Pages

Tuesday, January 08, 2008

Peran Pemuda dan Potensi Konflik Pilkada


(Purwokerto)Perhelatan pesta demokrasi tak lama lagi akan menjadi momen penting di Kabupaten Banyumas melalui Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) secara langsung. Selain sebagai sebuah pengejewantahan dari demokrasi, pilkada yang tentunya merupakan ajang kekuatan politis, tak ayal lagi berpotensi untuk menimbulkan konflik ditengah masyarakat. Munculnya konflik memang merupakan sebuah bagian proses yang harus dihadapi, namun keberadaaanya juga dapat membiaskan makna demokrasi serta mengaburkan kepercayaan masyarakat terhadap arti demokrasi. Untuk itu diperlukan sikap yang bijak untuk senantiasa menghindari konflik atau setidaknya meminimalisir terjadinya konflik.

Pemikiran itulah yang kemudian melandaskan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Jenderal Soedirman mengadakan kegiatan Diskusi Publik " Mewujudkan Pilkada Damai di Kabupaten Banyumas" pada hari Senin (7/1)kemarin di Ruang 3 Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) UNSOED. Diskusi ini menghadirkan empat pembicara dari berbagai latar belakang, yakni : Dra.Suci R (Wakalpores Banyumas), Ismiyanto Heru Permana (Ketua KPUD Banyumas), Drs. Bambang Suswanto (PD3 FISIP), Luthfi Makhasin (akademisi). Diskusi yang dimulai sekitar pukul 10.00 WIB dihadiri oleh elemen mahasiswa dari berbagai gerakan baik intra kampus maupun ekstra kampus. Selain itu, acara ini juga mengundang elemen pelajar SMA dan SMK di purwokerto. Hal ini dimaksudkan sebagai sebuah pendidikan politik yang sehat bagi pemula.

Walaupun menurut Luthfi Makhasin, potensi konflik pada pilkada Banyumas nanti dinilai cukup kecil, namun perlu berbagai kewaspadaan untuk menghadapi berbagai hal yang tidak diinginkan. Tindak preventif juga turut dilakukan oleh pihak Polres Banyumas. Menurut uraian yang telah diberikan oleh Ibu Wakapolres, di jajaran polres sendiri telah menyatakan siap untuk unjuk gigi mengamankan pelaksanaan pesta demokrasi yang terjadwal tanggal 10 Februari nanti. Beberapa simulasi serta pengarahan telah dilakukan baik kepada masyarakat, calon bupati dan wakil, serta pihak-pihak lain yang terkait.

Dalam diskusi yang berdurasi sekitar 150 menit kemarin ternyata dapat diketahui banyak hal yang dapat menjadi potensi konflik baik pra, pasca, ataupun pada saat hari H. Salah satu hal yang cukup menarik animo yaitu mengenai legalitas KPUD Banyumas.Hal ini menimbulkan konflik di tingkat elitis. Walaupun demikian, dikhawatirkan hal ini juga dapat berpengaruh menjadi konflik di masyarakat yang ditimbulkan dengan sentimen-sentimen pihak tertentu. Seperti yang telah diketahui bahwa ketua KPUD Banyumas pernah menjalani sanksi pidana. Hal ini pula yang diungkapkan pada saat session tanya jawab.

Mengenai tindak preventif terhadap konflik, juga ada Mou (Memorandum of undesrtanding) yang dilakukan oleh pempat calon bupati dan wakil yang disaksikan pihak kepolisian, jajaran Muspida, serta KPUD. Mou itu dimaksudkan sebagai sebuah kesepakatan antara berbagai pihak untuk mau bersikap bijak dalam pelaksanaan pilkada nanti. Dalam Mou tersebut disebutkan pada butir ketujuh bahwa mereka tidak akan mempermasalahkan legalitas KPUD. Selain itu, Mou itupada intinya berisi bahwa setiap calon bupati dan wakilnya bersama KPU akan mewujudkan pilkada yang cermat dan demokratis.

Selain permasalahan legalitas, banyak hal lain yang menjadi potensi konflik, seperti money politic, culture masyarakat (dari tinjauan antropologi), serta pemanfaatan pemilih pemula. Hal ini merupakan korelasi dengan tema yang diangkat yakni mengenai peran mahasiswa dan pelajar sebagai pemuda dan pemilih pemula. Selain pendidikan politik yang dirasakan lebih kepada pembodohan melalui berbagai cara kampanye, pemanfaatan mahasiswa dalam sebuah lembaga kemahasiswaan nampaknya menjadi perbincangan yang cukup menarik. Keberadaan salah satu lembaga mahasiswa yang disinyalir merupakan underbow dari salah satu calon bupati merupakan suatu fenomena yang dipandang risih di lingkungan akademis. Apalagi dengan dukungan dari salah satu birokrat universitas. Hal ini dinetralkan oleh Luthfi Makhasin yang juga merupakan staf pengajar program studi ilmu politik UNSOED bahwa selaku Birokrat kampus, menurut beliau niat kami hanyalah sebagai fasilitator pengkajian-pengkajian bidang akademis. Mengenai apa yang terjadi dibalik lembaga tersebut merupakan tanggungjawab lembaga dan bukan merupakan tanggungjawab kampus karena apa yang dilakukan pihak kampus adalah semata-mata demi kemajuan ilmu pengetahuan. Selain itu,menurut keterangan Pak Luthfi kembali bahwa dari pihak kampus juga telah mengisyaratkan bahwa telah ada peringatan tertentu bagi jajaran birokrat kampus yang terbukti aksi yang tidak dapat menjaga sikap netral sebagai akdemisi dan juga PNS.

Bukan pada wilayah mahasiswa saja, namun pelajar nampaknya telah mulai menjadi sasaran kampanye yang tidak cerdas. Hal tersebut menjadi sebuah keprihatinan tersendiri oleh para pengamat dan praktisi. Karena itu, perlu antisipasi dini dengan memberikan banyak pengarahan kepada pemilih pemula. Maka Pemuda (mahasiswa dan pelajar) diharap dapat turut aktif dalam mewujudkan pilkada damai, bukan sebagai partisan namun sebagai pihak yang mampu berkemampuan akademis dan cerdas menghadapi segala tindak yang tidak cerdas dalam pelaksanaan pesta demokrasi.

Di akhir acara, BEM Unsoed melakukan pernyataan sikap yang intinya adalah mengajak seluruh elemen pemuda untuk turut serta dalam mewujudkan pilkada damai di kabupaten Banyumas. Selain itu, BEM Unsoed juga menyebarkan poster-poster mengenai pendidikan politik cerdas bagi para pemilih pemula. Diharapkan dengan hal ini dapat menjadi salah satu eksistensi dan bentuk tanggungjawab BEM dalam pengabdiannya kepada masyarakat Banyumas .


(by : Shinta Ardhiyani Ummi - Sekretaris Umum Kabinet Pelopr BEM Unsoed 2007/2008)



Title: Peran Pemuda dan Potensi Konflik Pilkada; Written by Shinta ar-djahrie; Rating: 5 dari 5

1 comment:

Anonymous said...

Hikikik......
Nice to meet u Shinta...
n_n
Gatau neh brangkat kapan...biasalah...Indonesia...