Pages

Tuesday, January 22, 2008

BAHASA MELAYU DAN INTEGRITAS BANGSA

PENDAHULUAN


Latar Belakang Penulisan

Mempelajari sebuah bahasa tidak bisa dilepaskan dari pembelajaran budaya. Bahasa selain sebagai media kounikas, memilki fungsi esensi sebagai pembentuk identitas diri dimana bahasa menjadi simbol yang merupakan pengejewantahan dari karakteristik atau watak dari pengguna bahasa.

Lepas 62 tahun Indonesia merdeka, sama artinya juga bahwa sudah sekian lama usia bahasa Indonesia diresmikan sebagai bahasa nasional seperti tercantum dalam konstitusi negara ini. Sebuah tinjauan yang menarik mengenai proses dari peresmian sebuah bahasa nasional kita yang dicikalbakali oleh sebuah bahasa ibu (bahasa daerah). Dalam hal ini yaitu bahasa melayu.

Bahasa melayu dapat dikategorikan sebagai sebuah bahasa minoritas di Indonesia apabila kita komparasikan dengan kuantitas penduduk di tiap suku di Indonesia. Ada fenomena yang menarik mengenai pemasifan bahasa melayu ini. Salah satu contoh, mengenai suku betawi. Suku betawi merupakan suku yang berawal dari ketiadaan, yang kemudian terbentuk karena interaksi manusia dari berbagai suku seperti bugis, makasar, jawa, arab, china, india, dan lain-lain. Dari keberagaman itu kemudian muncul suku betawi. Penelitian para ahli bahasa menyebutkan bahwa bahasa betawi merupakan sub rumpun dari bahasa melayu. Dalam ilustrasi lain, dapat dikatakan bahwa bahasa melayu memiliki sebuah potensi toleransi yang mampu mengakomodir berbagai jenis bahasa hingga mengerucut pada satu kultur. Faktanya kini bahasa betawi juga menjadi bahasa populer yang hampir seluruh penjuru Indonesia mengerti bahasa tersebut (bahkan menjadi bahasa gaul).

Ini adalah suatu tinjauan yang sangat menarik ketika merangkaikan tinjauan sosiolinguistik serta tinjauan sejarah yang juga merupakan sebuah cabang dari proses mempelajari historikal budaya. Ketertarikan inilah yang kemudia melatarbelakangi penulis untuk menyusun karya tulis sederhana ini yang diberi judul ” Bahasa Melayu dan Integritas Bangsa”.

Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui seluk beluk bahasa melayu,
2. Mengetahui sejarah pembentukan bahasa nasional,
3. Mengetahui korelasi antara bahasa melayu terhadap integrasi bangsa,
4. Diikutsertakan dalam Lomba Karya Tulis Ilmiah yang diselenggarakan oleh Melayu Online.

Rumusan Masalah

Permasalahan yang dibahas pada penulisan ini adalah mengenai sejarah terbentuknya bahasa nasional serta wacana konseptual mengenai korelasi bahasa melayu terhadap integrasi bangsa.





BAHASA DAN INTEGRITAS BANGSA

Bahasa dan Identitas Bangsa
Berbicara mengenai bahasa sebagai sebuah sistem, maka kita tak dapat melepaskan dari kajian sosiolinguistik dimana bahasa adalah sebuah identitas baik itu sebagai identitas personal maupun sosial. Identitas sosial merupakan sebuah jatidiri dari sebuah kelompok sosial (dalam hal ini yang kita bicarakan adalah negara) yang kemudian terjewantahkan melalui karakter. Karakter memiliki determinan sebagai sebuah watak, budi, pekerti, perangai. Karakter juga dapat berarti sebagai sifat-sifat kejiwaan (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Bahasa merupakan salah satu wujud pengejewantahan dari sebuah identitas diri. Maka tak salah apabila ada ungkapan “bahasa menunjukan bangsa”. Berdasarkan pada kajian semantis dan etimologi kata, seorang ahli bahasa, Prof. Anthony berkesimpulan bahwa bahasa adalah karakter manusia yang dapat ditafsirkan bahwa bahasa dapat menunjukkan watak, sifat, perangai, dan budi pekerti penggunanya. Hal ini sama halnya dengan Kess Berten yang menyatakan bahwa bahasa seseorang mencerminkan keteraturan dan ketidakteraturan jalan pikiran penggunanya.
Dalam Teori Relativitas Linguistik ada pandangan bahwa setiap bahasa menunjukkan suatu dunia simbolik yang khas yang melukiskan realitas pikiran, pengalaman batin, dan kebutuhan pemakainya. Hipotesis yang dikemukakan Benjamin Lee yang merupakan penegasan dari pendapat Edward Sapir hampir sejalan dengan pemikiran tersebut. Menurutnya, bahasa dapat memengaruhi persepsi dan pola pikir pemakainya (Mulyana, 2001: 251). Bahasa sendiri memiliki fungsi sebagai alat untuk mengungkapkan pesan sehingga interaksi antar manusia dapat berjalan baik dengan saling bertukar pikiran.Richards dan Rodgers (1996) menguraikan fungsi bahasa sebagai berikut :
1. Bahasa adalah sistem untuk mengungkapkan makna/pesan,
2. Fungsi primer bahasa adalah untuk interaksi dan komunikasi,
3. Struktur bahasa tercermin dalam fungsi dan penggunaan dalam komunikasi,
4. Unsur primer dalam bahasa bukan hanya pada grammar dan strukturnya saja, tetapi makna dari fungsi dan komunikasi merupakan kategori dari diskursus tersebut.
Disini tersirat bahwa bahasa memiliki peran krusial sebagai media komunikasi. Dengan interaksi dan komunikasi maka kita akan melalui proses yang terdiri dari ekspresi, interprestasi, dan negosiasi arti. Tujuan komunikasi adalah membuat bahasa menjadi berfungsi di dalam konteks sosial. Penggunaan bahasa terdiri dari tiga komponen yaitu tata bahasa, funsi dan wacana. Konteks sosial dimana terjadinya suatu komunikasi akan menentukan arti dari fungsi bentuk bahasa tersebut.
Dalam Undang-undang Dasar tahun 1945 pasal 36 telah tercantum jelas bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi di Indonesia. Meskipun dalam hitungan statistik, angka penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi oleh masyarakatnya hanya sekitar 65%. Bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar hampir di seluruh wilayah Indonesia, terutama daerah perkotaan. Hampir 87% penduduk Indonesia dapat mengerti bahasa Indonesia. Sementara itu, lebih dari 65% penduduk Indonesia dapat menggunakan bahasa Indonesia. Sebagai sebuah bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki sifat yang dinamis yang selalu progresif mengikuti perkembangan zaman yang hingga sekarang terus menghasilkan kosakata baru.
Dari tinjauan historis, kita mengetahui bahwa cikal bakal bahasa Indonesia adalah bahasa melayu. Bahasa Indonesia sendiri dideklarasikan sebagai sebuah bahasa persatuan oleh kaum muda Indonesia di tahun 1928 yang kita kenal dengan sumpah pemuda. Pada Kongres Bahasa Indonesia I tahun 1939 di Solo, Jawa Tengah, memunculkan kesepakatan mengenai definitif bahasa Indonesia yakni berbunyi :
"jang dinamakan 'Bahasa Indonesia' jaitoe bahasa Melajoe jang soenggoehpoen pokoknja berasal dari 'Melajoe Riaoe', akan tetapi jang soedah ditambah, dioebah ataoe dikoerangi menoeroet keperloean zaman dan alam baharoe, hingga bahasa itoe laloe moedah dipakai oleh rakjat di seloeroeh Indonesia; pembaharoean bahasa Melajoe hingga menjadi bahasa Indonesia itoe haroes dilakoekan oleh kaoem ahli jang beralam baharoe, ialah alam kebangsaan Indonesia".
atau sebagaimana diungkapkan dalam Kongres Bahasa Indonesia II 1954 di Medan, Sumatra Utara,
"...bahwa asal bahasa Indonesia ialah bahasa Melaju. Dasar bahasa Indonesia ialah bahasa Melaju jang disesuaikan dengan pertumbuhannja dalam masjarakat Indonesia"
Adapun peresmian bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dilakukan pada tanggal 18 Agustus 1945 ketika konstitusi Indonesia diresmikan.
Sebenarnya hal ini merupakan sebuah tinjauan yang menarik ketika kita membahas mengenai bahasa melayu sebagai cikal bakal tumbuhnya bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi. Kalau ditilik lebih lanjut sebenarnya bahasa melayu bukan bahasa terbesar di Indonesia. Bahkan bahasa yang terbesar adalah Jawa. Penduduk pulau Jawa juga merupakan penduduk dengan kuantitas terbesar di negara ini. Selain itu, bahasa melayu juga ternyata digunakan oleh orang Jawa seprti terbukti dalam sebuah catatan inskripsi di Sojomerto, Jawa Tengah yang menggunakan bahasa Melayu kuno. Inskripsi ini tidak bertahun, tetapi menurut estimasi ahli dibuat pada pertengahan abad ketujuh.
Keputusan para pejuang, perintis, serta pendahulu bangsa ini untuk menentukan bahasa Melayu sebagai bahasa Indonesia, mengacu pada tiga faktor yakni: jumlah penutur, luas daerah penyebaran, dan terpakainya bahasa itu dalam sarana ilmu, susastra, dan budaya. (Arifin dan Tasai, 2000: 13). Pengangkatan bahasa Melayu, yang sekaligus diberi nama bahasa Indonesia, bertujuan untuk mengobarkan semangat persatuan di kalangan bangsa Indonesia dalam berjuang bersama-sama menegakkan kemerdekaan dan melepaskan diri dari penjajah (Badudu, 1996: 11). Hal ini memang merupakan sebuah konklusi bahwa bahasa merupakan refleksi dari sebuah identitas kelompok sosial (negara) yang merupakan juga sebuah cita-cita, cara-pandang bangsa tersebut.
Menurut Slamet Mulyana, ada empat faktor yang menyebabkan bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia yang kemudian menjadi bahasa resmi di Indonesia. Pertama, bahasa Melayu merupakan lingua-franca di Indonesia (bahasa perhubungan/perdagangan). Kedua, bahasa Melayu memiliki bahasa yang sederhana, baik ditinjau dari segi fonologi (tata bunyi), morfologi (pembentukan kata), maupun sintaksis (pembentukan kalimat). Ketiga, psikologi, suku Jawa dan Sunda telah merelakan menerima bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Keempat, kesanggupan bahasa Melayu untuk menjadi bahasa kebudayaan yang seluas-luasnya.
Asal-usul Bahasa Melayu
Untuk membahas mengenai nasionalisasi bahasa melayu ini, kita dapat meninjau pula mengenai seluk-beluk bahasa melayu tersebut. Berdasarkan keterangan dari berbagai sumber, dapat dikatakan bahwa asal usul bahasa dan bangsa melayu yang secara tepat tidak dapat dipastikan. Seorang ahli prasejarah R.H. Geldern yang juga menjadi guru besar di Iranian Institute and School for Asiatic Studies telah membuat kajian tentang asal usul bangsa Melayu. Sarjana yang berasal dari Wien, Austria ini membuat kajian terhadap kapak tua (beliung batu). Beliau menemui kapak yang diperbuat daripada batu itu di sekitar hulu Sungai Brahmaputra, Irrawaddy, Salween, Yangtze, dan Hwang. Bentuk dan jenis kapak yang sama, beliau temui juga di beberapa tempat di kawasan Nusantara. Geldern berkesimpulan, tentulah kapak tua tersebut dibawa oleh orang Asia Tengah ke Kepulauan Melayu ini

J.H.C. Kern ialah seorang ahli filologi Belanda yang pakar dalam bahasa Sanskrit dan berbagai bahasa Austronesia yang lain telah membuat kajian berdasarkan beberapa perkataan yang digunakan sehari-hari terutama nama tumbuh-tumbuhan, hewan, dan nama perahu. Beliau menemukan bahwa perkataan yang terdapat di Kepulauan Nusantara ini terdapat juga di Madagaskar, Filipina, Taiwan, dan beberapa buah pulau di Lautan Pasifik. Perkataan tersebut di antara lain ialah: padi, buluh, rotan, nyiur, pisang, pandan, dan ubi. Berdasarkan senarai perkataan yang dikajinya itu Kern berkesimpulan bahawa bahasa Melayu ini berasal daripada satu induk yang ada di Asia.

W. Marsden dalam kajiannya mendapati bahawa bahasa Melayu dan bahasa Polinesia (bahasa yang digunakan di beberapa buah pulau yang terdapat di Lautan Pasifik) merupakan bahasa yang serumpun. E. Aymonier dan A. Cabaton pula mendapati bahawa bahasa Campa serumpun dengan bahasa Polinesia, manakala Hamy berpendapat bahawa bahasa Melayu dan bahasa Campa merupakan warisan daripada bahasa Melayu Kontinental. Di samping keserumpunan bahasa, W. Humboldt dalam kajiannya mendapati bahawa bahasa Melayu (terutama bahasa Jawa) telah banyak menyerap bahasa Sanskrit yang berasal dari India.

J.R. Foster yang membuat kajiannya berdasarkan pembentukan kata berpendapat bahawa terdapat kesamaan pembentukan kata dalam bahasa Melayu dan bahasa Polinesia. Beliau berpendapat bahawa kedua-dua bahasa ini berasal daripada bahasa yang lebih tua yang dinamainya Melayu Polinesia Purba. Seorang ahli filologi bernama A.H. Keane pula berkesimpulan bahawa struktur bahasa Melayu serupa dengan bahasa yang terdapat di Kampuchea.
Sedangkan J.R. Logan membuat kajiannya berdasarkan adat resam suku bangsa mendapati bahawa ada persamaan adat resam kaum Melayu dengan adat resam suku Naga di Assam (di daerah Burma dan Tibet). Persamaan adat resam ini berkaitan erat dengan bahasa yang mereka gunakan. Beliau mengambil kesimpulan bahwa bahasa Melayu tentulah berasal dari Asia. G.K. Nieman dan R.M. Clark yang juga membuat kajian mereka berdasarkan adat resam dan bahasa mendapati bahawa daratan Asia merupakan tanah asal nenek moyang bangsa Melayu.
Dua orang sarjana Melayu, yaitu Slametmuljana dan Asmah Haji Omar juga mendukung pendapat di G.K Nieman dan R.M. Clark diatas. Slametmuljana membuat penelitiannya berdasarkan perbandingan bahasa, dan sampai pada suatu kesimpulan bahwa bahasa Austronesia yang dalamnya termasuk bahasa Melayu, berasal dari Asia. Asmah Haji Omar membuat uraian yang lebih terperinci lagi. Beliau berpendapat bahwa perpindahan orang Melayu dari daratan Asia ke Nusantara ini tidaklah sekaligus dan juga tidak melalui satu jalur. Ada yang melalui daratan,yaitu Tanah Semenanjung, melalui Lautan Hindia dan ada pula yang melalui Lautan China. Namun, beliau menolak pendapat yang mengatakan bahawa pada mulanya asal bahasa mereka satu dan perbedaan yang berlaku kemudian adalah karena faktor geografi dan komunikasi. Dengan demikian, anggapan bahwa bahasa Melayu Moden merupakan perkembangan daripada bahasa Melayu Klasik, bahasa Melayu Klasik berasal daripada bahasa Melayu Kuno dan bahasa Melayu Kuno itu asalnya daripada bahasa Melayu Purba merupakan anggapan yang keliru.
Seorang sarjana Inggeris bernama J. Crawfurd membuat kajian perbandingan bahasa yang ada di Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan kawasan Polinesia. Beliau berpendapat bahwa asal bahasa yang tersebar di Nusantara ini berasal daripada bahasa di Pulau Jawa (bahasa Jawa) dan bahasa yang berasal dari Pulau Sumatera (bahasa Melayu). Bahasa Jawa dan bahasa Melayulah yang merupakan induk bagi bahasa serumpun yang terdapat di Nusantara ini.
J. Crawfurd menambah uraiannya dengan bukti bahawa bangsa Melayu dan bangsa Jawa telah memiliki tingkat kebudayaan yang tinggi dalam abad kesembilan belas. Tingkat ini hanya dapat dicapai setelah mengalami perkembangan budaya beberapa abad lamanya.
J. Crawfurd sampai pada satu kesimpulan bahwa:
(a) Orang Melayu itu tidak berasal dari mana-mana, tetapi justru merupakan induk
yang menyebar ke tempat lain.
(b) Bahasa Jawa ialah bahasa tertua dan bahasa induk daripada bahasa yang lain.
K. Himly, yang mendasarkan kajiannya terhadap perbandingan bunyi dan bentuk kata bahasa Campa dan berbagai bahasa di Asia Tenggara menyangkal pendapat yang mengatakan bahawa bahasa Melayu Polinesia serumpun dengan bahasa Campa. Pendapat ini disokong oleh P.W. Schmidt yang membuat kajiannya berdasarkan struktur ayat dan perbendaharaan kata bahasa Campa dan Mon-Khmer. Beliau mendapati bahwa bahasa Melayu yang terdapat dalam kedua bahasa di atas merupakan bahasa saduran saja.

Sutan Takdir Alisjahbana, ketika menyampaikan Syarahan Umum di Universiti Sains Malaysia (Juli 1987) menganggap bahwa bangsa yang berkulit coklat yang hidup di Asia Tenggara, iaitu Thailand Selatan, Malaysia, Singapura, Indonesia, Brunei, dan Filipina Selatan sebagai bangsa Melayu yang berasal daripada rumpun bangsa yang satu. Mereka bukan sahja mempunyai persamaan kulit bahkan persamaan bentuk dan anggota badan yang berbeda daripada bangsa Cina di sebelah timur dan bangsa India di sebelah barat.

Gorys Keraf di dalam bukunya Linguistik bandingan historis (1984) mengemukakan teori Leksikostatistik dan teori Migrasi bagi mengkaji asal usul bangsa dan bahasa Melayu. Setelah mengemukakan uraian tentang kelemahan pendapat terdahulu seperti: Reinhold Foster (1776), William Marsden (1843), John Crawfurd (1848), J.R. Logan (1848), A.H. Keane (1880), H.K. Kern (1889), Slametmuljana (1964), dan Dyen (1965) beliau mengambil kesimpulan bahawa "...negeri asal (tanahair, homeland) nenek moyang bangsa Austronesia haruslah daerah Indonesia dan Filipina (termasuk daerah-daerah yang sekarang merupakan laut dan selat), yang dulunya merupakan kesatuan geografis".
Pendapat lain yang tidak mengakui bahwa orang Melayu ini berasal dari daratan Asia mengatakan bahwa pada Zaman Kuarter atau Kala Wurn bermula dengan Zaman es Besar sekitar dua juta hingga lima ratus ribu tahun yang lalu. Zaman ini berakhir dengan mencairnya es secara perlahan-lahan dan air laut menggenangi dataran rendah. Dataran tinggi menjadi pulau. Ada pulau yang besar dan ada pulau yang kecil. Pemisahan di antara satu daratan dengan daratan yang lain berlaku juga karena terjadi juga letusan gunung berapi dan gempa bumi. Pada masa inilah Semenanjung Tanah Melayu berpisah dengan yang lain sehingga kemudian dikenali sebagai Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Pulau Kalimantan, dan pulau lain di Indonesia.
Dalam perkembangannya di kemudian hari, penelitian mengenai bahasa melayu mengkategorikan perkembangan bahasa melayu kedalam beberapa golongan, yakni :
Bahasa Melayu Purba
Bahasa Melayu Purba adalah nama yang diberikan pada bahasa yang digunakan sebelum ditemui bukti sejarah berupa batu bersurat. Hal ini diasumsikan bahwa sebelum ditemui bukti batu bersurat tersebut,bahasa melayu telah digunakan untuk masa yang panjang karena didapati bahasa yang ada pada batu bersurat ternyata sudah agak tersusun tata bahasanya dimana pada batu bersurat dimasukan jga beberapa perkataan melayu.
Bahasa Melayu Kuno
Bahasa melayu kuno adalah bahasa yang mendapat pengaruh dari para pedagang yang singgah di pelabuhan Malaka. zaman dahulu kala sebelum masehi, Selat Melaka telah digunakan oleh pedagang Arab sebagai tempat yang dilintasi pelayaran yang membawa barang perniagaan dari Tiongkok, Sumatera, dan India ke Pelabuhan Yaman. Dari Sumatera hasil yang paling utama mereka beli ialah rempah-rempah karena rempah ini merupakan keperluan yang penting bagi orang Arab di Saba' (Kerajaan Saba' wujud di antara 115-950 SM). Pelabuhan di Sumatera pula mendapat bekalan rempah ini dari Pulau Maluku di samping Aceh yang sudah terkenal hasil rempahnya ke dunia Arab.. Penggunaan kapur barus untuk mengawetkan mayat (mummi) yang disimpan di dalam piramid pada Zaman Mesir Kuno dikatakan diambil dari Barus (nama tempat) di Pulau Sumatera. Pada abad pertama, barulah pedagang dari India belayar ke timur menuju Tiongkok dan pedagang Tiongkok pula belayar ke barat menuju India. Pelayaran dua ini mengakibatkan mereka melalui Selat Melaka. Lama-kelamaan pelabuhan yang ada di Kepulauan Melayu ini bukan saja sebagai tempat persinggahan tetapi juga menjadi tempat perdagangan pedagang India dan Tiongkok seperti yang telah dirintis lebih awal oleh pedagang Arab. Di samping itu juga para mubaligh terutama mubaligh India turut datang ke Kepulauan Melayu ini untuk menyebarkan agama Hindu. Kedatangan para pedagang dan penyebar agama ini mengakibatkan bahasa Melayu Purba mendapat pengaruh baru. Bahasa Melayu Purba ini kemudian dinamai sebagai bahasa Melayu Kuno.
Bahasa Melayu Klasik
Bahasa Melayu Klasik merupakan campuran bahasa Melayu, dialek, bahasa Sanskrit, dan juga bahasa Arab. Bahasa Arab menggunakan bentuk tulisan yang berbeda dengan Rencong dan juga Sanskrit. Kedua bentuk tulisan yang awal ini sebenarnya hanya dikuasai oleh golongan tertentu saja dan orang umum tidak memiliki kemahiran tulisan tersebut. Tulisan Arab juga ternyata tidak dapat membaca ataupun menulis perkataan orang Melayu secara tepat. Karena itu beberapa bentuk tulisan Arab perlu disesuaikan dan juga dengan memanfaatkan tulisan Parsi. Dari hasil pengubahan ini kemudian lahir tulisan Jawi. Pada masa itu tulisan Jawi dapat memenuhi keperluan untuk menulis atau menuangkan tentang perhubungan dan pemikiran orang Melayu.
Bahasa Melayu Modern
Bahasa Melayu Moden merupakan perkembangan bahasa terdahulu ditambah dengan pengaruh bahasa asing yang lain seperti bahasa Inggris, Belanda, Portugis, dan Cina. Pada saat masa bahasa melayu modern ini, tulisan Jawi mengalami kesulitan untuk menulis karena didapatkan bahwa lambangnya kurang. Lagi pula, bentuk tulisan Jawi ini agak unik dan rumit sehingga satu perkataan dapat disebut dengan dua atau tiga bunyi.
Bahasa Melayu Tinggi
Bahasa Melayu Tinggi ialah bahasa Melayu yang ingin kembali pada sifat bahasa Melayu yang sejati. Perkataan yang digunakan di dalam bahasa Melayu boleh berasal daripada bahasa manapun sesuai dengan sejarahnya juga. Namun aturan pembentukan kata dan pembentukan kalimatnya sedapat mungkin tidak mengikuti cara bahasa lain, karena ia memiliki aturannya sendiri. Kembali pada aturannya sendiri bukan berarti bahwa bahasa Melayu Tinggi kembali pada bahasa Melayu Purba. Namun dengan menyerahkan aturan yang sesuai dengan sifat semula jadinya bahasa melayu akan lebih cepat berkembang. Bahasa lain boleh masuk dan bahasa tersebut akan menjadi milik bahasa Melayu karena telah dimelayukan oleh aturannya dan sifatnya sendiri.
Bahasa Melayu Sebagai Bahasa yang Toleran
Dari uraian mengenai sejarah serta lika-liku bahasa melayu diatas, kita dapat mengatakan bahwa bahasa melayu memiliki media pemasifan yang mengena di masyarakat hingga akhirnya bahasa ini menjadi sebuah bahasa yang familiar dan dapat diterima oleh khalayak masyarakat. Hal ini merupakan indikasi bahwa bahasa melayu merupakan bahasa yang dinamis dan memiliki toleransi. Tanpa dua karakter ini tentunya masyarakat tidak akan dengan mudah menerima bahasa melayu. Bahasa melayu juga tidak memiliki sifat keeksklusifan sehingga mampu masuk kedalam seluruh bagian masyarakat. Sebagai studi perbandingan misalnya dengan bahasa jawa yang memiliki tingkatan bahasa seperti kromo inggil, krama, dan ngoko. Contoh lain misal dalam bahasa madura yang mengenal tingkatan-tingkatan seperti Ja' - iya (sama dengan ngoko), Engghi-Enthen (sama dengan Madya), Engghi-Bunthen (sama dengan Krama)
Dengan karakter toleransi-nya ini, bahasa melayu dapat berfusi dengan berbagai macam bahasa sehingga masyarakat menjadikan bahasa ini menjadi lingua franca (bahasa perdagangan/pergaulan). Kata toleransi yang digunakan disini memiliki makna bahwa bahasa melayu mampu beradaptasi dengan bahasa lain dan mampu menjadi ”penengah” tanpa meninggikan ego kedaerahan. Bahasa melayu juga merupakan bahasa yang memiliki banyak keterkaitan erat dengan bahasa lain. Seperti diungkapkan oleh John Crawfurd yang pada tahun 1852 menerbitkan buku yang berjudul A grammar and dictionary of the Malay language Buku ini terbagi menjadi empat bagian pembahasan . Jilid satu terdiri dari dua buku, dan jilid dua juga terdiri dari dua buku. Jilid satu buku pertama mengungkapkan sejarah bahasa Melayu. Diperlihatkan juga perbandingan perkataan bahasa Melayu dengan bahasa Jawa. Beberapa perkataan tersebut ialah:
Bahasa Melayu Bahasa Melayu
kasih gargaji kapak karbau makan lalat padipusatcubitsiku asihgarajikampakkebomanganlalar paripusarjuwitsikut
Selain itu diperlihatkan juga perbandingan antara bahasa Melayu dengan bahasa Lampung, bahasa Melayu dengan bahasa Sunda, bahasa Melayu dengan bahasa Madura, bahasa Melayu dengan bahasa Bali, bahasa Melayu dengan bahasa Bugis, dan juga dengan beberapa bahasa di Indonesia Timur seperti bahasa di Pulau Timor, Pulau Roti, dan Pulau Sawu.
Perbandingan perkataan tersebut juga beliau lakukan antara bahasa Melayu dengan bahasa Tagalog, Bisaya, Campa, Formosa, Maori, Tahiti, Caroline, Guham, dan beberapa bahasa lain di Lautan Pasifik hingga bahasa Malagasi di Pulau Madagaskar. Perbandingan ini dimaksudkan oleh Crawfurd betapa banyaknya persamaan perkataan di antara bahasa Melayu dengan bahasa yang terdapat di Lautan Pasifik dan Lautan Hindia. Di dalam buku ini juga diperlihatkan beberapa bentuk aksara beberapa bahasa seperti Batak, Rejang, Lampung, Bugis, dan Tagalog.
Bahasa Melayu Sebagai Bahasa Nasional
Berkembangnya bahasa melayu sebagai bahasa nasional juga tidak dapat dilepaskan dari unsur politis yang terdapat didalamnya. Bahasa memang memiliki kaitan erat dengan politik dan kekuasaan. Secara sederhana, orang yang berkuasa memiliki pengaruh dan wewenang terhadap wacana-wacana yang berkemban dan dibahasakan. Tidak sebatas dalam konteks sesederhana itu, namun ada hal-hal lain yang merupakan kaitan erat antara bahasa dan kekuasaan. Dalam buku ‘Language and Power’, ada studi kasus tentang bahasa dalam bidang politik. Mereka mengetahui bahwa bahasa adalah alat penting untuk menbangunkan solidaritas di antara golongan sosial yang kemudian memihak kepada suatu partai itu (Fairclough 2003:201). Contohnya, dalam pidato politikus bisa menggunakan ‘kita’, sebagai pengganti ‘Anda’, karena ‘kita’ membuat perasaan bersatu dengan lain-lainnya. Juga ditahui mereka bahwa bahasa yang lebih otoritas membantu pemerintah mempunyai pengaruh atas masyarakat (Fairclough 2003:204). Hak untuk menentukan bahasa dan pengakuan lewat bahasa seringkali menjadi berperan sangat penting dalam konflik-konflik sosial-politik yang terjadi di seluruh dunia. Upaya untuk mempertahankan sebuah bahasa minoritas di tengah-tengah budaya lain yang menjadi mayoritas sering kali terkait erat dengan keinginan untuk mempertahankan nilai-nilai dan identitas budaya yang unik dari penuturnya. Hal itu juga yang kemudian dapat dikategorikan dalam faktor penggunaan bahasa melayu sebagai bahasa nasional. Bahwa pada awal mula, bahas melayu dibangun dan didewasakan oleh tokoh-tokoh yang mampu melintasi kepentingan etnik, lokal, atau pribadinya. Muhammad Yamin, penyair, ahli hukum dan negarawan Minang, pernah mencatat bahwa pada tahun 1930-an, 30 persen lebih tokoh terkemuka di bidang politik, ilmu dan dagang di Indonesia berasal dari Minang (Melayu). Tokoh dan bahasa memiliki kaitan erat, dimana tokoh memiliki pengaruh terhadap kebijakan yang diambil sebagai sebuah keputusan bersama.
Selain itu, hegemoni dalam bidang yang menggunakan bahasa seprti media merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam hal ini. Media memiliki kekuasaan untuk memproduksikan dan mempertahankan wacana yang dominan, maka itu berarti bahwa media juga sekaligus dapat menjadi agen bagi perubahan wacana. Dalam perkembangannya, bahasa melayu memiliki tingkat perkembangan bahasa dan media yang cukup pesat dengan berbagai karya sastra yang masih populer hingga sekarang ataupun media-media yang dikeluarkan pada masa itu.
Bahasa Sebagai Kekuatan Bangsa
Dengan meninjau karakteristik serta proses alur bahasa melayu sebagai bahasa nasional, dapat kita katakan bahwa bahasa yang kita miliki sekarang adalah sebagai sebuah kekuatan yang tak terpatahkan. Semangat pemersatuan ditengah keberagaman sangat terasa sebagai misi bahasa melayu. Maka pelestarian bahasa melayu dan bahasa nasional –yang bercikalbakal bahasa melayu- adalah suatu kemutlakan yang harus dilakukan jika kita tak ingin bangsa ini hilang. Jika unsur kekuatan suatu bangsa hilang maka lenyap juga bangsa tersebut. Hal ini patut diwaspadai apalagi dengan fenomena ”intervensi” bahasa asing terhadap bahasa nasional kita.
Pakar bahasa, Slamet Mulyana mengakui, sejak dulu baik ketika masih beridentitas bahasa Melayu maupun setelah menjadi bahasa Indonesia, telah terjadi kontak sosial dan budaya yang aktif dengan bahasa daerah. Jiwa bahasa Indonesia dan jiwa bahasa daerah telah bertemu. Kedua bahasa itu telah saling memperhatikan dan akhirnya saling mempengaruhi. Memang dalam pertumbuhan dan perkembangan sebuah bahasa, kontak budaya akan mengakibatkan kontak bahasa. Akibatnya, terjadi saling pengaruh.

KESIMPULAN

Bahasa melayu sebagai bahasa cikal bakal bahasa nasional merupakan bahasa yang memiliki karakteristik sebagai bahasa yang toleransi, dinamis, serta teguh pada jati diri. Hal ini merupakan kekuatan yang harus dipupuk oleh bangsa Indonesia. Bahasa Melayu merupakan bahasa yang memiliki eksistensi ditengah keberagaman budaya dan bahasa yang ada. Di tengah arus global, karakteristik seperti ini merupakan hal yang perlu dijaga dan dikembangkan untuk mempertahankan eksistensi sebuah bangsa. Perlu diwspadai pula gejala separatisme dengan kedok budaya. Penulis rasa hal itu justru akan menjadi hal yang tabu apabila terjadi pada bahasa melayu karena kita sudah mengetahui bahwa bahasa melayu adalah bahasa yang luhur dan bertoleran. Semoga bahasa melayu dapat terus eksis dengan karakteristik pemersatu tersebut dan dapat menjadi simbol yang merupakan pengejewantahan dari sebuah identitas bangsa.










Sumber Referensi


Thomas Linda dan Wareing Shan. 2007. Bahasa, Masyarakat dan Kekuasaan. Yogyakarta : Penerbit Pustaka Pelajar.
Rochman Syaifur dan Purwati Tuti. 2007. Pengantar Linguistik Umum. Disampaikan pada materi kuliah Pengantar Linguistik Umum prodi sastra Inggris UNSOED.
http://ms.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Melayu. Tanggal akses 1 Desember 2007
http://www.anu.edu.au/asianstudies/ahcen/proudfoot. Tanggal akses 1 Desember 2007

http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/1005/28/0802.htm. Tanggal akses 10 Desember 2007
dan sumber-sumber lain
Curiculum Vitae

Shinta Ardhiyani Ummi, lahir di Tegal, 25 Mei 1987. Menyelesaikan pendidikan dasar, menengah dan atas di kota Tegal tepatnya di SD N kejambon 2 Tegal (lulus tahun 1999 ), SLTP N 2 Tegal (lulus tahun 2002), SMA N 1 Tegal (lulus tahun 2005). Kini sedang menjalani pendidikan di program studi sastra Inggris, jurusan Ilmu Budaya Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Budaya UNSOED-Purwokerto semester ketiga (tahun angkatan 2006). Penulis yang merupakan anak kedua dari empat bersaudara ini memiliki minat terhadap dunia tulis menulis serta beberapa kali mengikuti event kepenulisan dan mendapatkan penghargaan dibidang tulis-menulis. Penghargaan terakhir yang diperoleh adalah juara I Lomba Essay tingkat Barlingmascakeb (2006). Karya Ilmiah terakhir yang dibuat adalah mengenai peran serta lingkungan PKK terhadap penanggulangan KDRT. Penulis memiliki pengalaman di berbagai organisasi. Saat ini sedang menjalani amanah sebagai sekretaris umum Kabinet Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM UNSOED) periode 2007-2008; Divisi Marketing Radio Mafaza FM; tim penyiar Mafaza FM; kader Himpunan Mahasiswa Islam(HMI) komisariat pertanian-cabang purwokerto, serta aktif di beberapa komunitas teater dan komunitas tulis-menulis. Penulis yang memiliki cita-cita sederhana menjadi “penulis” ini memiliki ketertarikan dalam bidang penelitian bahasa dan budaya. Saat ini penulis sedang melakukan sebuah studi kritis terhadap pemberlakuan standart bahasa Inggris (antara TOEFL dan IELTS, sebuah studi korelasi antara bahasa dan politik). Hal itu akan dituangkan dalam sebuah karya tulis ilmiah.





Title: BAHASA MELAYU DAN INTEGRITAS BANGSA; Written by Shinta ar-djahrie; Rating: 5 dari 5

3 comments:

DACHOLFANY said...

Pengalaman Bahasa Melayu ketika awal belajar

di Universiti Kebangsaan Malaysia ( UKM )
oleh Mihsan dac
holfany (Pelajar S3 UKM 2006)

Universiti Kebangsaan Malaysia ( UKM ) adalah satu-satunya Universiti yang memperjuangkan hak penggunaan Bahasa Melayu sebagai bahasa pengantarnya dan pelajar asing diwajibkan untuk mengikuti kursus Bahasa Melayu sebagai syarat akademik dan ramai pelajar asing menyedari akan pentingnya kursus tersebut walaupun mendapatkan kesukaran untuk memahami Bahasa Melayu tersebut. termasuklah penulis ini ketika pertama kali belajar di Universiti Kebangsaan Malaysia untuk mengikuti kursus .
Ada beberapa ayat dalam bentuk tulisan atau perbincangan yang membuat para pelajar Asing merasakan kesukaran dalam memahami Bahasa Melayu, seperti contoh untuk pertama kalinya penulis bermula masuk kelas di Universiti Kebangsaan Malaysia Bangi bersama rakan-rakan yang juga berasal dari Indonesia, satu fakulti namun jabatan Kami berbeza-beza, ketika datang ke fakulti, Kami mendapati ayat atau tulisan di depan gedung tersebut, iaitu dilarang masuk kecuali “ kakitangan”, yang membuat saling bertanya diantara Kami beberapa menit tetapi tidak ada yang mengetahui maksud ayat tersebut, termasuklah teman yang mahu pergi ke bilik air juga mendapati tulisan : dilarang masuk kecuali ”kakitangan” Kami bertambah tidak dapat memahami tulisan tersebut, apakah yang boleh masuk hanya ”kakitangan” sahaja, bagaimana dengan kepala dan badan Kami, mengapa dilarang masuk ?, setelah Kami bertanya kepada orang yang lalu di hadapan Kami iaitu seorang lelaki yang membersihkan lantai, dan Kami bertanya setelah mendapat keterangan, akhirnya Kami semua memahami ayat tersebut bahawa yang dimaksudkan adalah pengurusi, pensyarah atau kerani fakulti bukan pelajar, akhirnya Kami tersenyum sambil ketawa dengan diiringi kebahagiaan, sebab Kami mendapat ayat yang sama tetapi ertinya berbeza dan mendapat pengalaman setelah mengetahui erti ayat atau tulisan tersebut.
Setelah berada di dalam kelas, Saya bertanya kepada rakan di samping Saya tentang “kapan” ia membeli buku, kemudian Saya bertanya “ bisa” Saya lihat kerana buku kursus itu belum Saya beli dan baharu melihatnya, ia hanya diam sahaja dan Saya bertanya lagi, akhirnya ia sedikit marah sebab buku yang baharu dibelinya mahu dikapani, tentu ia tidak mahu dan tidak mungkin ada ularnya serta mengeluarkan racun didalam buku tersebut yang akan Saya lihat sebab “bisa” di dalam Bahasa Melayu ertinya “racun dari ular yang berbisa”, kemudian ia balik bertanya apa ertinya “kapan”, kemudian Saya menjelaskan dalam bahasa Inggrisnya kerana mendapati kesukaran di dalam memberi penjelasan iaitu “When” sedangkan”kapan” di dalam Melayu ertinya “Kain putih untuk orang yang sudah meninggal” dan ia juga juga menjelaskan “kapan” di dalam Bahasa Melayu iatu ” bila ” yang bererti “waktu”, kemudian ia menjelaskan “ bisa “ ertinya “ racun ular “akhirnya rakan tersebut dapat memahami maksud Saya dan akhirnya Saya memohon maaf kerana membuat ia marah dan ia juga memohon maaf kerana tidak memahami maksud Saya sebelumnya, ini menerangkan bahawa ucapan atau ayat yang sama tetapi ertinya berbeza, dan rakan yang melihat kes Kami tersebut, hanya ketawa sahaja mendengar perbincangan Kami dan akhirnya memberi amaran agar Kami senyap di bilik kelas kerana “pensyarah” sudah datang, Saya kembali bertanya kepada rakan yang berasal dari Malaysia tersebut, apa ertinya pensyarah setelah mendapat keterangan bahawa “pensyarah” adalah guru di peringkat pengajian tinggi dan jika dalam Bahasa Indonesia disebut “dosen” dan akhirnya Saya mengerti apa yang dimaksudkan bahawa makna dan erti berbeza, setelah Kami masuk ke bilik kelas, pensyarah memulakan dengan perkenalan terlebih dahulu, sebelumya pensyarah menyuruh Saya untuk mengambil “pemadam”, Saya hanya diam dan tidak dapat mengerti apa yang diperintahkan, pensyarah menyuruh Saya kembali yang kedua kalinya untuk mengambil “pemadam“, Saya menjadi pening dan akhirnya Saya keluar untuk membawa baldi yang berisi air, sebab menurut pengertian Saya dalam Bahasa Indonesia, “pemadam” adalah alat untuk mematikan api atau memadam api dan Saya bertanya kepada rakan-rakan, dimanakah tempat yang terbakar kerana api atau adakah diantara teman yang menyalakan api ?, sebab jika tidak di padamkan akan mengakibatkan kebakaran pada bilik kelas atau gedung dan mesti di padamkan dengan air, rakan-rakan tidak menjawab pertanyaan Saya dan rakan-rakan hanya tertawa melihat kes tersebut, akhirnya rakan yang duduk di belakang memberikan penjelasan bahawa “ pemadam “ adalah alat untuk menghapus tulisan yang ada papan tulis, Saya hanya diam dan tertunduk malu serta kembali duduk kerana ayat tersebut mengandung ucapan dan tulisan atau ayat yang sama tetapi maknanya berbeza sehingga Saya tidak mengetahui apa yang diperintahkan, kes itu terjadi juga pada waktu pensyarah bertanya untuk pertama kalinya kepada Saya tentang nama dan “duduk“( Bahasa Malaysia tidak baku ) dimana?, Saya menerangkan nama saya dan menjawab bahawa Saya sekarang “duduk di atas kursi” teman-teman di belakang dan samping Saya ketawa lagi sejenak mendengar jawapan Saya, padahal yang dimaksudkan adalah ”tempat tinggal“, sehingga akhirnya rakan-rakan dan pensyarah sedar bahawa Saya adalah satu-satunya pelajar asing yang belum mengetahui betul Bahasa Melayu.
Setelah kursus selesai, rakan dari Malaysia, mengajak Saya untuk “pusing-pusing” menggunakan keretanya dan Saya keras kepala tidak mahu mengikutinya, sebab pusing-pusing di dalam Bahasa Indonesia ertinya “mabok akibat dari minuman keras” dan dilarang oleh agama, lalu Saya bertanya, apa ertinya pusing-pusing dan ia menjawab pusing-pusing ertinya “putar-putar atau keliling”, ini bererti ucapan sama dan tulisan atau ayat yang sama tetapi maknanya berbeza, kes ini terjadi lagi, setelah rakan Saya itu mahu “belanja” untuk Saya tetapi ia mengajak Saya ke kantin kemudian tidak bosan-bosan untuk bertanya kembali apa yang dimaksudkan”belanja” dan ia menjelaskan bahawa” belanja ertinya beli barang atau makanan tapi masalah pembayaran ia yang bayar kerana ia yang mengajak belanja, namun jika di dalam Bahasa Indonesia, belanja ertinya membeli barang sahaja sedangkan dalam hal pembayaran yang bertanggungjawap disebut “mentraktir” khasnya di dalam membeli makanan.
Dengan kes tersebut, Saya menyedari akan perlunya untuk memahami dan mengikuti kursus Bahasa Melayu dengan baik, semoga dengan kes-kes tersebut Saya bertambah semangat dan mahu untuk belajar dengan banyak membaca buku atau akhbar serta banyak bertanya kepada rakan-rakan serta semoga tidak akan terulang kembali kes yang membuat Saya malu kerana tidak dapat memahami erti dan perbincangan atau memahami betul ayat atau tulisan di dalam Bahasa Melayu.












Tugasan I
Bahasa Melayu
Untuk Keperluan Akademik II
ZM 1063


Tajuk
Pengalaman bahasa Melayu
ketika awal belajar
di Universti Kebangsaan Malaysia



Pensyarah
Rusdi Bin Abdullah
Penyelaras Bahasa Melayu



Disediakan oleh
M.Ihsan Dacholfany
P 25199



Pusat Pengajian Bahasa
Universiti Kebangsaan Malaysia
Bangi Selangor Darul Ehsan Malaysia

DACHOLFANY said...

bahasa melayu yang lucu dan aneh...

Unknown said...

SELAMAT DATANG DI
"PREDIKSI ANGKA TOP TOGEL JBRMALAM"

DI SINI TEMPAT PARA PEMAIN TOGELER BERSATU MENGELUARKAN ANGKA TOGEL YANG BISA DI MENANGKAN SETIAP KALI PUTARAN SINGAPURA HONGKONG MALAYSIA MACAU SIDNEY,DENGAN BANTUAN KY JAYA INSYAH ALLAH ANDA SEMUA AKAN DAPAT KEMENANGAN HARI INI.
PASTIKAN ANGKA ANDA ADA DISINI
LIVE NUMBER SIAP TEMPUR
======================
( KHUSUS MEMBER )
================
Semoga jackpot™
"PREDIKSI ANGKA TOP TOGEL JBRMALAM"
SINGAPURA : XXXX
HONGKONG : XXXX
MALAYSIA : XXXX
MACAU : XXXX
SIDNEY : XXXX
B O L A K - B A L I K

ANDA TERMASUK DALAM KATEGORI INI
1. DI LILIT UTANG
2. SERING KALAH DALAM JUDI TOGEL
3. BARANG BERHARGA HABIS GARA-GARA TOGEL
4. SUDAH KE MANA-MANA TAPI BELUM MENGHASILKAN SOLUSI YANG TEPAT
SYARAT DAN KETENTUAN YANG BERLAKU
ANDA INGIN JADI PEMENANGBERIKUTNYA

JIKA ANDA SERIUS
HUBUNGI
KY JAYA
0853-2160-6847
PENTING UNTUK DI BACA !!!
Anda jangan putus asa... Anda sudah berada di tempat yang sangat tepat,Ky jaya akan membantu anda semua dengan angka ritualnya melalui supranatural yang bisa menghasilkan angka tembus yang bisa di menangkan setiap kali putaran...Ky jaya bekerja tiada henti untuk menembus angka yang bakal keluar hari ini dengan jaminan 100% tembus.. Tapi ingat !!! Ky jaya hanya memberikan angka ritual buat yang benar-benar membutuhkan dan bisa memenuhi persyaratan yang berlaku...
Anda cukup mendaftar dengan biaya 100 ribu
Contoh format nama dan kirim pulsa 100 ribu sebagai biaya ritual untuk di belikan peralatan sesajen seperti kembang,kemenyang,pisang dan telur ayam kampung.
Jika biaya ritual sudah di kirim maka ky jaya akan membantu anda dengan ritual ghoib yang di jamin tembus.
Biaya yang di keluarkan tidak sebanding dengan angka ritual ky jaya yang di berikan kepada anda semua,tapi ingat !!! setelah sukses jangan lupa sisihkan sedikit buat yang memerlukan dan kunci keberhasilan anda adalah harus oftimis angka Ky jaya pasti tembus.
UNTUK MENDAPAT ANGKA TEMBUS

MASTER TOGEL
KY JAYA
0853-2160-6847