Pages

Tuesday, December 23, 2008

Mulutku Terbungkam oleh Tembok Kelas




Naluriku meronta
Inginku kuangkat jari dan berbicara
Menanggapi teori marxisme critisizme yang dicelotehkan oleh ibu dosen itu
Bahwa aku ingin ungkapkan
Sebuah komparasi akan pembentukan image dunia pada sebuah sastra dan masyarakat

Ingin aku berungkap
Saat sang dosen yang terhormat itu bertutur
Tentang makna pembelajaran kebudayaan

Atau saat pak dosen yang selalu kami elu-elukan itu
Memberikan sebuah statement akan sebuah perkuliahan
Bahwa kuliah itu nggak bisa sambil mencari kerja

Oh...ada apa ini???
Aku tak mampu berkata, aku terbungkam

Hanya dapat kulihat sekeliling, dimana teman-teman terangguk-angguk akan apa yang mereka dengarkan
Bahwa itulah sebuah perkuliahan yang akan membawa meraka pada status prestise tinggi di masyarakat
Tanpa mencoba memikirkan apakah itu yang masayarakat butuhkan???



Temanku bertanya, ” Kenapa kamu tidak menjawab tadi?”
Saat ia dengar gumamku yang berisi jawaban akan pertanyaan yang dilontarkan oleh ibu dosen yang terhormat itu

Kenapa?
”Kamu ingin pintar sendiri??!!”

Bukan, kawan.. tapi aku tak merasa nyaman
Mungkin karena cat tembok kelas kita tak diganti-ganti walaupun uang sumbangan bertumpuk di kas para birokrat kampus

Aku seolah terbungkam,
Tak ada kebebasan yang aku rasakan di setiap ruang – ruang kelas
Ruang-ruang yang katanya berisi kaum intelektual
Aku hanya terbungkam

Hanya berteriak..dalam hati,
Bukan ini kawan, bukan ini pembelajaran yang harus kita dapatkan!!!

22.50, Sumampir – Purwokerto.
Title: Mulutku Terbungkam oleh Tembok Kelas; Written by Shinta ar-djahrie; Rating: 5 dari 5

1 comment:

Anonymous said...

sebenarnya apa yang kau fikirkan bisa juga aku anggap sebagai gambaran hidupku dalam sebuah lingkungan yang sering mengatakan dirinya sebagai lingkungan intelektual. namun kenyataan nya, kaum-kaum intelektual itu jarang atau bahkan tidak pernah membuktikan intelektualitasnya sebagai kamu-kamu "elit" di dalam masyarakat. kebanyakan saat ini, banyak kaum intelektual tidak bisa menempatkan dirinya pada tempat yang sebenarnya, bahkan mereka cenderung lebih memikirkan dirinya sendiri ketika mereka masuk ke dalam dunia intelektual yang mempunyai konsekuensi yang memang seharusnya mereka dapatkan namun tidak pernah disadari. hanya ada satu kata buat kamu, kawan..!!! YAKUSA,,,, karena hanya dengan kata itulah, aku bisa merubah semua yang ingin aku rubah. Dan aku mempunyai sebuah keyakinan, ketika kita mempunyai sebuah keinginan yang kuat, maka rintangan dan tantangan seberat apapun bisa kita kita kalahkan. Dengan catatan, bahwasanya terkadang apa yang ingin kita rubah bisa kita analogikan bagaikan aspal mentah, ketika semakin keras menekan nya, maka akan semakin sakit yang kita rasakan, tetapi ketika semakin lembut kita menekannya, maka akan semakin mudah kita menaklukan nya,,!!! Doaku akan selalu tersanding dalam setiap kata yang kau ungkapkan,,,!!!