Pages

Thursday, August 15, 2013

Rumah Itu Kusebut Pelangi

“ im coming home..
im coming home..
tell the world that im coming home…
Let the rain wash away all the pain of yesterday…  “  ( J. Cole)



G         : lo masih inget nggak sih ta, dulu tiap malem lebaran kita jalan dan maen petasan?
S          : iyaa…, nyalain macem-macem petasan kan? dari mulai mercon tetes sampe kupu-kupu, dipasang di pohon cemara dan jadi terang banget. Trus kita bikin bedug-bedug kecil pakekaleng trus takbiran keliling dan dimarahin sama imam di mushola kan?
G         : iyaa.., trus dulu tuh udah kayak kejadwal, kalo lebaran gw yang balik, nah kalo liburan sekolah lo pada yang gentian ke Jakarta. Iya kan?


Cuplikan obrolan di beberapa hari lalu antara aku dan sepupuku itu cukup mengiang. Obrolan di tepi pantai sambil menikmati kupat glabed dan sate blengong. Cukup menyita waktu lama, ngobrol ngalor ngidul. Mumpung kumpul dan ketemu sebelum nantinya kembali ke kesibukan masing-masing. Obral-obrolnya cuma bisa termediakan twitter, whatsapp, dan sejenisnya.

Sebuah hal yang sangat harus disyukuri, bahwa tradisi berkumpul ini masih terjaga hingga sekarang. Tentu saja ada yang hilang dan ada pula yang baru datang. Tiap sudut rumah mbah itu mungkin sudah merekam banyak sekali kisah diantara kami. Sejak papa mama kami masih remaja, hingga kemudian merantau dan memiliki keluarga masing-masing, hingga hadirlah kami, adik-adik kami, cucu-cucu mbah. Hingga juga mbah kini sudah lama meninggalkan kami. Masih teringat urut-urutan baris dan nangis untuk sungkem ke mbah. Masih teringat semua tawa dan tangis yang pernah hadir di rumah itu. Tiap idul fitri rumah itu akan lebih ramah dari biasanya, dan juga ketika ada anggota keluarga yang berpulang maka juga menjadi ramai.

Maka, menurutku sebuah hal yang sangat disyukuri bahwa saat ini dengan segala yang pernah hilang dan juga datang, kita semua masih bisa berkumpul bersama. Masih heboh-hebohan buat nongkrong, karaoke-an, mantai, ngeguci, dan lain-lain. Biasanya beberapa tradisi yang dilakukan saat ngumpul bareng tuh : berenang, makan bakso, bakar-bakar  seafood. Kita pergi bareng dengan segala enak dan nggak enaknya. Dijalanin terus sampe sekarang meski kita tahu beberapa hal yang kadang nyebelin. Entah masalah ngumpul yang nggak tepat waktu, atau keputusan “sesepuh” yang geje-geje, atau sesepuh yang pelit, trus kita ngegrundel di belakang…hahaha. Itu semua selalu ada tapi kita jalanin aja, enjoy aja. Kita sangat menikmati tiap-tiap waktu berkualitas itu. Kita juga bisa ngejalanin itu di luar bareng teman-teman kita sendiri, tapi tentu saja ada sensasi yang beda untuk ngelakuin hal yang sama bareng-bareng keluarga. Yeah, kayak makan ikan bakar di garasi bareng-bareng, paling cuma makan gitu doang, tapi sensasi nyari ikan di TPI, ber amis-amis ria, bakar-bakaran, sampe melahapnya habis, itu semua jadi prosa terindah yang pernah kita punya, bukan?

Ya, tentu saja ada yang terasa hilang. Kini nggak ada kata-kata “pakra ora” yang khas dari papa kalo mengomentari ponakan-ponakannya, nggak ada tarian salsa atau waltz dari pakdhe Uki, nggak ada gaya komentar khas dari pakdhe Udin, nggak ada lagi sosok seru kayak mas Nono yang rajin bawa kita jalan-jalan. Kita  juga mungkin merasa rindu dengan beberapa kerabat yang kini karena satu dan lain hal sudah jarang pulang. Tapi, ada yang hilang ada juga yang datang. Entah sudah berapa ponakan yang kupunya kini. Sudah banyak yang memanggilku tante. Kini ada  dhe’ Asma, yang digendong siapapun pasti diem aja, nurut. Kini ada mbak Riri dengan segala kehebohannya, dan kemarin kita sudah mendapat anggota keluarga baru, si cowok ganteng yang lahir di Batam. Ada ayes dan kakak-kakaknya juga yang super heboh tapi kemarin belum bisa pulang. Dan juga mungkin besok atau besok-besoknya lagi, ada anggota-anggota baru lagi di keluarga kita. Para lajang yang kemaren masih nongkrong-nongkrong di lesehan, tahun depan mungkin sudah membawa pasangan masing-masing. Besok-besok , generasi keempat dan kelima dari mbah Djahri yang akan terus meramaikan rumah tua itu.

Rumah yang mungkin sudah banyak memberikan terang dan hujan, hingga lahirlah pelangi. Ya, aku menyebutnya pelangi. Betapa berwarnanya ketika semua berkumpul disana. Ada yang super cerewet ada yang super pendiam. Ada yang alim banget sampe kelewat ekstrem, ada juga yang “ free man” banget. Ada yang orang kantoran , ada yang orang lapangan. Ada yang fasih ngomongin kedokteran, ada juga yang lagi jadi caleg (ingat, pilih nomor 5 ya!!!hahahaha). Ada yang super dermawan suka nraktir sana-sini, ada juga yang pelit banget sampe-sampe harga villa yang udah murah masih ditawar lagi… *hadeeeeh*. Ada yang belum pernah pacaran ada juga yang koleksi mantan-nya seabrek-abrek… *hahahay*.  Kita ada di berbagai macam selera music, dari yang alay sampai yang nostalgia. Kita ada di berbagai macam gaya, dari yang timur tengah sampai yang harajuku. Kita ada di berbagai macam suku bangsa dan bahasa. Kita ada di berbagai macam profesi dan disiplin ilmu. Kita ada di berbagai pola pikir. Kita juga ada di berbagai kelas sosial ekonomi masing-masing. Kita ada di berbagai lini warna yang menyatu indah seperti pelangi.

Pelangi inilah yang mengajariku untuk belajar menghargai perbedaan. Masih ingat kata-kata budhe yang bilang gini : “ mbah itu orang yang sangat bijak, beliau orang yang sangat kuat prinsipnya tapi tetap bisa toleran, itu yang mbah selalu ajarkan saat putrid sulungnya bersekolah di sekolah katholik di Semarang dulu…” . Seru mendengar cerita budhe tentang Soegijapranata, tentang gereja-gereja kampung, atau cerita budhe yang lain yang tak kalah seru.

Dan liburan idul fitri kali ini kembali menyadarkanku tentang indahnya pelangi ini. Terimakasih Tuhan, memberikan sebuah tempat kembali yang sungguh luar biasa. Dengan segala kekurangan dan kelebihan, ada saling penghargaan dan kasih sayang. Sunguh saya tidak yakin kalau kami bukan keluarga apakah bisa berkumpul dengan seguyub itu.

Semoga semua dapat kembali dikumpulkan di surgaNya, kelak. Doa dan cinta terdalam kami untuk mas, om, pakdhe, mbah, budhe, mbak, yang sudah mendahului ke alam baka. Semoga selalu terang dan lapanglah peraduan disana. Selamat datang juga untuk anggota-anggota keluarga baru, untuk dhe Ayes, dhe Ai dan adhe nya yang baru, untuk dhe asma, mbak illa, mbak riri, dan semua saja calon-calon istri atau calon-calon suami yang ada di hati  “the Lajangers” yang siapa orangnya juga belum tau pastinya… Yang penting doa, usaha, dan yakin sama JOHAN…. (jodoh di tangan Tuhan)… #eeeeaaaaaa … :p

Segitu dulu, yang mau copy foto-foto bisa kerumah, nanti sebagian ada yang diupload tapi nunggu turun gunung dulu.. :D . Sengaja nanti kita upload untuk bikin mupeng yang pada nggak bisa pulang.. J. Semoga peluk sayang Allah selalu meng-erati hati kita masing-masing. aamiin.

15 Agustus 2013 , sambil menunggu keberangkatan ke Indramayu, disambung ke Kuningan, dan ber tujuh belas agustus di puncak Ceremai, insya Allah. 
Title: Rumah Itu Kusebut Pelangi; Written by Shinta ar-djahrie; Rating: 5 dari 5

No comments: