Pages

Wednesday, September 10, 2008

ASET INTELEKTUAL UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN YANG KOMPREHENSIF

Dalam atmosfer semangat 63 tahun proklamasi kemerdekaan NKRI serta satu abad kebangkinan nasional dan satu dasawarsa reformasi, sudah sepatutnya kita mencoba refleksi dan evaluasi pada perkembangan bangsa ini. Sebagai Negara agraris, kita memiliki potensi alam yang dibanggakan. Tentu saja bukan sekedar kebanggan tanpa tindak partisipatif. Kebanggaan yang seharusnya dapat menjadi motivasi untuk menunjukkan karya kita misalnya di dunia pertanian. Potensi pertanian merupakan salah satu lahan garap yang harus kita optimalkan. Potensi pertanian Indonesia dalam arti pengertian pertanian yang seluas-luasnya antara lain pertanian sawah, buah-buahan, sayuran, palawija, perkebunan, peternakan, perikanan air tawar dan laut, hutan, dan lain sebagainya. Selama ini kita mungkin menganggap pertanian dalam artian sempit seperti aktivitas menanam padi di sawah. Pertanian, menurut Andi Hakim Nasution (1990) adalah suatu usaha untuk mengadakan suatu ekosistem buatan yang bertugas menyediakan bahan makanan bagi manusia. Kebutuhan pangan manusia tidak hanya unsur karbohidrat yang berasal dari beras akan tetapi membutuhkan zat-zat lain untuk memenuhi kebutuhan gizi dan nutrisi. Kebutuhan akan gizi dan nutrisi contohnya buah-buahan dan sayuran yang dapat memenuhi kebutuhan vitamin, hewan ternak dan ikan yang dapat memenuhi kebutuhan protein hewani.
Kondisi pertanian Indonesia yang masih terbilang “maju-mundur” merupakan sebuah paradoks dengan esensi pertanian sebagai kebutuhan pangan masyarakat. Mungkin memang tak dapat dipungkiri bahwa kultur konsumtif Indonesia mempengaruhi degradasi perkembangan kondisi pertanian di Negara ini. Budaya untuk bekerja dan berkarya alias mental produktif masih terbilang rendah pada masyarakat kita. Sebagai upaya strategis, kita perlu melakukan pembenahan baik di bidang teknis maupun cultural tersebut. Untuk menumbuhkan mental produktif, jalur pendidikan merupakan media yang sangat strategis. Program-program pendidikan di bidang pertanian seharusnya mampu membekali jiwa produktif peserta didik sehingga orientasi pendidikan akan condong pada kekaryaan dibanding sekedar sebagai obyek lingkungan kerja. Ada dua definisi dalam sebutan mahasiswa pertanian. Pertama, mahasiswa yang secara status akademi belajar di program studi bidang pertanian, yang kedua yaitu mahasiswa yang baik secara langsung maupun tidak langsung memiliki konsentrasi dalam memperbaiki sektor pertanian atau industri berbasis pertanian. Jadi bisa dibilang juga, seluruh mahasiswa adalah mahasiswa pertanian. Dengan kata lain bahwa seluruh mahasiswa Indonesia harus menjadi mahasiswa pertanian, karena Negara kita adalah Negara agraris dengan memiliki potensi pertanian yang besar. Karena pada hakekatnya mahasiswa tidak lagi mendapatkan ilmu akan tetapi mahasiswa harus menemukan ilmu. Spesifikasi berwawasan global, itulah yang dibutuhkan oleh mahasiswa Indonesia. Tentunya mahasiswa yang bergelut di bidang ilmu pertanian sudah menjadi sebuah idealismenya untuk membangun pertanian Mahasiswa sebagai aset intelektual berperan sebagai penggali dan pengolah potensi Negara dengan bekal ilmu dan karakter intelektual yang dimilikinya. Ibaratnya, mahasiswa adalah asset penggerak mekanis sehingga energi potensial kita dapat termanfaatkan dengan baik. Kalau sebuah Negara memiliki potensi industri yang besar tentu saja asset intelektualnya adalah mahasiswa industri dan semua mahasiswa di negara tersebut adalah mahasiswa industri. Kembali ke pertanian, tiap mahasiswa pertanian memiliki sebuah tanggung jawab dalam pengembangan dunia pertanian dengan basic ilmu masing-masing. Sehingga pertanian kita dapat menjadi pertanian yang komprehensif bukan sekedar brandimage bahwa pertanian adalah sebatas aktivitas menanam padi.
Fenomena yang terjadi pada mahasiswa pertanian adalah menurunnya minat peserta didik pada program studi pertanian. Hal ini perlu ditindaklanjuti dengan serius dengan evaluasi serta solusi yang strategis. Dalam dunia pendidikan di Indonesia, total terdapat 30 jenis program studi yang berhubungan dengan pertanian dan peternakan. Menurut data pada Kompas (1/8/08), pada Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi (SNMPTN) tahun 2008 menyisakan sebanyak 2.894 bangku kosong melompong dialami oeh jurusan pertanian dan peternakan di 47 PTN atau 45% dari total bangku yang tersedia itu kosong.
Pencitraan lulusan pertanian cukup berpengaruh terhadap kondisi ini. Lulusan sarjana pertanian lebih banyak kerja di bidang social disbanding mengembangkan dunia pertanian. Menurut asumsi dikti, sarjana atau ahli madya pertanian, perikanan dan peternakan, 85% justru bekerja menjadi sales obat-obatan atau marketing barang-barang elektronik dan sejenisnya. Ada disorientasi pendidikan. Bekal ilmu yang dienyam di bangku kuliah hanya dianggap sebagai ardware saja tanpa aplikasi lebih lanjut. Diperparah juga dengan orientasi pendidikan tinggi sebagai pabrik buruh, bahwa kuliah itu untuk cari kerja. Mindset mahasiswa Indonesia adalah mindset seorang pencari ijasah dan kerja.
Kesadaran bahwa pertanian merupakan sektor yang menjanjikan bagi masa depan diri maupun bangsa secara keseluruhan masih rendah. Kegiatan-kegitan kemahasiswaan yang digelar hampir di semua perguruan tinggi pertanian hanya sebagian kecil saja yang mencerminkan lembaga kemahasiswaan pertanian. Kegiatan-kegiatan kemahasiswaan lebih didominasi oleh kegiatan-kegiatan musik, hura-hura yang sia-sia, seni, seminar psikologi, training jurnalistik dan lain sebagainya. Di Fakultas Pertanian UNSOED misalnya, sejauh pengamatan, ketertarikan mahasiswa di bidang pengembangan pertanian masih terbilang rendah. Pertanian hanya dianggap sebagai satuan kredit mata kuliah yang harus mereka tempuh. Mahasiswa di prodi pertanian saja masih low awareness, apalagi mahasiswa pertanian dalam arti luas (seluruh mahasiswa Indonesia). Padahal jika mau mewujudkan pembangunan pertanian yang komprehensif, semua asset intelektual berkontribusi di bidangnya masing-masing, misal bidang politik yang nantinya akan berperan dalam decision maker mewujudkan prioritas pada kebijakan pertanian, bidang hukum juga dapat lebih mengatur kondisi pertanian, bidang kesehatan dapat memberikan sumbangsih inovasi pangan dan korelasinya terhadap kesehatan individu. Jika kondisi seperti ini tidak dicoba dibudayakan maka tak heran jika yang muncul adalah pembangunan di bidang pertanian sekedar menjadi jargon atau kamuflase politik belaka.

Shinta Ardhiyani U, Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) MPO Komisariat Pertanian Universitas Jenderal Soedirman periode 2008/2009. Alamat secretariat : Perum Pabuaran no.1 Purwokerto.



Title: ASET INTELEKTUAL UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN YANG KOMPREHENSIF; Written by Shinta ar-djahrie; Rating: 5 dari 5

1 comment:

Anonymous said...

saat ini memang sangat di butuhkan kaum intelektual yang memiliki kemampuan..di bidang pertanian, agar negara kita tidak lagi harus merasakan krisis pangan