Pages

Saturday, March 16, 2013

Menyimak Dialog Kisah Pi

#catatanRingan
# bagian prolog bisa di-skip aja.. :D 

Prolog  : Dilematis. Itu yang dirasa jika hendak ke bioskop di Purwokerto. Satu sisi, mungkin sebuah prestasi ketika akhir-akhir ini ada pembenahan management dan bioskop tua itu kemudian ramai dipenuhi para penikmat film. Namun di sisi lain, keriuhan yang terjadi itu adalah keriuhan sebagai pusat hiburan belaka. Tau kan maksudnya? Keramaian yang terjadi ketika bioskop dipenuhi oleh orang-orang yang sekedar untuk pacaran, mencari hiburan, dan sejenisnya? Dalam kondisi bioskop dipenuhi orang-orang seperti ini, saya tak pernah merasa nyaman. Masalahnya, orang-orang yang berorientasi mencari hiburan kerap kali tidak memiliki etika menonton. Maka, bisa dibayangkan bagaimana kesalnya saya selama menikmati film kemudian mendengar banyak hal norak seperti bunyi ringtone blackberry yang tak disilent, telepon genggam yang tak dinonaktifkan, atau sekedar mereka ngrumpi dengan rekan-rekannya sepanjang film diputar. Oh my..oh my... Jadi, untuk konteks kota kecil seperti Purwokerto ini, saya tak ingin mengutuk para pembajak. Justru melalui mereka lah , kemudian saya bisa punya kesempatan mengapresiasi film-film baru tanpa harus menunggu di bioskop dan berjejalan dengan para ABG labil disana. Kalau saya bertemu dengan Ang Lee, saya akan bilang bahwa saya sudah membeli novel dan menonton filmnya di bioskop. Tapi, karena ketidakpuasan saya terhadap kondisi bioskop yang ada, maka maafkan saya yang mengcopy hasil bajakan dan menonton ulang serta menyimpannya sebagai koleksi film di laptop saya. Dan inilah itu, sebuah catatan sederhana hasil menonton dan pembacaan terhadap sebuah kisah, Kisah Pi : Life of Pi. Insya Allah tidak mengandung spoiler... :)



Menurut asumsiku yang lumayan sok tau, ketika Ang Lee memilih menghadirkan tokoh Yann Martell dalam film-nya ini, adalah semata-mata untuk menyiasati kisah yang tak banyak memiliki dialog. Dialog yang dimaksud adalah dialog antar tokoh manusia, terutama pada adegan saat di laut lepas . Berbeda ketika kita menyimak novelnya. Menurutku, kisah ini justru padat karakter dan dialog. Karena film lebih bersifat visualisasi, maka mungkin tak mudah menghadirkan kisah-kisah dalam paragraf panjang tanpa tanda kutip alias tanpa dialog dalam tayangan-tayangan adegannya. Namun, sebenarnya selain Pi , kita perlu tahu bahwa Richard Parker (seekor macan tutul), Orange Juice (orang utan), Zebra dan Hyena adalah tokoh-tokoh yang punya peran lebih besar bahkan dibandingkan dengan tokoh Ravi (kakak Pi), Mamaji, dan keluarga Pi yang lain. Bahwa keberadaan Yann Martell di kisah ini adalah benar-benar outsider yang sebetulnya tak akan pernah kita temukan dalam novelnya kecuali di bagian pengantar, tentu saja.

Maka, sisi menarik dari film dan novel ini adalah kita dapat menemukan dialog yang begitu ramai antara Pi dan partner-partnernya yang bukan manusia itu. Bukan, ini bukan fabel dimana ada macan animasi yang dapat berbicara. Tapi, dalam novel, Pi ingin mengajak berdialog dengan pembaca tentang bagaimana ia berkomunikasi dengan para binatang. Kita akan menemukan barisan-barisan pikiran yang berkecamuk dalam otak Pi. Seperti monolog. Namun justru itu yang menghidupkan hubungan antara pembaca dan tokoh utama dalam kisah ini. Dalam bahasa teorinya : pada novel Life of Pi, sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang kedua (aku), sedangkan dalam film penonton dijadikan sebagai orang ketiga yang mendengarkan penceritaan sebuah kisah dari Pi kepada Yann Martell (penulis novel). Meski dalam buku, kita juga akan menemukan beberapa bab singkat yang tercetak miring yang menceritakan dari sudut pandang menulis. Tapi itu hanya ada di bagian I saja.



Serpih Yang Hilang
( Tentang Antropomorfisme dan Zoomorfisme )

Dalam sosialisasi dan interaksi sesama manusia, kita mungkin tak akan pernah selesai menemui masalah. Bahwa tiap diri manusia itu punya karakter masing-masing. Ada saja masalah yang terjadi. Padahal makhluk Tuhan juga bukan hanya manusia. Salah satu diantaranya juga para binatang. Jika kita didaulat menjadi yang diciptakan dengan sebaik-baiknya bentuk dan juga menjadi pemimpin di muka bumi ini, maka konsekuensi kita sebagai pemimpin adalah mengakomodir apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh makhluk lain sehingga bisa berdampingan dengan baik.

Seperti yang dikisahkan dalam novel ini, bahwa inti dari seni dan ilmu perkebun-binatangan adalah membuat binatang-binatang terbiasa dengan kehadiran manusia. Tujuan utamanya adalah mengurangi jarak aman binatang. Jarak aman adalah jarak yang dikehendaki binatang yang bersangkutan antara dirinya dengan makhluk yang dia anggap musuhnya. Misal, burung Flamingo di alam bebas tidak akan berkeberatan dengan kehadiran manusia kalau manusia itu berada lebih dari tiga ratus meter jauhnya. Masing-masing binatang punya jarak aman berbeda-beda. (hal 69, Bab 9, Bagian I) .

Kebun binatang yang bagus merupakan tempat berinteraksi yang dibangun dengan hati-hati , di mana binatang mengisyaratkan "jangan masuk" pada kita dengan air kencing atau kotorannya, sementara kita menyuruhnya "tetap di dalam" dengan memberi kerangkeng di sekelilingnya. Beberapa informasi tentang insting dan karakter binatang, itulah yang banyak  diselipkan pada bagian pertama novel. Dimana hal itu, tidak kita temui dalam film. Bahkan ada adegan yang dirubah kronologinya. Saat ayah Pi ber"eksperimen" di depan kedua anaknya dengan meletakan seekor kambing di depan kandang macan tutul. Jika pada film kita melihat itu sebagai sebuah hukuman atas keteledoran Pi, tapi sebenarnya dalam novel peristiwa itu memang dilakukan oleh ayah Pi dengan kesengajaan untuk memberikan sebuah pelajaran berharga bagi anak-anaknya. Sebuah pesan tentang bedanya manusia dan binatang. Bahwa hewan itu bukan temanmu, begitu kata sang ayah.

Ini menjadi serpih yang hilang, menurutku. Pesan-pesan filosofis yang merupakan contoh antropomofisme di dunia binatang , juga tentang zoomorfisme dimana binatang menganggap manusia, atau binatang lain sebagai makhluk sejenisnya sendiri.   Seperti misalnya kenapa anjing peliharaan yang telah berasimiliasi begitu dekat dengan manusia sampai ingin kawin juga dengan manusia.

Maka itu menjadi penguat dalam kisah-kisah Pi bersama para hewan ketika terdampar di laut lepas. Tak heran jika beberapa penonton mungkin hanya akan merasakan sensasi petualangan saja dalam film Life of Pi ini. Nilai-nilai filosofi dari kisah Pi memang banyak yang tak diangkat. Seperti bagaimana ia mengenal tiga agama, proses mencari Tuhan, dan itu semua berlanjut dalam aksinya saat di tengah laut. Jadi, pencarian Tuhan dalam kisah ini adalah proses, bukan akibat dari kejadian terdamparnya Pi dan Richard Parker. Adegan-adegan seperti bertemunya tiga pemuka agama yang secara tak sengaja di tepi pantai dengan kedua orang tua Pi, yang kemudian ketegangan itu berakhir pada sebuah es krim. Atau kisah tentang Kumar dan Mr.Kumar, dua orang yang kemudian juga menjadi bagian inspirasi Pi saat dewasa yang mendalami dua ilmu yang berbeda yaitu ilmu keagamaan dan zoologi.

Perpaduan antara ilmu keagamaan dan zoologi, itu bagian yang kurasa menarik saat menikmati bagian awal novel ini. Dalam novel bertebal 446 halaman ( yeaah.., tidak terlalu tebal kok), ada tiga bagian kisah dimana tiap bagian terdiri lagi dari beberapa bab. Bab I lebih banyak membahas beberapa kisah filosofis, perkenalan Pi dan latar belakang. Bab II adalah peristiwa kecelakaan kapal Tsimsum yang mulai berlayar pada tanggal 21 Juni 1977. Kapal barang ini berlayar dari Madras menuju Canada, dan pada 2 Juli kapal itu tenggelam di Samudra Pasifik. Disitulah petualangan Pi dimulai , dimana dia terperangkap dalam satu sekoci bersama beberapa hewan buas. Sedangkan bagian III adalah ketika Pi bertemu dengan para petugas yang sedang melakukan investigasi atas kecelakaan tersebut.

Memang bagian II adalah inti dari kisah panjang ini. Namun menghilangkan beberapa kisah di bagian I, memang membuat ada yang kurang utuh dalam cerita ini. Kecuali jika menonton film nya saja. Tapi, memang hampir sebagian film yang diangkat dari buku akan seperti itu kejadiannya. Kalau saya memang sempat membaca sebagian isi bukunya terlebih dahulu, belum selesai membaca filmnya sudah putar. Maka ditengah-tengah membaca, saya menonton filmya, baru kemudian melanjutkan membaca. Diakhiri dengan menonton ulang file film bajakannya.hehe.

Kesimpulannya, secara utuh saya puas pada Kisah Pi. Ada pelajaran-pelajaran kehidupan, lebih dari sekedar heroisme sebuah kisah petualangan. Ini juga diangkat dari kisah nyata yang dialami oleh Pi. Sebuah pesan juga bahwa cara pandang orang-orang modern yang susah percaya pada hal-hal yang tidak rasional. Tapi memang sebuah keyakinan itu bukan untuk diobral untuk kemudian diakui sebagai sebuah "kebenaran ilmiah", tapi sebuah pengalaman-pengalaman yang tiap orang perlu memiliki persepsi dan menjalani sensasinya masing-masing.

Secara teknis sinematografi, , film ini sudah terbukti bagus. Saya belum cukup layak untuk berkomentar panjang sementara Oscar juga sudah menganugerahkan beberapa penghargaan pada film ini. So far, saya sepakat jika film ini menjadi penerima Oscar pada beberapa kategori nominasi.  

Sebetulnya ada beberapa hal lain yang menarik yang ingin diungkapkan dalam catatan ini. Namun, seusai menulis paragraf diatas, sebuah pesan singkat masuk untuk saya yang isinya saya diminta berangkat pagi diminta menemani pelatihan tentang akuntansi pengelolaan zakat. Sementara siang nanti juga diminta bedah naskah padahal saya belum menyiapkan apapun, tadi malam keasyikan nonton. Sore nanti ada rapat dan mau ke Purbalingga, juga lanjut ke  Wonosobo sampai Senin pagi.  (ebuset aku kok agendanya padat banget, kapan pacarannya yak?? :p ) Jadi, dengan sangat menyesal saya sudahi catatan yang mungkin acak-acakan ini. Jika nanti tulisan ini sempat dipost di FB atau blog, sila tambahkan kesan pembacaan yang lain. Itu akan membuat saya sangat bahagia. aamiin.

Oya, ada satu quote yang bikin saya mak jleb, yaitu saat Pi dan Parker sampai di pantai dan kemudian Parker meninggalkannya ke hutan. Pi begitu hancur ketika menyadari bahwa Parker adalah Parker seorang macan yang tak pernah menganggap ia teman. Kemudian Pi berkata kepada Martell : "aku telah kehilangan banyak hal, india, kebun binatang, keluarga, dan semuanya.., menurutku semua itu memang akan terjadi bahwa semua akan meninggalkan kita tapi yang menyedihkan adalah ketika kita tak sempat berkata selamat tinggal... "

Ya, kita tahu bahwa kita suatu saat akan sendiri, semua akan meninggalkan kita, tapi kita kadang lupa untuk mengungkapkan terimakasih lupa untuk menyampaikan selamat tinggal. Dan, sungguh kadang itu terasa begitu perih dan menyesakkan. Ketika kamu pergi tanpa bisa mengucapkan selamat tinggal, terimakasih atau sekedar maaf. Itu, sungguh menyedihkan. *melo mode ON*.


Purwokerto, akhir pekan ketiga di bulan Maret. Yeah, ini waktunya ngebolang! Selamat hari sabtu, salam sayang dan hormat saya untuk orang yang paling anda cintai.. :)

Title: Menyimak Dialog Kisah Pi; Written by Shinta ar-djahrie; Rating: 5 dari 5

No comments: