Terkadang, aku
berfikir bahwa manusia bisa lebih bodoh daripada sebuah kacamata. Ya, kacamata,
alat bantu melihat yang salah satu produknya sedang aku gunakan saat ini.
Sepasang lensa yang terekat oleh nylon dan kontruksi bingkai setengah. Belum
lama kukenakan kacamata ini, sekitar 1,5 tahun yang lalu. Alat bantu yang
awalnya sering membuat mata terasa pegal. Kalau tak ingat peristiwa kecelakaan
motor di akhir tahun 2009 lalu, mungkin aku masih enggan untuk membiarkan
sepasang lensa ini nangkring menyamarkan garis kelopak mataku yang konon
katanya mirip dengan almarhum ayah. Selain karena masih merasa sayang membuang
uang untuk contact lens, gangguan
pada retina membuat aku terpaksa memasrahkan diri untuk berbagi fungsi
penglihatan dengan kacamata ini.
Dengan perkembangan
kreatifitas yang luar biasa di dunia industri kacamata, kini keberadaannya juga
bukan sekedar berfungsi sebagai alat bantu penglihatan saja tetapi juga bagian
dari trend fashion. Modelnya sekarang
beraneka ragam, ada yang bingkai penuh,bingkai setengah dari yang model nylon cord frame dengan pengunci sampai ballgri mounting yang dengan baut. Ada
pula yang konstruksi tanpa bingkai dengan variasi rimless mounting yang
lensanya ditahan dengan baut di bagian nasal dan temporal, dan ada juga phantom yang rangkaiannya merupakan satu
unit yang tidak terpisah.
Sama halnya dengan
kacamata, walaupun bukan sebuah alat, manusia juga memiliki fungsi. Saya
teringat sebuah obrolan ringan dengan seorang teman beberapa hari yang lalu.
Kita saling menukar kata dan frasa mengurai beberapa kesah pekerjaan masing-masing.
Tanpa canggung ia berkisah beberapa partner kerjanya lebih cenderung untuk
melakukan tugas daripada fungsinya. Mereka bertugas dengan baik tetapi ternyata
belum berfungsi dengan optimal. Misalnya beberapa petugas yang bekerja setiap ada komando saja, jadi seperti robot yang
didikte untuk melakukan tugas A,B,C, dan seterusnya. Ketika tugas A selesai
maka ia menunggu diberi tugas B.
Sebagai sebuah bentuk empati ,maka saya turut pula berbagi kisah. Sebagai orang yang salah satu pekerjaannya bertanggungjawab atas pengelolaan sebuah radio atau dalam bahasa kerennya as station manager , tentunya setting lapak yang saya ceritakan berbeda dengannya. Tanggung jawab saya bukan hanya sekedar membuat radio on tapi bagaimana kemudian radio tersebut memiliki kebermanfaatan pada masyarakat sekitarnya. Saya merasa perlu bekerja keras dalam pembenahan program yang saat ini sedang gencar-gencarnya digarap. Terkadang saya rela untuk lembur untuk benar-benar mengerjakan editan sebuah audio project yang kadang gelombang keritingnya itu juga nular bikin otak saya ikut-ikutan keriting. Dan itu semua tanpa komando.
Kalau dipikir-pikir,
orang-orang dengan tipe seperti partner kerja teman saya itu jumlahnya cukup banyak.
Tipe seperti ini biasanya ada pada pegawai, yang ruang kerjanya hanya sebatas
melakukan pekerjaan sesuai komando. Boro-boro
kita bicara passion, orang-orang
yang bekerja seperti itu kebanyakan hanya berfikir sekedar untuk menggugurkan
kewajiban saja dan profesi dicari sekedar untuk mengumpulkan lembar demi lembar
rupiah.
Sedikit
mengembangkan topik obrolan, kasus bekerja tanpa berfungsi ini mungkin juga
yang terjadi pada para tuan dan puan , the
honourable yang duduk di kursi pemerintahan atau anggota dewan. Status
pekerjaan mereka melekat gagah, tapi fungsi dari profesi mereka masih banyak
mendapatkan tanda tanya. Jika ditarik sebuah garis , sikap seperti ini
dipengaruhi faktor habit yang
dibangun oleh dunia pendidikan. Contoh mudah, peserta pendidikan tinggi alias
mahasiswa, mereka di kampusnya dilatih untuk mengerjakan tugas, mengumpulkan
laporan, dan mendapat nilai. Mereka lupa akan fungsi dari seorang pelajar di
sebuah jenjang pendidikan tinggi. Tak sedikit dilayangkan kabar mengenai
rendahnya budaya penelitian di Indonesia, terutama di universitas-universitas
yang seharusnya menjadi tulang punggung penelitian di Indonesia. Fungsi untuk turut
serta dalam pencerdasan masyarakat belum bisa dijalankan oleh perguruan tinggi.
Mereka baru dapat mengerjakan tugas-tugas penyelenggaraan pendidikan. Sama
halnya dengan para pejabat pemerintah, mereka melakukan tugas secara rutin tiap hari, tapi sekedar untuk menggugurkan
kewajiban. Fungsi yang dibebankan pada peran jabatan mereka belum dapat
terlihat.
Setiap kita
mengawali sebuah pekerjaan biasanya kita diminta memahami tupoksi alias tugas
pokok dan fungsi. Begitu pula dengan hidup. Dengan perannya masing-masing,
manusia memiliki tugas dan fungsi yang perlu dipahami.
*TulisanBelumSelesai.. :D
No comments:
Post a Comment