Gerimis menipis, menghantarkan dingin di
relung-relung dini hari yang sunyi ini. Lima kursi kosong dihadapanku. Seperti
langit kosong yang absen ditemani purnama. Anganku bergumam, tak kurang dari
semester lagi, sunyi ini akan terpecah. Sekitar lima bulan lagi, kita mungkin
akan kembali merasakan riuhnya menit-menit menjelang Shubuh ditabuh. Ya, lima
bulan lagi, aktivitas sahur ini akan beramai-ramai dengan saudara muslim
sedunia.
Ada kerinduan yang tak mampu terbahasakan
kepada Ramadhan dan di dini hari tadi tiba-tiba terasa mencelos di hati. Kalau
ditanya, kenapa rindu? Ah, untuk sebuah rindu yang suci, kupikir tak butuh
sebuah alasan. Kerinduan ini sudah terlanjur tersangkut pada banyak hal disana.
Merindukan bulan Ramadhan, merindukan
semua hal tentang itu. Semuanya membuat rindu. Ibadah puasanya, kemuliaannya,
syahdunya, suasananya, pernak-perniknya, hingga budaya-budayanya bahkan segala
ironi serta tragedi yang mungkin terjadi. Tak ada yang dapat melebihi syahdunya
malam-malam di bulan Ramadhan. Tak
ada yang mampu mengalahkan kebahagiaan senja-senja Ramadhan.
Kalau di kampus, agenda mahasiswa yang lumayan
besar biasanya Ospek. Kalau di lingkungan RT/RW, mungkin tujuhbelasan. Di
acara-acara seperti itu, tingkat keterlibatan cukup tinggi. Bahkan kalau
menurut teman saya, Ospek itu agenda kolosal, meski tidak semuanya ikut, tapi
bahkan mahasiswa yang bukan aktivis juga terlibat sebagai panitia. Sama halnya dengan tujuhbelasan, meski
tentu tidak semuanya ikut, tapi tingkat keterlibatan masyarakat sangat besar.
Begitu juga di bulan Ramadhan. Kita tidak
susah untuk mendapatkan orang-orang yang saling mengingatkan dalam kebaikan.
Kita mudah untuk bertemu orang-orang di pusat ibadah. Semua bahagia ketika
Ramadhan, lepas dari masalah motif bahagia itu masing-masing. Semua menyambut,
semua terlibat dalam perayaan bulan suci ini. Semua merasa harus berbuat baik.
Apa lagi yang lebih indah dari sebuah lingkungan yang membuat kita selalu
teringat akan keMahaBesaran Tuhan??
Maka, ketika Ramadhan berlalu, ketika
seruan-seruan kebaikan tiba-tiba menghilang gema-nya, hati pun mulai terayapi
sunyi. Rindu manalagi yang lebih besar dari itu? Rindu pada sebuah masa yang
kita selalu diingatkan tentang kecintaan, kasih sayang, kedamaian, kerja keras,
dan hal-hal positif lainnya. Semua orang berusaha menahan hawa nafsunya.
Ramadhan itu hadiah luar biasa untuk umat
Islam. Kenapa hanya satu saja? Mungkin yang sedikit itulah yang kadang membuat
kita bisa sangat merindukannya.
Maka, upaya-upaya untuk menebus kerinduan
adalah mencoba meramadhankan hari dan hati kita.
Tuhan, jika boleh ku memohon, sampaikanlah nafasku untuk menghirup udara ramadhan tahun ini...Semoga.
Tuhan, jika boleh ku memohon, sampaikanlah nafasku untuk menghirup udara ramadhan tahun ini...Semoga.
15Rabiu Tsani 1433 H. Belum nengok
kalender lagi, berharap semoga 13-15 bulan depan juga jatuh pada hari setelah
senin atau kamis biar bisa puasa setengah pekan lagi.. ^-^
1 comment:
Terima kasih atas tulisannya. Belum dibaca padahal.
Post a Comment