Pages

Sunday, June 09, 2013

Makelar Doa

#catatanRingan

Sudah tak asing bagi orang yang bekerja di lembaga sosial penghimpun dan, di kesehariannya bergulat dengan aktivitas yang ada kaitannya dengan doa dan mendoakan. Bahkan redaksional doa itu sudah tercantum dalam SOP (standart operational procedure) dan sudah harus hafal di luar kepala, terlebih khusus bagi teman-teman yang bertugas di meja pelayanan. Doa sudah menjadi salah satu fasilitas dan bentuk service  bagi para pemberi dana. Bahkan di beberapa obrolan santai, kami menyebut aktivitas ini sebagai bagian kerja makelar doa. Dan memang fakta yang kami temui, banyak orang yang senang sekali minta didoakan. Tak jarang ada request-request doa, entah itu yang mau ujian, mau nikah, mau punya anak, mau umroh, mau punya mantu, minta didoakan untuk kerabat yang sudah meninggal, dan lain-lain. Kami tak jarang memiliki kisah-kisah unik tentang para peminta doa itu. Sekali lagi, saya menekankan saking seringnya, hal-hal ini kadang jadi terasa sangat biasa untuk  dilakukan.

Jujur, saya memang kadang menghindar untuk melayani langsung donatur dan “mengobral doa”. Kadang-kadang saja jika terjebak ada di kantor sampai petang, dan ada donatur yang “kesorean”, maka mau tidak mau saya harus melayani. Kadang saya mengelak dengan alasan agak songong , bahwa itu kan tugas teman-teman bagian pelayanan. Sedangkan kemunculan saya diperlukan hanya ketika harus menyusun konsep, menggarap media dan melakukan lobi-lobi saja. Meski teknik lobbying lembaga filantropi ujung-ujungnya juga pasti ada obral doa juga. Itu tidak salah kok. Hanya saja bagi saya, pekerjaan yang berurusan dengan hati dan Tuhan urusannya sangat begitu komplek.


Maka saya cukup tertarik ketika di suatu malam kemarin, mendapat kisah tentang orang yang tidak mau minta didoakan. Saat itu saya sedang dalam forum ngobrol santai setelah setengah hari blusukan ke desa. Teman saya itu seorang “senior” yang juga berkecimpung di dunia filantropi. Ia mengisahkan sebuah obrolan yang terjadi di sebuah forum semacam syukuran orang yang mau berangkat umroh.

“ siapa yang minta didoakan supaya bisa berangkat umroh?” | (semua mengangkat tangan, kecuali satu orang) | bapak tidak mau didoakan? | kalo  masalah berangkat umroh, itu udah diatur sama Allah, ngapain minta-minta didoakan supaya berangkat?! |

Terdengar songong, memang. Tapi, uraian alasan tentang kenapa dia tidak minta-minta didoakan itulah yang kemudian bagi saya menarik. Terlebih ketika ditarik dengan konteks “jual-beli doa” yang juga menjadi salah satu metode fundraising yang cukup ampuh. Bahwa kita perlu memahami bagaimana kemudian doa menjadi sebuah mekanisme komunikasi dengan Sang Pencipta. Doa yang kita utarakan, dalam hati dan lisan, akan ditampa oleh semesta untuk bisa digemakan hingga sampai padaNya. Doa terkait erat dengan kebeningan hati, kejernihan jiwa pemanjat dan pemintanya. Maksudnya, meski kita meminta-minta orang suci untuk mendoakan, namun hati kita belum cukup bening menerima, maka jawaban doa pun akan terpantul-pantul saja. 

Ya, kita mungkin tak asing dengan kata-kata “keajaiban sedekah”, sehingga jamak terjadi ketika orang ingin bersedekah ada “pamrih” yang coba ditunaikan. Itu tidak salah memang. Tapi , menarik ketika teman saya bilang bahwa : sedekah atau tidak sedekah, Allah punya kuasa tersendiri untuk mewujudkan hajat kita. Persepsi kita adalah masih pada sebab akibat, sedangkan Allah itu Irodat. Aku sebut dengan : “kausalitas itu memang kebenaran, tapi kehendak adalah hal yang bersifat mutlak”. Jadi ketika kita bersedekah biar cepet ketemu jodoh mungkin itu tidak salah, tapi ketika kita “menuntut” kehendak Allah dengan “sogokan” sedekah, itulah yang fatal. Mau dipercepat atau diperlambat jodoh/hajat kita, itu kuasa Allah, bukan karena banyak atau sedikitnya sedekah yang kita tunaikan. Bahasa sederhana lainnya mungkin, sedekah lah dengan ikhlas.

Ikhlas adalah proses. Ya, memang betul. Tapi, sedekah dalam alur kausalitas yang berhubungan dengan kehendak Allah, menurut saya itu sudah masuk ke ranah keyakinan. Bagaimana kemudian kita meyakini atas kemutlakan kehendakNya. Sementara segala yang kita usahakan, yang kita upayakan tak lebih adalah sebagai sebuah ibadah, sebuah wujud penghambaan kita kepada Allah semata.

Maka, tugas berat bagi kami para “makelar doa”  ini untuk bisa secara perlahan mendampingi proses ikhlas para penggenggam harta itu. Entahlah. 

Purwokerto,  7 Juni 2013
Title: Makelar Doa; Written by Shinta ar-djahrie; Rating: 5 dari 5

No comments: