Mereka adalah yang telah dipilih Tuhan untuk
menjadi pejuang. Mereka yang hatinya telah terpilih. Mereka yang tetap
memperjuangkan kehidupan orang lain walaupun hanya melalui doa.
Doa adalah prosa yang paling indah. Setidaknya
itu yang akan kita ungkapkan apabila mengetahui bait doa-doa yang tiap orang
sebutkan. Dan tiap orang memiliki cara masing-masing untuk mengungkapkan
doanya. Dalam pemahaman seorang anak usia 13 tahun, doanya akan bekerja ketika
ia menuliskannya dalam sebuah surat.
Tyler, itu nama anak muda tersebut. Tyler lah
yang kerap kali membuat tukang pos menjadi bingung karena menuliskan surat
dengan alamat tujuan , to: God, kepada Tuhan. Kemana kita akan menyampaikan
surat beralamatkan Tuhan? Setidaknya itu yang menjadi kebingungan bagi Barry,
seorang tukang pos muda yang baru saja keluar dari penjara dan juga sedang
memiliki masalah besar dengan anak dan istrinya.
Sementara Maddy, ibunda Tyler, adalah sosok
wanita yang tangguh. Setelah ditinggal mati suaminya, ia harus mengasuh dua
putranya plus dengan kondisi Tyler-si bungsu yang “hampir sekarat” karena
penyakir kanker otak yang diidapnya. Seorang supermom yang untungnya juga
memiliki seorang supermom juga. Nenek Tyler adalah sosok nenek dan ibu yang
selalu siap turun tangan untuk membantu keperluan anak dan cucu-cucunya.
Sementara Tyler sendiri, ditengah penyakit
yang menyeramkan itu, adalah seorang anak dengan pembawaan ceria dan penuh
semangat. Dia memiliki sahabat yang sama ceria-nya, yaitu Sam, cewek tomboy
yang selalu menjadi penghibur Tyler disaat sendiri.
Apa sih yang kita bayangkan ketika tahu bahwa
usia kita tinggal sebentar lagi? Bahkan untuk melakukan sesuatu kita masih
terlalu lemah. Tyler mengajarkan kita akan sebuah keyakinan. Yakin akan adanya
tangan Tuhan yang bekerja dengan cara yang tak pernah kita duga. Mungkin
terlihat bodoh ketika Tyler dengan rutin menuliskan surat untuk Tuhan yang ia
titipkan pada tukang pos. Isi surat itu adalah harapan-harapan dia terhadap
orang-orang disekelillingnya. Ia meminta Tuhan untuk memberikan hal-hal yang
terbaik untuk, Sam, Alex, Mama-nya, kakak laki-lakinya, neneknya,
tetangga-tetangganya, hingga tukang pos yang telah membantunya mengantarkan
surat-suratnya. Tyler dengan detail mengungkapkan keinginan serta pengungkapan
cintanya kepada orang-orang yang ada di sekitarnya.
Dengan segala adegan yang menyentuh, kita akan
larut dalam kisah Tyler ini. Di awal-awal memang agak datar dan tidak ada yang
istimewa, yeah.., hampir sama dengan kisah-kisah klasik tentang orang yang
inspiratif dalam kondisi yang tidak biasa. Nuansa kekeluargaan yang kental
diantara tokoh-tokohnya cukup menghibur. Lama-lama kisah ini akan membawa emosi
penonton pada saat adegan yang memperlihatkan betapa Tyler adalah seorang
pejuang hidup, dengan tabahnya menjalani segala penyakit ganas yang diidapnya.
Dan itu menginspirasi orang-orang sekelilingnya, apalagi ketika sang tukang pos
membagi surat-surat Tyler itu kepada orang-orang yang disebutkan namanya. Semua
yang ditulis oleh Tyler seperti sebuah pemantik atas kesadaran mereka akan
kerja Tuhan.
Adegan yang menurut saya lumayan bikin
menyentuh adalah saat Alex menyampaikan “hadiah doa”nya. Alex adalah teman
sekelas yang kerap kali mengolok-olok Tyer karena kepala Tyler yang botak
(akibat penyakit ganasnya itu). Namun atas sikap Alex itu, Tyler justru
berterimakasih, dengan tulus. Ketika akan menjenguk Tyler yang harus masuk rumah sakit kembali
untuk menjalani perawatan, wali kelasnya bertanya kepada teman-teman Tyler
kira-kira akan memberikan hadiah apa, alex memiliki hadiah yang sederhana tapi
mengena. Ya, ketika teman lain menghadiahkan berbagai hal yang menarik, Alex
memberikan hadiah berupa doa dan “janji” bahwa ketika tyler nanti ada di sorga,
ia akan menemaninya. Untuk seorang anak kecil, doa polos itu begitu manis,
memberikan arti sebuah persahabatan, sebuah kesetiaan, yang tidak akan pernah
terputus walau maut memisahkan. So nice..^_^
Pesan moral dari kisah si Tyler ini adalah : ketabahan dan keyakinan
bahwa Tuhan tidak tidur. Bahkan di kondisi yang kadang kita menyebutnya sebagai
sebuah “penderitaan”, itu adalah salah satu bentuk kasih sayangNya. Dan doa
adalah sebuah perantara komunikasi kita dengan Tuhan. Bisa dibilang doa adalah
hubungan pribadi kita dengan Tuhan, termasuk doa-doa yang kita ucapkan pada tiap
gerakan sholat. Kamu nggak sendiri, karena kamu bisa menemui Tuhan tiap saat
melalui doamu. Kalau dalam Islam, ada sholat dan juga ada waktu-waktu mustajab
untuk berdoa, so..manfaatkan itu. Mengenai tata cara berdoa,
dalam Islam kita diarahkan untuk mencontoh bagaimana sang Rasululullah
berdoa, termasuk juga bacaan-bacaan doa bisa merujuk pada Al-Qur’an.
Selebihnya, kita bebas untuk bercerita dan meminta pada Tuhan yang Maha Kasih.
Letters to God. Lebih dari separuh jalannya
cerita kulewati dengan biasa-biasa saja, tapi ternyata aku tak bisa mengelak
untuk meneteskan beberapa titik air mata di sekitar sepertiga kisah terakhir.
Secara teknis memang masih banyak hal yang “perlu diperbaiki” dari film ini,
supaya lebih enak ditonton. Tapi dengan segala kesederhanaan yang dimiliki,
film ini berhasil menjadi sebuah messenger kepada penonton. Film yang memang
digawangi oleh lembaga peduli kanker ini cukup menyentuh dan mengingatkan kita
untuk yakin bahwa Tuhan tidak tidur. Satu kata : inspiratif! Bintang empat deh...hehe.
Oya, film yang versi Indonesia nampaknya juga
hadir dengan judul yang hampir mirip
yaitu “Surat Kecil Untuk Tuhan” (SKUT). Untuk yang satu ini saya belum
nonton, tapi buat yang pengen tau
infonya mungkin bisa menengok aja di official web, FB, dan twitter-nya. ;)
No comments:
Post a Comment