Panggil saja beliau dengan nama Bu Sitem. Gurat wajahnya
mampu memberikan informasi pada kita tentang sepuhnya usia Bu Sitem. Langkah
kakinya tentu sudah tak segesit dulu saat muda. Bu Sitem adalah pemuji sunyi.
Hidupnya yang sebatang kara, tanpa sanak saudara, tinggal menumpang di sebuah
bangunan pos kamling milik warga. Pagi ini dengan tertatih, ia menghulurkan
senyum yang lebar kepadaku. Sedikit obrolan mengabarkan bahwa ia sedang menuju
ke klinik untuk berobat. Usia tua membuatn beberapa organ tubuhnya tak sesehat
dulu. Terkadang bulan ini ia merasa sesak nafas. Kadang di bulan lain, merasa
pusing berkepanjangan. Kadang juga berkeluh tentang kaki atau bagian tubuh yang
lain.
Lain lagi dengan kisah Kiki (bukan nama sebenarnya). Gadis
berusia belasan tahun yang sudah beberapa hari tak mampu menggerakan jemari
tangannya. Hampir kesepuluh jarinya itu seolah menempel satu sama lain. Hal itu
terjadi setelah berminggu-minggu ia mengalami penyakit kulit, gatal-gatal yang
sangat menyiksa. Bukan hanya jari tangannya yang terluka tapi juga beberapa
bagian tubuh lain. Sanitasi yang buruk serta kebiasaan yang kurang sehat
membuatnya terjangkit penyakit kulit tersebut. Bukan hanya Kiki, bahkan
beberapa anggota keluarganya juga terserang hal yang sama meski beda tingkat
keparahannya.
Bu Sitem, Kiki, adalah salah dua diantara sekian ratus dari
pasien klinik kami. Bu Sitem mewakili beberapa orang lain yang juga “pasien
tetap”. Biasanya pasien kategori ini termasuk mereka yang sudah berusia lanjut.
Kiki mewakili para pasien dengan beberapa penyakit khusus. Tak jarang juga kami
harus merujuk pasien ke rumah sakit daerah. Diantara sekian banyak pasien yang
datang setiap harinya, ada satu kesamaan yang membuat mereka mempercayakan
upaya pengobatan disini, yakni karena tidak dipungut biaya alias gratis.
Sekira dua tahun silam, saat klinik ini resmi menghilangkan
aturan tarif berobat, berduyun-duyun masyarakat datang. Grafik tingkat
kunjungan pasien pun beranjak naik. Ketika dibilang : “maksudnya kau senang
jika orang sakit itu bertambah banyak jumlahnya ya?” . Oh, bukan. Tentu saja
kita semua menginginkan tak ada orang sakit. Tapi sakit adalah sebuah siklus
dari sebuah kondisi fisik. Lagipula, layanan pengobatan itu bukan untuk
menyembuhkan tetapi untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Jadi,
ketika jumlah pasien bertambah, kami hanya berpikir bahwa itu berarti tingkat
kebermanfaatan dari klinik ini bertambah. Jika dulu orang sakit harus berpikir
untuk merogoh dompet lebih dalam, kini yang perlu dipikirkan pertama kali
adalah yang penting bagaimana mereka mau sehat. Tubuh yang sehat tentu akan
menjadi faktor pendukung tiap orang untuk berkarya, bekerja.
Maka, sebuah fakta pun datang kepada benak ini. Bahwa banyak
sekali orang tak bisa mendapatkan akses kesehatan dengan baik. Pun ada
jamkesmas. Kesehatan adalah barang mahal. Tak terjangkau.
Klinik dengan layanan berobat gratis. Tentu saja kata gratis
ini hanya untuk pasien. Adapun hal selain itu tetap membutuhkan biaya. Jasa
dokter tak boleh gratis. Obat tak bisa ada yang gratis. Setiap dokter jaga
mendapat haknya dengan diberikan apresiasi seperti rata-rata klinik di kota ini meski tak begitu besar.
Maka, ketika suatu pagi ada sebuah pesan pendek dari seorang
dokter yang menanyakan status libur karena ada agenda “solidaritas”, sepertinya itu sudah diluar
kepatutan. Sebuah pertanyaan besar, ketika profesi dokter kok malah mogok.
Tapi coretan ini tak ingin mengulas masalah mogok. Terlalu
sakit rasanya ketika dokter harus dibentur-benturkan dengan pasien. Tak elok polemik seperti itu terjadi. Tak ada
orang yang ingin sakit, jadi tak
perlu ada kata-kata : “tak butuh dokter”.
Ini hanya klinik
kecil di sebuah kecamatan, Purwokerto Utara. Kunjungan pasiennya sekitar
400an pasien tiap bulannya. Membuka jasa pelayanan dari pagi jam 7 pagi hingga
jam 9 petang. Dalam perjalanannya,
memberikan layanan akses kesehatan
gratis itu memang tak mudah. Tidak semua tenaga kesehatan siap untuk
terjun melayani kesehatan masyarakat, tak
banyak perawat yang “bertahan lama”. Tiap beberapa bulan kami perlu
merekrut tenaga perawat baru. Hal yang tak jauh berbeda juga terjadi pada
dokter. Saat ini, klinik ini didukung oleh dua orang perawat dan sebelas orang
dokter. Formasi itu tidak semuanya tetap. Di beberapa bulan sekali, selalu ada
perawat atau dokter yang resign dari klinik dengan
berbagai macam faktor.
Kalau mengingat
tentang betapa rumitnya pengelolaan
sebuah lembaga layanan kesehatan, saya menjadi mafhum persoalan kesehatan
secara umum di negara ini. Terlalu banyak hal yang membuat kening
berkerut. Selain permasalahan tenaga
kesehatan, juga terkait dengan obat-obatan. Belum lagi kalau ada kasus serius
yang harus dirujuk. Baru beberapa bulan ini kami dapat mengusahakan sebuah
ambulance, gratis untuk masyarakat.
Terkait persediaan obat-obatan, pernah juga suatu hari saya
tak habis piker dengan permasalahan “relasi” pada sebuah perusahaan farmasi.
Karena hubungan dekat sang mantan pengelola klinik, kami diharuskan meneruskan
kerjasama dengan sebuah perusahaan farmasi yang itu lokasinya di luar kota. Ada
kendala jarak dan waktu padahal obat-obatan termasuk kebutuhan yang urgent.
Akhirnya diambil keputusan untuk mengalihkan kerjasama pengadaan obat-obatan.
Tentu saja dengan resiko yang tak kecil, seperti cercaan, makian, dan
lain-lain. Tapi, sekali lagi ketika program layanan kesehatan ini dimunculkan,
hal pertama yang harus selalu jadi pertimbangan adalah masyarakat yang
membutuhkan akses pelayanan kesehatan. Kesejahteraan tenaga kesehatan itu
penting, networking dengan penyedia kebutuhan obat dan alat-alat kesehatan itu
juga penting, pendanaan operasional program juga penting, tapi diatas semua itu
yang terpenting adalah : pelayanan kepada masyarakat.
Jadi, sedangkal pemahaman saya, segala permasalahan di dunia
kesehatan kita akan selalu ada dan itu perlu proses yang panjang. Hanya saja
ketika semua unsur sama-sama mendahulukan kepentingan masyarakat/kepentingan
pasien, saya rasa semua bisa dijalani dengan baik. Dokter dan tenaga kesehatan
ingin sejahtera, ingin terjamin, ingin nyaman itu wajar, manusiawi. Perusahaan
farmasi ingin mendapatkan untung, itu memang terjadi dan “logis” dalam sudut
pandang bisnis. Maka memang butuh
orang-orang yang masih memelihara empati dan akal sehat untuk melakukan
pengelolaan itu. Seperti misalnya, jika di ibukota belasan rumah sakit mundur
dari program sehat gratis yang dicanangkan pak Jokowi, itu memang terjadi
karena tidak semua orang benar-benar mendahulukan kepentingan
kesehatan rakyat.
Meski tak terlalu simpati dengan pemilik jargon “turun
tangan”, saya rasa dalam konteks ini kita memang benar-benar perlu turun tangan
dan bukan untuk saling tunjuk siapa
yang salah. Bahwa sistem kita
masih bobrok, iya. Bahwa semua butuh dana, itu jelas. Tapi lagi-lagi yang
penting bagaimana kita dapat memposisikan kebutuhan rakyat atas akses kesehatan
sebagai prioritas pertama. Persoalan lain-lain bisa diusahakan. Sehingga
nantinya, kalimat “orang miskin jangan
sakit” itu bukan karena susahnya akses pelayanan kesehatan, tetapi lebih karena kesadaran atas pentingnya
menjaga kesehatan. Maka, bukan hanya orang miskin saja yang tak boleh sakit,
orang kaya pun jangan sakit karena pelayanan kesehatan sebenarnya tidak boleh
membedakan seperti itu. Ya, setidaknya orang kaya tak boleh sakit karena uang
mereka harusnya bisa buat bantu banyak orang sakit yang tak punya uang. Seperti
kalimat “bujukan” kami kepada para donator : “Daripada uang habis untuk berobat
ketika sakit, lebih baik cegah sakit anda dengan menghabiskan uang anda untuk
bersedekah, insya Allah barokah” .. :D
Purwokerto, 11 Desember 2013
Entah tulisan ini sangat tidak sistematis, sekadar berbagi
saja dengan yang lain. Semoga bermanfaat.
Note : Klinik yang dimaksud dalam tulisan ini adalah Klinik
Mafaza Peduli Ummat, yang merupakan salah satu sub program dari divisi kesehatan
Lazis Mafaza Peduli Ummat. Program layanan berobat gratis ini sudah hampir dua
tahun terlaksana. Sebelumnya kami masih memberikan tarif berobat. Selain layanan tetap yang buka setiap
hari, juga ada program-program yang turun langsung ke masyarakat. Nuwun.
Tulisan ini selain untuk postingan pribadi juga diikutertakan pada lomba blog dengan tema yang diselenggarakan oleh Forum Peduli Kesehatan Rakyat |
No comments:
Post a Comment