Pages

Thursday, March 08, 2012

Hayya 'alal Falah

"inna lilmuttaqinna mafaza..." [78:31]

Sering kita memohon untuk diberikan umur panjang. Begitu berharganya usia, bergitu berharganya waktu sehingga kita memohonkan untuk berumur panjang. Kalau orang bilang "tua itu pasti, dewasa adalah pilihan" , tapi kalau kata saya "Tua itu belum pasti, Dewasa apalagi!!". Yeeah, adakah yang bisa menjamin kita akan benar-benar menjadi tua? Adakah nafas ini masih terasa di esok pagi ?! Tak ada waktu tersia ketika kita mengingat mati. Dan menurutku, waktu adalah guru yang paling bijak. Bagi pembelajar, semakin tersedia waktu berarti semakin banyak hal yang akan diketahui. Waktu adalah teman setia kita untuk berproses. Jika kita mau terus berproses, waktu akan membuat kita bertambah pengetahuan dan wawasan. Cara pandang kita semakin luas seiring bertambahnya waktu.

Waktu jua lah yang kemudian membuat ada perubahan dalam cara pandang ketika aku mendengar kata "menang". Saat kecil kita akan berkata menang ketika kita mendapatkan ranking satu, medali, atau apapun. Namun seiring waktu, kita mungkin akan semakin merasakan ternyata urusan menang itu bukanlah sekedar hasil, tapi proses. Kalau boleh mengutip Plato : "Menaklukan diri sendiri adalah kemenangan yang paling akbar.."

Hidup ini adalah kumpulan episode-episode yang terangkum indah dalam sebuah jalinan legenda. Tiap orang memiliki legenda hidupnya masing-masing. Episode-episode tersebut terurai sebagai ruas yang akan kita jalani dan membawa kita kepada dua konsekuensi : menang atau kalah!! Kemenangan yang komperehensif, dimana perlu Maha Juri yang Objektif, yang kemudian medali kemenangan atau kekalahan terkalungkan pada hati nurani.


Maka, di suatu senja kemarin, saya tertegun lama pada sebuah ayat yang dikutip pada awal tulisan ini. Inna lilmuttaqinna mafaza. Sesungguhnya, orang-orang yang bertaqwa mendapat kemenangan. Secara global, ayat pada surat an-naba itu akan merujuk pada sebuah kemenangan hakiki dan mengingatkan kita akan proses hidup yang akan terfollow-up di "keabadian" nanti.

Entah kenapa, saya agak mencelos saat teringat dan kembali membuka ayat tersebut. Ternyata betapa rapuhnya manusia untuk memahami semu atau abadinya sebuah kemenangan.

Mungkin kita semua disadari atau tidak juga pernah merasakan bagaimana kebahagiaan sebuah kemenangan yang sebenarnya. Ketika kita melakukan suatu hal atau menjalani proses dengan sebaik-baiknya proses,benar-benar sebaik-baiknya proses, hati nurani kita akan berkata "yeeaaah, aku menang!". Bukan menang atas sebuah pencapaian saja, tapi lebih dari itu. Ah, sungguh, saya saja sebenarnya tak bisa menuangkan itu ke dalam kata-kata. Ada kelegaan yang begitu terasa amat sangat, membuat kita tak ingin henti berucap syukur. Membuat kita benar-benar tak ingin beranjak dari sujud.

Semakin kita bertambah usia, saat kita akan melakukan sesuatu tentunya dengan pertimbangan. Menurut saya, kita perlu mengoptimalkan semua potensi rasa, rasio, norma, dan keyakinan. Rasa akan membuat kita mempertimbangkan "enak atau tidak enak" ketika melakukan sesuatu. Rasio akan membawa kita pada pemikiran "tepat atau tidak tepat".Norma akan membuat kita mempertimbangkan "pantas atau tidak pantas", semua itu akan membawa dan dikuatkan pada sebuah keyakinan "benar atau tidak benar"!!

Saat potensi rasa saja yang kita gunakan, maka sudut pandang kita kepada kebenaran adalah pada hal-hal yang enak saja. Saat potensi rasio saja yang kita gunakan, maka keputusan kita tak memiliki nilai empati, hanya berfokus pada keuntungan semata. Ketika norma saja yang kita pertimbangkan, maka kebenaran akan bersifat relatif, jadi plin-plan juga.

Nah, pertarungan semua potensi itulah ketika kita selalu merujukan pada nilai-nilai keyakinan, itu akan membawa sebuah kemenangan yang komperehensif. Kebenaran pada sebuah sistem keyakina bernilai mutlak, maka semua aspek rasa, rasio, dan norma otomatis akan terangkum semua didalamnya.


Dari situ, saya sedikit berkesimpulan. Ketika kita mendapat hasil menang , kita akan senang, tapi ketika kita membangun kemenangan itu pada setiap lini prosesnya, kita akan bahagia! Dalam pikiran saya, bahagia itu adalah beberapa tingkat diatas senang. 

Kemenangan akan kita raih ketika kita dalam ketaqwaan. Ketaatan yang merupakan bukti sebuah cinta hakiki. Maka, hayya ’alal falah.., marilah meraih kemenangan!!!

Kamis , 8 maret 2012, siaran siang.

#Hingga hari kamis, saya masih tak menyukai headline-headline yang ada! Selalu bikin males siaran siang.. Hemhh..semangat lah!! :D

#Ah, kenapa saya hingga menuangkan tulisan ini. Mungkin karena hari-hari terakhir ini saya sedang terjebak dalam malam-malam panjang yang membuat saya tak dapat berhenti memohon ampun dan berucap syukur. Seandainya bisa, saya ingin memenuhi malam dengan istighfar karena saya benar-benar merasa dalam ketakutan dan malu dihadapanNya. Saya tak dapat menahan gemetar melihat bagaimana luar biasanya bahaya fitnah dunia. Namun luapan jutaan syukur juga tertuang karena saya benar-benar merasa seperti terpeleset dipinggir jurang tajam, namun ada pelukan yang menarik saya hingga saya masih bisa berdiri tegak hingga detik ini dan tidak terjatuh. Luar biasa. Dan hati saya merasakan sebuah kemenangan. Kemenangan yang luar biasa saat kita mampu mengkomunikasikan semua yang terjadi ini dengan Sang Pemilik Hidup. 
Title: Hayya 'alal Falah; Written by Shinta ar-djahrie; Rating: 5 dari 5

No comments: