Teruntuk : mbak Endirah Ekaningrum
Bahkan rerintikan hujan di siang kali itu
masih bisa kuingat notasinya. Saat kumandang adzan Dhuhur sudah habis gemanya,
dan dengan baju basah kuyup saya muncul di sebuah rumah di komplek pangkah indah
nan meriah..:D. Karena dengan prediksi yang masih belum yakin bahwa akan hadir
atau tidak di perhelatan pernikahan mbak Eka, maka di dua pekan sebelum hari H
saya sempatkan menghabiskan waktu
bercengkarama di rumahnya. Kebetulan waktu itu juga ada acara mengisi training
di SMA Muh Tarub, jadi tak terlalu jauh (walaupun juga tidak dekat ya mbak?/J). Hingga senja hendak tenggelam, saya menghabiskan waktu untuk ngobrol
ngalor-ngidul-ngetan-ngulon dengan
mbak Eka. Tadinya sudah direncanakan akan menginap, tapi karena saya masih
dalam kondisi fisik yang belum fit dan tak membawa obat, maka pertemuan
dicukupkan pada obrolan berjam-jam itu. Obrolan cukup random tapi juga serius,
cerita tentang perjuangan mencari jodoh hingga buka rahasia warna kebaya.., hehehe.
Maka, saat ini, di hari dimana hampir habis
bulan maret, berarti hampir satu bulan usia pernikahan mbak Eka, saya ingin
merengkuh bahu beliau dan berucap : selamat mengawali episode baru, sayapmu
kini telah genap satu pasang, terbang lebih tinggi dan lebih kuatlah, mbak!
Pernikahan bukanlah sebuah tujuan, melainkan
sebuah kendaraan yang akan membantu kita untuk lebih mengoptimalkan diri meraih
tujuan hidup. *sokBijakNih.hehe*. Semua orang akan menikah kok. Jangankan
manusia, hewan dan tumbuhan juga diciptakan berpasang-pasangan. Yang membedakan
adalah peran dan tanggungjawab di muka bumi ini. Semua orang ingin menikah,
khususnya di usia-usia “unyu” alias usia produktif. Semua orang ingin, tapi
pada kondisi masing-masing tidak semua orang membutuhkan sepasang sayap untuk
terbang. Lebih tepatnya, belum semua orang membutuhkan. Maka, sebenarnya tidak
ada nikah muda atau nikah terlambat. Yang ada adalah waktu yang tepat untuk
menikah. *semoga ini bukan apologi.hehe*.
Menyimak kisah mbak Eka baik lewat lisan
ataupun tulisan, saya hanya bisa berkata “Barakallah”. Semoga proses yang indah
dilimpahi berkah oleh Yang Maha Kuasa. Puji Allah atas segala kisah yang engkau
lalui mbak. Memilih untuk melalui proses yang tak ternodai banyak nafsu dan
kesalahpahaman atas cinta. Proses yang tak membuat “Yusuf” terkoyak kain
punggungnya karena agresifitas “Zulaikha”. Proses yang tak menimbulkan banyak
fitnah hingga kabar dilafazkannya ikrar suci kalian menjadi berita bahagia
untuk semua orang, menjadi berkah bagi para handai-taulan. Itulah indahnya
pernikahan. Bukan sekedar menjadi sebuah bagian romantika cinta belaka, namun
sebuah keputusan yang harus juga diolah logika untuk menuai kebermanfaatan bagi
semua makhluk Tuhan.
Pasangan dengan beda usia cukup jauh?! What’s
d’problem? Bersyukurlah dengan segala limpahan syukur bahwa ternyata mbakku ini
ditakdirkan untuk bersanding dengan orang yang luar biasa, orang yang luar
biasa dapat mempertahankan kehormatannya dalam jangka waktu yang lumayan
panjang untuk banyak alasan yang positif. Bukankah laki-laki yang lebih
“senior” justru lebih matang karakternya? Bukankah para alim ulama juga banyak
yang menanggguhkan usia pernikahannya demi menuntut ilmu? Untuk alasan-alasan
yang mempertimbangkan kebermanfaatan yang lebih banyak untuk orang lain,
menikah di usia tak lagi muda, menurut saya bukanlah sebuah hal yang patut
dipermasalahkan. Betul bahwa ada faktor kesehatan lebih baik menikah di usia
muda, namun apakah tujuan pernikahan hanyalah semata-mata soal “jasmaniyah’? Lagipula
, suami dengan usia jauh lebih tua dari kita justru akan meringankan kita dalam
hal penyesuaian diri dengan ego laki-laki kan? ( Btw, saya sudah pernah
merasakan bagaimana harus memahami perasaan para lelaki-ku yaitu : ayah, kakak,
dan adik laki-laki. Bagaimana ketika seorang ayah bertengkar dengan anak
laki-lakinya, bagaimana egoisnya laki-laki di usia produktif, bagaimana
manjanya anak laki-laki. Menarik kok dunia “memahami laki-laki”.., sama
menariknya ketika juga berbicara all about wanita. ^_^. )
Menikah adalah keputusan. Pembinaan cinta
kasih ada setelah akad nikah, ketika belum nikah hanyalah sebuah upaya mengenal
dalam batas-batas yang sudah diatur. Itu beberapa quote yang pernah saya
dapatkan ketika dua bulan lalu saya pernah diskusi intensif tentang pernikahan
dengan beberapa orang ustadz(ah). Maka, pernikahan yang “barokah” dicapai
dengan proses-proses yang baik, kemudian pernikahan bukanlah untuk dua orang
insan manusia saja, tapi lebih penting bagaimana kemudian pernikahan itu
membawa keberkahan bagi lingkungan sekitar. Kalau di bahasa sosiologi :
pernikahan menjadi salah satu bagian rekayasa sosial keumatan. Hehe. Ya,
pernikahan yang barokah adalah pernikahan yang membawa sebuah lembaga rumah
tangga yang menghadirkan berkah. Rumah tangga yang dapat menjadi point plus
ditengah masyarakat. Lagi-lagi saya bilang : kebermanfaatan. Jadi, yang bahagia
bukan hanya sepasang manusia saja, tapi banyak orang yang dapat merasakan
berkah pernikahan tersebut.
Maka, sebenarnya yang ingin saya ungkapkan
adalah : ketika sayapmu dulu masih tak genap sepasang, kiprahmu sungguh luar
biasa. Dan logikanya ketika mendapat kekuatan kepakan sayap satu lagi, maka
semakin hebatlah kibasannya, semakin luaslah karya yang dapat dihasilkan. Jadi,
pernikahan bukan menjadi penghalang untuk terus berkarya dan bermanfaat bagi
ummat. Ide-ide besar akan semakin muncul dan terasah, karya-karya besar akan
lahir dari perempuan-perempuan kuat nan hebat. Seperti meminjam kata-kata seorang Yoyoh Yusroh bahwa :
Wanita hebat itu saat tangan kanannya menggoyang ayunan anaknya, tangan kirinya mengguncang dunia.
Saya
yakin, mbak eka adalah salah satu dari sekian wanita hebat yang pernah saya
kenal.
Akhirnya, saya juga mengucapkan terimakasih atas
untai kisah yang kau jalani dan bagi hingga kami bisa mengambil hikmah. Kami
yang masih hanya bisa pada tataran teoritis, sekali lagi mendapat pelajaran
empiris dari kisahmu yang indah.
Selamat atas pernikahannya, maaf atas
ketidakhadiran raga ini pada saat hari pernikahanmu, dan terimakasih atas
segala berbagi kisah yang bermakna. Semoga Allah selalu memeluk kita semua
dalam limpahan kasih sayangNya.
Purwokerto,
25 maret 2012, di kamar kos yang didomiasi warna hijau, pukul 5:50pm menjelang
berakhirnya senja. Tapi bagi saya, kadang senja sebatas bagian dari perjalanan,
karena di sisi belahan bumi lain toh matahari justru baru muncul. Bumi ini
bundar dan berputar, jendral! ^-^
#Tulisan
yang sebenarnya udah ditulis agak lama, tapi baru coba dirapihkan sekarang,
walau hasilnya belum cukup rapih juga..
#kado tulisan ini mungkin sekedar apologi
bahwa tak ada kado berharga yang dapat kukirimkan..., maklum anak kos..hehe.
#saya juga masih punya utang tulisan sebagai
“kado ultah” bwt mas Feb, tapi belum sempat diupload. Ada juga request tulisan
tematik dari beberapa teman. Ah, pada akhirnya tulisan bukan sekedar menguntai
tinta dalam rangkai aksara, tapi ada proses komunikasi disana..hehe. Tapi,
setelah ini mau nulis berita dulu buat di web.:p
No comments:
Post a Comment