#catatanBuritanRomadhon
Sesosok gadis kecil bandel, di suatu malam idul fitri asyik berlarian dengan saudara dan handai taulannya. Memecah tawa diantara percikan kembang api. Tiap pancaran kembang api dari gulungan petasan semakin membahanakan tawa. Tiba-tiba ada kesalahan di petasan yang digenggamnya. Serbuk yang seharusnya memancar ke bagian atas justru bertumpahan kebawah seiring dengan merembetnya nyala api dari sumbu. Tak pelak dilemparnya petasan itu meski terlambat. Sakit. Perih. Namun digenggamnya semua rasa itu sepanjang malam. Tak boleh menangis, tak boleh sakit. Masih ada beberapa jeda menit sebelum bedug shubuh ditabuh. Gema takbir sudah menyayup dalam lelap fajar di hari fitri. Gadis itu meringis dan akhirnya menangis, di sudut kamar yang ia kira sepi tak berpenghuni. Ia tak mungkin mau menangis di hadapan orang lain, meski di beberapa kondisi terjebak air matanya tak dapat tertahan.
"kok nangis?" suara serak itu membuat tersentak. "tangannya masih sakit?" dijawab dengan gelengan kepala yang tentu saja membuat penanya menjadi heran tak kepalang.
"kata di buku, orang yang tak bersungguh-sungguh di romadhon maka tak akan bahagia di lebaran. Pa, nta di-hukum-kah? Allah marah-kah? sehingga tangan kananku ada bengkak karena terkena petasan? Pa, kenapa harus ada rasa sakit? apakah itu hukuman Allah?"
Lelaki itu duduk disamping sang gadis.
"Nak, sakit itu bukan akibat tetapi itu bagian dari proses. Waktu kau keluar dari rahim ibumu, rasa sakitnya pasti tak terbayang, Sakit membuat kita bertambah tahu, sakit adalah belajar. Misalnya, belajar hati-hati untuk tidak bermain petasan"
Kemudian mereka sama-sama tersenyum.
Berbicara tentang "sakit itu bukan akibat tetapi itu bagian dari proses", tentu saja bukan dalam ranah medis, bukan dalam konteks mekanisme biologis, dimana seperti contoh kalau kita telat makan lambung kita akan bereaksi. Dalam beberapa hari terakhir ini, saya mendapati beberapa kabar sakitnya saudara, teman, dan handai taulan (dan akhirnya saya sendiri pun jatuh sakit.hehe). Ibu teman saya beberapa hari yang lalu juga baru saja menjalani operasi, kabarnya semacam ada tumor di mulut (atau lidah ya?) , ya alhamdulilah nampaknya operasinya berjalan lancar. Beberapa hari yang lalu saya juga menengok seorang teman yang sedang terbaring sakit (walaupun tetap tengil juga dia saat sakit). Di rumah sakit saat itu saya melihat belasan, puluhan orang terbaring tak berdaya. Maka rada jengkel juga ngliat sekelompok mahasiswa koas yang lagi meriksa tapi sempet-sempetnya BBMan dan cengar-cengir gitu. Semoga keponakan saya nun jauh disana sedang menjalani tiap stase koas-nya dengan bersungguh-sungguh. Sepulang dari rumah sakit saya juga sempat ngobrol dengan teman saya tentang film "patch adam", film lama yang membuat saya mengerti sedikit hakikat kedokteran.hehe.
Kembali tentang sakit. Kalau di wikipedia menyebutkan , yang disebut sebagai proses justru "penyakit"nya dimana ada definisi bahwa penyakit adalah Penyakit adalah proses fisik dan patofisiologis yang sedang berlangsung dan dapat menyebabkan keadaan tubuh ataupikiran menjadi abnormal.. Sedangkan sakit adalah rasa yang dirasakan sebagai reaksi dari proses penyakit itu sendiri. Ok, dan dalam lingkup yang lebih luas lagi, saya lebih sepakat bahwa sakit itu memang bagian dari proses sebuah pembelajaran. At least, dengan sakit kita menjadi belajar betapa pentingnya menjaga kesehatan. Atau kalau di anak-anak balita itu kan kalau mau tumbuh gigi kadang harus demam segala. Nah, sakit yang seperti itu yang digambarkan sebagai sebuah bagian dari proses yang perlu dijalani. Seperti janin yang akan keluar dari rahim, meski saya belum merasakannya, tapi bisa terlihat betapa sakitnya sangat luar biasa. Banyak jalan yang kita harus melaluinya tidak dengan mulus saja, tapi ada beberapa kali sandungan, terjal, ataupun segala hal yang harus menyentuh diri kita sehingga terasa tidak nyaman. Namun semakin kita merasakan sakit, kita semakin bertambah sistem imun-nya (bener gak sih teorinya? CMIIW). Maksudnya, dalam pengertian yang lebih luas kita jadi semakin banyak tahu mengenai rasa sakit itu semakin membuat kita bijak dan meningkatkan empati kita, meskipun untuk membangun empati tentu saja tidak harus nunggu sakit terlebih dahulu. Saya juga pernah punya teman yang setelah sakit pribadinya menjadi berubah 180derajat. Sebelumnya dia orang yang sangat cuek dan kasar, suatu saat ketika baru beberapa bulan ia jadi anak kos alerginya kumat dan itu pertama kalinya ia sakit saat jauh dari keluarga. Sejak saat itu ia menjadi pribadi yang low profile, meski kadang-kadang masih juga songong.hehe. (sori ce!).
Sakit bisa bermakna lebih luas menjadi sebagai sebuah kondisi yang tidak nyaman. Tidak banyak orang yang bisa bertahan dalam kondisi yang tidak nyaman. Meskipun kondisi-kondisi seperti itu yang sebenarnya akan membuat mereka berkembang dan punya pengalaman berbeda dengan orang lain. Maka saya justru senang sekali ketika dihadapkan pada kegiatan-kegiatan atau proyek-proyek yang terjun langsung ke kehidupan masyarakat yang mungkin tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Menemui orang papa lagi tua yang harus tinggal sendiri dengan kondisi lumpuh, menyaksikan seorang adik yang harus menjalani penyakit-penyakit yang tidak umum, menyaksikan penyakit-penyakit kemiskinan (baik miskin materi atau non materi) , sakit kebodohan yang mungkin dalam beberapa kondisi mereka lebih tepat disebut "pesakitan" yang menjadi korban sebuah sistem.