Pages

Sunday, June 09, 2013

MARWAH



“…Karena kita tak pernah tahu makna sebenar-benarnya dibalik sebuah tawa ataupun tangis. Bisa berarti bahagia, haru, atau justru malu. Maka menjadi riskan ketika tangisan menjadi tontonan. Ada marwah yang perlu kita jaga pada tiap orang….”

Era teknologi informasi saat ini membuat kita tak susah untuk mengikuti perkembangan berita atau peristiwa yang terjadi . Segala macam bentuk informasi. Dalam lingkup regional hingga internasional. Jarak beribu-ribu kilometer sudah bukan menjadi penghalang untuk mengetahui update informasi terbaru. Baik melalui tayangan visual di televisi hingga berita yang berupa kicauan. Semua ramai dan meramaikan.

Tempo hari dunia hiburan masyarakat kita disibukkan oleh sosok Eyang Subur dengan segala pro kontra dan problematika yang terjadi. Tak bisa dipungkiri beberapa hal privasi juga terkuak di layar kaca , menjadi tontonan masyarakat, bahkan lembaga MUI hingga turun tangan. Silih berganti hari, kemunculan seorang bocah remaja dari sebuah desa di Banyumas juga mewarnai media massa di Indonesia. Dialah Tasripin. Sempat menjadi “selebritis” yang mewarnai program-program acara news sampai hiburan. Berganti hari dan pekan, meninggalnya seorang da’I menggantikan posisi “headline” pemberitaan baik di program news maupun hiburan. Lagi-lagi media membuat kita kebanjiran informasi yang juga mengusik hal privasi sang almarhum.


Miris ketika kita melihat bahwa pada akhirnya di dunia media pemberitaan dan hiburan, semua menjadi “sah” ketika dapat dijual dan menggaet rating. 

Adakah kita lupa bahwa setiap orang memiliki marwah untuk tidak menjadi perbincangan khalayak. Pernahkah berpikir efek apa yang akan diterima oleh seorang Tasripin di usia-usia mendatang? Bahwa kepapa-annya pernah menjadi tontonan ratusan juta masyarakat. Sementara awak media berbangga hasil karyanya menjadi headline dan bahkan menggelitik tokoh penguasa, lalu apa yang menjadi kebanggan seorang Tasripin dan keluarganya? Apakah diperhatikan presiden karena kemiskinan menjadi sebuah hal yang membanggakan? Apakah ketika sebuah kesedihan keluarga atas kematian menjadi sebuah hal yang “menghibur”?

Media telah membuat kita mengaburluluhkan urusan-urusan yang tadinya bersifat privasi menjadi konsumsi publik. Anehnya, kita justru senang menikmatinya.  Tangisan itu bukan tontonan. Penderitaan bukanlah bulan-bulanan media. Begitu juga dengan apa yang dilakukan oleh orang-orang yang ada di lembaga sosial. Menjadi tanggungjawab kita untuk menjaga marwah dari setiap penerima manfaat. Mereka yang menerima, memberi, semua pada posisi yang sama, dan kita adalah jembatan kasih antar sesama. Semoga. 
Title: MARWAH; Written by Shinta ar-djahrie; Rating: 5 dari 5

No comments: