sudah menginjak usia lebih dari separuh abad ini. Pembinaan kader dapat dilakukan melalui berbagai upaya salah satunya dengan penguatan jaringan antar cabang yang diharapkan dapat menjadi wadah untuk saling “gendhu-gendhu rasa”. Kiranya hal itulah yang menjadi bahasan hangat para kader ex-LK II ke-XIV Semarang yang melakukan follow-up hari Selasa (12/2) lalu di kawasan obyek wisata Dieng, Wonosobo.

Dengan diliputi udara yang lumayan dingin, sejumlah 16 kader dari 21 kader yang seharusnya hadir, tampak antusias mengikuti diskusi “gendhu-gendhu rasa kader” siang itu. Dipandu oleh M.Yusuf- ketua cabang HMI Semarang- yang juga tim pemandu pada saat LK II XIV, siang itu masing-masing kader mencoba menganalisa kondisi HMI di masing-masing cabang serta mencoba memformulakan solusi.

Masalah Perkaderan memang menjadi bahasan utama pada diskusi tersebut. Sebagian besar dari peserta diskusi memang kebetulan merupakan pengurus di komisariat dan cabang masing-masing sehingga mereka memanfaatkan event tersebut untuk saling sharing dalam pemecahan problematika yang terjadi. Dalam diskusi tersebut memang telah disepakati bahwa acara siang itu bukan berorientasi pada hasil yaitu solusi konkrit permasalahan, namun solusi akan didapatkan ketika masing-masing kader kembali ke ”medan perang” masing-masing.

Dari diskusi yang dilangsungkan di area Candi Arjuna kompleks obyek wisata Dieng tersebut bisa diinventarisir berbagai jenis problematika yang terjadi. Mulai dari futur-nya kader hingga kebijakan birokrasi kampus merupakan pilar-pilar tantangan yang dihadapi para kader di jalur perjuangan ini.

Inti dari diskusi siang itu menyiratkan pentingnya sebuah komunikasi dalam penyelesaian masalah. Inovasi serta kreativitas juga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan kader baik secara kualitas maupun kuantitas. Disamping itu semua, penguatan etos perjuangan kader juga dirasa sangat diperlukan sehingga jangan ada lagi terdengar kader bawangpuk.

Event ini secara tidak langsung juga merupakan salah satu alternatif pembinaan kader. Penguatan semangat memang tidak selalu terpancang dilakukan internal cabang, namun dapat juga dengan penguatan jaringan antar cabang. Sharing kader antar cabang akan menambah wawasan kader mengenai kondisi HMI secara komprehensif . Diskusi diakhiri dengan mengunjungi objek wisata kawah di Dieng. Peserta juga menyepakati adanya follow-up II di bulan Mei nanti bertempat di Purwokerto dengan sebuah bentuk acara seminar dan pelatihan.

Bagi para peserta diskusi, LK II yang merupakan salah satu tempat berproses diharapkan bukan sekedar menjadi jenjang training, namun merupakan starting point bagi kader untuk mengaktualisasikan potensinya. Mereka berharap event follow-up training seperti ini dapat berlanjut, selain sebagai acara temu kangen juga merupakan penguatan jaringan antar cabang untuk meningkatkan konsolidasi gerakan. Sebagai catatan, para ex-peserta LK II ke-XIV Semarang ini sebagian besar tercatat sebagai ketua komisariat serta posisi-posisi struktural yang cukup vital di kepengurusan HMI baik di cabang maupun komisariat. Hal tersebut dipandang sebagai sebuah implementasi semangat juang mereka bersama HMI. Yakin Usaha Sampai!!!(nta)

View more at http://ntacaholic.blogspot.com



Read more ...

33 Kader Ikuti LK II Wonosobo



Wonosobo – Udara dingin menusuk tulang di daerah lereng Dieng ternyata menjadi sebuah suntikan semangat tersendiri bagi para kader HMI. Senin (11/2) malam kemarin, bertempat di Gedung Perhutani berlangsung pembukaan Latihan Kader II (Intermediate Training) HMI Cabang Wonosobo. Sekitar pukul 22.00 WIB, walaupun dengan kondisi terkantuk-kantuk, sejumlah kader HMI MPO dari berbagai cabang di Inbagteng tampak antusias mengikuti jalannya acara pembukaan.

Acara yang dibuka oleh Nurdin- ketua HMI cabang Wonosobo tersebut mengambil tema “ Rekonstruksi Paradigma Pendidikan Sebagai Wujud Eksistensi Manusia Menuju Masyarakat Berperadaban”. Dalam sambutannya, Nurdin sempat berujar bahwa LK II merupakan salah satu bentuk tirakat inteletual dimana para kader diharapkan sungguh-sungguh dalam menjalani proses di dalamnya. Siap ber-HMI berkonsekuensi untuk siap menderita, maksud menderita disini adalah bahwa kader HMI memiliki tanggung jawab yang lebih untuk memikirkan kondisi masyarakat dalam rangka merangkai sebuah peradaban, kurang lebih seperti itu ujaran dari Nurdin.

Kegiatan LK II yang diketuai oleh Aris Fahani ini diikuti oleh 33 peserta yang merupakan kader HMI dari cabang Purwokerto, Purworejo, Yogyakarta, Semarang, dan Wonosobo. Kegiatan yang direncanakan berlangsung hingga tanggal 18 Februari tersebut dipandu oleh tim pemandu dari berbagai cabang di Inbagteng. Bertindak sebagai Master of Trainer (MoT), yaitu M.Syafei, yang juga ketua Badko Inbagteng.

Walaupun Wonosobo terbilang cabang yang memiliki area kecil dengan satu komisariat dan dengan kuantitas kader yang secukupnya, namun semangat mereka yang besar ternyata mampu menyelenggarakan LK II dengan peserta yang terbilang cukup banyak. Animo peserta dalam acara tersebut juga menunjukan adanya semangat yang tinggi. Dalam forum pertama mengenai pembahasan tema dan tata tertib, sudah terlihat animo yang tinggi dari peserta.

“Di malam pertama kita tadi membahas mengenai tema LK II kali ini, banyak yang berpendapat bahwa tema tersebut terlalu mengglobal, nah tugas kita nanti untuk membdah lebih jauh mengenai tema tersebut” ujar Tino, salah satu peserta utusan dari HMI cabang Purwokerto.

Pekan ini nampaknya Wonosobo menjadi sentral dari beberapa agenda kegiatan HMI Inbagteng. Selain LK II, rapimcab Inbagteng jug direncanakan tanggal 17 Februari nanti di tempat yang sama. (nta)

View more at http://ntacaholic.blogspot.com




Read more ...
Wednesday, February 06, 2008

Saat Islam Harus “Diperbaharui”




Purwokerto – Melihat kondisi bangsa Indonesia, dapat kita inventarisir sejumlah problematika yang menimpa sang negeri gemah ripah loh jinawi ini. Dari mulai bencana alam, keterpurukan ekonomi, politik yang carut marut, penegakan hukum yang masih omong kosong hingga pendidikan yang tak mendidik. Apa yang kemudian mendasari hujanan problem tersebut?orang-nya kah atau sistem?. Kemudian apa yang bisa dijadikan solusi?? Satu kata muncul, Islam. Islam sebagai solusi. Apa dan bagaimana hal tersebut?? Itulah yang coba dimunculkan dalam diskusi interaktif dalam rangkaian acara pelantikan pengurus cabang HMI MPO Purwokerto, Ahad (3/1) yang lalu.

Mencoba menyandingkan M.Syafei (PB HMI dan Badko Inbagteng) dengan Abdurrauf ( Ketua HTI Purwokerto serta alumni HMI), moderator Yasum Surya Mentari membawa diskusi yang cukup hangat senja itu dengan mengangkat tema ; ” Implementasi Nilai Keislaman Sebagai Manifesto Perlawanan Terhadap Neoliberalisme, Untuk Mewujudkan Indonesia Yang Berkeadilan”. Tema ini pula yang coba diangkat sebagai tema kepengurusan cabang HMI Purwokerto periode 2008-2009 M/ 1429-1430 H. Dalam sambutan ketua cabang yang baru – Arif Budiman-, diungkapkan bahwa siratan makna ini adalah untuk mereaktualisasikan nilai-nilai Islam dalam ruh pergerakan. Islam bukan sekedar jargon namun juga jiwa dari sebuah gerakan untuk melawan neoliberalisme yang telah menggurita.

Rangkaian pertanyaan yang disebutkan di awal tulisan merupakan pertanyaan yang dicoba menjadi intro pada pemaparan materi oleh Abdurrauf. Selaku ketua HTI Purwokerto, beliau dengan lugas dan detail mempresentasikan ide-ide khilafah sebagai sebuah smart solution pada menggunungnya kondisi bangsa ini. Perubahan sistem dan memilih dari opsi sistem yang ada : apabila pilih Kapitalis berarti mempertahankan krisis, pilih sosialis komunis merupakan opsi yang sudah jadul dan berarti bangkrut, atau pilih Islam yang di dalamnya terdapat perspektif Islam bahwa tidak ada kehidupan islam dimana diterapkan syariah islam dipimpin oleh khalifah.

Kalau kita berbicara mengenai Islam, sebenarnya Indonesia itu kaya akan orang Islam. Hampir 90% masyarakat Indonesia beragama Islam. Namun, tak pelak di negara ini ternyata telah terjadi perselingkuhan antara agama dan kekuatan modal. Sehingga kuantitas Islam yang dimiliki bukan mencerminkan jiwa Islam yang ada namun hanya digunakan untuk kecenderungan kapitalistik. Kurang lebih itu yang coba disampaikan oleh M.Syafei sebagai pembicara kedua saat diberi kesempatan untuk menyampaikan perspektifnya tentang Islam.

Islam sebagai problem solving. Klasik. Itu kesan yang ditangkap para audiens diskusi senja itu. Bahkan sempat disampaikan oleh salah satu peserta pada session tanyajawab bahwa ide HTI yang coba dipaparkan tidak lebih sebagai sebuah pendaurulangan sampah yang tidak berhasil. HTI dinilai tak mampu mengarahkan konsep yang jelas mengenai negara Islam yang dipimpin seorang khilafah. Sebuah imajinasi tanpa plot yang jelas. Sama halnya dengan yang diungkapkan oleh audiens lain yang bahkan menyangsikan bahwa Islam merupakan solusi yang komprehensif. HTI juga dinilai belum menjangkau sistem kenegaraan Indonesia dengan dasar negara Pancasila. Pancasila dinilai sudah cukup baik, tinggal bagaimana implementasinya. Kemudian ide khilafah Islamiyah ini coba ditampik dengan mempertanyakan bahwa Islam tidak semuanya menjadi mayoritas. Masih banyak umat lain. Kalau di Indonesia sebagai solusi itu karena mayoritasnya Islam sehinggat dirasa bahwa Islam-lah solusinya. Pada beberapa negara lain dimana Islam menjadi minoritas, permasalahan agama menjadi sebuah solusi bukanlah sesuatu yang diwacanaakan.

Dari rangkaian diskusi yang cukup hangat itu, ada dua perspektif yang bisa didapat, yaitu bahwa Islam adalah sebuah solusi mutlak serta perspektif faktual Islam di Indonesia yang hanya sekedar kuantitas saja. Tak ada sebuah garis merah yang didapatkan dikarenakan waktu yang tidak mendukung. Namun, setidaknya Islam bisa dijadikan sebagai jawaban atas pertanyaan “what?”, tapi kemudian “how?”. Itulah yang kemudian belum kita semua teruskan. Bagaimana kemudian Islam menjadi solusi, perlu berbagai pertimbangan, kearifan, dan pemikiran jernih. Saat Islam hanya menjawab pertanyaan “apa”, maka tak ubahnya kita menjadikan Islam sebagai sebuah jargon dakwah. Kini saatnya mereaktualisasi Islam, memperbaharui Islam bukan dalam artian pembaharuan dalam hal substansial seperti aqidah, fiqh dan lain sebagainya namun lebih kepada wilayah strategis dan teknis dakwah Islam kita. Islam membutuhkan para pembaharu yang tidak sekedar pintar namun juga jiwa-jiwa pembaharu yang mampu menjadi agen Islam yang inovatif dan cerdas serta tepat sasaran (nta)



Read more ...

Soeharto Bukan Pahlawan


Mari-mari kita bersama kubur soehartoisme
Kiri kanan kulihat saja...awas soehartoisme.

Purwokerto - Lantunan nada-nada yang bersemangat itu keluar dari lisan kader-kader HMI MPO Purwokerto yang memberi warna pada malam kota Purwokerto Selasa (5/2) kemarin. Walaupun sempat diguyur gerimis, namun kurang lebih sepuluh kader tetap berteriak lantang seolah ratusan pasukan pleton yang menembus dinginnya malam.

Berangkat dari sekretariat cabang HMI MPO di bilangan Jalan Riyanto Sumampir-Purwokerto, para paserta aksi menyambut milad HMI ke-61 ini mengawali langkah pada pukul 19.00 menyusuri jalan-jalan di kota satria itu. Melintas hingga jalan Dr.Bunyamin, peserta aksi kemudian berhenti di depan gerbang Universitas Jendral Soedirman untuk menyuarakan aksinya. Di depan patung Soedirman, tiap kader kemudian bergantian untuk orasi. Tidak hanya orasi, namun pembacaan puisi serta adegan teaterikal juga turut digelar.

Isu yang diangkat pada milad kali ini adalah kuburkan Soehartoisme. Menurut pandangan kawan-kawan HMI MPO Purwokerto, momen meninggalnya Soeharto telah dengan cerdik dimanfaatkan oleh pengikut -pengikut Soeharto untuk membangkitkan Soehartoisme. Soehartoisme dipandang merupakan paham tata pemerintahan yang mengandalkan otoritarianisme, militerisme, dan KKN yang telah terbukti membangkrutkan bangsa dan negara.

Kebijakan pemerintah SBY-JK yang memberikan penghormatan yang berlebih-lebihan terhadap Soeharto berupa hari berkabung nasional selama 7 hari membuktikan bahwa rezim SBY-JK sama sekali tidak mengindahkan spirit reformasi yang diperjuangkan dengan nyawa dan darah mahasiswa. Sebaliknya, kebijakan ini justru membuktikan bahwa rezim SBY-JK adalah bagian yang melekat dengan spirit Orde Baru.
Kematian Soeharto tanpa putusan hukum yang tetap telah membuyarkan harapan tentang tegaknya kepastian hukum di negara ini. Dan oleh karena itu, menyangkut perdata Soeharto, HMI MPO meminta supaya seluruh kekayaan yayasan-yayasan yang dikelola oleh Soeharto dan kroninya segera diserahkan kepada negara.

Usulan Partai Golkar untuk menjadikan Soeharto sebagai pahlawan nasional adalah suatu hal yang absurd, tidak beralasan, lagi mengabaikan perasaan para korban kejahatan politik dan HAM yang dilakukan oleh Soeharto selama 32 tahun kekuasaannya. Dalam konteks ini, kematian Soeharto dalam kondisi tengah diproses secara hukum atas kasus korupsi dana Yayasan Supersemar telah menggugurkan prasyarat untuk menjadi pahlawan. Amat mustahil seseorang dalam posisi demikian untuk disebut sebagai pahlawan bangsa. Belum lagi, mengingat sejumlah kasus kejahatan HAM, pemberangusan kebebasan (pers, berpendapat dan berorganisasi) dan perampasan hak-hak ekosob sebagian warga negara yang memang secara faktual terjadi di masa kepemimpinannya.
Kepada seluruh komponen bangsa, HMI MPO menyerukan bahwa membangkitkan Soehartoisme merupakan tindakan yang sesat dan berbahaya, sebaliknya kami serukan supaya mari menyongsong masa depan dengan mengubur Soehartoisme. Masa depan ada di tangan rakyat, bukan di tangan elit-elit pengikut Soeharto.

Dalam pernyataan sikap yang dibuat, HMI- MPO Cabang Purwokerto menyatakan bahwa :

1. Mendesak pemerintah untuk segera mengusut tuntas pelanggaran HAM yang telah dilakukan oleh rezim Soeharto
2. Mendesak pemerintah untuk segera mengusut tuntas kasus perdata Soeharto beserta kroninya.
3. Mendesak pemerintah untuk segera mengusut tuntas kasus korupsi dana-dana yayasan yang dimiliki Soeharto beserta kroninya dan mengembalikannya kepada rakyat.
4. Menolak pemberian gelar pahlawan bangsa kepada Soeharto.
5. Menolak agenda-agenda kepentingan asing yang menyengsarakan rakyat seperti : Privatisasi Sumberdaya Alam, liberalisasi dan komersialisasi Pendidikan (BHP) dan pencabutan subsidi lainnya yang bersentuhan langsung dengan hajat hidup orang banyak.
6. Mengajak kepada seluruh elemen untuk bersama-sama mengantisipasi menguatnya paham soehartoisme yang telah menjalankan tata pemerintahan seperti : otoritarianisme, militerisme, dan KKN yang telah terbukti membangkrutkan bangsa dan negara.

Aksi yang di sisi lain cukup disayangkan karena sedikitnya kuantitas kader dikarenakan masa liburan kuliah yang telah tiba ini, berakhir dengan pernyataan sikap dan menyenyikan lagu Bagimu Negeri.

Animo masyarakat yang menyaksikan aksi cukup tinggi. Beberapa kendaraan tampak melambatkan laju kendaraan untuk mengetahui aksi yang memang sangat bersemangat. Bahkan beberapa masyarakat tak ragu untuk mendekati kami serta meminta leaflet yang sudah disediakan.

Soeharto memang telah mati, namun bukan berarti kasus-kasusnya dikubur dan lantas Soeharto menjadi pahlawan yang harum namanya. Peradilan kubur memang lebih adil, kalau kita mau menghargai pak Harto, bantulah meringankan beliau di akhirat sana dengan memposisikan Pak Harto pada ruang yang tepat dan posisi hukum yang seharusnya dan bukan dengan membangkitkan Soehartoisme. (nta)




Read more ...
Monday, February 04, 2008

Membangun Peradaban Umat Melalui Pemakmuran Masjid




Purwokerto- Keberadaan Masjid sebagai rumah ibadah kini nampaknya mengalami peyorasi. Saat masjid Nabawi dibangun Rasulullah dulu, disana bukan sekedar sebagai tempat sholat atau I’tikaf saja. Namun, di masjid pulalah Nabi menyusun strategi perang, mengadakan berbagai diskusi serta kegiatan-kegiatan ummat yang lain.

Masjid dapat dikatakan sebagai sebuah benteng umat Islam. Disana kita dapat memenuhi kebutuhan ruhani dengan bertaqarub diri pada sang Illah sekaligus membangun sistem muamalah.

Rangkaian kegiatan Rapat Kerja (RAKER) Masjid Fatimatuzzahra (Mafaza) Purwokerto yang berlansung selama tiga (3) hari adalah salah satu cerminan peradaban ummat yang dibangun dari pemakmuran masjid. Mafaza bukanlah sekedar masjid. Terdapat kurang lebih 10 Unit Pemakmuran Masjid (UPM) seperti : Laziz, Mini Market (lembaga usaha), Klinik Mafaza, Perpustakaan Islam Mafaza, BKAM (Bina Keluarga Anak dan Muallaf), Radio mAfaza FM, TBIF (Taman Belajar Islam Fatimatuzzahra), MTC (mafaza Training Centre), dll. Tiap UPM memiliki bidang yang berbeda-beda. Namun, misi merek tetap bermuara pada upaya pemakmuran masjid sebagai pondasi kekuatan umat Islam.

Dalam raker kemarin, muncul wacana tentang eksklusifitas masjid. Masjid mendapatkan tantangan untuk meningkatan uapaya masifikasi pada masyarakat disekitar. Mafaza yang memang lebih didominasi oleh mahasiswa harus dapat memungkinkan memberikan kontribusi yang nyata pada masyarakat luas.

Raker Mafaza terbagi dalam tiga rangkaian acara, yakni : pandangan umum dari tiap-tiap elemen; pertanggungjawab serta pemaparan proker tiap UPM; dan rekomendasi terhadap program-program mendatang.

Sebagai sebuah organisasi, tata organisasi yang tertib dan rapih mencerminkan profesionalitas kinerja ”pekerja” masjid. Sebagai sebuah masjid, Mafaza telah menjadi sebuah benteng pertahanan umat Islam dimana didalamnya merupakan wahana berproses dan belajar.

Marilah kita back to masjid, kembali meriuhkan dan menghidupkan masjid tanpa keberpihakan yang subyektif.





Read more ...

Mengangkat Mendoan Hangat




Purwokerto – Bumi satria Purwokerto seolah menjadi saksi atas menggeloranya semangat kawan-kawan kader HMI MPO cabang purwokerto pada rangkaian acara pelantikan pengurus cabang HMI MPO Purwokerto periode 2008-2009 M/ 1429-1430 H, hari ahad (03/01) kemarin. Bertempat di Aula Kelurahan Grendeng Purwokerto, acara yang berlangsung semenjak pukul 13.00 tersebut terlaksana dengan cukup meriah. Hadir dalam kesempatan tersebut perwakilan PB HMI, kanda M.Syafei, serta turut hadir pula beberapa alumni HMI Purwokerto.

Dalam sambutan ketua cabang yang lama (demisioner), Arfianto Purbo Laksono, menyampaikan bahwa banyak hal yang akan kita hadapi. Penyikapan-penyikapan terhadap moment-moment seperti pilkada, pilgub, serta pilpres menjadi salah satu point yang disampaikan beliau. Apa yang disampaikan tidak jauh beda dengan sambutan yang disampaikan oleh kanda M.Syafei selaku perwakilan PB dan Badko Inbagteng, dimana pada intinya adalah bahwa pelantikan kali ini bukanlah sekadar momentum, namun merupakan tonggak dan starting point serta reminder akan tanggung jawab koita selaku kader-kader HMI MPO .

Dengan ucapan yang mantap pula, ketua cabang yang baru menyampaikan uraian mengenai tema yang diangkat yakni “ Implementasi Nilai-Nilai Keislaman “ . Dalam sambutannya, Arif Budiman – ketua cabang terpilih- menyampaikan bahwa kini sudah saatnya kita mereaktualisasi impelementasi nilai-nilai keIslaman. Islam bukan jargon yang hanya bisa diagung-agungkan tanpa implementasi dalam ruh gerakan kita.

Selepas pelantikan diselenggarakan pula diskusi interaktif yang menghadirkan pembicara Abdurrauf (alumni HMI serta Ketua Hizbut Tahrir Purwokerto) dan M.Syafei (PB dan Badko HMI Inbagteng).

Berikut susunan pengurus cabang HMI MPO Purwokerto periode 2008-2009 M/ 1429-1430 H :

Ketua : Arif Budiman
Sekretaris Umum : Dimas Ramadhan
Bendahara Umum : Hanum

Kabid Perkaderan : Sulistyana
Staf : Wirawan S. Harahap

Kabid PAO : Teguh Priyoko
Staf : Gampang Priyono

Kabid PTK : Avin
Staf : Wahyu

LAPMI : Nasrullah
KPC : Agung Sudrajat.

Semoga jajaran kepengurusan yang baru dapat menjalankan estafet perjuangan HMI MPO sebagai wadah pembelajaran untuk berproses menjadi mahasiswa Islam yang berkarakter Insan Ulil Albab yang turut bertanggungjawab terhadap terbentuknya masyarakat yang diridhoi oleh Allah SWT. Amien.
YAKUSA!!!

View more at http://ntacaholic.blogspot.com and http://satriahijauhitam.blogspot.com



Read more ...