Pages

Sunday, December 02, 2012

Melayari Tanah Landai

(sebuah catatan perjalanan)


Prologue : Gerbang perbatasan terlewati saat matahari lewat dari sudut tegak lurus dengan bumi. Perjalanan kali ini agak kesiangan. Ditengah menangani padatnya aktivitas lain, kabar dari saudara tetanga mengelitik kaki kami untuk beranjak kesana. Gelitikan itu sudah tak tertahan, hingga seselesai bakti sosial di salah satu desa di Ajibarang, malam harinya kami mengambil keputusan untuk berangkat. Ajakan tak terduga jua dari lembaga lain untuk melakukan sinergis gerakan. Kebetulan, batin kami, meski percaya bahwa tiada yang kebetulan di dunia ini.

Tujuan kali ini adalah kecamatan Sidareja-Cilacap. Jika kita sering menyebut akronim “barlingmascakeb”, maka Cilacap sudah pasti tercakup didalamnya. Atau kadang kita menyebut wilayah “Banyumas raya” itu memaksudkan area dimana Cilacap juga menjadi satu bagian teritori yang tak berbeda.

“...sejak tahun 2005, banjir tahun ini terbilang yang cukup parah...”

Begitu salah satu petikan kalimat yang diungkapkan oleh pak Agus, dari BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Cilacap, saat kami wawancarai , Senin (26/11) kemarin. Ditengah kesibukannya menangani para pengungsi, pak Agus masih menyambut hangat kami dengan beberapa diskusi yang menarik tentang perkembangan kondisi di lokasi banjir  Sidareja, Cilacap.

Gurat lelah jelas terlihat dari garis wajah pak Agus. Suara yang serak dan hampir hilang seolah menginformasikan bagaimana perjuangan untuk melakukan koordinasi penanganan bencana yang sudah beliau jalani dari sekitar hari Jumat (23/11) yang lalu.

Titik posko terpadu menjadi pijakan sebelum kemudian kami beranjak mengunjungi area lain yang hingga hari keempat masih banyak yang tergenang banjir. Hari keempat genanan banjir memang tidak semencekam seperti hari-hari sebelumnya. Tawa canda anak-anak dan beberapa warga sudah mulai terlihat di sela-sela gerlak riak air keruh kecoklatan.


Perlahan kami menyusuri lokasi banjir. Ikut dalam masyuk para warga yang hari itu mulai bergiliran pulang dari tempat pengungsian. Banjir belum surut benar. Di jalanan, air menggenang masih setinggi betis orang dewasa. Beberapa rumah yang lokasinya rendah juga masih belum bisa digunakan penghuninya.

Kami pun sempat bercengkerama dengan para warga. Sekedar bertukar kisah. Sekedar mentransfer semangat untuk terus berhusnudzon pada apa yang telah terjadi. Tentunya, hadirnya banjir di lokasi tersebut menimbulkan beberapa kerugian materi. Selain, lumpuhnya aktivitas keseharian, ada juga beberapa kerugian materi yang diterima. Taksiran sementara kerugian yang diderita adalah senilai 133.400.000. Ada sekitar 2568 KK yang rumahnya tergenang. Mereka yang mengungsi sudah mulai pulang satu persatu untuk membereskan tempat tinggalnya supaya bisa kembali dihuni. Hingga hari keempat, menyisakan hampir 500 pengungsi yang masih bertahan di tempat pengungsian.    

Kabupaten Cilacap, dalam catatan IRB (indeks kerawanan bencana) menempati posisi ke-3 secara nasional dan posisi ke-1 tingkat Jateng sebagai kabupaten dengan tingkat kerawanan bencana kelas tinggi ber-skor 132. Khusus untuk bencana banjir dan longsor, ada sekitar 138 desa/22 kecamatan yang termasuk wilayah rawan banjir dan longsor.  (sumber : BNPB)

Penyampaian data tersebut lebih dimaksudkan untuk mengukur sejauh mana sikap ketanggapbencanaan yang dapat terbangun di masyarakat.  Jika pada forum “dialog kebangsaan” yang sempat dihelat oleh Lazis Mafaza dan Takmir Masjid Fatimatuzzahra yang lalu, maka menjadi sebuah otokritik sekaligus tantangan untuk melakukan implementasi potensi jaringan masjid dan lembaga zakat dalam merangkai sebuah bangunan masyarakat indonesia tangguh. Bencana bukan menjadi lautan isak, namun menjadi bahan evaluasi dan pembelajaran pembangunan kedepan. Menjadi pokok utama dalam jadwal bahasan-bahasan renstra yang selama ini memenuhi jadwal harian kita.

Sketsa kecil misalnya saat kami mengunjungi Pondok Pesantren El-Firdaus, di desa Sidamulya, Sidareja, Cilacap. Ada sekitar jeda beberapa puluh menit untuk kami sedikit berbincang mengenai pengoptimalan peran komunitas masjid dan pesantren dalam hal tanggap bencana. Banjir yang sudah tiap tahun hadir, menjadi pembelajaran berarti. Misal bagaimana pola bangunan yang meski sangat sederhana namun menjadi tempat  yang representatif saat harus menghindari genangan banjir yang butuh waktu lama untuk surut. Ini sebatas contoh kecil dari kebersikapan yang ada. Karena memang, bencana alam tidak dapat kita hindari namun kita dapat membentuk sikap tangguh dan produktif dalam menghadapi bencana. Maka, alam (termasuk dengan segala fenomena bencananya) menjadi sahabat belajar kita.

Jangkauan lebih jauhnya adalah fenomena banjir tiap tahun ini menjadi momentum dalam penguatan karakter  ketanggapbencanaan. Kalau memang Cilacap rawan bencana, apa dan bagaimana yang harus kita lakukan? Tak bisa hanya berlipat tangan atau geleng kepala sambil mengelus dada, tapi turun tangan dan tidak sekedar  ketika  bencana terjadi.  Maka masyarakat Cilacap dapat menjadi masyarakat yang tangguh  meski harus melayari tanah landai yang ketika musim hujan selalu  timbul banjir. Tentu saja ini tak melepas ikhtiar-intiar dalam bingkai meminimalisasi terjadinya kerugian ketika bencana. Diksi "tidak rugi" tak selalu berelasi tidak adanya nominal materi yang hilang. Tapi "beruntung" adalah mereka yang mampu melakukan usaha-usaha untuk membangun asa. 

Ini menjadi salah satu asa yang juga berkonsekuensi pada sebuah komitmen kita semua, khususnya pada Lazis Mafaza Peduli Ummat untuk tidak akan berlipat tangan namun harus turun tangan, aktif dalam keterlibatan penanganan bencana. Sehingga semenjak turun langsung dalam beberapa aksi tanggap bencana di Sumatra beberapa tahun silam, berangkul bahu dengan lembaga MMB (Masyarakat Muslim Banyumas), kami meneguhkan sebuah komitmen untuk turut serta menciptakan masyarakat tangguh bencana. Lazis Mafaza Peduli Ummat sebagai salah satu lembaga pengelola ZISWaf, hingga saat ini juga memiliki alokasi khusus untuk tanggap bencana, baik dalam kaitannya untuk turun langsung ke lokasi atau melakukan aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan ketanggapbencanaan. Partisipasi untuk turut berpartisipasi aktif ini tentu saja juga dapat dilakukan melalui penyaluran Zakat, Infaq, Shodaqoh dari kita semua. Orang Hebat, Bayar Zakat, Ciptakan Masyarakat yang kuat.. :)


Epilogue : menjadi sebuah pilihan yang kami ambil, bahwa dalam setiap aktivitas kami berusaha untuk membagi kisah , mengajak kita semua untuk bersama menyalakan lilin-lilin kecil. Bukan pada siapa yang menyalakan lilin, tapi bagaimana secercah cahaya dapat dinyalakan oleh masing-masing kita. Karena kami yakin, semangat dan ketulusan itu bersifat menular. Selamat berbagi. :) 
Title: Melayari Tanah Landai; Written by Shinta ar-djahrie; Rating: 5 dari 5

No comments: