Pages

Thursday, May 03, 2012

LAPAR

#CJR

“Duri yang terdapat di perut manusia itu membuatnya tidak pernah merasa kenyang, tenang dan tenteram. Kita (pipit) mengenal kenyang, tetapi manusia hanya mengenal lapar.”
― Taufiq El Hakim

Sependek ingatan saya pada ilmu biologi,  definisi sederhana tentang lapar ialah kondisi dimana sistem organ tubuh mulai kekurangan suplai energi dan unsur-unsur yang terkandung dalam makanan. Dalam kondisi seperti  itu, simpul-simpul saraf  menyampaikan kepada otak bahwa sistem organ tubuh mulai berjalan lemah, kemudian memberi reaksi yang salah satunya kita rasakan misal ada bunyi “aneh” dari perut yang kosong, kemudian bagi beberapa orang dengan kondisi tertentu lapar bisa memunculkan pusing, konsentrasi mulai terganggu, penglihatan terganggu, kalau sudah mulai parah beberapa sistem kemudian beristirahat alias kita pingsan. Kondisi-kondisi ini akan lebih terasa ketika aktivitas atau tugas tubuh terus berjalan sementara untuk menjalankan organ-organ tubuh bahan bakarnya mulai menipis. Jadi sebenarnya tidak masalah tuh kalau ada orang yang mogok makan tapi tidak beraktivitas apa-apa. hehe. Aksi mogok makan bukanlah aksi menyiksa diri tapi sebuah simbol tentang pemenuhan hak-hak dasar yang terbelenggu.

Saat kecil saya pernah bingung, kenapa makan itu harus tiga kali di pagi, siang, dan malam. Makan tiga kali itu seperti sebuah kebiasaan yang ditanamkan sedari kecil kemudian menjadi sugesti tersendiri yang membuat kita otomatis merasa lapar di ketiga waktu makan itu. Jadi, lapar itu akhirnya menjadi sebuah reaksi kebiasaan saja karena kita sudah tersugesti untuk makan tiga kali sehari. Lapar akhirnya bukan kebutuhan biologis semata tapi juga pemenuhan kebutuhan jiwa…#semacamSokFilosofis..hehe.

Dalam ajaran Islam dikenal sebuah anjuran untuk “makanlah sebelum lapar, berhentilah sebelum kenyang..”. Sekali lagi, anjuran itu juga membuat saya bingung saat kecil dulu. Bagaimana kita bisa mengerti bahwa kita itu belum lapar atau kita sudah kenyang. Katanya kalau kenyang itu biasanya ditandai dengan sendawa. Tapi masuk angin kan bisa muncul sendawa juga, bukan? Sebenarnya rasa lapar itu seperti apa? Apakah sekedar ditandai bunyi  “krucuk-krucuk” atau bahasanya tuh perut kita keroncongan. [ Eh, sedikit OOT (out of topic), sebuah hal yang menarik juga lho kalau perut lapar ternyata disebut keroncongan atau berbunyi “krucuk-krucuk”. Ini salah satu sisi menarik dari bahasa, ada berbagai hal  seperti bunyi yang dibahasakan dan itu dengan persepsi pendengaran yang berbeda-beda. Kenapa bunyi ayam dibahasakan menjadi “kukuruyuk”, bunyi kucing itu “meeong”, bunyi pintu diketuk itu “tok..tok..tok”. Kenapa bunyi tembakan di Indonesia dibahasakan “dor..dor..dor” di luar negeri ada yang menyebutnya “bang..bang..bang”, dan bunyi-bunyi lain yang menjadi menarik ketika itu diinterpretasikan melalui bahasa. Oke, dan..saya sudah ngelantur..:D]


Kembali ke masalah lapar.  Maka anjuran mengenai “makanlah sebelum lapar….” menurut saya bukan anjuran yang bersifat teknis tapi ada makna implisit yaitu mengenai pengendalian diri. Anjuran itu adalah supaya kita mengerti makan sebagai sebuah kebutuhan, bukan keinginan. Ini anjuran supaya kita bisa belajar mengetahui kondisi kebutuhan tubuh. Manusia itu memiliki unsur jasmani dan rohani. Dengan senantiasa mengendalikan kondisi rohani, akal dapat digunakan dengan jernih kemudian bisa dengan tepat memahami sinyal lapar yang diterima apakah sebuah kebutuhan atau keinginan. Contoh sederhana, ketika rohaninya agak kurang terkontrol, melihat makanan yang terlihat enak langsung lapar dan ingin melahapnya. Apa yang kita masukan dalam tubuh kadang-kadang bukanlah sebuah hal yang kita butuhkan, tapi sekedar hal-hal yang kita inginkan yang itu sebenarnya akan sebagai bagian dari siklus sekresi saja. Kita makan banyak, dicerna, kalau yang masuk adalah hal-hal yang tidak dibutuhkan makan hanya akan dieliminasi, membusuk, jadi kotoran…yang kemudian kita kenal dengan “eek”.

Belajar dari lapar juga membuat kita belajar untuk berempati. Rasa lapar memiliki kecenderungan negatif dan kesan sebagai sebuah kondisi tidak enak. Maka bagaimana kita bisa memahami kondisi orang-orang yang memiliki keterbatasan untuk memenuhi kebutuhan pokok tubuhnya. Orang yang untuk membeli nasi harus berpikir seribu kali, sementara kita terkadang santai aja untuk memenuhi keinginan makan. Kita bisa makan tiga kali sehari, ada saudara kita yang bisa makan sehari sekali saja sudah sangat bersyukur. Mengingat itu semua berarti kita harus benar-benar bersyukur. Syukur bukan hanya sekedar ucapan saja tetapi dilakukan dengan perbuatan. Syukur adalah ketika kita mampu mengoptimalkan apa yang kita miliki dengan sebaik-baiknya. Ketika kita makan, makanan kita menjadi energi dan energy kita digunakan untuk hal-hal yang positif. Itu adalah salah satu cara kita bersyukur. Energi yang kita miliki digunakan untuk melakukan hal yang tidak banyak memiliki unsur kesia-siaan. Jadi kalau energi kita dihabiskan hanya untuk jalan-jalan, duduk-duduk, ngerumpi, update status galau, ngecengin , ngegosip, mikirin hal-hal yang tidak perlu, dsb, maka itu sebuah indikasi bahwa kita tidak bersyukur. Bahasa sederhananya : “dasar manusia kagak tau terimakasih, udeh dikasih makan sama Tuhan, makanannya jadi energy, eh energinya  dipake cuma buat ngegosip doang

Ini juga yang dimaksud dengan makanan yang berkah. Keberkahan makanan bisa terlihat ketika apa yang kita makan kemudian terolah menjadi hal-hal yang positif dan bermanfaat. Jadi kita makan bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi diniatkan untuk dapat menjadi support melakukan aktifitas positif. Maka sebelum kita makan kita dianjurkan berdoa supaya makanan yang kita makan berkandung keberkahan.

Ketika makan menjadi sebuah kebutuhan, maka makan itu bukan sebatas kenyang melainkan dapat menjadi keberkahan. Meski sedikit yang penting berkah. Misal bagi seorang ayah, dengan makan, ia akan memiliki tenaga untuk bekerja dan mencari nafkah untuk keluarga. Bukan hidup untuk makan tapi makan untuk hidup. Bukan kerja untuk sesuap nasi tapi sesuap nasi untuk dapat bekerja. Dengan makan, tubuh kuat, kita punya kesempatan lebih besar untuk berbuat banyak hal bermanfaat dan itu bagian dari ibadah, dan itu adalah hakikat tujuan kita diciptakan.

Makanan yang berkah membuat orang-orang yang memakannya terhindar untuk melakukan hal-hal negatif. Maka korupsi bisa menjadi sebuah kebiasaan yang mendarah daging, karena para koruptor itu juga memakan makanan yang tidak berkah, yaitu dari hasil korupsi. Penjahat akan terus menjadi penjahat karena setiap memasukan makanan ia tidak berdoa akan sebuah keberkahan, yang penting kenyang. Kita akan menjadi budak nafsu saja.

Maka lebih luas lagi, keberkahan itu akan didapat ketika makanan yang kita makan adalah makanan yang halal dan baik. Pastikan apa yang kita makan sumbernya jelas benar dan baik. Hal-hal yang tidak baik jangan kita makan. Maka tak heran jika ada istilah “you are what you eat” ,  kamu adalah apa yang kamu makan, orang bisa dilihat dari apa yang ia makan dan minum.

Kalau masalah bisa makan, penjahat pun setiap hari bisa makan. Allah itu member rizki pada semua manusia termasuk makanan. Tiap orang dengan jatah rezeki masing-masing, tinggal kita yang menentukan pengelolaannya. Hidup bukan untuk mencapai nominal harta sebanyak-banyaknya, namun bagaimana mengelola harta supaya memiliki nilai kebermanfaatan. Meski sedikit yang penting berkah, jadi kalau jumlahnya banyak berarti berkahnya semakin banyak pula. Sedikit atau banyak itu sebatas ukuran saja,  Allah punya alat ukur yang lebih valid disbanding timbangan manapun yang ada di dunia ini.

Oke, sementara sampai disini saja ocehan saya tentang lapar. FYI, ocehan ini menjadi bagian dari #CJR alias “Catatan Jelang Ramadhan” yang coba saya rutinkan untuk countdown menyambut Ramadhan tahun ini. #CJR ini isinya hanya catatan ringan, pemikiran-pemikiran saya yang sangat sederhana dan kadang “nyleneh”, dan coba ditulis setiap jelang atau pasca sahur atau buka di ibadah-ibadah shaum sunnah menjelang Ramadhan. Sebentar lagi lho Ramadhan datang, insya Allah. Di masjid saja sudah mulai hangat mempersiapkan agenda-agenda Ramadhan. Mungkin kita sering berkata “wah..cepat sekali ya, nggak kerasa udah ramadhan lagi”. Nah, hal-hal yang “nggak kerasa” dan terkesan berjalan cepat itu kita coba resapi supaya tidak melintas begitu saja. Kita maknai setiap detik menjelang ramadhan.

Semoga lapar bukan hanya menjadi sebuah ritual tetapi sebuah siklus biologis yang mampu kita maknai. Apa yang tertelan jangan sekedar terbuang, namun penuhi dengan nilai-nilai kebermanfaatan. Semoga.

“Wahai manusia! Makanlah yang halal dan baik dari makanan yang ada di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, sungguh setan itu musuh yang nyata bagimu (QS 2:168)”

Senin, 30 April 2012,8  jumadil akhir,  81 hari menjelang Ramadhan 1433.., kawasan Madrani-Purwokerto , membuka jendela pagi sayu nan syahdu dihiasi tarian hujan. selamat senin.. :)



#ada yang nanya tentang “SSM”, saya lupa ID dan password blog-nya jadi nggak ter-update, tapi aktivitas menulis setiap pagi insya Allah masih terus jalan walaupun tidak diposting. Selain itu, beberapa hari yang lalu ada sedikit gangguan pada netbook yang membuat beberapa file memang hilang. Lagipula,akhir-akhir ini memang sedang lumayan disibukkan oleh beberapa aktivitas lain.Karena alasan ini pula, masih terhenti menulis review buku dan film-nya.  Mari menulis, mari berbagi… sharing is caring.. ;)
Title: LAPAR; Written by Shinta ar-djahrie; Rating: 5 dari 5

No comments: