Pages

Friday, April 13, 2012

Menyapa Tegal, Jepang-nya Indonesia



Dengung bahwa Tegal adalah Jepang-nya Indonesia mungkin bukan sebuah hal yang asing di telinga kita. Beberapa ungkapan kecintaan yang kadang berbaur primordialisme sempit tak ragu pula menyebut Tegal sebagai kota metropolitan. Tegal semakin ramai, memang. Apalagi semenjak kemunculan pusat-pusat perbelanjaan modern, Tegal memang terasa semakin padat dan hedon.

Namun kalau diamati dengan seksama, rasanya terlalu berlebihan ketika kita mau menyebut Tegal sebagai Jepang-nya Indonesia. Apalagi kalau menilik budaya literasi. Terlalu jauh panggang dari api ketika kita hendak membandingkan. Di sepuluh tahun yang lalu saja, berdasarkan data dari Association For the Educational Achievement (IAEA), Jepang sudah termasuk negara dengan tingkat membaca tertinggi di dunia. Indonesia saat itu masuk pada peringkat dua dari bawah.

Bagaimana dengan Tegal? Di kondisi terkini saja, beberapa indikasi menggambarkan betapa masih perlunya budaya literasi ditingkatkan di kota bahari ini. Peningkatan budaya baca-tulis ini sebenarnya sangat penting sebagai pendongkrak prestasi-prestasi Tegal yang telah ada. Tegal boleh merasa bangga menjadi kota industri, kota transit, kota bisnis dan lain-lain. Namun dalam menjawab tantangan global, transfer IPTEK dapat berhasil jika masyarakat menguasai kemampuan membaca dan menulis. Diperlukan kemampuan yang profesional untuk mengasah daya kritis serta mengadopsi nilai-nilai positif dari bangsa maju. Sejarah mencatat bahwa menggiatkan budaya literasi dapat mendorong inovasi dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Pada masa socrates , misalnya, para siswa di Yunani diperkenalkan dengan budaya membaca, bukan budaya mendengar. Begitu juga di zaman peradaban Islam, budaya literasi semakin berkembang ketika Khalifah al-Ma'mun membangun akademi terbesar di dunia bernama Bayt al-Hikmah, yaitu pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai pusat studi, perpustakaan yang lengkap dengan kegiatan keilmuan lainnya. Begitu juga dengan Jepang, budaya literasi telah terbukti mempengaruhi produktivitas serta kreativitas masyarakatnya.


Indikasi sederhana untuk mengukur tingkat literasi masyarakat misalnya ketersediaan unit bisnis atau sosial yang berkenaan dengan budaya literasi, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah daerah. Kasus sederhana : di Tegal ternyata cukup suit untuk mencari toko buku yang lumayan lengkap dan update. Kita tak mudah untuk mengetahui perkembangan/ update buku-buku yang terbit apalagi membacanya. Beberapa waktu terakhir kita pernah dimudahkan dengan salah satu kehadiran toko buku yang lumayan lengkap dan cukup update.Tapi, itu tak lama, toko buku yang terkenal dengan diskonnya tersebut tutup tanpa ada berita jelas. Penulis sempat iseng menanyakan info tutupnya toko buku Toga Mas (TM) tersebut. Ternyata ada tiga unit toko buku TM yang ditutup yaitu Tegal, Pekalongan dan Cilacap. Toko buku yang berpusat di Malang tersebut memiliki management yang berotonomi pada masing-masing unit. Alasan detail kenapa ditutupnya tiga unit tersebut belum bisa dilacak secara jelas. Tapi hal ini lebih karena keterbatasan penulis untuk mendapatkan informasi yang memadai.

Kenapa persoalan toko buku menjadi penting? Tentu saja bukan sekedar permasalahan ada atau tidak toko buku lengkap di kota kita ini, namun muncul pertanyaan dibelakang itu semua.., kenapa pengusaha toko buku tidak berminat untuk berbisnis di Tegal? Lebih jauh mengenai itu adalah seperti apa arah kebijakan ketika Tegal menyediakan lahan seluas-luasnya untuk berinvestasi. Hal ini juga nantinya bisa bersayap kepada permasalahan seperti apa arah kebijakan pemerintah terhadap misi-misi Tegal Cerdas-Tegal Bisnis? Cerdas berbisnis dan bisnis yang mencerdaskan, adakah konten tersebut teraplikasi pada turunan teknis regulasi yang ada? Jika memang visi-misi tersebut bukanlah sebatas barisan jargon tanpa makna.

Cerdas, Bisnis, Sehat, dan lain-lain tentunya diharapkan sebagai clue yang saling berkonjungsi dan tidak berdiri sendiri-sendiri, atau bahkan masing-masing rampung sebagai sebuah proyek tahunan.

Dengan pertanyaan sederhana : sejauh mana Tegal memberikan kesempatan investasi pada bidang-bidang bisnis yang memiliki korelasi pada pencerdasan masyarakat? dan toko buku adalah salah satu contoh kecilnya. Bisa jadi, toko buku - toko buku besar enggan untuk membuka unitnya di Tegal karena iklim bisnisnya tidak memiliki perhatian besar pada bidang-bidang seperti itu. Lepas juga dari masalah bahwa kultur membaca masyarakat kota Tegal masih peru ditingkatkan, kalau tidak boleh dibilang rendah. Kemana para pelajar dan mahasiswa Tegal harus mencari referensi terbaru atau lengkap jika disekitar mereka lebih banyak mall dan restoran fastfood dibandingkan toko buku dan perpustakaan. Secara tidak langsung, masyarakat kita dipaksa untuk menikmati budaya konsumtif dengan hadirnya berbagai pusat perbelanjaan dan kemudian pemerintah dengan bangga mengatakan : "ini lho  Tegal Bisnis 2012".

Selain minimnya toko buku yang memadai di kota ini, keberadaan taman bacaan serta perpustakaan juga menjadi isu yang tak kalah pentingnya. Beberapa kendala yang biasanya terjadi di beberapa perpustakaan di daerah adalah koleksi buku dan SDM. Maka, yang terjadi di beberapa taman bacaan adalah jalan di tempat. Mungkin sekali-kali perlu dibuat sebuah jejaring taman bacaan dan perpustakaan yang berada di Tegal untuk kemudian bisa saling sharing kondisi dan koleksi. Inisiasi perpustakaan yang ada di setiap kelurahan jangan sekedar menjadi proyek yang habis "masa heboh"nya ketika tutup buku. Tegal Cerdas pada akhirnya akan menjadi jargon tahunan yang cukup bombastis. Begitu juga dengan misi yang lainnya.

Kalau memang mau menjadi Jepang-nya Indonesia, jangan sekedar menjadi ungkapan yang lebih terasa galgil. Bukan sebatas bahwa kita memiliki banyak unit industri dan lebih merupakan pembahasaan sebuah fakta tentang ketersediaan tenaga buruh di kota ini. Kualitas SDM serta etos kerja yang tentunya juga harus berusaha dijadikan seperti Jepang-nya Indonesia.

The last but not the least, mari jadikan semangat hari jadi kota Tegal ke-432 tahun ini untuk bersama-sama membadaikan budaya literasi. Yuh pada seneng maca-nulis, ben tambah keminclong, moncer tur pinter !! Dirgahayu!. (nta)




 Dari Bumi Satria, 12 April 2012.. Viva Tegal.. ^_^

        


Title: Menyapa Tegal, Jepang-nya Indonesia; Written by Shinta ar-djahrie; Rating: 5 dari 5

No comments: