Pages

Saturday, April 20, 2013

The Words : Labirin Kisah & Plagiarisme (Sebuah Kisah Tentang Cinta dan Kekuatan Kata-Kata)



#sebuah catatan menonton *mengandung spoiler*


Old Man : He lent him some books to read the first books the kid had ever read about anything. For the first time he saw a world that was bigger than the one he'd been born into. And he wanted more. He wanted to be something more.
Rory : A writer.
Old Man : Yeah. But he had no idea what the word really meant. Certainly didn't have a clue about how to go about it.(dialog saat si "old man" ini menceritakan asal mula ia menulis)
Ada banyak alasan orang melakukan aktivitas menulis. Ada yang memang sudah jadi pekerjaan, ada yang hobi, ada juga yang seperti panggilan jiwa. Aktivitas menulis pun kadang menciptakan banyak cita, sepertipengen jadi kolumnis, pengen jadi scriptwriter, atau pengen bukunya terbit.Bagi sebagian orang, menerbitkan buku ada yang memang menjadi “target” tersendiri, tapi ada juga yang tidak terlalu berpretensi kesana. Apapun itu, tiap orang punya alasan masing-masing.

Seperti juga yang dialami oleh Rory Jonsen ( Bradley Cooper ) , yang dalam film The Words mendapat porsi penceritaan yang lebih banyak dibanding yang lain. Namun, Rory Jansen mungkin bukan actor utamanya. Rory Jansen dari awal dikisahkan dari sudut pandang orangketiga, dimana Rory adalah tokoh dalam novel yang ditulis Clayton Hammond (Dennis Quaid) .

Dalam novel itu, Rory dikisahkan sebagai orang yang memiliki semangat menulis yang luar biasa. Aku pribadi suka bagian-bagian awal ketika Rory dan kekasihnya Dora ( Zoe Saldana) begitu bersemangat merajut mimpi mereka. Rory yang setiap malam di depan layar monitor, dan memang sudah mendedikasikan dirinya untuk menulis. Hingga sudah tak terhitung lagi berapa kali ia mengirimkan naskah ke penerbit, tapi masih nihil hasilnya. Akhirnya, karena ia juga ingin menikahi Dora , ia pun bekerjamenjadi pegawai di sebuah kantor penerbitan.

Singkat cerita, setelah sekian lama, naskah novel Rory yang berjudul “The Window Tears” mendapat apresiasi positif dari penerbit danmenjadi best seller. Dunia pernerbitan tidak bisa lepas dari “keinginan pasar”, karenakeberhasilan The Window Tears, naskah-naskah novel Rory yang lain pun ikut ketularan ngetop. Simplenya, kalo satu penulis udah ngetop dengan salah satu buku andalannya, untuk mendongkrak buku yang lain tidak terlalu susah. Intinya: “nama besar” kadang memang dibutuhkan. Pesan sarkas-nya : kalo kamu cumapenulis newbie buatlah karya yang spektakuler dulu baru karya-karya yang lain bisa ikutan populer.


Ok, Rory sukses mendapatkan nama besar. Kehidupannya sudah jauh berbeda dari sekarang. Tanpa seorang pun tahu bahwa ada rahasia besar dibalik novel “The Windows Tear” itu. Bahwa sebenarnya, itu bukan naskah aslidari Rory Jansen. Rory menemukan manuskrip naskah yang sudah berumur puluhan tahun itu di sebuah tas tua yang ia dapatkan dari sebuah toko antik di Paris.

Rory tidak pernah berniat menerbitkan naskah itu atas namanya sendiri. Saat ia membaca naskah itu, ia hanya ingin merasakan keindahan kata-kata yang ada disana melalui jemarinya. Tanpa sadar, manuskrip itu telahtersalin dan disimpan dalam laptopnya. Suatu hari, Dora tak sengaja membacanya dan terkagum-kagum menganggap itu adalah hasil tulisan Rory. Dora mendesak Rory untuk mengirimkan naskah itu ke penerbit. Dora berkata : “jika kau tak maumelakukannya untukmu sendiri, maka lakukanlah demi aku”. Akhirnya Rorymengirimkan naskah salinan itu atas namanya sendiri ke penerbit. Naskah itumemang sangat indah, sehingga langsung mendapat apresiasi dari penerbit. Jauhdi sudut hati Rory, ada yang mempertanyakan naskah itu.

Rory menganggap tidak seorang pun yang tahu. HIngga padasuatu hari seorang laki-laki – tua, sebut saja Ben (Ben Arness) menjumpainya, dan ternyata Ben adalah pemiliknaskah itu. Rory terpukul. Meski beberapa hari setelah pertemuan itu, Ben meninggal dunia. Tapi, Ben telah menceritakan awal mula kisah adanya naskah itu. Disitulah inti dari cerita labirin ini, sebuah kisah tentang kekuatancinta dan kata-kata. Karena ini bagian inti, tidak akan saya ceritakan disini.Intinya tuh , ada satu cerita yang kemudian itu tertuang dalam sebuah kisah dinaskah kuno, kemudian disalin oleh seorang penulis muda dan semua kisah itusebenarnya adalah kisah dalam novel juga. Kisah dalam kisah yang didalamnya juga terdapat kisah. Bingung?? Kalo udah nonton, gak bakal bingung kok.hehe.

Beberapa point menarik di film ini , betapa plagiarism adalah suatu hal yang harus diwaspadai oleh penulis. Sekecil apapun itu dan dalam kondisi bagaimanapun itu. Seperti dalam kisah di film ini, penonton juga akandigiring untuk secara tidak langsung memaklumi plagiarism yang dilakukan olehRory. Tapi, bagaimanapun juga itu tidak tepat.

Point lain , tentang semangat menulis. Kadang memangkeinginan menerbitkan hasil tulisan sangat begitu menggoda kita yang gemarmenulis. Siapa yang tidak ingin punya buku?! Tapi mungkin tiap orang punya alasan berbeda kenapa mereka merasa harus menerbitkan buku. Ada yang memang sebagai salah satu obsesi, ada yang memaknai buku itu adalah eksistensi seorang penulis, ada juga yang memang kebetulan saja bukunya diterbitkan, dan hal-hal kasuistik lain.

Saya hanya teringat nasehat seorang senior : menulis dan menulis saja lah, tanpa pretense apapun, dimuat atau diterbitkan itu hanya bonus saja. Bahkan mungkin kita tak pernah benat-benar tahu apa itu "penulis", seperti kutipan dialog yang saya sematkan di awal tulisan ini. Tapi , lagi-lagi tiap orang itu berbeda. Adayang memang merasa buku itu kayak “prasasti” karya, sehingga ada target menerbitkan buku. Sampe bela-belain membayar penerbitan indie. Saya kadang bingung itu penerbitan indie atau percetakan buku? Sebelas dua belas. Bagisaya, semangat indie adalah semangat untuk mencounter penerbit mayor yang kadang hanya menurutkanpasar tanpa mempertimbangkan kualitas buku. Tapi tak jarang juga yang muncul buku-buku indie adalah pelampiasan narsis kita untuk bisa menerbitkan sebuahbuku. Tapi, apapun itu sah-sah saja. Bagi saya, semakin banyak buku, semakinbanyak yang membaca, semakin pintar kita..hehe.

Jadi, intinya, film The Words ini bagus untuk kita yang suka menulis dan tentusaja bagi yang suka nonton.hehe. Tadinyasaya nggak ngeh sama film ini. Lama banget nggak ditonton. Setelah ada sedikitluang waktu, saya tonton eh ternyata lumayan juga. Not bad lah, daripada nontondrama K-Pop.. Favorit saya adalah bagian yang menyiratkan pesan tentang cinta dan kekuatankata-kata. Meski tak pernah bercita-cita punya pasangan hidup seorang penulis,tapi ngliat film drama ini saya kayak ngrasa so sweet aja..hahaha.

Film ini santai, buat isi waktu luang lah, meski saya sebut labirin tapi ceritanya nggak ribet kok, . Ada beberapa minus dalam teknis dan alur cerita. Tapi lagi males kritik film. Kapan-kapan aja.hehe


19 April 2013
Sambil menunggu waktu yang tepat untuk pulang..hehe.
Title: The Words : Labirin Kisah & Plagiarisme (Sebuah Kisah Tentang Cinta dan Kekuatan Kata-Kata); Written by Shinta ar-djahrie; Rating: 5 dari 5

No comments: