Pages

Saturday, November 12, 2011

Letters To God

Mereka adalah yang telah dipilih Tuhan untuk menjadi pejuang. Mereka yang hatinya telah terpilih. Mereka yang tetap memperjuangkan kehidupan orang lain walaupun hanya melalui doa.

Doa adalah prosa yang paling indah. Setidaknya itu yang akan kita ungkapkan apabila mengetahui bait doa-doa yang tiap orang sebutkan. Dan tiap orang memiliki cara masing-masing untuk mengungkapkan doanya. Dalam pemahaman seorang anak usia 13 tahun, doanya akan bekerja ketika ia menuliskannya dalam sebuah surat.

Tyler, itu nama anak muda tersebut. Tyler lah yang kerap kali membuat tukang pos menjadi bingung karena menuliskan surat dengan alamat tujuan , to: God, kepada Tuhan. Kemana kita akan menyampaikan surat beralamatkan Tuhan? Setidaknya itu yang menjadi kebingungan bagi Barry, seorang tukang pos muda yang baru saja keluar dari penjara dan juga sedang memiliki masalah besar dengan anak dan istrinya.

Sementara Maddy, ibunda Tyler, adalah sosok wanita yang tangguh. Setelah ditinggal mati suaminya, ia harus mengasuh dua putranya plus dengan kondisi Tyler-si bungsu yang “hampir sekarat” karena penyakir kanker otak yang diidapnya. Seorang supermom yang untungnya juga memiliki seorang supermom juga. Nenek Tyler adalah sosok nenek dan ibu yang selalu siap turun tangan untuk membantu keperluan anak dan cucu-cucunya.


Sementara Tyler sendiri, ditengah penyakit yang menyeramkan itu, adalah seorang anak dengan pembawaan ceria dan penuh semangat. Dia memiliki sahabat yang sama ceria-nya, yaitu Sam, cewek tomboy yang selalu menjadi penghibur Tyler disaat sendiri.

Apa sih yang kita bayangkan ketika tahu bahwa usia kita tinggal sebentar lagi? Bahkan untuk melakukan sesuatu kita masih terlalu lemah. Tyler mengajarkan kita akan sebuah keyakinan. Yakin akan adanya tangan Tuhan yang bekerja dengan cara yang tak pernah kita duga. Mungkin terlihat bodoh ketika Tyler dengan rutin menuliskan surat untuk Tuhan yang ia titipkan pada tukang pos. Isi surat itu adalah harapan-harapan dia terhadap orang-orang disekelillingnya. Ia meminta Tuhan untuk memberikan hal-hal yang terbaik untuk, Sam, Alex, Mama-nya, kakak laki-lakinya, neneknya, tetangga-tetangganya, hingga tukang pos yang telah membantunya mengantarkan surat-suratnya. Tyler dengan detail mengungkapkan keinginan serta pengungkapan cintanya kepada orang-orang yang ada di sekitarnya.

Dengan segala adegan yang menyentuh, kita akan larut dalam kisah Tyler ini. Di awal-awal memang agak datar dan tidak ada yang istimewa, yeah.., hampir sama dengan kisah-kisah klasik tentang orang yang inspiratif dalam kondisi yang tidak biasa. Nuansa kekeluargaan yang kental diantara tokoh-tokohnya cukup menghibur. Lama-lama kisah ini akan membawa emosi penonton pada saat adegan yang memperlihatkan betapa Tyler adalah seorang pejuang hidup, dengan tabahnya menjalani segala penyakit ganas yang diidapnya. Dan itu menginspirasi orang-orang sekelilingnya, apalagi ketika sang tukang pos membagi surat-surat Tyler itu kepada orang-orang yang disebutkan namanya. Semua yang ditulis oleh Tyler seperti sebuah pemantik atas kesadaran mereka akan kerja Tuhan.

Adegan yang menurut saya lumayan bikin menyentuh adalah saat Alex menyampaikan “hadiah doa”nya. Alex adalah teman sekelas yang kerap kali mengolok-olok Tyer karena kepala Tyler yang botak (akibat penyakit ganasnya itu). Namun atas sikap Alex itu, Tyler justru berterimakasih, dengan tulus. Ketika akan menjenguk  Tyler yang harus masuk rumah sakit kembali untuk menjalani perawatan, wali kelasnya bertanya kepada teman-teman Tyler kira-kira akan memberikan hadiah apa, alex memiliki hadiah yang sederhana tapi mengena. Ya, ketika teman lain menghadiahkan berbagai hal yang menarik, Alex memberikan hadiah berupa doa dan “janji” bahwa ketika tyler nanti ada di sorga, ia akan menemaninya. Untuk seorang anak kecil, doa polos itu begitu manis, memberikan arti sebuah persahabatan, sebuah kesetiaan, yang tidak akan pernah terputus walau maut memisahkan. So nice..^_^

Pesan moral dari kisah si  Tyler ini adalah : ketabahan dan keyakinan bahwa Tuhan tidak tidur. Bahkan di kondisi yang kadang kita menyebutnya sebagai sebuah “penderitaan”, itu adalah salah satu bentuk kasih sayangNya. Dan doa adalah sebuah perantara komunikasi kita dengan Tuhan. Bisa dibilang doa adalah hubungan pribadi kita dengan Tuhan, termasuk doa-doa yang kita ucapkan pada tiap gerakan sholat. Kamu nggak sendiri, karena kamu bisa menemui Tuhan tiap saat melalui doamu. Kalau dalam Islam, ada sholat dan juga ada waktu-waktu mustajab untuk berdoa, so..manfaatkan itu. Mengenai tata cara  berdoa,  dalam Islam kita diarahkan untuk mencontoh bagaimana sang Rasululullah berdoa, termasuk juga bacaan-bacaan doa bisa merujuk pada Al-Qur’an. Selebihnya, kita bebas untuk bercerita dan meminta pada Tuhan yang Maha Kasih.

Letters to God. Lebih dari separuh jalannya cerita kulewati dengan biasa-biasa saja, tapi ternyata aku tak bisa mengelak untuk meneteskan beberapa titik air mata di sekitar sepertiga kisah terakhir. Secara teknis memang masih banyak hal yang “perlu diperbaiki” dari film ini, supaya lebih enak ditonton. Tapi dengan segala kesederhanaan yang dimiliki, film ini berhasil menjadi sebuah messenger kepada penonton. Film yang memang digawangi oleh lembaga peduli kanker ini cukup menyentuh dan mengingatkan kita untuk yakin bahwa Tuhan tidak tidur. Satu kata : inspiratif!  Bintang empat deh...hehe.

Oya, film yang versi Indonesia nampaknya juga hadir dengan judul yang hampir mirip  yaitu “Surat Kecil Untuk Tuhan” (SKUT). Untuk yang satu ini saya belum nonton, tapi  buat yang pengen tau infonya mungkin bisa menengok aja di official web, FB, dan twitter-nya. ;)
Title: Letters To God; Written by Shinta ar-djahrie; Rating: 5 dari 5

No comments: