Pages

Saturday, March 10, 2007

Bangga Berdemokrasi Menuju Civil Society


Oleh : Shinta Ardhiyani Ummi

Belasan ribu pulau yang tersebar dari Sabang hingga Merauke bukan sekedar sebuah lirik lagu. Hal yang menakjubkan itu memang dimiliki oleh negara kita tercinta, Indonesia. Indonesia adalah tanah kaya, bukan dari hal fisik-nya saja, melainkan juga hal budaya, kebiasaan, adat istiadat, serta pola pikir. Tepat sekali bahwa Indonesia memiliki semboyan Bhineka Tunggal Ika, karena memang Indonesia mempersatukan banyak hal yang berbeda. Mempersatukan berbagai kemajemukan, mempersatukan ratusan juta orang dalam sebuah naungan Indonesia.
Kemajemukan yang Indonesia miliki merupakan sebuah kebanggaan tersendiri. Dalam konteks ini, kebanggaan tercakup dalam sedikitnya tiga hal konsekuensi, yakni : membanggakan, mensyukuri, serta mengelolanya dengan baik. Tanpa adanya kesinambungan tiga hal tersebut, maka kemajemukan Indonesia hanya menjadi sebuah potensi yang mati.
Mengelola sebuah kemajemukan bukan sesuatu yang mudah. Sebuah kesatuan yang harus dapat mengakomodir semua elemen yang ada. Kita dapat menjawab hal itu dengan demokrasi. Demokrasi merupakan sebuah sistem yang cukup relevan untuk diimplementasikan pada pengelolaan kemajemukan. Demokrasi dalam segala bidang yang memungkinkan terakomodirnya seluruh elemen bangsa. Demokrasi dalam konteks ini dapat menjadi sebuah kebanggaan sekaligus mengelola kebanggaan.
Demokrasi memiliki pengertian sebagai sebuah bentuk atau mekanisme sistem pemerintah suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Istilah demokrasi berasal dari Yunani kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem demokrasi di berbagai negara.
Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik, hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.1
Ada dua aliran demokrasi, yaitu demokrasi konstitusional dan demokrasi berdasarkan ajaran Marxisme-Leninisme.2 Kedua aliran demokrasi tersebut berasal dari Eropa. Tetapi setelah perang dunia II, dua aliran demokrasi itu didukung oleh beberapa negara baru di Asia. Demokrasi konstitusional diikuti oleh India, Pakistan, Philipina, dan Indonesia meskipun masing-masing memiliki bentuk pemerintahan yang berbeda. Demokrasi berdasarkan ajaran Marxisme-Leninisme diikuti oleh Cina dan Korea Utara.
Negara yang menerapkan demokrasi konstitusional ditandai oleh beberapa hal, yaitu : kekuasaan pemerintah terbatas, negara hukum (rechstaat) yang tunduk pada rule of law, dan tidak boleh bertindak sewenang-wenang terhadap warga negaranya. Pembatasan kekuasaan pemerintahan ini tercantum di dalam konstitusi. Pemerintahan berdasarkan konstitusi akan menjamin hak-hak asasi warga negara. Alasan pembatasan kekuasaan ini antara lain sebagaimana pernyataan Lord Acton bahwa ‘power tends to corupt, but absolute power corupts absolutely’ artinya bahwa kekuasaan itu cenderung korup, apalagi kalau kekuasaan tanpa batas, sudah pasti korup. Oleh karena itu, harus ada pembagian kekuasaan agar kesempatan penyalahgunaan kekuasaan dapat diperkecil.
Negara yang menerapkan demokrasi berdasarkan ajaran Marxisme-Leninisme ditandai oleh adanya pemerintahan yang tidak dibatasi kekuasaannya (machstaat) dan bersifat totaliter.
Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat) tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machstaat). Pemerintah berdasarkan atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Berdasarkan kedua istilah rechstaat dan sistem konstitusi tersebut, maka demokrasi yang menjadi dasar dari UUD 1945 adalah demokrasi konstitusional. Corak khas demokrasi Indonesia adalah ‘kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permuyawaratan / perwakilan’ sebagaimana tersurat di dalam alinea IV pembukaan UUD 1945. Implementasi demokrasi juga dapat dijumpai pada beberapa pasal dalam UUD 1945, seperti : pasal 27 s.d 30 UUD 1945 yang merupakan perwujudan persamaan dan kebebasan warga negara dalam bidang politik ; sedangkan pasal 31 s.d 34 merupakan perwujudan upaya pemerintah untuk secara langsung turut serta dalam bidang kesejahteraan rakyat. Dasar hukum negara kita telah secara langsung turut berupaya mewujudkan demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Demokrasi memiliki arti penting bagi Indonesia. Demokrasi merupakan salah satu tonggak penyanggah kemerdekaan yang telah dicapai. Kemerdekaan yang sudah sepatutnya kita hargai karena untuk mencapainya diperlukan perjuangan yang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Bentuk penghargaan itu adalah dengan mengisi kemerdekaan dengan sistem demokrasi yang berkeadilan. Mengenai arti penting demokrasi lainnya, Samuel P Huntington dalam bukunya, “The Third Wave Democration in The Late Twentieth Century” (1991) juga mengungkapkan bahwa demokrasi telah menjadi kata kunci dalam wacana dan pergerakan politik dunia.
Sebagai dasar hidup bernegara, demokrasi memberikan pengertian bahwa pada tingkat terakhir rakyat merasakan langsung manfaat demokrasi yang dilaksanakan. Rakyat berhak menikmati demokrasi sebab hanya dengan demikianlah arah kehidupan rakyat dapat diarahkan pada kehidupan yang lebih adil dalam semua aspek kehidupan. Maka dari itu, negara demokrasi adalah negara yang berlandaskan kehendak dan kemauan rakyat, karena kedaulatan berada di tangan rakyat.
Selain itu, semangat berdemokrasi merupakan sebuah manifestasi dari masyarakat Indonesia yang berwawasan nusantara. Wawasan nusantara dalam salah satu perspektifnya merupakan cara sikap dan pandang bangsa Indonesia mengenal diri dan lingkungannya yang beragam. Sikap mengenal diri dan lingkungannya ini merupakan sebuah indikasi dari sebuah kepedulian terhadap apa yang terjadi pada bangsa. Demokrasi sangat memungkinkan sebagai sebuah cara mengeksplorasi dari sikap kepedulian tersebut. Demokrasi mempersuasikan masyarakat untuk membunuh keapatisan untuk dapat berperan serta dalam keberlanjutan pembangunan bangsa.
Indonesia yang memiliki demokrasi dan mau berdemokrasi merupakan sebuah substansi yang dapat dibanggakan. Adanya penyelenggaraan regulasi yang membuka kesempatan demokrasi adalah sebuah sikap pemerintah yang mau mendengar rakyatnya. Sebaliknya, adanya rakyat yang mau berdemokrasi adalah sebuah sikap implementasi wawasan nusantara serta pembunuhan keapatisan dan merupakan sebuah karakter masyarakat madani (civil society) yang kita idamkan.
Mempersoalkan demokrasi memang bukan berarti kita sudah pakar dalam berdemokrasi. Pada harian Kompas edisi 1 September 1998, Gus Dur pernah menyatakan pendapatnya tentang demokrasi di Indonesia yang tertuang dalam sebuah tulisan yang berjudul “Masa Depan Demokrasi di Indonesia”. Dalam tulisannya, Gus Dur mempertanyakan mungkinkah demokrasi dapat ditegakan pada periode setelah pemilu pertama setelah tumbangnya kekuasaan orde baru? Dengan ringan Gus Dur menjawab , “Tidak”. Pernyataan tersebut sempat mengejutkan berbagai pihak sebab dalam kenyataannya telah terjadi perubahan besar di panggung politik yang memberikan peluan bagi tegaknya demokrasi seperti berdirinya partai-partai politik yang didukung oleh cendekiawan, mahasiswa, media massa, LSM yang semuanya hampir bertujuan mengakkan demokrasi. Namun di sisi lain Gus Dur beralasan bahwa konstelasi politik yang ada belum memungkinkan tumbuhnya demokrasi yang sebenarnya karena masih banyaknya rekayasa dan intrik yang berlaku. Di samping itu masih adanya lembaga negara yang mempertahankan status quo, demikian juga dengan UU Pemilu dan sistem politik yang ada masih memungkinkan terjadinya hal itu serta yang lebih penting tradisi kita belum melahirkan budaya politik yang sehat.
Ketika kita mempertanyakan kesiapan Indonesia dalam berdemokrasi, memang banyak hal berkaitan dengan situasi bangsa yang dapat menjadi pertimbangan. Situasi bangsa yang dimaksud tersebut, mencakup perkembangan ekonomi yang baik, pengetahuan ketrampilan berpolitik setiap orang / kelompok yang cakap dan sehat, dukungan elite-elite politik yang sungguh-sungguh demokrasi, penegakan hukum dan perlindungan HAM yang kuat, tunjangan kebudayaan (budaya demokrasi) yang memadai dan pemahaman atas sejarah, nasionalitas, filosofis dasar negara, landasan politik yang digunakan para elite, dan lain-lain.3
Kalau menilai raport demokrasi di Indonesia memang belum dapat meraih indeks prestasi “cum laude” . Kenyataan bahwa demokrasi telah tumbuh menjadi alasan reformasi dengan kecenderungan mengabaikan HAM memang tidak bisa dipungkiri. Semua sikap demokrasi yang dijalankan selalu membonceng makna reformasi sebebas-bebasnya, tanpa mampu membedakan sikap-sikap yang arogan. Kemudian jika dilihat dari kondisi peta politik sekarang memang sangatlah tepat bila dikatakan demokrasi seolah tidak ada artinya. Semua serba anarkis. Partai politik saling berkonflik ria. Pejabat dan kaum elite saling berargumen semua atas nama rakyat. Lembaga negara di bidang hukum masih diintervensi.
Berjalannya demokrasi akan tercapai bila telah terjaminnya suatu kehidupan demokratis. Kehidupan yang demokratis itu berlaku dalam semua bidang kehidupan (poleksosbud, pendidikan). Selain itu, demokrasi yang berlandaskan hukum sangat perlu ditegakkan. Seperti pendapat Oksidelfa Yanto salah seorang staff CSIS Jakarta, bahwa yang harus dikedepankan dalam suatu negara demokrasi adalah adanya persamaan di depan hukum karena demokrasi saja tanpa hukum akan melahirkan sikap anarkhis dan chaos. Sebaliknya, hukum saja tanpa demokrasi akan membuat bangsa ini kembali ke pangkuan kediktatoran.
Namun, dari sudut pandang pragmatis, pembelajaran demokrasi bagi Indonesia tetaplah sebuah kebanggaan. Lepas dari teoritis demokrasi , perlu ditekankan bahwa dalam prakteknya demokrasi adalah sebuah proses. Saat ini kita sedang melalui proses pembelajaran demokrasi. Setidaknya , itikad berdemokrasi merupakan point plus tersendiri dalam hal peran serta elemen masyarakat dalam keberlanjutan pembangunan bangsa. Tanpa munculnya kesadaran dan pembelajaran berdemokrasi, mungkin tak ada gempita gerakan mahasiswa dalam memperjuangkan reformasi. Mungkin bangsa ini akan terus dalam kungkungan kekuasaan orde baru dengan otoritas serta absolutisme. Setidaknya pembelajaran berdemokrasi telah meluruskan arah demokrasi kita sebagai rechstaat bukan sebagai machstaat.
Masyarakat madani adalah masyarakat yang pembelajar dan memiliki itikad kuat untuk belajar termasuk dalam konteks ini adalah belajar berdemokrasi dan turut serta dalam pembangunan bangsa yang berkelanjutan. Tidak ada sebuah teori phytagoras tanpa mendahuluinya dengan teori operasi bilangan. Maka tak ada sebuah penegakan demokrasi tanpa adanya pembelajaran mengenai demokrasi itu terlebih dahulu dengan situasi dan kondisi yang telah ada. Tentunya masyarakat pembelajar juga memiliki pola pikir yang progresif. Dengan semangat pembelajar yang kuat, maka bibit demokrasi akan berkembang sebagai induk semang. Semoga usia demokrasi kita tidak akan sekedar menjadi tua namun lebih tepat menjadi dewasa. Semoga kita akan terus belajar, belajar, dan belajar untuk berdemokrasi dan membangun Indonesia menuju keadaan yang lebih baik. Akhir kata, aku bangga menjadi anak negeri yang berdemokrasi!!!

Purwokerto, Maret 2007

daftar pustaka:
Pramono Edi dkk. 2006.Pendidikan Kewarganegaraan. Purwokerto: Penerbit Universitas Jendral Soedirman Purwokerto.

terima kasih juga kepada:
http://www.pbhmi.com
http://ambudaya.weblog.
Read more ...
Wednesday, March 07, 2007

International Woman's Day


...........atas nama perempuan........

hari ini...8 Maretkuucapkan Selamat Hari Perempuan Sedunia


semoga semakin banyak perempuan yang bisa menyadari jati dirinya serta menempatkan pada posisi yang sesuai....

persamaan kedudukan bukanlah sebuah hal yang menjadi momok. mungkin aku tak bisa berkata selihai para kaum yang menamakan dirinya sebagai kaum 'feminis'. namun ku juga bukan mengokohkan bangunan ideologi patriarki. yang pasti...banyak yang bisa dilakukan perempuan selain meneriakan keperempuanannya.


special untuk semua perempuan di dunia.
Read more ...

Catatan Senja


Akan kuatkah kaki yang melangkah
Bila disapa duri yang menanti
Akan kaburkan mata yang menatap
Pada debu yang pastikan hinggap


sebait lirik dari nasyid The dzikr tiba-tiba teringat di senja ini.
beberapa kejadian di beberapa hari terakhir membuat kepalaku terasa pusing.

kenyataan yang baru kuketahui, yang membuat miris dan mual, membuat aku merasa sendiri. amanah yang semakin bertambah tak diiringi pengurangan kadar keapatisan membuat aku mudah merasa lelah.
mungkin benar kata Ali Syari'ati, seorang pemikir reformis Iran, manusia memiliki free will (kehendak bebas) yakni bebas memilih hendak berbuat dosa atau kebaikan. "Maka Allah mengilhamkan pada manusia jalan kejahatan dan ketakwaan." (QS Al Lail, 92:8). Toh, segalanya akan dipertanggungkan di hari akhir (the judgement day).


Semakin nyatanya perjuangan yang dihadapi serta tuntutan moral terhadap keadaan sekitar membuat aku semakin yakin untuk mesumbangsihkan diri ini untuk kemanusiaan.Jika dahulu Multatuli—seorang Belanda yang dianggap pembelot oleh bangsanya—tergerak melukiskan derita rakyat Banten ketika melihat seorang lelaki tua terkapar kelaparan, mungkin saat ini jika ia berumur panjang penanya akan gesit menari menceritakan fenomena yang sedang qhadapi.

tantangan untuk berkarya*pada event-event itu* mengingatkan nta akan prinsip hidup 'Life is do work"....semakin banyak peluang ku untuk mengkaryakan diri dalam berbagai rupa.............

sementara....kerapuhan fisik pun juga terkadang menjadi sedikit sandungan........

teman satu fikroh dengan satu pemahaman pun tak kunjung ditemui...

menjadi pilot project...
menjadi qudwah...
entah apalagi sebutannya.........itulah yang sedang aku rentas....

......................*asal jangan menjadi konyol saja*................

teringat akan sebuah pesan,
"itulah perjuangan dinda, kt hrs yakin dinda bahwa apa yang kita lakukan skrg akan kita tuai hasilnya kemudian...Apa yang kita lakukan tdk ada yang sia-sia dihadapan Tuhan...semoga dinda tetap istiqomah...."

atau sebuah pesan yang datang senja ini dari seorang sahabat di kota kelahiran,
".....setidaknya Nta istiqomah sudah menjadi nilai tersendiri di hadapan Allah. tentunya tidak akan sia-sia. suatu saat nanti nta dpt melubangi batu sekeras apapun dgn kegigihan beristiqomah.Kisah hidup nta bisa menjadi inspirasi indah untuk tulisan-tulisan nta........SEMANGAT!!!"



saat ini mungkin aku ada di kulminasi...aku ingin merefresh diri ini...untuk kembali mendongak dan menegakkan badan....masih panjang jalan perjuangan....masih banyak pengabdian yang harus aku lakukan (termasuk pada keluarga dengan kuliah yang bener...he..he...he...)




...tetaplah tersenyum pada dunia.... dunia menunggu kiprahmu.........
Read more ...