Pages

Tuesday, February 05, 2013

Aku (Tidak) Suka Berbisnis


Tadi aku habis baca sebuah tulisan seorang teman yang sedang diikutkan kompetisi menulis dengan tema bisnis. Sebut saja namanya Maula (bukan nama palsu). Entah kenapa, karena malam ini masih belum bisa merem atau memang tulisannya Maula cukup inspiratif, saya jadi iseng pengen nulis hal serupa, tentang semangat berbisnis. Tapi tulisan ini bukan buat kompetisi, cuma buat membunuh waktu saja, syukur-syukur bisa ada manfaatnya.. :) . Oya, kebetulan juga tempo hari saya mendapat materi yang inspiratif tentang marketing. Jadi rada-rada nyambung dan di akhir tulisan ini juga sedikit saya singgung.

Kalau boleh jujur, aku sendiri sepertinya tidak terlalu punya semangat besar untuk berbisnis. Tapi ternyata kalau ditilik flashback kebelakang, lumayan banyak juga pengalamanku berbisnis. Bahkan aku belajar bisnis itu dari SD. Pengaruh keluarga?? ya, mungkin. Nenek saya seorang pedagang, papa  juga seorang wirausaha. Kekagumanku memang lebih ke banyak sosok kakek (yang bukan pedagang), tapi keseharian dari kecil hidup dengan nenek melihat aktivitas beliau mengelola sebuah warung kelontong yang cukup laris itu cukup menginspirasi. Kebetulan tempat tinggalku di Tegal termasuk tempat yang sangat strategis buat berbisnis. Sampe-sampe ada yang bilang : "naro trasi di depan rumahmu pun pasti laku". Entahlah, saya sendiri belum pernah mencoba jualan terasi di depan rumah.


Waktu SD, saya pernah jualan kertas-kertas binder yang motifnya lucu-lucu. Bahkan waktu SD saya sudah mulai suka menabung. Saya sangat terprovokasi dengan lagunya Saskia dan Geovani yang "bang bing bung yok kita nabung..."..hehe. Kelas empat SD, nabungnya di kotak pensil, dan sangat menyenangkan sekali ketika uang sudah terkumpul banyak dan bisa membeli tabloid "Fantasi" atau majalah Donald Bebek yang aku suka. Kelas lima SD aku punya rekening di sebuah bank dekat rumah. Aku lupa dulu kok bisa punya tabungan. Dulu hampir setiap hari Jumat pulang sekolah, mampir buat nabung, ngumpulin uang saku atau hasil jualan-jualan kecil-kecilan itu. Kadang kalau saya membantu nenek di warung saya biasa dapat semacam uang lelah dan uang itu bisa ditabung. Dulu membuka rekening di Bank kayaknya cukup mudah, dengan Rp 10.000,00 saja jadi bisa punya akun. Entahlah, saya lupa. Saya juga lupa uang tabungannya untuk apa. Tapi, saya memang merasakan kebahagiaan tersendiri ketika bisa punya uang sendiri dan tidak minta ke orang tua. Tapi, meskipun saya suka nabung saya juga boros, suka belanja. Intinya saya nggak betah nyimpen uang lama-lama..hahaha.

Ketika SMP, beberapa kali pernah berbisnis, misalnya membuka jasa rental mengetik tugas bahasa inggris. Atau sekedar jualan kripik pedas ditaro di kantin. Kalau masalah malu, saya tak pernah merasa itu. Tapi, saya cuma merasa bosan. Saya termasuk orang yang kurang telaten. Tapi dipikir-pikir mungkin saya merasa bosan karena berbisnis sesuatu yang kurang saya sukai. Masuk ke SMA, gairah bisnis saya mulai muncul lagi. Saya pernah jualan tongkat dan perlengkapan pramuka. Kebetulan saya jadi dewan ambalan, jadi ada "posisi penguat" yang membuat adik-adik kelas mau membeli perlengkapan pramuka lewat saya. hehehe. Keuntungannya lagi adalah rumah saya di depan sekolahan. Jadi, menjadi "daya jual" tersendiri bagi mereka yang malas membawa tongkat berat-berat dari rumah. Yup, bukan hanya menjual perlengkapan pramuka, tapi juga jadi tempat penitipan tongkat..huehehehe. Ini adalah bisnis yang lumayan serius yang pernah saya kerjakan saat remaja. Bahkan, sampe masa-masa perkemahan sudah lewat pun ada guru yang menanyakan perlengkapan pramuka untuk anaknya yang masih SD. hemmhh...

Tapi, sekali lagi semangat saya berbisnis tidaklah besar. Ada satu hal yang tidak saya suka dari orang yang berbisnis. Tanpa bermaksud mengeneralisir semua pedagang, saya cenderung melihat pebisnis itu punya profit oriented. Semua serba diperhitungkan untung ruginya. Semua diliht dari nominal rupiah. Dalam kata singkat : jadi pebisnis itu cara mudah untuk menjadi matre! Itu pendapat sederhana saya.

Dan ketidaktertarik-an saya pada bisnis juga diperkuat oleh para presenter MLM! Yup, mereka telah mencoreng nama baik bisnis di mata saya.hehehe. Entah kenapa, saya eneg sama orang-orang MLM. Besar omong doang. Anehnya banyak sekali yang terpikat menjadi downline..arrrggh. Akhirnya saya pernah bilang : mikir-mikir deh kalo mau bisnis, saya mendingan bikin tulisan kirim ke surat kabar dan dapat honor, kalaupun tidak dimuat setidaknya saya sudah berpuas hati karena bisa menuliskan pemikiran-pemikiran saya. Yeah, bagi saya kepuasan jiwa itu lebih penting daripada keuntungan rupiah demi rupiah.

Kata teman-teman, saya punya bakat dagang, bisa ngomong, merangkai kata, bla..bla..bla. Entahlah. Dalam beberapa hal, saya suka dunia marketing / pemasaran karena disana bisa menuangkan ide-ide kreatif. Saya selalu tergila-gila dengan dunia copywriter. Bahkan menurut saya, satu-satunya hal yang menarik di sinetron "Cinta Fitri" adalah setting pekerjaan mereka adalah kantor adverstising.hahahaha. Gak penting banget yak??

Saya pernah jadi divisi marketing di radio, dan itu lumayan sukses. Menawarkan ruang iklan, memeras ide, mebuat script iklan dan memproduksinya. Saya juga suka berjejaring. Menjalin kerjasama dengan pihak-pihak lain, bernegoisasi, dan lain-lain. Tapi saya paling tidak suka ketika ukuran kesuksesan adalah sebatas dengan tercapainya target nominal belaka. Di beberapa organisasi juga saya lebih banyak diplot di bagian humas, dan interest saya juga di bidang media. Secara potensi, mungkin saya bisa berdagang, tapi saya belum tertarik secara total ke dalam dunia "jual-beli". Mungkin pikiran saya yang masih sempit, tapi fenomena yang banyak terjadi adalah ketika kepentingan bisnis bisa membuat seseorang menghalalkan segala cara, ketika dagang membuat kita selalu berfikir transaksional, dan dagang itu jadi kayak candu, ketika sudah dapat untung kita bisa semakin larut didalamnya untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar lagi. Inilah bagian yang tidak saya sukai.

Saya punya kenalan yang punya usaha butik muslim dan toko-toko besar lain. Beliau pernah bercerita bagaimana asyiknya masa-masa "kulakan" atau belanja, bisa sampai lupa waktu. Semua jadi "dibela-belain" demi beberapa rupiah keuntungan. Ada juga teman saya yang katanya sedang belajar dagang sapi. Katanya, dagang itu bisa bikin dia lupa waktu, satu hari bisa berjalan cepat banget. Padahal setau saya, dia tidak ada passion di dunia "sapi". Maksudku, bagian paling nikmat dari sebuah pekerjaan adalah ketika menjalani passion. Misal, seseorang yang passionnya menulis, ia akan suka dengan aktivitas menulisnya, dan kesungguhannya pada menulis juga bisa jadi ladang bisnis, misal buka penerbitan, jadi ghoswriter, scriptwriter, dan lain sebagainya. Seseorang suka dunia IT, itu bisa menghasilkan juga. Kalau berawal dari passion, maka aktivitas bisnisnya bermula tanpa pretensi apapun. Penghasilan yang didapat adalah sekedar bonus, dan "honor" utamanya adalah kepuasan jiwa. Menurutku, itu lebih menarik dibanding berdagang dengan membabi buta, apapun dijadikan bahan jualan. Dari mulai kaos kaki, madu, buku, susu, akhirnya jualan suara...hahaha... *moment jelang pilkada mode ON*.

Ada juga cerita lain lagi, seorang teman yang bilang bahwa ia ingin mengikuti sunnah nabi salahsatunya adalah berdagang. Errrr...., saya pikir kalau jaman nabi dulu sudah ada surat kabar, pasti Muhammad SAW juga bisa menjadi wartawan yang hebat, atau nabi juga adalah seorang politikus yang hebat. Jadi terasa konyol saja terdengarnya ketika seseorang berjualan kemudian bawa-bawa sunah nabi. Sama saja dengan cerita teman yang jualan madu kemudian sambil jualan ayat untuk memperlaris jualannya. Mungkin sama dengan cerita pengalamannya Maula saat jualan buku agama dengan promosi bahwa yang beli buku itu bakal masuk surga.hehe. *saya ngakak di bagian itu*.

Saya hargai niat seseorang untuk berdagang, melatih jiwa pemberani, teliti, dan kemampuan bernegoisasi. Tapi jiwa entreprenur itu kan bukan semata-mata fokus pda aktivitas "dagang".

(tulisannya terhenti sampai disini, belum sempat dilanjutkan..padahal ada yang ingin diceritakan tentang materi "marketing syariah" dari mas arfen di beberapa pekan yang lalu..tapi belum sempat..., nantikan saja di episode berikutnya...:p) 


Title: Aku (Tidak) Suka Berbisnis; Written by Shinta ar-djahrie; Rating: 5 dari 5

No comments: