Pages

Tuesday, April 15, 2008

Mengapa orang gila dilarang ngajar di kelas?


(Dikutip dari forum diskusi di Multiply)

Tahun ajaran baru dimulai. Sekelas mahasiswa TPB (mahasiswa tahun
pertama) jurusan X berbondong-bondong masuk kelas dan menunggu dosen datang.
Datang seorang laki-laki setengah baya masuk kelas, dan kemudian
memulai perkuliahan. Baru beberapa menit dia memberi “kuliah”, datang
seorang mahasiswa senior, dan “menyeret” sang dosen keluar ruangan.
Kontan para mahasiswa TPB bertanya-tanya. Dan si senior menjawab,
“Dia itu Bang N, mantan mahasiswa sini yang jadi gila karena ada
masalah…”
***
Kisah di atas adalah kisah nyata. Dan tentu saja, Anda pasti akan
membenarkan tindakan si mahasiswa senior di atas.
Namun sayangnya, dalam kenyataan sehari-hari kita, banyak orang yang
melakukan tindakan Bang N tsb.
***
Banyak orang yang merasa dirinya kritis dan cerdas mempertanyakan,
mengapa hanya ulama-ulama yang boleh membuat fatwa dan mengatur kehidupan
keberagamaan masyarakat. Mengapa tidak semua orang dibebaskan saja
membuat penafsiran sendiri tentang masalah-masalah agama dan tidak perlu
mengikuti “orang-orang kadaluarsa” tsb?
Bagi saya, jawabannya gampang. Karena kita tentu tidak akan mengijinkan
Bang N dan orang-orang semacamnya atau sembarang orang mengajar di
kelas perkuliahan.
Saya ingin mengajukan beberapa pertanyaan kepada orang-orang yang
kritis dan cerdas itu.
Misalnya saya sudah banyak membaca buku tentang kesehatan, baik dari
ilmu kesehatan modern maupun ilmu kesehatan alternatif. Saya paham betul,
bagaimana ciri-ciri suatu penyakit, seberapa berat penyakit tsb dari
tanda-tandanya, dan obat apa saja yang dapat diminum untuk meredakan
penyakit tsb.
Pertanyaannya:
(a) Bila saya sedang kena flu bolehkan saya mengobati diri sendiri
dengan cara yang saya anggap tepat buat diri saya?
(b) Dengan modal pengalaman tsb, bolehkah saya membuka praktik untuk
menarik agar orang-orang berobat ke saya? Kira-kira bagaimana reaksi
para dokter professional akan tempat praktik saya tsb?
Misalnya saya sudah membaca 3 lemari penuh buku-buku Fisika karangan
para fisikawan terkenal dari abad pertengahan sampai modern. Bagaimana
kira-kira reaksi orang-orang, bila tiba-tiba saja, dengan PD-nya saya
memasuki sebuah gedung kuliah di MIT dan mengajar fisika kuantum di sebuah
kelas?
Mengapa untuk hal-hal duniawi seperti menjadi profesor, dokter,
pengacara, dsb kita tidak pernah mempersoalkan bahwa untuk menjalani profesi
tsb dibutuhkan kualifikasi-kualifikasi tertentu yang tentunya cukup
berat dan tidak semua orang dapat menjalani profesi tsb, apalagi dengan
modal sekadar “merasa bisa”?
Mengapa untuk masalah-masalah agama banyak orang dengan gampang merasa
dirinya menjadi ahli yang tidak perlu lagi berkonsultasi dengan
orang-orang yang lebih berpengalaman dan mendalami masalah-masalah agama?
Tahukah Anda bahwa sekadar untuk menjadi seorang mufassir Quran yang andal,
setidaknya ada 23 cabang ilmu al-Quran yang harus dikuasai? Belum lagi
menjadi ahli hadits, ahli fikih, dsb. Puluhan bahkan mungkin ratusan
cabang ilmu yang perlu dikuasai orang untuk menjadi seorang yang
betul-betul pantas menjadi seorang pembuat fatwa keagamaan. Berapa kitab dan
berapa cabang ilmu sudah Anda kuasai?
Jangan meniru Bang N.

(disadur dari milis)




Title: Mengapa orang gila dilarang ngajar di kelas?; Written by Shinta ar-djahrie; Rating: 5 dari 5

No comments: