Pages

Sunday, December 02, 2012

Melayari Tanah Landai

(sebuah catatan perjalanan)


Prologue : Gerbang perbatasan terlewati saat matahari lewat dari sudut tegak lurus dengan bumi. Perjalanan kali ini agak kesiangan. Ditengah menangani padatnya aktivitas lain, kabar dari saudara tetanga mengelitik kaki kami untuk beranjak kesana. Gelitikan itu sudah tak tertahan, hingga seselesai bakti sosial di salah satu desa di Ajibarang, malam harinya kami mengambil keputusan untuk berangkat. Ajakan tak terduga jua dari lembaga lain untuk melakukan sinergis gerakan. Kebetulan, batin kami, meski percaya bahwa tiada yang kebetulan di dunia ini.

Tujuan kali ini adalah kecamatan Sidareja-Cilacap. Jika kita sering menyebut akronim “barlingmascakeb”, maka Cilacap sudah pasti tercakup didalamnya. Atau kadang kita menyebut wilayah “Banyumas raya” itu memaksudkan area dimana Cilacap juga menjadi satu bagian teritori yang tak berbeda.

“...sejak tahun 2005, banjir tahun ini terbilang yang cukup parah...”

Begitu salah satu petikan kalimat yang diungkapkan oleh pak Agus, dari BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Cilacap, saat kami wawancarai , Senin (26/11) kemarin. Ditengah kesibukannya menangani para pengungsi, pak Agus masih menyambut hangat kami dengan beberapa diskusi yang menarik tentang perkembangan kondisi di lokasi banjir  Sidareja, Cilacap.

Gurat lelah jelas terlihat dari garis wajah pak Agus. Suara yang serak dan hampir hilang seolah menginformasikan bagaimana perjuangan untuk melakukan koordinasi penanganan bencana yang sudah beliau jalani dari sekitar hari Jumat (23/11) yang lalu.

Titik posko terpadu menjadi pijakan sebelum kemudian kami beranjak mengunjungi area lain yang hingga hari keempat masih banyak yang tergenang banjir. Hari keempat genanan banjir memang tidak semencekam seperti hari-hari sebelumnya. Tawa canda anak-anak dan beberapa warga sudah mulai terlihat di sela-sela gerlak riak air keruh kecoklatan.
Read more ...

Refleksi

* rubrik buritan, majalah LAMPU edisi November 2012

Oleh : Shinta arDjahrie
Menjadi  sebuah  bagian dari roda, perputaran adalah konsekuensi yang mesti dijalani. Ibarat roda itulah, banyak konsukuensi-konsekuensi hidup yang  harus kita hadapi. Ada orang yang disebut punya banyak pengalaman ketika sudah cukup umur. Seseorang dianggap punya pengalaman ketika sudah melewati banyak bagian dibandingkan orang lain. Namun ternyata, berpengalaman itu berbeda dengan sudah melewati.  Semua orang bisa pernah melewati suatu peristiwa, tapi tidak semua orang memiliki pengalaman  terhadap peristiwa itu sendiri. Semua orang bisa menjalani/melewati, tapi tak semua orang mampu mengalami. Semua orang bisa pernah pergi ke Jakarta, tapi tidak semua orang bisa disebut berpengalaman ke Jakarta.  Atau kita dapat menyodorkan sebuah pernyataan bahwa “being  is not always knowing”  atau dengan ungkapan lain bahwa “being doesn’t automatically mean knowing”.
Read more ...
Saturday, November 10, 2012

Memandang Indonesia (part 1)



Dari sekian desa yang pernah aku sambangi di Banyumas, Kracak ternyata merupakan salahsatu desa yang terlewat. Tentu saja terlewat karena selain memang aku belum banyak menguasai wilayah Banyumas, penjelajahan desa yang selama ini dilewati lebih berfokus pada lokasi-lokasi yang minim dan ekstrem. Menurutku, Kracak termasuk desa yang cukup maju. Kalau kata mas Dayat, keberadaan Ajibarang sebagai jantung kecamatan cukup membuat desa-desa di lokasi itu cukup dinamis. Meski namanya “desa” belum tentu berada dalam kondisi kekurangan, bahkan ada desa-desa yang memilliki tingkat kemakmuran tinggi. Yeah.., enam tahun di Banyumas cukup membuatku belajar bahwa pedesaan bukanlah sesuatu yang identik dengan hal-hal  rendah.

Maka, saya langsung sepakat ketika melihat sebuah kalimat yang terpampang jelas di Balai Desa Kracak : “Dari Desa Memandang Indonesia”. Desa adalah salah satu investaris kekayaan Indonesia. Bukan hanya landscape-nya saja yang mempesona, tapi kultur masyarakatnya mengandung berbagai nilai luhur yang kerap dilupakan oleh generasi saat ini.
Read more ...
Friday, September 28, 2012

Menitip Asa Hingga Dusun Gandarusa

#CEK-Q (Catatan Ekspedisi Kampung Qurban)

"Jangan hanya mau masuk surga sendirian. Mari bangun kampung akhirat dengan banyak tetangga dan saudara yang mengelilingi kita di surga nanti. Maka bagaimana momentum-momentum ibadah yang ada bisa kita optimalkan kebermanfaatannya pada dimensi sosial kemanusiaan. Agar banyak yang tersentuh, agar banyak yang teringat padaNya, agar kita tak sendirian di surga"
 





Gema adzan Dhuhur sudah habis di kesekian menit saat kami mulai menyusuri sungai Serayu yang selalu syahdu. Tujuan perjalanan kali ini cukup jauh, meski masih dalam satu wilayah kabupaten Banyumas. Sebetulnya ada dua jalur alternatif yang bisa digunakan untuk menuju desa Cikakak, Wangon. Selain menyusuri Serayu bisa juga mengambil jalur alternatif via Ajibarang dan itu lebih ringkas. Hanya saja siang itu kami mengambil jalur untuk memutar via Serayu. Sekitar 1,25 jam akhirnya kami bertemu dengan penunjuk lokasi yang bertuliskan "Masjid Saka Tunggal; Taman Kera". Masjid dan area Saka Tunggal memang cukup dikenal sebagai tempat wisata. Entah apa sebutan yang tepat, wisata religi atau wisata budaya.

Sepelemparan batu dari Balai Desa Cikakak, kita akan menemui pertigaan dan masuk ke dalam jalan desa. Sekira sepuluh menit berkendara santai, kita akan sampai pada lokasi bangunan masjid yang merupakan salah satu masjid tertua di nusantara. Saka / tiang pancangnya konon masih satu kayu dengan masjid Demak, mungkin itu juga kenapa disebut Saka Tunggal.

Sebagai sebuah jejak sejarah dan hasil kebudayaan, Saka Tunggal patut mendapat sebuah apresiasi. Namun, agak canggung lisan ini berkata dengan menyebutnya sebagai sebuah masjid. Tanpa mengurangi rasa hormat saya pada warga sekitar Saka Tunggal, ada banyak pertanyaan terbersit tentang hidupnya sebuah masjid, sebuah rumah ibadah, rumah Allah. Tak ada majelis-majelis ilmu disana, kyai ataupun ulama yang ada adalah para juru kunci yang itu dilakoni melalui garis keturunan. Bahkan tak genap lima waktu sholat jamaah yang dilaksanakan disana. Lalu, apa arti sebuah masjid? Jika memang pada zaman dahulu kala para sunan itu singgah di Cikakak, maka mungkin fenomena yang terjadi saat ini adalah sebuah stagnansi dakwah. Syiar yang terhenti pada pemuliaan bangunan-bangunan serta pelestarian ritual. Esensi dakwahnya sendiri tak diteruskan. Perjuangan dan kepiawaian walisongo dalam berdakwah toh harusnya tak berhenti hingga beliau-beliau wafat, namun perlu ada estafet esensial dari nilai-nilai keagamaan yang perlu diteruskan. Dengan stagnan pada pelestarian sahaja, sebenarnya secara tidak langsung kita sudah tak bisa menghargai perjuangan para wali. Sependek pemikiran saya yang bodoh ini,  hanya bisa membatin "somehow, menurutku bukan yang kayak gini  kok yang diinginkan para wali". Entahlah.
Read more ...
Sunday, September 23, 2012

Sambirata Yang Belum Merata


#CEKQurban-- Catatan Ekspedisi Kampung Qurban-- (part 1)

Prologue : Saat beranjangsana ke banyak wilayah, mungkin kita sering menemui banyak tempat dengan nama yang sama. Jika kita melakukan backpacking di Singapore dan melalui gedung imigrasi Woodlands, kita akan mudah mendapati stasiun MRT Kranji. Tentu saja stasiun itu jaraknya sangat jauh dengan stasiun Kranji, Bekasi. Masih berpuluh-puluh kilometer juga jaraknya dengan Kelurahan Kranji, Purwokerto Timur. Begitu juga ketika kita jajan es pocong di daerah Kober, Depok hal serupa tak dapat ditemui di daerah Kober, Purwokerto. Begitu juga di daerah Purbalingga ada grumbul yang bernama Sambirata, maka dengan perjalanan tak lebih dari satu jam kita akan menemui sebuah desa bernama sama, Sambirata di kecamatan Cilongok, Banyumas. Entah ada berapa lagi tempat yang benama Sambirata atau mirip-mirip seperti Sambiroto, yang pasti desa Sambirata yang ada di kecamatan Cilongok, Banyumas ini punya beberapa kisah tersirat yang istimewa.
Tak lebih dari 30menit perjalanan yang dibutuhkan dari Purwokerto untuk bisa menjangkau lokasi Desa Sambirata, Cilongok. Dari Masjid Besar Baitul Matien Pernasidi, kita akan mendapati jalan raya menuju desa Panembangan, jalanan yang di kanan kirinya bisa dengan mudah kita dapati hamparan sawah. Ada sekitar dua tikungan hingga kita harus melalui jalanan yang mulai menegak curam serta beberapa kelokan tajam. Namun jika kita menikmati perjalanan, maka tak lama akan kita jumpai lapangan Sambirata yang tepat berada didepan kantor kepala desa.

Desa Sambirata terdiri dari lima RW dengan sekitar enam Grumbul : Sambirata, Cimerang, Karang kobar, Ragung, Glempang, dan KarangGondang. Perjalanan kami sesiang itu sangat terbantukan dengan kehadiran Pak Jurjani, warga yang juga perangkat desa bagian kesra di Sambirata. Beliau yang sudah wanti-wanti untuk datang lebih pagi karena berkeliling desa Sambirata memang cukup makan waktu dan tenaga.
Grumbul Ragung termasuk grumbul yang cukup padat penduduknya. Meski begitu, lokasi rumah-rumah  penduduknya masih berjeda dengan jarak.  “neng kene tah nggih jarang sing qurban, ya kadang-kadang bae ana” (Disini jarang ada yang qurban, kadang-kadang saja ada.red). Begitu ungkapan salah satu penduduk ketika diajak berbincang sesaat sambil melepas lelah. Di dusun Ragung kami transit di masjid Al-Huda. 
Read more ...
Tuesday, August 28, 2012

Belajar Ber-Idul Fitri ("Reinkarnasi")


#catatan Idul Fitri

Belajar Ber-Idul Fitri
“Berhariraya itu gampang. Tapi beridulfitri susah bukan main!” (Emha Ainun Najib)


Mungkin tak habis kosakata yang bisa kita lontarkan ketika mendengar kata idul fitri atau "lebaran". Istilah terakhir tentunya hanya dikenal di Indonesia.  Orang Jawa beranggapan istilah “lebaran” berasal dari ungkapan bahasa Jawa “wis bar (sudah selesai)”, maksudnya sudah selesai menjalankan ibadah puasa. Kata “bar” sendiri adalah bentuk pendek dari kata “lebar” yang artinya “selesai”. Bahasa Jawa memang suka memberikan akhiran “an” untuk suatu kata kerja.Apa saja yang dapat diingat ketika hari raya satu syawal ini? Ketupat, opor ayam, keluarga, baju baru, pulang kampung, THR, arus mudik-balik, nyadran (silaturahmi), kue lebaran, kembang api, bedug, charity, dan banyak hal-hal lainnya. Tentu saja ada yang positif dan ada yang negatif, tingginya angka kecelakaan tentu saja tidak bisa dielakkan sebagai fakta yang juga turut hadir di moment hari raya umat Islam ini. Kalau kemudian di hari-hari lain kita punya banyak hari yang dijadikan moment, mungkin lebaran menjadi gabungan dari semua perayaan itu. Hari kasih sayang? hari ibu? hari keluarga? hari penuh cinta? dan momentum hari-hari berkesan lainnya , semua ternyata dapat kita temukan dalam satu tanggal di satu syawal. Satu syawal yang menjadi moment berkumpul, berkasih sayang, bermaaf-maafan, dan sebagainya.

Mengutip kata-kata cak nun, berhari raya itu mudah namun beridul fitri itu sulitnya minta ampun. Statement yang jadi sebuah refleksi bagi pribadi, sudah sejauh mana saya beridul fitri???!!

Tentang Episode Terakhir 

Maka entah kenapa ada sebentuk rasa aneh yang membuncah saat adzan maghrib pun bergema sebagai tanda akhir dari sebuah hari di 29Romadhon. Ada yang menelusup.., disini.., di satu sudut hati, yang tak terjangkau dengan frasa apapun. Sedikit haru menelusup, seberkas sesak menyusup saat dari balik studio kuputarkan beberapa track takbiran. Angin gunung yang menusuk tulang seperti bernotasi mengiringi tiap ungkap puji dan takbir pada Sang Pelukis Malam.

Read more ...
Tuesday, August 14, 2012

nothing

Pagi ini aku mencoba semacam "menapaktilasi" blog ini. Blog yang dibuat tahun 2005, dibuatkan oleh seorang teman. Sempat berubah-rubah nama. Tapi akhirnya sampai pada nama ini sejak 2010. 
Tadi sempet meng-hidden beberapa postingan. Ya, aku melihat betapa childist nya aku dulu. Betapa yach..betapa..:)
Tapi, seru kok tau bagaimana perjalanan emosi kita melalui tulisan dan kemudian melihat kondisi diri ini sekarang. Syukur Alhamdulillah, terimakasih kepada semua orang yang telah menjadi partner pendewasaan diri. Kalian sungguh luar biasa dan teramat berharga untukku. 

Sekian saja, sekedar sapaan pagi. 

--Shinta arDjahrie--
sekedar pembelajar :)
Read more ...
Saturday, August 11, 2012

Menyoal Rasa Sakit

#catatanBuritanRomadhon


Sesosok gadis kecil bandel, di suatu malam idul fitri asyik berlarian dengan saudara dan handai taulannya. Memecah tawa diantara percikan kembang api. Tiap pancaran kembang api dari gulungan petasan semakin membahanakan tawa. Tiba-tiba ada kesalahan di petasan yang digenggamnya. Serbuk yang seharusnya memancar ke bagian atas justru bertumpahan kebawah seiring dengan merembetnya nyala api dari sumbu. Tak pelak dilemparnya petasan itu meski terlambat. Sakit. Perih. Namun digenggamnya semua rasa itu sepanjang malam. Tak boleh menangis, tak boleh sakit. Masih ada beberapa jeda menit sebelum bedug shubuh ditabuh. Gema takbir sudah menyayup dalam lelap fajar di hari fitri. Gadis itu meringis dan akhirnya menangis, di sudut kamar yang ia kira sepi tak berpenghuni. Ia tak mungkin mau menangis di hadapan orang lain, meski di beberapa kondisi terjebak air matanya tak dapat tertahan.

"kok nangis?" suara serak itu membuat tersentak. "tangannya masih sakit?" dijawab dengan gelengan kepala yang tentu saja membuat penanya menjadi heran tak kepalang. 
"kata di buku, orang yang tak bersungguh-sungguh di romadhon maka tak akan bahagia di lebaran. Pa, nta di-hukum-kah? Allah marah-kah? sehingga tangan kananku ada bengkak karena terkena petasan? Pa, kenapa harus ada rasa sakit? apakah itu hukuman Allah?"
Lelaki itu duduk disamping sang gadis.
"Nak, sakit itu bukan akibat tetapi itu bagian dari proses. Waktu kau keluar dari rahim ibumu, rasa sakitnya pasti tak terbayang, Sakit membuat kita bertambah tahu, sakit adalah belajar. Misalnya, belajar hati-hati untuk tidak bermain petasan"
Kemudian mereka sama-sama tersenyum.


Berbicara tentang "sakit itu bukan akibat tetapi itu bagian dari proses", tentu saja bukan dalam ranah medis, bukan dalam konteks mekanisme biologis, dimana seperti contoh kalau kita telat makan lambung kita akan bereaksi. Dalam beberapa hari terakhir ini, saya mendapati beberapa kabar sakitnya saudara, teman, dan handai taulan (dan akhirnya saya sendiri pun jatuh sakit.hehe). Ibu teman saya beberapa hari yang lalu juga baru saja menjalani operasi, kabarnya semacam ada tumor di mulut (atau lidah ya?) , ya alhamdulilah nampaknya operasinya berjalan lancar. Beberapa hari yang lalu saya juga menengok seorang teman yang sedang terbaring sakit (walaupun tetap tengil juga dia saat sakit). Di rumah sakit saat itu saya melihat belasan, puluhan orang terbaring tak berdaya. Maka rada jengkel juga ngliat sekelompok mahasiswa koas yang lagi meriksa tapi sempet-sempetnya BBMan dan cengar-cengir gitu. Semoga keponakan saya nun jauh disana sedang menjalani tiap stase koas-nya dengan bersungguh-sungguh. Sepulang dari rumah sakit saya juga sempat ngobrol dengan teman saya tentang film "patch adam", film lama yang membuat saya mengerti sedikit hakikat kedokteran.hehe.

Kembali tentang sakit. Kalau di wikipedia menyebutkan , yang disebut sebagai proses justru "penyakit"nya dimana ada definisi bahwa penyakit adalah  Penyakit adalah proses fisik dan patofisiologis yang sedang berlangsung dan dapat menyebabkan keadaan tubuh ataupikiran menjadi abnormal.. Sedangkan sakit adalah rasa yang dirasakan sebagai reaksi dari proses penyakit itu sendiri. Ok, dan dalam lingkup yang lebih luas lagi, saya lebih sepakat bahwa sakit itu memang bagian dari proses sebuah pembelajaran. At least, dengan sakit kita menjadi belajar betapa pentingnya menjaga kesehatan. Atau kalau di anak-anak balita itu kan kalau mau tumbuh gigi kadang harus demam segala. Nah, sakit yang seperti itu yang digambarkan sebagai sebuah bagian dari proses yang perlu dijalani. Seperti janin yang akan keluar dari rahim, meski saya belum merasakannya, tapi bisa terlihat betapa sakitnya sangat luar biasa. Banyak jalan yang kita harus melaluinya tidak dengan mulus saja, tapi ada beberapa kali sandungan, terjal, ataupun segala hal yang harus menyentuh diri kita sehingga terasa tidak nyaman. Namun semakin kita merasakan sakit, kita semakin bertambah sistem imun-nya (bener gak sih teorinya? CMIIW). Maksudnya, dalam pengertian yang lebih luas kita jadi semakin banyak tahu mengenai rasa sakit itu semakin membuat kita bijak dan meningkatkan empati kita, meskipun untuk membangun empati tentu saja tidak harus nunggu sakit terlebih dahulu. Saya juga pernah punya teman yang setelah sakit pribadinya menjadi berubah 180derajat. Sebelumnya dia orang yang sangat cuek dan kasar, suatu saat ketika baru beberapa bulan ia jadi anak kos alerginya kumat dan itu pertama kalinya ia sakit saat jauh dari keluarga. Sejak saat itu ia menjadi pribadi yang low profile, meski kadang-kadang masih juga songong.hehe. (sori ce!).

Sakit bisa bermakna lebih luas menjadi sebagai sebuah kondisi yang tidak nyaman. Tidak banyak orang yang bisa bertahan dalam kondisi yang tidak nyaman. Meskipun kondisi-kondisi seperti itu yang sebenarnya akan membuat mereka berkembang dan punya pengalaman berbeda dengan orang lain. Maka saya justru senang sekali ketika dihadapkan pada kegiatan-kegiatan atau proyek-proyek yang terjun langsung ke kehidupan masyarakat yang mungkin tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Menemui orang papa lagi tua yang harus tinggal sendiri dengan kondisi lumpuh, menyaksikan seorang adik yang harus menjalani penyakit-penyakit yang tidak umum, menyaksikan penyakit-penyakit kemiskinan (baik miskin materi atau non materi) , sakit kebodohan yang mungkin dalam beberapa kondisi mereka lebih tepat disebut "pesakitan" yang menjadi korban sebuah sistem.
Read more ...
Saturday, August 04, 2012

[repost] Sedikit Catatan Tentang Rohingya

Pengen share sebuah catatan yang menarik. Teks aslinya ada di  https://www.facebook.com/notes/rika-isvandiary/sedikit-catatan-tentang-rohingnya/10150977222131860 

Sekedar mengingatkan, kasus Rohingnya bukanlah peristiwa yang baru muncul belakangan. sejak bertahun-tahun lalu, kaum muslimin Rohingnya sudah menjadi 'pesakitan' dengan hidup di atas perahu dan mencari suaka ke berbagai negara. Masalahnya bukan hanya tentang isu agama, tapi juga politik, kekuasaan, kewarganegaraan, diskriminasi etnis dan lain sebagainya. Menurut saya yang terpenting sekarang bukan hanya 'mengankat'' masalah pembunuhan atas nama agama, tapi juga tawaran solusi dan advokasi yang bisa segera dilakukan. Ini ada sedikit kajian dari bang Herus Susetyo yang ditulis sejak tahun 2009, kala muslim Rohingnya banyak terdampar di Aceh.

NON REFOULEMENT
DAN PENCARI SUAKA ROHINGYA-MYANMAR

By : Heru Susetyo
Mahasiswa Program Doktor Human Rights & Peace Studies Mahidol University/ Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia

 Kedukaan di awal tahun 2009 ini bukan hanya milik warga Gaza tapi juga bagi ribuan pencari suaka Rohingya asal Myanmar.  Warga minoritas muslim Myanmar ini sudah belasan hari terdampar di lautan mencari suaka ke negara-negara  sekitar Selat Malaka dan Laut Andaman.  Dan ini hanya salah satu episode saja.  Karena, sama dengan rakyat Gaza yang telah menderita sejak awal pembentukan negara Israel, etnis Rohingya-pun sejak awal merdekanya negara Burma (kemudian menjadi Myamnar pada tahun 1989) tak pernah mendapat pengakuan sebagai etnis dari sekitar 137 etnis yang diakui di Myanmar.  Maka, dalam bahasa aktivis LSM di Thailand, etnis Rohingya disebut sebagai : Stateless and Forgotten People (orang tanpa kewarganegaraan dan dilupakan).

Terusir dari negerinya dan menjadi manusia perahu (boat people), warga Rohingya tertatih-tatih menanti negeri yang mau menampung mereka.  Sekitar 1200 warga Rohingya meninggalkan Myanmar pada bulan Desember 2008 menuju Thailand.  Datang dengan cara yang tidak umum, otoritas Thailand segera menampik mereka.  Sebagian mereka masih ditahan di Thailand dan sebagian kembali terusir ke laut.  Menggunakan sembilan perahu mereka kemudian terdampar di Laut Andaman, sebagian kecil diselamatkan oleh warga Indonesia dan kini ditampung sementara di Aceh. Sebagian kecil yang lain diselamatkan oleh Angkatan Laut India.  Selebihnya masih terkatung-katung.  Daily Yomiuri (11/2-09) menyebutkan bahwa pada nelayan Aceh menyelamatkan 220 ‘manusia perahu’ Rohingya pada 2 Februari 2009, namun 22 diantaranya telah tewas karena kehausan dan kelaparan.

Penelantaran oleh negara asal Myanmar dan pengusiran oleh negara tujuan Thailand tentunya menimbulkan pertanyaan, apakah memang stateless persons dan para pencari suaka (asylum seekers) tak memiliki hak untuk diperlakukan secara wajar dan mendapatkan perlindungan yang layak secara kemanusiaan?


Read more ...
Saturday, July 14, 2012

BONSAI

#catatanDiniHari
#bisa dilihat di www.shintaardjahrie.blogspot.com 


"Om, bonsai itu bisa berbuah nggak sih?"
"ya bisalah.., tadinya calon tumbuhan besar di treatmen biar kerdil bila dikembalikan pada habitat ya akan kembali besar.."


Kurang lebihnya itulah sepotong obrolan dini hari melalui layanan pesan pendek di handphone-ku hari ini. Beberapa sesap cappucino sedikit memercikan hangat ditengah angin gunung bulan Juli yang kerap membuat tubuh menggigil. Dingin bulan Juli yang kerap membuatku menjadi "anak ingusan" dalam arti denotatif. Kucoba hiasi dengan diskusi-diskusi hangat sebagai sahabat. 


Bonsai. Kita mengenal ini sebagai salah satu jenis tanaman hias yang cukup banyak penggemarnya. Seni membonsai juga bukan sebuah ketrampilan yang sederhana. Tak semua orang dapat memelihara bonsai dengan baik. Salah perlakuan maka tak pelak akan berakibat pada kematian pohon tersebut. Lepas dari semua hal tentang bonsai, yang ingin kugarisbawahi adalah bahwa sebagai makhluk hidup bonsai tetap punya kesempatan untuk menjadi tumbuhan besar. Pilihan lah yang menjadikan ia menerima treatment untuk menjadi kerdil (meski indah). 


Jika hidup ibarat pohon, maka kita yang bisa memilih sendiri akan menjadi pohon yang seperti apa. Ada pohon kelapa yang tinggi menjulang dengan segala kebermanfaatan. Ada pohon beringin yang rimbun dan memberikan keteduhan (gak bermaksud mendukung partai tertentu lho..hehe.) Ada juga pohon-pohon lain dengan segala ciri khasnya masing-masing. Selain itu, pohon juga bermacam-macam jenisnya berdasarkan cara tumbuhkembangnya.
Read more ...
Wednesday, June 27, 2012

#suka adalah..

Ngliat permainan gitar  yang geje dan sumbang...meski hanya lewat monitor.., tapi kau bisa tersenyum menikmatinya... 


Galau pagi...lalala yeyeye... :D 
Read more ...
Friday, June 01, 2012

Koloni(alisasi) Milanisti : Mari Mempersoalkan Mimpi-Mimpi Kita

*sebuah catatan diskusi

"Koloni sendiri artinya negeri/tanah jajahan yang dikuasai oleh sebuah kekuasaan asing. Koloni adalah satu kawasan diluar wilayah negara asal atau induk. Tujuan utama kolonialisme adalah kepentingan ekonomi..".

Sedangkan menurut KBBI, arti koloni :  (1) daerah penempatan penduduk; (2) (tanah) jajahan: pertempuran baru berkobar lagi di daerah -- Portugis; (3) daerah pengasingan tempat penyembuhan orang sakit; (4) Pol kelompok orang yg bermukim di daerah baru yg merupakan daerah asing, sering jauh dr tanah air dan tetap mempertahankan ikatan dng tanah air atau negara asal; (5) Zool kawanan binatang yg tinggal di suatu daerah, hidup sangat berdekatan dan saling berhubungan satu dng yg lain

Referensi: http://kamusbahasaindonesia.org/koloni#ixzz1wW2RdhGi


Prologue : Kamis kadang terasa menjadi hari yang tragis. Setragis bahwa PT.PLN (persero) Purwokerto Kota mengadakan pemeliharaan jaringan dengan memadamkan listrik dari pagi hingga sore hari yang juga dilakukan pada hari kamis kemarin. Dan ditengah tragisnya kamis, menghadiri sebuah ruang diskusi nampaknya dapat menjadi sessi penyegaran yang manis. Maka di suasana sesenja yang temaram kemarin, kusempatkan menyimak diskusi bedah Novel "Koloni Milanisti" di kampus ilmu budaya, unsoed.

Bersyukur bahwa aku mendapat  invitation acara ini. Mengingat ruang-ruang dialektika sastra yang saya rasa masih sangat minim disini, maka tak perlu panjang lebar untuk memutuskan hadir pada acara-acara sejenis ini. Novel yang dibedah kali ini adalah sebuah hasil proses kreatif dari seorang dosen ilmu kesehatan unsoed. Novel ini dibedah oleh mas Taufiq, dosen sasing dan mas Imam Suhardi, dosen sasindo. Novel populer ini masih mengangkat tema "the power of dream" dan obsesi-obsesi kebanyakan anak muda yang melihat bahwa rumput negara tetangga selalu lebih hijau. Ketika membeli novel ini, kuakui covernya lumayan bagus lah, lumayan marketable.hehe.. Namun, sedikit saya quote ucapan dari mas Taufiq bahwa point pentingnya bukan masalah kita harus bermimpi atau tidak punya mimpi, tapi "persoalkanlah mimpi-mimpi kita". Seperti juga mimpi Mars dalam novel ini yang patut kita persoalkan.

Interlude

Semenjak nama Andrea Hirata menjadi salah satu selebritis dalam dunia percaturan sastra Indonesia, kisah-kisah yang mengangkat konflik perjuangan mewujudkan mimpi nampaknya menjadi trend tersendiri. Padahal, Andrea cukup suksesnya adalahh untuk novel "Laskar Pelangi"nya saja, dimana pada novel itu ia lebih condong untuk menceritakan sebuah semangat lokalitas anak-anak yang bersekolah di daerah industri timah. LP juga digadang-gadang menjadi sebuah otokritik terhadap sistem pendidikan kita. Gebrakan 'Laskar Pelangi" nampaknya memberi sebuah efek domino pada novel-novel sekuel-nya. Andrea , putra melayu yang memang lihai dalam bercakap, meraup perhatian yang cukup besar dengan tetralogi LPnya. Berbeda dengan LP, tiga sekuel setelahnya bercerita tentang "mimpi dan obsesi" anak kampung untuk belajar di negeri orang. Sudah kepalang laris, meski memiliki sense yang berbeda dengan Laskar Pelangi, novel-novel sekuel tersebut juga menangguk untung. Kemudian bak jamur tumbuh di musim hujan, novel yang bertema sama membanjiri literasi kita. Sebut saja Ahmad Fuadi dengan Ranah 3 Warna (yang tentu saja tidak sekeren Negeri 5 Menara), Iwan Setyawan dengan 9summer10autumns, dan lain sebagainya.

Terlalu kejam rasanya jika kisah  "Koloni Milanisti" dianggap latah dalam memilih tema. Tentu saja tidak ada niat dari seorang mbak Siwi Mars Wijayanti untuk berlatah ria karena apa yang sudah beliau tuangkan dalam buku bertebal 318 halaman ini sedikit banyak memang berasal dari pengalamannya yang sudah mengembara ke negeri sebrang. Sebuah apresiasi tersendiri untuk mbak Siwi yang telah berbaik hati membagi kisah, pemikiran dan imajinasinya kepada kita semua melalui sebuah buku. Keluar negeri menurut saya adalah sebuah hal yang biasa layaknya perjalanan-perjalanan yang lainnya, namun menjadi istimewa ketika perjalanan tersebut dibagi melalui sebuah tulisan. Safar atau perjalanan adalah sebuah hal yang menarik. Saking menariknya..bahkan Islam sendiri memberi beberapa keistimewaan tersendiri bagi orang-orang yang melakukan safar. Selalu ada pelajaran dari setiap perjalanan, selalu ada kisah didalamnya. Orang seperti mbak Siwi memang banyak, dosen yang juga penggila bola dan memiliki catatan perjalanan ke banyak negeri orang. Namun, keistimewaan dari mbak Siwi adalah bahwa beliau mau menulis dan membagi kisahnya. Lebih dari itu, kisah tersebut diolah dalam ruang imajinatif untuk dihadirkan dalam sebuah fragmen yang kemudian disebut novel bertajuk "koloni milanisti" ini.
Read more ...
Monday, May 14, 2012

Menembak Matahari

#CJR 

Dan dari mana saja engkau keluar (untuk mengerjakan shalat) hadapkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram (Ka'bah). Sesunggunya perintah berkiblat ke Ka'bah itu benar dari Allah (tuhanmu) dan ingatlah Allah tidak sekali-kali lalai akan segala apa yang kamu lakukan".  (QS 2 : 149)

Pagi ini tanpa disengaja saya mendapat kesempatan untuk turut rombongan yang akan menentukan arah kiblat pada mushola yang akan dibangun di desa Pangebatan, Karanglewas, Banyumas. Jujur saja, ini mungkin pengalaman pertama bagi saya pribadi, jadi tolong dimaklumi kalau agak-agak norak.hehe.

Keikutsertaan saya pagi ini sebenarnya ingin tahu saja, atau bahasa gaulnya itu "kepo".hehe. Pas tadi pagi liat om Khaerul datang, mampir ke studio dan cerita mau ke Pangebatan, maka "ke'kepo'an" saya muncul, dan langsung bilang "ikut dong om..."hehe. BErhubung saya adalah keponakan ideologis yang pintar, baik hati dan tidak sombong, maka si Om langsung mengiyakan "ayook ikut aja, nanti kamu bantu foto-foto seperti biasa". Sip lah!

Singkat cerita, kami menuju ke desa Pangebatan, Karanglewas. Lokasinya masih asri, dikelilingi kebun-kebun dan persawahan. Yeaah, ini salah satu alasan yang membuat saya masih betah di purwokerto, karena sering punya kegiatan-kegiatan langsung ke desa-desa yang masih asri.

Setelah perjalanan yang cukup berkelok-kelok (tapi jalanannya sudah cukup bagus kok), sampailah kami ke Musholla Asy-Syukur yang berlokasi di Dusun 2 Rawa Salak, desa Pangebatan, kecamatan Karanglewas, Banyumas. Sebenarnya musholla ini sudah dibangun setahun yang lalu dengan kondisi yang apa adanya. Serius, ini apa adanya. Bahkan ketika saya sudah sampai di depannya, saya sampai bertanya : "mas, yang mana musholla-nya?". Mas dayat menjawab : "lha itu." sambil menunjukkan bangunan berdinding bambu di sebelah kanan saya. Perlu beberapa detik untuk saya meredakan kekagetan dengan kata "heh?"... Mungkin biasa melihat masjid fatimah yang seluas itu eh dihadapkan pada bangunan kecil nan rapuh berdinding bambu dengan kerusakan disana-sini. Ya Rabb, ampuni kebutaan kami selama ini yang mungkin terlalu lalai menghidupkan rumah-rumahmu. Saya teringat musholla dan masjid-masjid di kota yang bagus-bagus bahkan beberapa fasilitasnya canggih. Namun kita perlu membuka mata bahwa masih banyak juga rumah ibadah yang kondisinya masih sangat kekurangan. 
Read more ...
Thursday, May 03, 2012

PANGGILAN

#CJR

Bukan bermaksud latah jika kemudian di jelang pagi kali ini saya ingin menulis tentang azan. Meski pak wapres kita yang terhormat kemarin sempat membuat pidato yang kontroversial dengan opininya tentang azan, tapi tulisan ini tidak bermaksud mendramatisir keadaan. Sebatas mengingat dan berpendapat saja tentang panggilan itu. Panggilan yang cukup familiar kita dengar minimal lima hari sekali. Meski bagi beberapa orang, mungkin hal itu kadang terabaikan untuk didengar.
Read more ...

LAPAR

#CJR

“Duri yang terdapat di perut manusia itu membuatnya tidak pernah merasa kenyang, tenang dan tenteram. Kita (pipit) mengenal kenyang, tetapi manusia hanya mengenal lapar.”
― Taufiq El Hakim

Sependek ingatan saya pada ilmu biologi,  definisi sederhana tentang lapar ialah kondisi dimana sistem organ tubuh mulai kekurangan suplai energi dan unsur-unsur yang terkandung dalam makanan. Dalam kondisi seperti  itu, simpul-simpul saraf  menyampaikan kepada otak bahwa sistem organ tubuh mulai berjalan lemah, kemudian memberi reaksi yang salah satunya kita rasakan misal ada bunyi “aneh” dari perut yang kosong, kemudian bagi beberapa orang dengan kondisi tertentu lapar bisa memunculkan pusing, konsentrasi mulai terganggu, penglihatan terganggu, kalau sudah mulai parah beberapa sistem kemudian beristirahat alias kita pingsan. Kondisi-kondisi ini akan lebih terasa ketika aktivitas atau tugas tubuh terus berjalan sementara untuk menjalankan organ-organ tubuh bahan bakarnya mulai menipis. Jadi sebenarnya tidak masalah tuh kalau ada orang yang mogok makan tapi tidak beraktivitas apa-apa. hehe. Aksi mogok makan bukanlah aksi menyiksa diri tapi sebuah simbol tentang pemenuhan hak-hak dasar yang terbelenggu.

Saat kecil saya pernah bingung, kenapa makan itu harus tiga kali di pagi, siang, dan malam. Makan tiga kali itu seperti sebuah kebiasaan yang ditanamkan sedari kecil kemudian menjadi sugesti tersendiri yang membuat kita otomatis merasa lapar di ketiga waktu makan itu. Jadi, lapar itu akhirnya menjadi sebuah reaksi kebiasaan saja karena kita sudah tersugesti untuk makan tiga kali sehari. Lapar akhirnya bukan kebutuhan biologis semata tapi juga pemenuhan kebutuhan jiwa…#semacamSokFilosofis..hehe.

Dalam ajaran Islam dikenal sebuah anjuran untuk “makanlah sebelum lapar, berhentilah sebelum kenyang..”. Sekali lagi, anjuran itu juga membuat saya bingung saat kecil dulu. Bagaimana kita bisa mengerti bahwa kita itu belum lapar atau kita sudah kenyang. Katanya kalau kenyang itu biasanya ditandai dengan sendawa. Tapi masuk angin kan bisa muncul sendawa juga, bukan? Sebenarnya rasa lapar itu seperti apa? Apakah sekedar ditandai bunyi  “krucuk-krucuk” atau bahasanya tuh perut kita keroncongan. [ Eh, sedikit OOT (out of topic), sebuah hal yang menarik juga lho kalau perut lapar ternyata disebut keroncongan atau berbunyi “krucuk-krucuk”. Ini salah satu sisi menarik dari bahasa, ada berbagai hal  seperti bunyi yang dibahasakan dan itu dengan persepsi pendengaran yang berbeda-beda. Kenapa bunyi ayam dibahasakan menjadi “kukuruyuk”, bunyi kucing itu “meeong”, bunyi pintu diketuk itu “tok..tok..tok”. Kenapa bunyi tembakan di Indonesia dibahasakan “dor..dor..dor” di luar negeri ada yang menyebutnya “bang..bang..bang”, dan bunyi-bunyi lain yang menjadi menarik ketika itu diinterpretasikan melalui bahasa. Oke, dan..saya sudah ngelantur..:D]
Read more ...
Saturday, April 14, 2012

Rumahku Kantorku : Syurgaku, Insya Allah.




#catatanRingan


Semua orang mungkin setuju bahwa rumah memang tempat paling menenangkan. Rumahku syurgaku, begitu ungkapannya. Apalagi bagi perempuan, rumah adalah tempat yang terbaik. Dengan argumen apapun juga, saya mengiyakan kutipan hadits bahwa rumah adalah sebaik-baiknya tempat bagi wanita. Tentu saja bukan berarti untuk melarang wanita secara penuh perempuan untuk keluar rumah. Penjelasan tentang itu pernah saya tanyakan langsung ke ustadz, kapan-kapan saja kita bahas.hehe.  Saya hanya sedang berpikir, bahwa tentunya sangat menyenangkan ketika kita punya pekerjaan yang bisa dilakukan dengan tetap di rumah. Tentunya banyak sekali jenis profesi yang bisa dilakukan dengan tetap dirumah. Salah satunya adalah menjadi penulis! Yup, menulis!

Teringat pada kata-kata seorang teman, dia novelis, yang pernah bilang bahwa "ketika wanita memilih untuk tetap bekerja dan tetap menjadi ibu rumah tangga, maka profesi penulis adalah pilihan pekerjaan yang luar biasa bagi mereka..." (kalau ada sedikit salah-salah kutip, maapin deh ya mas.hehe).

Read more ...
Friday, April 13, 2012

Duka Dhuha

Note : Ini tulisan keren yang tak sengaja saya temukan kemarin di sini . Percaya tidak percaya tulisan ini membuat saya MJJ alias Mak Jleb-Jleb mengingat jadwal dhuha selama ini yang masih bolong-bolong. Kemudian setelah baca ini langsung pengen sholat dhuha, eh ternyata malamnya saya dapat job menulis (lagi), alhamdulillah. Tidak disangka-sangka. Terimakasih buat Maula atas izin share-nya, tulisan ini juga bisa dibaca di blognya Maula.  Berikut catatan lengkapnya, cekidot.. :D 

DUKA DHUHA

Saat saya sedang menulis ini, hujan sedang asik memainkan iramanya di luar. Merdu sekali, hati jadi adem. Hari ini pun, banyak hal yang saya temui dan membuat hati ini adem juga. Ketemu apa sih?

Semenjak pagi, sekitar jam 10.30 WIB, saya diamanahi oleh BEM Politeknik Negeri Jakarta untuk menjadi moderator di acara PNJ Fair hari pertama. Acara yang bertajuk: Jiwa Pemuda Entrepreneur. Menghadirkan Deputi dari Kementrian Koperasi dan UKM, Mas Mono (Owner Ayam Bakar Mas Mono), dan Ustadz Nasrullah (Owner Orchid Realty -Property-). Acaranya memang seru dan banyak sekali inspirasi. Namun, saya tidak akan membahas apa isi materi yang disampaikan pembicara tadi. Namun, pelajaran yang saya petik hari ini ada di sebelum acara dimulai.

Jam 08.45, saya sudah ditelpon oleh panitia yang bernama Sisi. Ia menyuruh saya untuk hadir jam 9 tepat, tapi apa mau dikata, saya baru berangkat aja jam 9 lewat hehe.. Tapi alhamdulillah, sampai di sana acara belum dimulai (ya biasalah ngaret-ngaret dikit :p). Saya menunggu di luar aula sambil BBMan sama temen.

Saya sebenernya ingin ketemu Mas Mono. Saya sudah membaca biografi Mas Mono, tentang perjuangannya hingga bisa dikatakan berhasil saat ini, memliki banyak outlet bahkan sampai membuka cabang di Malaysia. Perjuangannya dari menjadi OB, mendorong gerobak, atau membakar arang sangat menginpirasi saya, "Gila ya, tahan banting banget hidupnya...". Saya merenung, mungkin kalau saya jadi dia gak bakal kuat..
Read more ...

Menyapa Tegal, Jepang-nya Indonesia



Dengung bahwa Tegal adalah Jepang-nya Indonesia mungkin bukan sebuah hal yang asing di telinga kita. Beberapa ungkapan kecintaan yang kadang berbaur primordialisme sempit tak ragu pula menyebut Tegal sebagai kota metropolitan. Tegal semakin ramai, memang. Apalagi semenjak kemunculan pusat-pusat perbelanjaan modern, Tegal memang terasa semakin padat dan hedon.

Namun kalau diamati dengan seksama, rasanya terlalu berlebihan ketika kita mau menyebut Tegal sebagai Jepang-nya Indonesia. Apalagi kalau menilik budaya literasi. Terlalu jauh panggang dari api ketika kita hendak membandingkan. Di sepuluh tahun yang lalu saja, berdasarkan data dari Association For the Educational Achievement (IAEA), Jepang sudah termasuk negara dengan tingkat membaca tertinggi di dunia. Indonesia saat itu masuk pada peringkat dua dari bawah.

Bagaimana dengan Tegal? Di kondisi terkini saja, beberapa indikasi menggambarkan betapa masih perlunya budaya literasi ditingkatkan di kota bahari ini. Peningkatan budaya baca-tulis ini sebenarnya sangat penting sebagai pendongkrak prestasi-prestasi Tegal yang telah ada. Tegal boleh merasa bangga menjadi kota industri, kota transit, kota bisnis dan lain-lain. Namun dalam menjawab tantangan global, transfer IPTEK dapat berhasil jika masyarakat menguasai kemampuan membaca dan menulis. Diperlukan kemampuan yang profesional untuk mengasah daya kritis serta mengadopsi nilai-nilai positif dari bangsa maju. Sejarah mencatat bahwa menggiatkan budaya literasi dapat mendorong inovasi dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Pada masa socrates , misalnya, para siswa di Yunani diperkenalkan dengan budaya membaca, bukan budaya mendengar. Begitu juga di zaman peradaban Islam, budaya literasi semakin berkembang ketika Khalifah al-Ma'mun membangun akademi terbesar di dunia bernama Bayt al-Hikmah, yaitu pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai pusat studi, perpustakaan yang lengkap dengan kegiatan keilmuan lainnya. Begitu juga dengan Jepang, budaya literasi telah terbukti mempengaruhi produktivitas serta kreativitas masyarakatnya.
Read more ...

Kabar - Kabur

Tiap ada pelatihan atau penyampaian materi jurnalistik, pasti nama Bill Kovach sudah teramat akrab di telinga. Salah satu buku yang sering dijadikan “kitab suci” bagi para jurnalis adalah : “The Elements of Journalism : What Newspeole Should Know and the Public Should Expect  (Bill kovach and Tom Rosenstiel). Saya belum “khatam” mengkajinya, tapi dari beberapa diskusi dan pembacaan singkat, pemahaman saya yang dangkal megambil salah satu point bahwa ilmu jurnalistik itu dibutuhkan oleh semua orang, bukan hanya oleh para pekerja kuli tinta.

Tapi di tulisan ini saya bukan ingin mengurai panjang lebarnya teori dasar jurnalistik. Melainkan ingin mencoba merangkaikan pikiran-pikiran dangkal saya mengenai salah satu unsur dalam jurnalistik, yaitu informasi.

Suatu hari saya pernah ber-sms dengan seorang senior untuk bersama-sama menggagas sebuah kelas jurnalistik untuk remaja remaja di wilayah Banyumas. Ruang itu bukan fokus kepada keahlian teknis dalam jurnalistik, melankan saya ingin mengarahkan kepada melek media atau lebih tepatnya melek informasi. Ketika sedari dini kita mengetahui seperti apa sih sebenarnya “berita” itu. Bagaimana sebuah informasi itu dapat disebut sebagai “berita”, bagaimana sebuah kabar itu didapat, bagaimana proses konfirmasi sebuah informasi. Dengan mengetahui seperti itu, kita akan paham, berita-berita mana yang “sehat” untuk kita telan, apalagi ditengah maraknya media informasi baik cetak ataupun elektronik. Pilihan untuk mendapatkan berita sekarang sangat mudah, tinggal klik handphone dalam beberapa detik kita sudah bisa menyantap puluhan headline. Berita itu kini layaknya makanan yang diobral sepanjang jalan, tinggal kita pilih mana yang sehat dan mana yang tidak. Pelatihan jurnalistik sedari dini akan bisa membantu generasi muda untuk mengkonsumsi berita yang sehat. Minimal, ketika mendapatkan berita tidak bersikap reaktif. Lebih luas lagi adalah bagaimana budaya mengkroscek sebuah berita. Dengan berkembangnya teknologi informasi saat ini, kita mudah terjejali berita dari berbagai penjuru arah mata angin. Namun sayangnya selain kita tak terbiasa mengenali mana berita yang sehat atau sakit, kita juga tidak didukung oeh budaya kroscek yang bagus, atau dalam istilah agama, kita tak dibudayakan untuk bertabayyun. Kita lebih memilih menyebarkan berita yang menurut kita menarik dan bereaksi. Dalam Islam sebenarnya ini sudah diterangkan mengenai bahaya fitnah. Salah satu bentuk yang terjadi adalah mengenai informasi. Kalau di PJMI (Perhimpunan Jurnalis Muslim Indonesia) disebutkan bahwa salah satu misi jurnalis muslim adalah membawa kabar yang tidak mengandung ghibah. Begitu besar tanggung jawab seorang jurnalis, bukan? Bukan sebatas membuat berita dan menyetornya sebelum deadline, isn it?  (Itulah kenapa saya belum mau melepas status freelance journalist dan tidak mau terikat dalam sebuah profesi ini...hahaha... ß baca : apologi ).
Read more ...
Sunday, March 25, 2012

KADO (Kata dan Doa)



Teruntuk : mbak Endirah Ekaningrum

Bahkan rerintikan hujan di siang kali itu masih bisa kuingat notasinya. Saat kumandang adzan Dhuhur sudah habis gemanya, dan dengan baju basah kuyup saya muncul di sebuah rumah di komplek pangkah indah nan meriah..:D. Karena dengan prediksi yang masih belum yakin bahwa akan hadir atau tidak di perhelatan pernikahan mbak Eka, maka di dua pekan sebelum hari H saya  sempatkan menghabiskan waktu bercengkarama di rumahnya. Kebetulan waktu itu juga ada acara mengisi training di SMA Muh Tarub, jadi tak terlalu jauh (walaupun juga tidak dekat ya mbak?/J). Hingga senja hendak tenggelam, saya menghabiskan waktu untuk ngobrol ngalor-ngidul-ngetan-ngulon dengan mbak Eka. Tadinya sudah direncanakan akan menginap, tapi karena saya masih dalam kondisi fisik yang belum fit dan tak membawa obat, maka pertemuan dicukupkan pada obrolan berjam-jam itu. Obrolan cukup random tapi juga serius, cerita tentang perjuangan mencari jodoh hingga buka rahasia warna kebaya.., hehehe.

Maka, saat ini, di hari dimana hampir habis bulan maret, berarti hampir satu bulan usia pernikahan mbak Eka, saya ingin merengkuh bahu beliau dan berucap : selamat mengawali episode baru, sayapmu kini telah genap satu pasang, terbang lebih tinggi dan lebih kuatlah, mbak!

Pernikahan bukanlah sebuah tujuan, melainkan sebuah kendaraan yang akan membantu kita untuk lebih mengoptimalkan diri meraih tujuan hidup. *sokBijakNih.hehe*. Semua orang akan menikah kok. Jangankan manusia, hewan dan tumbuhan juga diciptakan berpasang-pasangan. Yang membedakan adalah peran dan tanggungjawab di muka bumi ini. Semua orang ingin menikah, khususnya di usia-usia “unyu” alias usia produktif. Semua orang ingin, tapi pada kondisi masing-masing tidak semua orang membutuhkan sepasang sayap untuk terbang. Lebih tepatnya, belum semua orang membutuhkan. Maka, sebenarnya tidak ada nikah muda atau nikah terlambat. Yang ada adalah waktu yang tepat untuk menikah. *semoga ini bukan apologi.hehe*.
Read more ...
Monday, March 19, 2012

Kreatifitas Lintas Batas

Pada akhirnya  jarak itu memang hanya persoalan keterjangkauan, aksesibilitas. Bagaimana bisa perjalanan Tegal-Purwokerto bisa lebih lama dibanding Jakarta-Singapore, misalnya?! Jawabannya hanyalah soal akses.

Salah satu hal yang seru ketika saya punya gawe dengan teman-teman FLP (Forum Lingkar Pena) Tegal adalah ketika menjalani prosesnya. Lokasi kami masing-masing cukup berjauhan, tapi ternyata hati dan semangat kami mungkin terpaut cukup dekat. ^_^. Jadi, ketika Yustia mengabarkan dan mengingatkan tentang agenda open recruitment, saya juga jadi seperti “tersengat” dan kembali memutar otak, bagaimana caranya mempersiapkan acara dalam waktu kurang dari satu minggu. Disinilah saya masih menitipkan apresiasi yang cukup tinggi untuk om Mark Zuckerberg, sang pembuat situs jejaring sosial Facebook. Hehe.

Ya, kalau FB setiap saat menanyakan kepada anda “what’s on your mind”, maka pertanyaan yang saya ajukan tiap membuka FB adalah “kebermanfaatan apa yang bisa dilakukan dengan situs ini?!” . Pergi berselencar ke FB sebenarnya sama saja dengan kita pergi ke suatu tempat untuk bersosialisasi. FB bisa menjadi sebuah mall, pasar, sekolah, lapangan, dan lain-lain. Kita yang akan menentukan sendiri kemana kita akan pergi. Kalau kita biasa lebih suka ke mall, untuk nampang (uji eksistensi.hehe), ngrumpi, dan lain-lain, maka FB kita juga bisa kita jadikan tempat seperti itu. Kalau kita suka ke tempat-tempat diskusi, belajar banyak hal, maka secara tidak langsung kita bisa menjadikan FB sebagai tempat yang kita inginkan.
Read more ...
Thursday, March 08, 2012

RINDU


Gerimis menipis, menghantarkan dingin di relung-relung dini hari yang sunyi ini. Lima kursi kosong dihadapanku. Seperti langit kosong yang absen ditemani purnama. Anganku bergumam, tak kurang dari semester lagi, sunyi ini akan terpecah. Sekitar lima bulan lagi, kita mungkin akan kembali merasakan riuhnya menit-menit menjelang Shubuh ditabuh. Ya, lima bulan lagi, aktivitas sahur ini akan beramai-ramai dengan saudara muslim sedunia.

Ada kerinduan yang tak mampu terbahasakan kepada Ramadhan dan di dini hari tadi tiba-tiba terasa mencelos di hati. Kalau ditanya, kenapa rindu? Ah, untuk sebuah rindu yang suci, kupikir tak butuh sebuah alasan. Kerinduan ini sudah terlanjur tersangkut pada banyak hal disana.

Merindukan bulan Ramadhan, merindukan semua hal tentang itu. Semuanya membuat rindu. Ibadah puasanya, kemuliaannya, syahdunya, suasananya, pernak-perniknya, hingga budaya-budayanya bahkan segala ironi serta tragedi yang mungkin terjadi. Tak ada yang dapat melebihi syahdunya malam-malam di bulan Ramadhan. Tak ada yang mampu mengalahkan kebahagiaan senja-senja Ramadhan.

Read more ...

Hayya 'alal Falah

"inna lilmuttaqinna mafaza..." [78:31]

Sering kita memohon untuk diberikan umur panjang. Begitu berharganya usia, bergitu berharganya waktu sehingga kita memohonkan untuk berumur panjang. Kalau orang bilang "tua itu pasti, dewasa adalah pilihan" , tapi kalau kata saya "Tua itu belum pasti, Dewasa apalagi!!". Yeeah, adakah yang bisa menjamin kita akan benar-benar menjadi tua? Adakah nafas ini masih terasa di esok pagi ?! Tak ada waktu tersia ketika kita mengingat mati. Dan menurutku, waktu adalah guru yang paling bijak. Bagi pembelajar, semakin tersedia waktu berarti semakin banyak hal yang akan diketahui. Waktu adalah teman setia kita untuk berproses. Jika kita mau terus berproses, waktu akan membuat kita bertambah pengetahuan dan wawasan. Cara pandang kita semakin luas seiring bertambahnya waktu.

Waktu jua lah yang kemudian membuat ada perubahan dalam cara pandang ketika aku mendengar kata "menang". Saat kecil kita akan berkata menang ketika kita mendapatkan ranking satu, medali, atau apapun. Namun seiring waktu, kita mungkin akan semakin merasakan ternyata urusan menang itu bukanlah sekedar hasil, tapi proses. Kalau boleh mengutip Plato : "Menaklukan diri sendiri adalah kemenangan yang paling akbar.."

Hidup ini adalah kumpulan episode-episode yang terangkum indah dalam sebuah jalinan legenda. Tiap orang memiliki legenda hidupnya masing-masing. Episode-episode tersebut terurai sebagai ruas yang akan kita jalani dan membawa kita kepada dua konsekuensi : menang atau kalah!! Kemenangan yang komperehensif, dimana perlu Maha Juri yang Objektif, yang kemudian medali kemenangan atau kekalahan terkalungkan pada hati nurani.
Read more ...
Tuesday, March 06, 2012

SAMPUL


#CatatanRingan


Meski mencintai buku, saya mungkin bukan termasuk orang yang cukup telaten untuk merawatnya. Namun untuk sekedar memberikan sampul pada buku, tentu saja itu tak perlu membutuhkan sebuah ketelatenan yang tinggi. Begitu pula yang kulakukan terhadap buku-buku yang kumiliki. Kerap kali merasa ada yang mengganjal di mata ketika barisan buku di rak terlihat “telanjang” tanpa sampul. Teringat pula ketika bulan lalu sempat  salah satu buku saya kondisi halaman mukanya menjadi sangat “mengenaskan” setelah terjebak hujan dalam perjalanan hendak ke Purwokerto. Halaman depan buku itu yang berwarna biru gelap buku menjadi memiliki banyak aksesoris putih karena terkelupas di sana-sini akibat terciprat hujan.

Demi mengingat bahwa musim hujan tahun ini akan panjang, dan saya kerap membawa buku kemana-mana, sore tadi kusempatkan mampir ke toko buku untuk membeli sampul plastik gulungan. Hari minggu kemarin saya sempat juga mampir ke swalayan kampus, tapi ternyata disana tidak tersedia sampul yang aku maksud. Maka sore tadi kusinggahi salah satu toko buku waralaba yang terkenal dengan “diskon”nya dan pelayanan penyampulan buku. Sayang sekali, gadis penjaga toko buku itu menyampaikan bahwa persediaan sedang kosong. Ya sudahlah, di toko buku itu malah akhirnya saya beli satu novel baru.hehehe. Namun, dewi fortuna rupanya masih menyertai aktivitas ngabuburit saya kemarin sore. Ketika perjalanan pulang dan turun hujan lebat, saya masuk ke koperasi unsoed, dan ternyata disana tersedia sampul plastik gulungan yang dicari-cari, bingo!!! :p

Sampul buku memang banyak jenisnya. Saat SD dulu kita mungkin mengenal sampul coklat yang dicetak khusus untuk buku ukuran standart. Sampul coklat itu biasanya dilengkapi kotak untuk mencantumkan identitas. Saya paling ingat adalah di sampul coklat itu ada kata-kata mutiara seperti : “Rajin Pangkal Pandai, Malas Pangkal Bodoh”.hehehe. Entah saat ini di sekolah-sekolah dasar masih adakah aktivitas untuk memberikan sampul coklat pada buku ulangan. Biasanya hari-hari pertama di awal caturwulan atau semester aktivitasnya adalah memberikan sampul pada buku-buku tulis pribadi yang digunakan untuk setiap ulangan harian.

Read more ...
Saturday, March 03, 2012

Maret, Maret, Maret!! Semangat!

Oke, sakitnya sudah cukup. Saatnya bangkit kembali. Sepekan lebih banyak istirahat di kamar membuat saya sangat merasa bosan. FYI, saya terkena gejala thypus dan juga infeksi/pendarahan lambung. Tapi, sekarang sudah mulai membaik kok, atas doa semuanya.

Dan...tiba-tiba saja sudah bulan Maret. Yang pasti urusan di radio yang menumpuk harus segera diselesaikan dalam tempo sesingkat-singkatnya. :D

Kemudian agenda yang ingin dihadapi di bulan Maret : pengen ikut lomba baca puisi piala Piek, apply GYCS 2012, nunggu pendaftaran PPAN jateng, nulis essay, belajar cerpen, acara KAKI, rumah menulis, proyek buku biografi. Itu dulu deh buat bulan maret. Cukup padat kan??
Semangat lah!  ^_^.


Sepotong liriknya SO7 yang Pasti AKu Bisa menemani semangat awal maret ini. BISA! Insya Allah.. ^_^



Shinta arDjahrie
Senja di Kantor lazis, 3Maret 2012.
Read more ...
Friday, February 24, 2012

HUGO

 “I like to imagine that the world is one big machine. You know, machines never have any extra parts. They have the exact number and types of parts they need. So I figured if the entire world was one big machine, I couldn’t be an extra part. I had to be here for some reason. ” (aku membayangkan bahwa dunia ini seperti sebuah mesin besar. Kamu tahu, mesin tak pernah mempunyai komponen tambahan. Mereka hanya memiliki komponen yang mereka butuhkan. So, aku membayangkan bahwa dunia ini adalah mesin besar, dan aku bukanlah komponen tambahan. Aku ada disini untuk sebuah alasan)
Entah kenapa saya selalu suka dengan aksi seorang Asa Butterfield. Apalagi lawan mainnya di film Hugo ini juga tak kalah ciamik, ada Chloe Ghretz Moretz. Menjadikan kemasan film petualangan fantasi 3D ini menjadi layak untuk ditonton. Bahkan menurutku durasi film yang cukup panjang hingga lebih dari 126menit ini tidak terasa.
Selama ini orang tak tahu bahwa Hugo Cabret (Asa Butterfield) tinggal diantara relung-relung dibalik dinding stasiun kereta api di kota Paris. Setelah ayahnya meninggal, ia dibawa pamannya yang bekerja membetulkan dan menggerakan detak jam di stasiun kereta api. Ternyata Hugo ditinggal sendiri dan sang paman tak pernah kembali. Sebelum meninggal, ayah Hugo (Jude Law) meninggalkan sebuah robot bernama automaton. Robot itu ditemukan di museum tempat ayah bekerja. Mereka berdua berusaha membetulkan automaton supaya dapat berfungsi kembali. Namun, ayah Hugo keburu meninggal dan Hugo berusaha memperbaikinya sendiri.
Dari automaton itulah, petualangan dalam film ini dimulai. Fil
Read more ...
Thursday, February 23, 2012

The Rum Diary : Sebuah Catatan Kecil Tentang “Independensi”



Lingkaran nyaman memang melenakan dan orang harus keluar dari wilayah itu jika mau berkembang. Itu yang menjadi latarbelakang dari seorang Paul Kemp (Jhonny Deep). Sebenarnya saya nggak suka ngliat adegan pertama ketika Jhonny Deep tampak kucel dan mabuk berat. Itu kesan pertamaku waktu nonton film ini.hehe. Oke, tapi itu bisa kumaklumi, dari judulnya saja “the rum diary”. Rum adalah jenis minuman keras yang terkenal di wilayah barat sana. Buku harian dari sebuah minuman keras?? Hemmh.., menarik!

Tapi awal mula yang membuat menarik sebenarnya bukan itu. Bahwa film ini diadaptasi dari sebuah novel berjudul sama karya Hunter S.Thompson, seorang jurnalis dan novelis Amerika. Novel ini juga disebut-sebut sebagai alter ego dari Hunter. Menceritakan seorang Paul Kemp yang bosan dengan hiruk pikuk NewYork dan menuju ke Puerto Rico dan melamar sebagau jurnalis di harian San Juan Star yang dipimpin oleh Letterman (Richard Jenkins). Film ini mengambil setting tahun 1960, dimana Amerika Serikat dipimpin oleh presiden Dwight D.Eisenhower. Berbagai intrik politik dan pergerakannya membuat Paul menjadi jengah dan memilih ke Puerto Rico.

Bersama rekan kerjanya, Bob Sala (Michael Rispoli), Paul berkenalan dengan Hal Sanderson (Aaron Echkhart). Hal adalah mantan jurnalis San Juan Star yang kini telah beralih profesi sebagai pebisnis handal. Paul kemudian karena beberapa kejadian terpaksa masuk ke ajakan kerjasama Hal untuk membuat sebuah tulisan yang terkait untuk mendukung bisnisnya. Tentu saja semua itu ada di jalur ilegal.

Ketidakkonsistenan kisah, atau memang kisahnya yang terlalu banyak disajikan, film ini menjadi agak semrawut untuk dinikmati. Mungkin prosed adaptasi dari novelnya yang belum selesai. Untuk urusan acting, siapa yang meragukan Jhony Deep, walaupun masih terlihat karakter ia saat bermain di film franchise Pirates of The Carribean  dulu. Hehe. Untuk yang lainnya ya standart, hanya saja memang karakter tiap tokoh tidak tergali dalam. Itu sangat disayangkan. Tapi jadi penasaran untuk baca novelnya...hehe.

Read more ...