Mungkin seperti itu
pula gambaran yang sedang terjadi di Kabupaten Banyumas dengan drama yang
sedang diputar beberapa waktu belakangan. Beberapa konflik dramatik yang sedang
hangat yaitu mengenai dana banpol serta penangguhan pencairan dana representasi
(gaji). Entah kenapa, konfliknya seputar masalah “uang”. Para pemegang aspirasi
rakyat itu terlihat kekeuh untuk
meributkan masalah dana. Banpol PDIP yang tak bisa dianggarkan membuat para
kader partai berlambang moncong putih itu geram. Sementara itu keributan lain
juga terjadi karena adanya penangguhan gaji DPRD bulan September.
Keributan-keributan itu hingga mengundang pemprov untuk mengadakan mediasi,
meredamkan api konflik diantara bupati sebagai lembaga eksekutif dan pimpinan
dewan sebagai lembaga legislatif.
Ada yang menarik untuk diamati dalam drama politik ini. Ibarat anak kecil yang bertikai kemudian harus menunggu ada mediator untuk kemudian kembali bersalaman dan berbaikan. Drama ini pasti berakibat pada kinerja pemerintahan. Tercatat bahwa ada beberapa agenda tertunda seperti pengesahan RAPBDP 2011 yang tentu saja berimbas pada beberapa program kerja yang sudah tersusun. Konflik-konflik politik yang tidak produktif seperti itu tentu saja membuat tanda tanya pada pola komunikasi politik yang dibangun antara kedua lembaga ini.
Galnoor (1980)
mengungkapkan definisi komunikasi politik sebagai suatu kombinasi dari berbagai
interaksi sosial dimana informasi yang berkaitan dengan usaha bersama dan
hubungan kekuasaan dalam peredarannya.
Komunikasi politik tentu saja bukan sebatas pada bagaimana pimpinan
pemerintahan menyampaikan pesan dihadapan publik. Namun perlu juga membangun
pola komunikasi antara unsur pemerintahan supaya aspirasi masyarakat yang
terwakilkan pada pundak mereka menjadi sebuah sistem yang berjalan dengan baik.
Pola komunikasi
yang buruk antar lembaga pemerintahan hanya akan memunculkan konflik tak produktif
. Untuk mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance) , ada bebrapa prinsip dasar yang perlu
diperhatikan, beberapa diantaranya yaitu prinsip kepastian hukum dan
profesionalitas. Prinsip kepastian hukum menghendaki agar penyelenggaraan
pemerintahan harus didasarkan pada hukum dan peraturan perundang-undangan, asas
kepatuhan dan keadilan. Sedangkan prinsip profesionalitas dalam konteks ini
adalah mengutamakan keahlian berlandaskan kompetensi, kode etik dan peraturan
perundang-undangan.
Sikap
kekeuh FPDIP yang menyatakan bahwa
Bupati melakukan deparpolisasi dengan keputusan tidak bisa dianggarkannya Banpol
merupakan salah satu contoh hal yang tidak menyiratkan adanya kepastian hukum
dan profesionalitas. Begitu pula dengan tindakan Bupati atas “penyanderaan”
gaji anggota dewan bulan September. Entah apakah, saling ngototnya mereka
tentang tata aturan Banpol karena ketidaktahuan pada peraturan
perundang-undangan, atau memang sebuah sikap yang tidak menunjukan sebuah
kedewasaan. Begitu pula dengan penangguhan pemberian dana insentif (gaji) DPRD
bulan september. Ketika itu menjadi sebuah ekspresi kemarahan Bupati, itu tidak
dapat dibenarkan, jauh dari kode etik yang kemudian melacurkan prinsip
profesionalitas untuk mencapai good
governance. Atau kalaupun memang itu adalah sebuah permasalahan teknis -karena DPRD bukan PNS dan beberapa kendala
teknis sehingga terlambat dicairkan- maka ada sebuah kerancuan komunikasi,
ketidakpedulian seorang pimpinan daerah akan pentingnya komunikasi untuk
menjelaskan dengan lebih jelas baik kepada anggota dewan ataupun masyarakat.
Justru akhirnya didahului oleh opini-opini yang tidak jelas. Dalam bahasa
anak-anak ABG, sikap mereka adalah sikap yang geje (gak jelas). Pemerintahan yang baik tentu saja bukan pemerintahan yang
geje. Perkara-perkara sepele yang
hanya menguatkan otot ego membuat para penyelenggara pemerintahan nampak childist dihadapan masyarakat.
Pendewasaan
sikap serta perbaikan pola komunikasi antar lembaga penyelenggara pemerintahan
merupakan sebuah PR besar yang tidak sepele bagi Bupati Banyumas dan DPRD
Kabupaten Banyumas pada khususnya, serta para penyelenggara pimpinan daerah
pada umumnya. Hanya dengan sebuah kedewasaan politik, pola komunikasi yang
baik, sehingga penerapan prinsip-prinsip dalam penyelenggaraan pemerintahan
dapat terlaksana dan mampu mewujudkan good
governance.
Shinta arDjahrie
Manager Radio Mafaza Purwokerto, mantan aktivis HMI
Purwokerto..
Domisili Purwokerto, Banyumas.
No comments:
Post a Comment