Pages

Saturday, December 02, 2006

Karakter Internal Locus of Control Auditor BPK

BPK dan Kasus Penyuapan Auditor BPK

Sekilas tentang BPK
Telah termaktub dalam pasal 23 ayat (5) UUD tahun 1945 bahwa untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-undang. Sebagai refleksi dari ketentuan tersebut, pada tanggal 28 Desember 1946 dikeluarkan Surat Penetapan Pemerintah No. 11/OEM tentang pembentukan Badan Pembentukan Keuangan. Maka tepat 1 Januari 1947, berdirilah BPK yang berkedudukan sementara di Magelang dengan ketua BPK pertama yaitu R.Soenarso.
BPK memiliki peran vital dalam pengelolaan keuangan negara. BPK memiliki fungsi operatif (pasal 2 dan 3 UU no.5/1973), rekomendasi (Pasal 59 ICW 20 pasal 4 (2) IAR ), dan yudikatif (Pasal 77, 79, dan seterusnya, ICW 20 pasal 36 s/d 39 IAR).
BPK-sebagai badan pemeriksa- memiliki norma yang dirumuskan dalam bentuk singkatan 2K 3E dengan penjelasan sebagai berikut :
2K = 1.Ketertiban
2. Ketaatan
3E = 1. Efektifvitas
2. Ekonomis
3. Efisien
Tujuan pemeriksaan ini dijabarkan sebagai berikut :
“Untuk mengetahui da menilai kewajaran pelaksanaan kegiatan perusahaan apakah sesuai dengan rencana dan apakah dilaksanakan secara tertib dan taat peraturan”
Sehingga dapat dijabarkan, bahwa tugas BPK adalah untuk mengetahui dan menilai apakah :
1. Penguasaan dan pengurusan keuangan telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan pertanggungjawaban telah dilakukan dengan layak,
2. Penggunaan sarana dan prasarana dari sumber-sumber kekayaan yang dimiliki telah dilaksanakan secara hemat dan berdayaguna,
3. Rencana dan tujuan yang ditetapkan telah dilaksanakan dan dicapai secara berhasil sesuai dengan program nasional.

Kasus Penyuapan Auditor BPK
Tipikor atau tindak pidana korupsi kini menjadi headline perekonomian Indonesia di era pasca reformasi. BPK sebagai lembaga audit keuangan negara memiliki peran yang cukup besar dalam pemberantasan KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme). Dalam menjalankan perannya itu bukanlah hal yang mudah. Tak jarang dalam menjalankan tugasnya, BPK ikut menjadi aktor dalam tindak KKN tersebut.
Sebuah kasus yang cukup sensaional di tahun 2005, yaitu terungkapnya tindak penyupan auditor BPK oleh Mulyana W.Kusumah, anggota KPU (Komisi Pemilihan Umum).
Bermula dari investigasi BPK di tahun 2004 pada Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dalam investigasi tersebut, ditemukan sejumlah kejanggalan dalam pelelangan, prakualifikasi, ketebalan spesifikasi kotak suara, dan beberapa biaya tambahan yang tidak jelas.
Tersebutlah Khairiansyah Salman, salahseorang auditor BPK yang diperintahkan untuk mempertajam temuan-temuan yang didapatkan dalam investigasi tahun 2004. Jenis pengauditan ini dapat digolongkan sebagai Operations Audit. Dalam laporan yang dibuat oleh AICPA dengan judul Operational Audit Engagement, yang mencakup : “Pemeriksaan yang sistematis terhadap kegiatan organisasi atau bagian-bagiannya sehubungan dengan tujuan tertentu. Tujuan pemeriksaan mungkin :
• Menilai prestasi
• Mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan perbaikan,
• Mengembangkan saran-saran untuk perbaikan atau tindakan lanjutan.
Operations Audit atau yang sering disebut operasional audit muncul dari pengembangan financial audit. Dalam audit ini yang dinilai bukan saja aspek keuangan tetapi juga aspek yang bersifat non keuangan. Tujuannya adalah memeriksa dan menilai operasi perusahaan serta prosedur pelaksanaannya. Juga menyangkut pemberian inforrmasi kepada manajemen tentang masalah-masalah operasi yang diperlukan untuk melakukan koreksi demi peningkatan penghematan dan produktivitas. Sasaran audit ini adalah bagaimana mengusahakan agar kegiatan itu lebih efisien, hemat, dan lebih produktif. Dalam pelaksanaan auditnya dapat menggunakan prosedur audit yang dianut dalam audit keuangan (General Audit).
Selama proses audit yang dilakukan Khairiansyah, terdapat kesulitan dalam mendapatkan dokumen-dokumen yang diperlukan dari KPU. Oleh karena itu, Khairiansyah menyiasatinya dengan mendekati rekanan-rekanan KPU, salah satunya adalah PT. Surfindo Indah Prestasi (SIP) yang menjadi rekanan KPU dalam hal pengadaan kotak suara. Dari pihak SIP, Khairiansya diantaranya mendapatkan beberapa dokumen. Dalam dokumen-dokumen tersebut ditemukan beberapa kejanggalan seperti inkonsistensi informasi, penggelembungan biaya, dan sejumlah aliran dana ke KPU yang beberapa diantaranya tertulis jelas sebagai biaya “untuk entertain KPU”.
Mengetahui sepak terjang Khairiansya yang tentunya akan menguak bukti hitam untuk KPU, maka munculah adanya indikasi penyuapan. Dalam kesaksiannya, Khairiansyah mengatakan bahwa ia menjalin kontak dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pertama kali pada tanggal 8 Maret 2005 untuk melaporkan adanya indikasi upaya penyuapan dari pihak KPU. Selang dua hari kemudian, Mulyana (anggota KPU) ditemani Pelaksana Harian Sekretaris jendral KPU, Sussongko Suhardjo dan staf Biro Umum, Mubari, mengajak Khairiansyah untuk bertemu di sebuah restoran Jepang di Hotel Borobudur, Jakarta. Dalam pertemuan tersebut, Khairiansyah mengatakan Mubari sempat menawarkan uang Rp 200-300 juta kepada dirinya. Pertemuan di Hotel Borobudur tersebut kemudian diikuti dengan dua pertemuan berikutnya, dimana Mulyana menyerahkan uang secara bertahap , masing-masing Rp 149.800.000,- pada 3 April 2005 , dan Rp 150.000.000,- pada 8 April 2005. Segala pertemuan dengan KPU yang dilakukan Khairiansyah silakukan atas pengetahuan dan arahan dari KPK. Bahkan semua proses direkam KPK, termasuk penentuan hotel Ibis sebagai tempat transaksi penyerahan uang yang kemudian diikuti dengan penyergapan dan penangkapan Mulyana.
Terungkapnya kasus upaya penyuapan auditor BPK tersebut rupanya menjadi stimulan pada terungkapnya tindak serupa yang lain. Rabu, 21 September 2005 diberitakan, sebanyak 14 auditor BPK menerima uang dari KPU selama mengaudit proyek pengadaan barang dan jasa Pemilu 2004. Mereka yang menerima uang itu, Chaidar Rahman (107 juta), Mohammad Priyono (108 juta), Ponegawaty (58 juta), Helmi Rubaini (58juta), Is Sumiyati (45 juta), Dedi(45juta). Nur (13juta), Iswadarni (4juta), Yanti (4juta), Sulung (4juta), Kerot (4juta), Suharto (1,5 juta), Djapiten (140 juta). Seorang auditor, Latif menolak uang pemberian KPU sebesar Rp 1,5 juta, kemudian dibagi-bagi antara mereka. Lepas dari kontroversi bahwa uang tersebut adalah uang transport dan uang lelah, yang pasti nama-nama tersebut telah menerima uang dari klien.
Khairiansyah yang menjadi whistle blower telah menegaskan pada publik mengenai kinerja auditor BPK. Lepas dari masalah bahwa di kemudian hari Khairiansyah ditetapkan oleh Kejari Jakpus sebagai tersangka penerimaan DAU, Khairiansyah boleh dibilang sebagai Man of The Year tahun 2005 lalu. Tindakannya sempat mendapat Integrity Award dari Transparency International Indonesia.

Bab II
Internal Locus of Control pada Auditor BPK

Kode Etik Auditor
Alasan yang melatarbelakangi timbulnya kode etik bagi suatu bidang jabatan adalah kebutuhan untuk meraih kepercayaan masyarakat (public confidence) terhadapa kualitas bidang jabatan tersebut tanpa melihat kepada individu pelaksananya. Bagi akuntan publik, diperlukan suatu keyakinan dari para klien dan pelbagai pihak yang berkepentingan dengan laporan keuangan terhadap kualitas jasa audit dan jasa lain-lainnya.
Dalam AICPA dikenal beberapa prinsip-prinsip etik bagi auditor , yaitu:
1. Tanggung jawab. Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, anggota harus menjalankan kepekaan profesional dan pertimbangan moral dalam semua aktivitas mereka.
2. Kepentingan masyarakat. Anggota harus menerima kewajiban untuk bertindak yang mendahulukan kepentingan masyarakat, menghormati kepercayaan masyarakat, dan menunjukkan komitmen profesionalitas.
3. Integritas. Untuk mempertahankan dan memperluas kepercayaan mayarakat, anggota harus melaksanakan semua tanggung jawab profesional dengan kepekaan integritas yang paling tinggi.
4. Obyektivitas dan Independensi. Anggota harus mempertahankan obyektivitas dan bebas dari pertentangan kepentingan dalam melaksanakan tanggung jawab profesional. Anggota dalam praktek publik harus independen dalam kenyataan dan penampilan pada waktu melaksanakan pemeriksaan dan jasa pembuktian lainnya.
5. Kemahiran. Anggota harus mematuhi standar kritis dan etis profesi, berusaha keras untuk terus menerus meningkatkan kompetensi dan mutu jasa, dan melaksanakan tanggung jawab profesional sesuai dengan kemampuannya yang terbaik.
6. Lingkup dan sifat jasa. Dalam menjalankan praktek di masyarakat, anggota harus mematuhi prinsip-prinsip kode perilaku profesional untuk menentukan lingkup dan sifat jasa yang akan diberikan.

Internal Locus Of control

Dalam literatur Akuntansi, locus of control telah diteliti dalam konteks keputusan yang berbeda seperti partisipasi anggaran (Brownell, 1982; Frucot dan Shearon, 1991; Indriantoro, 1993). Keputusan Etis (Trevino , 1986; Tsui dan Gul, 1996, Knouse dan Glacalnose, 1992), perilaku tidak etis (Jones dan Kavanagh, 1996; Tsui dan Gul, 1996; Zahro, 1989)
Bersamaan dengan munculnya kesadarn tentang pentingnya pengembangan dan kesadaran etik akuntan publik, muncul pula sejumlah penelitian yang mencurahkan perhatiannya pada masalah ini, serta berusaha untuk menguraikan dan mengevaluasi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku etik akuntan (Louwers et al, 1997). Dalam literatus Behavioral accounting disebutkan bahwa variabel personalitas dapat berinteraksi dengan cognitive styles untuk mempengaruhi pengambilan keputusan. Dalam hal ini Locus of Control adalah variabel personalitas yang berpengaruh terhadap kesadaran etis auditor.
Berdasarkan pada teori locus of control, bahwa perilaku auditor dalam situasi konflik akan dipengaruhi oleh karakteristik locus of control-nya. Individu dengan internal locus of control akan lebih mungkin berperilaku etis dalam situasi konflik audit dibanding dengan individu dengan eksternal locus of control. Ciri pembawaan internal locus of control adalah mereka yang yakin bahwa suatu kejadian selalu berada dalam kendalinya dan akan selalu mengambil peran dan tanggung jawab dalam penentuan benar atau salah. Sebaliknya orang dengan eksternal locus of control percaya bahwa kejadian dalam hidupnya berada di luar kontrolnya dan percaya bahwa hidupnya dipengaruhi oleh takdir, keberuntungan, dan kesempatan serta lebih mempercayai kekuatan di luar dirinya. Karenanya auditor dengan eksternal locus of control akan lebih besar kemungkinannya untuk memenuhi permintaan klien.
Dalam penelitian yang dilakukan Umi Muawanah dan Nur Indriatoro membuktikan bahwa internal locus of control menimbulkan kesadaran etik tinggi dibanding dengan pembawaan eksternal locus of control. Salah satu matrik skor penelitan mereka adalah sebagai berikut

LOC Internal LOC Eksternal
Kesadaran etik tinggi 12,5 (n = 28) 8,67 (n =15)
Kesadaran etik rendah 24,0 (n = 10) 36,82 (n = 22)

Penelitian juga teleh membuktikan bahwa interaksi antara locus of control dengan kesadaran etis mempenngaruhi perilaku auditor dalam situasi konflik audit. Pada level kesadarn etik ang rendah terdapat kecenderungan auditor kurang independen. Sebalilknya pada level kesadaran etis yanng tinggi, ada kecenderungan auditor untuk menolak permintaan klien, dengan kata lain auditor menjadi lebih independen. Dan kecenderungan ini berbeda untuk karakterisktik locus of control yang internal atau eksternal.

Internal Locus of Control pada Auditor BPK
Dalam mewujudkan kepercayaan publik pada BPK sebagai lembaga audit keuangan negara, maka para auditor BPK perlu memiliki internal locus of control. Tak jaran auditor berada pada situasi konflik yang menciptakan sebuah dilema etis. Misalnya dapat terjadi ketika auditor dan klien tidak sepakat terhadap beberapa aspek fungsi dan tujua pemeriksaan. Dalam keadaan ini, klien bisa mempengaruhi proses pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor. Klien bisa menekan auditor untuk mengambil tindakan yang melanggar standar pemeriksaan. Karena secara umum dianggap bahwa auditor termotivasi oleh etika profesidan standar pemeriksaan. Karena secara umum dianggap bahwa auditor termotivasi oleh etika profesi dan standar pemeriksaan, maka auditor akan berada dalam situasi konflik. Memenuhi tuntutan klien, berarti melanggar standar. Namun dengan tidak memenuhi tuntutan klien, bisa menghasilkan sangsi oleh klien berupa kemungkinan penghentian penugasan. Dan hal terakhir ini adalah tidak mungkin pada tubuh BPK karena BPK adalah satu-satunya lembaga audit keuangan negara.
Dalam kasus tindak penyuapan oleh Mulyana W.Kusumah, telah memperlihatkan kepada kita mengenai sosok Khairiansyah yang berpotensi memiliki internal locus of control. Hal ini lepas dari masalah bahwa di kemudian hari ia ditetapkan menjadi tersangka penerimaan DAU.
Karakter internal locus of control ini sangat tepat sekali untuk dikembangkan pada diri para auditor BPK. Dengan memiliki auditor yang berkarakter internal Locus of control akan membawa BPK sebagai Lembaga Audit Keuangan negara yang berintegritas dan turut serta dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Apalagi dalam era reformasi sekarang ini, Badan Pemeriksa Keuangan telah mendapatkan dukungan konstitusional dari MPR RI dalam Sidang Tahunan Tahun 2000 yang memperkuat kedudukan BPK RI sebagai lembaga pemeriksa eksternal di bidang Keuangan Negara, yaitu dengan dikeluarkannya TAP MPR No.VI/MPR/2002 yang antara lain menegaskan kembali kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan sebagai satu-satunya lembaga pemeriksa eksternal keuangan negara dan peranannya perlu lebih dimantapkan sebagai lembaga yang independen dan profesional. Hal ini semakin selaras dengan misi BPK yaitu, “Mewujudakan diri menjadi auditor eksternal keuangan negara yang bebas dan mandiri, profesional, efektif, efisien, dan modern sesuai dengan praktik internasional terbaik, berkedudukan di ibukota negara dan ibukota setiap provinsi, serta mampu memberdayakan DPR, DPD, dan DPRD melaksanakan fungsi pengawasannya terhadap pemerintah pusat dan daerah untuk mewujudakan pemerintahan yang bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Bab III
Penutup

Simpulan
Dari uraian diatas, ada beberapa kesimpulan yang dapat kita ambil, anatara lain:
1. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memiliki posisi yang vital dalam mewujudkan perekonomian yang bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta mewujudkan kesejahteraan rakyat.
2. Terungkapnya kasus penyuapan terhadap auditor BPK memberi gambaran tentang kinerja para auditor BPK, serta mengindikasikan bahwa masih banyak hal yang perlu dibenahi dalam tubuh BPK. Namun kasus tersebut juga merupakan nilai plus bagi BPK, dimana Khairiansyah sebagai salah satu auditor memiliki karakter internal locus of control yang menjadikan ia tidak memiliki kecenderungan untuk bekerjasama dengan klien. Dengan kata lain, dia telah mempertahankan integritas sebagai auditor.
3. Internal Locus of Control sangat relevan untuk menciptakan kesadaran etika yang tinggi pada para auditor,
4. Karakter internal locus of control ini sangat tepat sekali untuk dikembangkan pada diri para auditor BPK. Dengan memiliki auditor yang berkarakter internal Locus of control akan membawa BPK sebagai Lembaga Audit Keuangan negara yang berintegritas dan turut serta dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat Indonesia

Impikasi
Penyusunan karya tulis ini memberikan implikasi bahwa auditor BPK perlu menggembangkan karakter internal locus of control pada diri mereka yang dapat memiliki relevansi postif pada kesadaran etik sebagai auditor.. Hal ini akan dapat meningkatkan kredibilitas mereka sebagai auditor pada khususnya dan untuk kredibilitas BPK sebagai satu-satunya lembaga audit eksternal keuangan negara.
Penyusunan ini juga dapat menjadi stimulan untuk mendorong arah riset akuntansi keperilakuan untuk mempertimbangkan aspek personalitas sebagai determinan penting dari keberhasilan atau kegagalan auditor menjalankan tugasnya.


Alasan yang melatarbelakangi timbulnya kode etik bagi suatu bidang jabatan adalah kebutuhan untuk meraih kepercayaan masyarakat (public confidence) terhadapa kualitas bidang jabatan tersebut tanpa melihat kepada individu pelaksananya. Maka memang suatu yang urgent bagi BPK untuk memperhatikan aspek personalitas pada auditor-auditornya.
Mengingat bagian pendahuluan dari kode etik jabatan AICPA memuat suatu kutipan dari marcus Aurelius yang menyimpulkan secara tepat apa yang sesungguhnya diharapkan dari seorang profesional “ Seseorang harus keatas, bukan tetap diatas”. Maka dengan mengembangkan aspek pesonalitas para auditornya, BPK akan menjadi lembaga yang progresif dan terus bereksistensi dalam Tata Kelola Keuangan Negara yang Baik untuk Mewujudkan Kesejahteraan Rakyat.
DAFTAR PUSTAKA

Arens, Alvin A dan Loebbecke, J.K. Auditing , Suatu Pendekatan Terpadu Jilid I. Penerbit Erlangga. Surakarta : 1994
Harahap, Sofyan Asfri. Auditing kontemporer. Penerbit Erlangga. Surakarta : 1991
Muawah, Umi dan Indriatorno Nur. 2001. Perilaku Auditor dalam Situasi Konflik Audit : Peran Locus of Control, Komitmen Profesi, dan Kesadaran Etik. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia vol 4 No.2 Mei 2001 Hal 133-150.


Sumber lain :
http://www.bpk.go.id/ Visi dan Misi Badan Pemeriksa Keuangan. 30 November 2006, 21:00 a.m. ,
http://www.bpk.go.id/ Sejarah Badan Pemeriksa Keuangan. 30 November 2006, 21:00 a.m. ,
http://www.kompas.com/ Terungkapnya Kasus Penyuapan Auditor BPK. 30 November 2006 , 21;00 a.m.,
http://www.tempointeraktif.com/ 14 Auditor BPK terima dana KPU. 30 November 2006, 21:00 a.m.
Title: Karakter Internal Locus of Control Auditor BPK; Written by Shinta ar-djahrie; Rating: 5 dari 5

1 comment:

muhammad kasman said...

CATATAN PEMBACAAN
Memulai tulisan.
1. Ketika membaca paragraph pertama dan kedua, aku merasa sangat tidak nyaman karena pembaca tidak diberi kesempatan untuk melakukan ancang-ancang pembacaan secara lebih lanjut. Tulisannya langsung serius.
2. Tulisan ini terkesan menggurui banget. Coba lihat kalimat pertama “Telah termaktub dalam pasal....” atau “BPK memiliki peran...” dan seterusnya, hampir semua kalimat pertama di tiap paragraph selalu menggurui.
3. Perpindahan antar paragraph tulisan ini tersendat-sendat terutama paragraph ketiga ke paragraph keempat, sangat dipaksakan. Sebab antara kedua paragraph ada nalar yang terputus. Dari berbicara norma, tiba-tiba lompat ke tujuan.
4. Sepertinya tulisan ini sekedar setumpuk pointer yang ditulis paksa menjadi seperti narasi panjang, terutama pada bagian-bagian awal.
5. Mampu menawarkan solusi atas permasalahan yang diangkat.

Isi tulisan
6. Tulisan ini kelebihan beban informasi dan miskin analisa
7. Kesan ilmiah tulisan ini terlalu berlebihan dengan banyaknya data yang ditumpuk sehingga tidak fokus pada subyek pembahasan.
8. Runtutan tulisan ini tidak mengikut pada runtutatn berfikir ilmiah yang lazim, yaitu:
a. Rumusan Masalah
b. Pengumpulan Data
c. Hipotesa
d. Penelitian
e. Kesimpulan