Pages

Sunday, April 28, 2013

Melepaskan Ketakutan Shakespeare dari Puisi Misterius Turky*

You say that you love rain, but you open your umbrella when it rains. You say that you love the sun, but you find a shadow spot when the sun shines. You say that you love the wind, but you close your windows when wind blows. This is why I am afraid; You say that you love me too. (I Am Afraid, William Shakespeare)

PUISI di atas itu sedang terpolemik. Paling tidak, di kalangan para penggemar William Shakespeare, tokoh sastra masyhur dari Britania pada pertengahan abad ke-17. Apabila di Eropa dan beberapa tempat lain, puisi ini cukup menyita ruang debat, agaknya tak demikian ceritanya di Indonesia.
Pertama kali melihat puisi I Am Afraid diterakan atas nama William Shakespeare adalah ketika saya sedang berselancar di internet. Banyak sekali domain pribadi atau kelompok di dunia maya itu yang mendaulat puisi I Am Afraid sebagai milik Shakespeare.

Kendati puisi I Am Afraid terlanjur terpolemik dengan gilang-gemilang, pada dasarnya, apa yang disangkakan itu tak memiliki pijakan yang solid. Terlalu banyak fakta yang dapat membuat para pecinta Shakespeare terlunta-lunta perasaannya, jika mereka akhirnya tahu bahwa puisi I Am Afraid bukan karya Shakespeare. Kendati pula, tak sedikit dari mereka yang menghendaki adanya fakta yang bisa membuktikannya.

Sebagai awalnya, mari kita simak sebuah puisi berbahasa Turky berjudulKorkuyorum di bawah ini:
Ya?muru seviyorum diyorsun, ya?mur ya??nca ?emsiyeni aç?yorsun. Güne?i seviyorum diyorsun, güne? aç?nca gölgeye kaç?yorsun. Rüzgar? seviyorum diyorsun, rüzgar ç?k?nca pencereni kapat?yorsun. ??te,bunun için korkuyorum; Beni de sevdi?ini söylüyorsun.(Korkuyorum, anonim)

Puisi Korkuyorum ini, jika diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris maka akan terbaca identik sama sekali dengan puisi I Am Afraid yang tampil lebih dulu di permulaan telisik ini. Entah bagaimana musababnya sehingga ada tera nama Shakespeare pada puisi I Am Afraid. Sejak kapan kejadian ini bermula?
Saya akan mentransliterasi I Am Afraid dan Korkuyorum ke dalam bahasa Indonesia, berikut:
"Kau bilang bahwa kau mencintai hujan, tetapi kau buka payungmu saat hujan. Kau bilang bahwa kau mencintai matahari, tapi kau temukan bayanganmu saat matahari bersinar. Kau bilang bahwa kau mencintai angin, tetapi kau tutup jendelamu ketika angin bertiup. Itulah mengapa aku takut, saat kau bilang bahwa kau mencintaiku juga."
(Aku Takut ~ transliterasi Ilham Q. Moehiddin)

Read more ...
Wednesday, April 24, 2013

Menyoal Marwah Dalam Produk Kemanusiaan Hingga Peran Jurnalisme Warga

#Sebuah Catatan Diskusi
Karena kita sebenarnya tak akan pernah benar-benar bisa memahami arti tangis dari seorang yang tertolong, apakah tangis haru, bahagia atau justru tangis malu. Maka terlalu riskan untuk menjadikan tangisan sebagai sebuah tontonan. Dimanapun, tangis akan terasa menyesakkan.

Prologue : Mungkin saya perlu membuat disclaimer terlebih dahulu, bahwa catatan ini dibuat tidak bermaksud untuk menyinggung insan media manapun. Kalaupun ada sesuatu yang terasa menohok, yakinlah bahwa tulisan ini juga muncul karena ketertohokan diri saya sendiri.. Ketertohokan yang membuat jemari ini ingin menari untuk berbagi. Mungkin sesekali biarkan saja setiap rasa sakit akibat ketertohokan menjadi sebuah media penyuci jiwa dan refleksi atas apa yang telah kita perbuat.

Kemanusiaan adalah sebuah hal yang agak rumit, menurut saya. Disana ada kata “manusia” berimbuhan ke-an. Perihal manusia yang di-katabenda-kan. Segala hal tentang manusia. Sebuah kata yang tentunya disana harus memposisikan manusia sebagai sebenar-benarnya manusia. Saya tidak tahu persis apa arti kata kemanusiaan dalam kamus. Jika kemanusiaan identik dengan sebuah aktivitas saling mengasihi antar sesama, maka disana pula lah kita akan melihat keseteraan manusia tanpa perlu melihat siapa yang mengasih dan dikasih. Kerumitan dalam urusan kemanusiaan yang sangat sensitif inilah yang membuat saya bicara agak prinsipil bahwa dalam setiap aktivitas atau karya yang mengatasnamakan kemanusiaan ada sisi etis yang tidak bisa kita terobos begitu saja.
Read more ...

MARBOT : PELAYAN RUMAH TUHAN

#Catatan Mudik



Sekian menit selepas salam terakhir, satu persatu jamaah sholat Isya malam itu beranjak pulang. Saat perlahan  sepi  merayap, kuperhatikan sekeliling, dan sejurus itu baru kusadari  satu hal. Bahwa “warisan” berharga yang almarhum ayah tinggalkan kepada kami adalah bagaimana kami sedari kecil dilatih untuk  merawat rumahNya. Selintas tiba-tiba saya teringat bagaimana saat kecil dulu punya giliran tugas mematikan lampu-lampu mushola, menggulung tikar dan karpet, mengatur meja-meja kecil untuk ngaji, hingga menguras kamar mandi, semuanya pernah kami lakukan dengan atau tanpa ikhlas. Maklum, masih kecil. Semua masih karena perintah. Kadang saya dan kakak bisa ribut hanya gara-gara mempermasalahkan siapa yang akan menggulung dan menyimpan tikar. Sampai akhirnya tikar itu kehujanan diluar mushola.

Bagi  orang  lain, itu mungkin tidak istimewa.  Tapi, bagiku, saat  ini menjadi terasa sangat istimewa, ketika merasakan ternyata sampai detik ini pun apa yang telah dilakukan sejak kecil masih terus terbawa.  Teringat ramadhan tahun lalu ketika ada seorang teman bilang : “ mbak Shinta sekarang sudah gak perlu  ikut  turun ngurusin buka puasa di tempat putri, udah banyak anak-anak baru “..  Tapi, asal tau saja bahwa aku sangat menikmati masa-masa dimana harus menyiapkan ta’jil walau sekedar air putih dan kurma. Seperti ketika aku kecil dulu harus mempersiapkan teh serta makanan untuk sekedar rapat takmir atau pertemuan-pertemuan di mushola. Bedanya, dulu mungkin masih karena perintah ayah. Tapi lama-kelamaan itu aku menikmati peran sebagai pelayan rumahNya.

Aku tercenung sendiri, mengingat putaran waktu yang berjalan cukup cepat kurasa. Dulu mushola ini hanya bangunan sederhana, yang sehari harus lebih dari lima kali disapu jika tak mau ada debu menempel. Karpetnya harus sepekan sekali dijemur dipagar bunderan di sebrang. Soundsystem yang apa adanya, membuat Bapak beberapa kali harus naik keatap membetulkan toa. Sesekali dibawa ke tukang service di daerah Slerok. Hati saya kerap terseok mengingat bagaimana tangan rapuh Bapak dulu menata taman kecil samping mushola. Memasang sendiri pagarnya satu demi satu. Taman kecil itu kini memang sudah tak ada. Hanya ada satu pohon mangga cangkokan menjadi saksi hobi berkebun sang almarhum. 
Read more ...
Saturday, April 20, 2013

Ar-Rahman ( link download murottal jawa)

Dari dulu aku paling favorit dengerin surat ar-rahman. Lantunan murottal surat ini biasanya jadi obat galau yang ampuh. Bukan mau sok alim, ini hanya share saja. Minimal satu kalimat yang dilantunkan berulang-ulang disana, seperti mantra terbaik yang mampu membuatku tersenyum menghadapi semuanya. Kalau kata orang, aku ini anak yang selalu ceria, tegar, dan lain-lain.., ini salah satu penguatku. Penguat disaat aku mungkin sedang ingin menangis sendiri. Penguat disaat aku ngrasa "nothing". Penguat disaat aku tuh ngrasa nggak punya siapa-siapa.

Coba aja dengerin dan resapi. Di internet banyak kok file mp3 ataupun video lantunan murottal surat kasih sayang ini. Pelantunnya dari yang dalam negeri sampe luar negeri. Bagi saya, suara sesumbang apapun, isi surat ini tetap merdu untuk didengar. 

Oya, aku juga punya file murottal surat arrahman yang dilatunkan dalam nada jawa. Kalau yang ini mungkin belum ada di mesin pencari google. Jadi aku berbaik hati menyediakan link download file ini. Ada juga file surat2 lain. Tapi aku emang lebih sering dengerin surat arrahman. Lagian aku juga harus izin dulu kalau mau mengupload semua file-nya ke beliau yang memiliki suara dalam rekaman murottal ini. Monggoh, ini link nya. Bisa langsung didengar dan didownload. Semoga berkah. Semoga peluk sayang Allah semakin erat melingkari kita semua. Salam sayang untuk orang terkasih anda.. :) 

Klik disini untuk download murottal jawa surat arrahman . Atau bisa ke alamat tautan berikut :  
https://dl.dropboxusercontent.com/u/68963420/al-Rahman.MP3 
Read more ...

The Words : Labirin Kisah & Plagiarisme (Sebuah Kisah Tentang Cinta dan Kekuatan Kata-Kata)



#sebuah catatan menonton *mengandung spoiler*


Old Man : He lent him some books to read the first books the kid had ever read about anything. For the first time he saw a world that was bigger than the one he'd been born into. And he wanted more. He wanted to be something more.
Rory : A writer.
Old Man : Yeah. But he had no idea what the word really meant. Certainly didn't have a clue about how to go about it.(dialog saat si "old man" ini menceritakan asal mula ia menulis)
Ada banyak alasan orang melakukan aktivitas menulis. Ada yang memang sudah jadi pekerjaan, ada yang hobi, ada juga yang seperti panggilan jiwa. Aktivitas menulis pun kadang menciptakan banyak cita, sepertipengen jadi kolumnis, pengen jadi scriptwriter, atau pengen bukunya terbit.Bagi sebagian orang, menerbitkan buku ada yang memang menjadi “target” tersendiri, tapi ada juga yang tidak terlalu berpretensi kesana. Apapun itu, tiap orang punya alasan masing-masing.

Seperti juga yang dialami oleh Rory Jonsen ( Bradley Cooper ) , yang dalam film The Words mendapat porsi penceritaan yang lebih banyak dibanding yang lain. Namun, Rory Jansen mungkin bukan actor utamanya. Rory Jansen dari awal dikisahkan dari sudut pandang orangketiga, dimana Rory adalah tokoh dalam novel yang ditulis Clayton Hammond (Dennis Quaid) .

Dalam novel itu, Rory dikisahkan sebagai orang yang memiliki semangat menulis yang luar biasa. Aku pribadi suka bagian-bagian awal ketika Rory dan kekasihnya Dora ( Zoe Saldana) begitu bersemangat merajut mimpi mereka. Rory yang setiap malam di depan layar monitor, dan memang sudah mendedikasikan dirinya untuk menulis. Hingga sudah tak terhitung lagi berapa kali ia mengirimkan naskah ke penerbit, tapi masih nihil hasilnya. Akhirnya, karena ia juga ingin menikahi Dora , ia pun bekerjamenjadi pegawai di sebuah kantor penerbitan.
Read more ...

KIsah Dibalik Kos-Kosan Mewah


"Ketika sebuah kamar bisa bernilai jutaan rupiah pertahun, didekatnya ada yang bahkan tak sejengkal pun memiliki tanah"

Pintu pos kamling itu tertutup rapat, cahaya lampu di dalam meyakinkan kami bahwa ada orang didalamnya. Ada kekhawatiran bahwa penghuni di dalamnya sudah tertidur lelap. Penghuni? Ya, pos kamling itu berpenghuni. Kalau di lokasi lain, pos kamling adalah tempat berkumpul para petugas ronda, tapi disini pos kamling menjadi tempat tinggal, untuk makan – tidur dan aktivitas keseharian lainnya. Tak lebih dari tiga kali kami mengetuk pintu , seberkas sinar menyeruak dari dalam pos kamling. Pintu terbuka hanya memberikan celah. Tak bisa dibuka sempurna karena terganjal sebuah kasur. Ah, benar..sepertinya sang penghuni sudah hendak ke peraduan. Semoga kedatangan kami tak mengganggu.

Setelah kasur digulung, kami berdua pun bisa masuk ke ruangan 2 x 1 meter tersebut. Menghindari kecanggungan sang “tuan rumah”, kami enjoy saja duduk di satu kursi reyot di samping kasur. Hanya ada satu kursi, kasur, meja, dan satu lemari. Pos kamling yang memang sudah tak cukup aktif difungsikan sebagai fasilitas pengontrol keamanan warga masyarakat, semenjak delapan bulan terakhir menjadi “rumah sementara” bagi mbah Karsitem.

Hidup ini memiliki hukum kesetimbangan. Dibalik gemerlapnya kota besar, selalu ada pemukiman kumuh yang tersimpan di sudut-sudutnya. Begitu pula yang mungkin terjadi di sebuah lokasi kompleks rumah kos “kelas eksekutif” di bilangan Grendeng-Purwokerto ini. Dibandingkan dengan sudut area yang lain, Jl.H.Madrani memiliki kategori menengah keatas. Standart sewa atau kos di kawasan ini lebih tinggi dibandingkan daerah disekelilingnya. Satu menara masjid menjulang tinggi, menunjukkan sebuah cita-cita peradaban yang juga harusnya juga tinggi dan meninggikan. Namun, dibalik kawasan yang dianggap “ideal” tersebut, kami dianugerahi sosok seperti mbah Karsitem, yang karena berbagai kisah kesendiriannya kini harus pasrah tinggal di pos kamling.
Read more ...
Wednesday, April 17, 2013

Dari Kisah Tasripin


(sebuah catatan perjalanan dan kritik pada media)

“Kami mungkin memang hidup kekurangan, mbak. Tapi kami tidak menelantarkan anggota keluarga kami sendiri…” ( pak Ali Katun, uwa' dari Tasripin)



Saya harus benar-benar mencengkeram erat pinggang pak Zayin saat melintasi batuan terjal sepanjang jalan menuju dusun Pesawahan, desa Gunung Lurah, kecamatan Cilongok, kabupaten Banyumas . Jalanan berbatu dan curam membuat tubuh ini terpental-pental diatas sepeda motor. Kalau tidak benar-benar menjaga keseimbangan, maka siap-siap saja bercumbu dengan cadasnya bebatuan lereng gunung itu.

Dibawah hangatnya mentari senja pasca rintik hujan, kami berempat – Saya, pak Zayin, dan kedua anak pak Zayin – merelakan diri terpental-pental diatas sepeda motor untuk bisa mencapai rumah ananda Tasripin(12) yang dalam beberapa hari terakhir cukup menjadi pemberitaan di media. Kilas cerita, awalnya saya melihat berita itu di dinding Facebook pak Satrio Arismunandar. Melihat nama lokasi yang tak asing, maka saya penasaran. Saya sempat meninggalkan komentar untuk menanyakan sumber informasi. Kebetulan wilayah Cilongok adalah lokasi dimana saya dan teman-teman Lazis Mafaza Peduli Ummat beberapa kali mengadakan kegiatan disana.
Read more ...

gaduhan

Melekuk atau Membengkok


Q   : Kenapa cewek punya kecenderungan emosinya lemah? Mudah khawatir dan brburuk sangka. Bete  kalo inget aku yang kadang gampang emosi dan berprasangka

Yg : tulang rusuk bengkok bukan?
Q  : aku gak mau jd tulang rusuk bengkok. Jelek kan?     Terlihat lemah di hadapan makhluk / manusia lain, adalah hal yg paling malu-maluin. Aku benci itu.
Yg  : siapa bilang tulang rusuk lemah..saking kuatnya untuk bikin lurus perlu treatment kalo gak ya..patah. Macam baja ga bisa asal dibikin bengkok, salah dikit patah…, baja yang gampang dibengkokin itu baja palsu. 


Q adalah  pertanyaanku di satu pagi tadi.  Tiap terkesiap pada pagi yang datang, biasanya aku sisakan jeda beberapa menit untuk sekedar menyegarkan kesadaran. Kalau beberapa teman kerap mendapat sms-sms “ceracau” dipagi hari, mungkin itu terlontar di zona “jeda” tersebut. :) . Biasanya kalau jeda itu, aku merenung apa yang telah terjadi semalam dan sehari sebelumnya,istilahnya tuh : refleksi…*padahal sih ngantuk dan malas aja bangun ke kamar mandi…hehe*

Perempuan,emosional, prasangka, tulang rusuk yang bengkok. Itu tema ceracau pagi yang jarang-jarang aku lontarkan. Tapi memang, jujur, kadang aku sebel sama diriku sendiri ketika di suatu saat aku itu menjadi temperamental tanpa sadar. Ketika aku mudah was-was dan berburuk sangka tanpa kejelasan apapun. Ketika aku menjadi galau tanpa sebab.
Read more ...

Let's Get Lost




“ Separuh kesenangan dalam perjalanan adalah menikmati indahnyat tersesat. Dan salah satu manifestasi tersesat adalah ketika diri kita lebur dalam ketiadaan. Perjalanan hanya bisa kita nikmati dan barangkali lebih bermakna, jika kita mampu melenyapkan diri. Lebur. Hilang Tidak menjadi siapa-siapa… “ (Rad Bradbury dikutip dalam tulisannya mas Farid Gaban).


Seusai melafalkan shadaqallahul’azhim sebagai penanda akhir tadarus, biasanya ada satu jeda beberapa menit menjelang kumandang adzan Isya. Saat itulah, aku dan mas Ardan --kakakku-- semasa kecil dulu sering berbagi cerita. Entah cerita tentang di sekolah, tentang teman-teman, dan yang lebih seru tentang perjalanan. Sejak ayah menambah perbendaharaan sepeda (meskipun hanya sepeda bekas), maka resmilah masing-masing anaknya punya alat untuk melanglang buana. Saya masih ingat obrolan yang lucu-lucu itu.

“nta, adan nemu jalan baru”“hah?dimana?”“itu , ada gang kayak labirin.., di dekat jalan cempaka”

Kemudian mas Dan – panggilan untuk mas Ardan- , akan menceritakan petualangannya untuk kesekian kali. Perlu dijelaskan juga bahwa yang dimaksud dengan “jalan baru” itu adalah gang-gang seperti labirin yang kami temukan di salah satu sudut kota yang belum pernah kami lewati. Dan hampir tiap ada kesempatan bercengkerama itulah, kami akan bercerita “jalan baru” apa saja yang sudah kami temukan hari itu. Tidak hanya jalan baru, tapi juga pengalamanku terperosok di got besar, kemudian nangis dan digendong pulang oleh tetangga yang kebetulan lewat. Atau kejadian saya yang ditabrak sepeda motor di pertigaan, tapi sempet loncat jadi gak luka, eh malah dapet duit dari yang nabrak.hehe. Sekedar pengalaman kami menjelajahi balai kota lama, pelabuhan, atau jalan-jalan sempit yang kami anggap sebagai sebuah “penemuan” yang luar biasa. Sangat menyenangkan, bukan?!


***

Dan saya menemukan kalimat kutipan yang saya tempel diawal tulisan ini, saat itu seratus persen langsung saya iyakan. Saya selalu antusias membaca kisah-kisah petualangan yang membuat spot adrenalin. Serial lima sekawan, trio detektif, dan petualangannya si Sporty (aku lupa nama group detektifnya) adalah beberapa diantara sekian bacaan favoritku dan mas Dan semasa kami kecil dulu. Jika tidak sedang mood membaca, berjalanlah. Itu yang kulakukan sedari dulu.

Seperti slogan yang digunakan oleh TV channel NatGeo “Let’s Get Lost”, bagaimana serunya sebuah perjalanan tidak kita benar-benar rencanakan, alias nyasar. Saya membayangkan sebuah siluet keramaian dimana disana ada sosok kita terbaur ditengah-tengahnya menjadi orang asing, tanpa ada yang tau kita itu siapa.
Read more ...