Pages

Sunday, May 25, 2008

Traffiking Berkedok SPA di Jakarta


Ini sebuah kisah yang aku ambil dari milis (bwt jam gadang, thanx a lot). Ini tentang traficking berkedok SPA.

"SPA itu mempunyai karyawan perempuan sekitar 300 an orang perempuan (dari berbagai umur), saya tidak tahu apakah ada yang anak - anak atau semua dewasa.
Para karyawan perempuan tersebut diambil dari para agen - agen pencari perempuan. Setiap agen yang dapat mencari kan perempuan akan diberikan imbalan Rp 500.000 per orang dan kemudian setiap bulannya akan mendapatkan lagi Rp 200.000 per perempuan per bulan selama 15 bulan.

Syarat perempuan yang dicari harus perempuan yang "lugu" artinya tidak yang suka berdandan dan belum berpengalaman. Wajah tidak begitu dipedulikan asalkan masih "lugu". Karena menurut teman saya wajah bisa dipoles dengan komestik, gaya rambut dan baju serta perawatan tubuh yang baik.
Memasukan para perempuan2 itu juga tidak menggunakan waktu, kapan saja akan diterima. JIka tiap hari bisa menyediakan 5 orang juga akan diterima (itu menurut teman ku) dengan imbalan 5 x 500 ribu.

Kemudian setelah itu perempuan2 itu akan di "training" selama 2 tahun di SPA tersebut. Dan akan dipekerjakan di SPA selama 2 tahun. Jadi selama 4 tahun perempuan2 itu akan punya kontrak yang isinya salah satunya bahwa jika keluar harus mengganti biaya 20 juta rupiah. Dan ini mana mungkin bisa dilakukan oleh para perempuan itu yang pada umumnya miskin ekonomi. Walau ada beberapa kejadian ada perempuan yang lari (tapi aku gak gali dalam soal kenapa perempuan itu lari).

Selama masa 4 tahun itu perempuan2 itu akan diberikan asrama, soal biaya saya tidak menanyakan secara detail baik masa training maupun pada saat masa kerja selama 4 tahun tersebut.
Jika ada yang melarikan diri, para agen pencari perempuan salah satu orang yang akan diminta untuk mencari perempuan itu.
Selama di asrama akses keluar rumah sangat dibatasi dan tidak bisa sembarang orang bisa masuk dan komunikasi dengan para pekerja perempuan itu, karena sangat dijaga ketat.

Setiap hari jam 11 siang dimulai dengan kerja dan dimulai dengan harus bersolek yang semuanya diatur oleh pihak pemilik SPA. Misalnya harus menggunakan pakaian dan rok pendek sekali.
Peraturan2 itu harus ditaati suka atau tidak suka oleh semua perempuan pekerja SPA tersebut.
Pada saat melakukan pekerjaan sebagai pemijat dilakukan dalam kamar - kamar yang tertutup rapat. Walau pihak SPA secara langsung "tidak pernah" memerintahkan untuk melakukan transaksi sex. Tetapi menurut teman saya bahwa transaksi sex sangat sering terjadi pada setiap tamu datang.

Setiap tamu yang akan melakukan pemijatan harus membayar Rp 400.000 per jam, kalau soal biaya transaksi sex nya tidak tentu. Menurut teman saya semua uang yang didapat dari transaksi sex itu dinikmati oleh perempuan tersebut. Dan saya juga tidak tahu berapa perempuan itu mendapatkan uang setiap tamu yang dia layani dari 400 ribu tersebut.
Memang persoalan transaksi seksual itu "tidak begitu bermasalah" karena pembayarannya langsung kepada perempuan tersebut.

Karena pihak SPA tidak "meyarankan" untuk melakukan transaksi sexsual. Sehingga akses kesehatan bagi para perempuan itu sama sekali tidak diberikan. Misalnya informasi soal penyakit seksual, indi menggunakanya kondom bagi kesehatan.
Sehingga mau menggunakan kondom atau tidak bukan tanggung jawab pemilik SPA.
Itu selalu disampaikan pemilik SPA kepada para pekerja perempuannya (menurut teman saya).
Disinilah masalahnya terjadi, karena tidak adanya akses informasi Kespro sehingga menurut teman saya tidak bisa terjamin kesehatan perempuan2 tersebut aman.
Ini dibuktikan bahwa ada banyak perempuan yang sering mengalami gangguan pada vagina nya, apakah gatal atau mungkin juga HIV dan Aids.

Ditambah lagi para pekerja itu sama sekali orang2 yang rendah pendidikan dengan berbagai latar belakang.

Dan setelah saya tanya bahwa ternyata ada banyak lagi SPA2 di Jakarta yang modus nya sama dengan SPA ini menurut teman ku.
Jika saja diperkirakan ada 10 SPA dan masing2 ada 300 orang perempuan akan ada 3 ribu perempuan dalam situasi seperti ini di Jakarta. Wow angka yang gak bisa dianggap sedikit.
Mungkin harus dipikirkan strategy yang tepat, misalnya tindakan jangka pendek, menengah atau jangka panjang untuk kasus ini.
Supaya ini tidak merugikan korban dalam hal ini para perempuan pekerja tersebut yang memang secara ekonomis mendapatkan uang dari usaha tersebut.
Mungkin misalnya yang paling dekat harus dilakukan menyelematkan kesehatan reproduksi perempuan tersebut dan kampanye penggunaan kondom.Ini yang urgent menurut saya..
Kalau untuk langka selanjutnya mungkin teman - teman bisa pikirkan sama - sama mestinya bagaimana? Apakah ada team investigasi supaya bahan - bahan dan cerita ini bisa menjadi bahan advokasi yang lebih jauh lagi.
Karena saya yakin bahwa situasi ini diketahui oleh pemerintah maupun kepolisian tapi banyak hal yang membuat tetap saja hal itu terjadi.

Pihak SPA sendiri tidak mau menyediakan fasilitas kesehatan mungkin mau ambil aman saja supaya tidak dianggap melegalkan prostitusi. Tapi tindakan2 dan aturanya mengarahkan dalam proses prostitusi.


Title: Traffiking Berkedok SPA di Jakarta; Written by Shinta ar-djahrie; Rating: 5 dari 5

1 comment:

Jakarta Spa said...

Hello my friend,
It's from Jakarta spa, the blog portal for spa, massaging, relaxing and traditional treatments from Indonesia.
Don't hesitate to visit and give your value contribution.

Jakarta Spa