tag:blogger.com,1999:blog-307233592024-03-08T07:06:57.630+07:00dearloenpencapaian-pelayanan, prestasi-kontribusi, semua tercakup dalam satu kata : KEHIDUPANShinta ar-djahriehttp://www.blogger.com/profile/13441022417200348555noreply@blogger.comBlogger284125tag:blogger.com,1999:blog-30723359.post-84996864472180623922013-12-11T16:10:00.000+07:002013-12-11T16:10:14.310+07:00Orang Kaya Juga Jangan Sakit<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<br />
<div class="MsoNormal">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgxEjZU4ItwYZt8Ge1kXDcLRK0YgdmjKrYc4-70Qc6OrfoFzxBZA5Vt9XVpO_H1onhRSvP-KqbkzqFXfqfvYXCq6xldQLz2s-V3qntHYBB0Tm9Ir_XxP3ozpuWOHxU_tVrskJwQQg/s1600/klinik1.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="150" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgxEjZU4ItwYZt8Ge1kXDcLRK0YgdmjKrYc4-70Qc6OrfoFzxBZA5Vt9XVpO_H1onhRSvP-KqbkzqFXfqfvYXCq6xldQLz2s-V3qntHYBB0Tm9Ir_XxP3ozpuWOHxU_tVrskJwQQg/s200/klinik1.jpg" width="200" /></a>Panggil saja beliau dengan nama Bu Sitem. Gurat wajahnya
mampu memberikan informasi pada kita tentang sepuhnya usia Bu Sitem. Langkah
kakinya tentu sudah tak segesit dulu saat muda. Bu Sitem adalah pemuji sunyi.
Hidupnya yang sebatang kara, tanpa sanak saudara, tinggal menumpang di sebuah
bangunan pos kamling milik warga. Pagi ini dengan tertatih, ia menghulurkan
senyum yang lebar kepadaku. Sedikit obrolan mengabarkan bahwa ia sedang menuju
ke klinik untuk berobat. Usia tua membuatn beberapa organ tubuhnya tak sesehat
dulu. Terkadang bulan ini ia merasa sesak nafas. Kadang di bulan lain, merasa
pusing berkepanjangan. Kadang juga berkeluh tentang kaki atau bagian tubuh yang
lain.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Lain lagi dengan kisah Kiki (bukan nama sebenarnya). Gadis
berusia belasan tahun yang sudah beberapa hari tak mampu menggerakan jemari
tangannya. Hampir kesepuluh jarinya itu seolah menempel satu sama lain. Hal itu
terjadi setelah berminggu-minggu ia mengalami penyakit kulit, gatal-gatal yang
sangat menyiksa. Bukan hanya jari tangannya yang terluka tapi juga beberapa
bagian tubuh lain. Sanitasi yang buruk serta kebiasaan yang kurang sehat
membuatnya terjangkit penyakit kulit tersebut. Bukan hanya Kiki, bahkan
beberapa anggota keluarganya juga terserang hal yang sama meski beda tingkat
keparahannya. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Bu Sitem, Kiki, adalah salah dua diantara sekian ratus dari
pasien klinik kami. Bu Sitem mewakili beberapa orang lain yang juga “pasien
tetap”. Biasanya pasien kategori ini termasuk mereka yang sudah berusia lanjut.
Kiki mewakili para pasien dengan beberapa penyakit khusus. Tak jarang juga kami
harus merujuk pasien ke rumah sakit daerah. Diantara sekian banyak pasien yang
datang setiap harinya, ada satu kesamaan yang membuat mereka mempercayakan
upaya pengobatan disini, yakni karena tidak dipungut biaya alias gratis. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sekira dua tahun silam, saat klinik ini resmi menghilangkan
aturan tarif berobat, berduyun-duyun masyarakat datang. Grafik tingkat
kunjungan pasien pun beranjak naik. Ketika dibilang : “maksudnya kau senang
jika orang sakit itu bertambah banyak jumlahnya ya?” . Oh, bukan. Tentu saja
kita semua menginginkan tak ada orang sakit. Tapi sakit adalah sebuah siklus
dari sebuah kondisi fisik. Lagipula, layanan pengobatan itu bukan untuk
menyembuhkan tetapi untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Jadi,
ketika jumlah pasien bertambah, kami hanya berpikir bahwa itu berarti tingkat
kebermanfaatan dari klinik ini bertambah. Jika dulu orang sakit harus berpikir
untuk merogoh dompet lebih dalam, kini yang perlu dipikirkan pertama kali
adalah yang penting bagaimana mereka mau sehat. Tubuh yang sehat tentu akan
menjadi faktor pendukung tiap orang untuk berkarya, bekerja. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Maka, sebuah fakta pun datang kepada benak ini. Bahwa banyak
sekali orang tak bisa mendapatkan akses kesehatan dengan baik. Pun ada
jamkesmas. Kesehatan adalah barang mahal. Tak terjangkau. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Klinik dengan layanan berobat gratis. Tentu saja kata gratis
ini hanya untuk pasien. Adapun hal selain itu tetap membutuhkan biaya. Jasa
dokter tak boleh gratis. Obat tak bisa ada yang gratis. Setiap dokter jaga
mendapat haknya dengan diberikan apresiasi seperti rata-rata klinik di kota ini<span lang="IN"> meski tak begitu besar. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Maka, ketika suatu pagi ada sebuah pesan pendek dari seorang
dokter yang menanyakan status libur karena ada agenda “solidaritas”, <span lang="IN">sepertinya </span>itu sudah diluar
kepatutan. Sebuah pertanyaan besar, ketika profesi dokter kok malah mogok. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgGSJoMIWStdiYFtkuab-mjB_daWPKSPgiXVkD7UC6o9yDHHuhB6ATAlvhw8q82fA1G4vQxDTyPZUoYoEoJDl7AWP9vuSLCj9Uk4eOhoyAcqLCK2ft5rtVAbH7g29Q9AOUErHb-mA/s1600/klinik2.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="132" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgGSJoMIWStdiYFtkuab-mjB_daWPKSPgiXVkD7UC6o9yDHHuhB6ATAlvhw8q82fA1G4vQxDTyPZUoYoEoJDl7AWP9vuSLCj9Uk4eOhoyAcqLCK2ft5rtVAbH7g29Q9AOUErHb-mA/s200/klinik2.jpg" width="200" /></a>Tapi coretan ini tak ingin mengulas masalah mogok. Terlalu
sakit rasanya ketika dokter harus dibentur-benturkan dengan pasien. Tak elok polemi<span lang="IN">k</span> seperti itu terjadi. Tak ada
orang yang ingin sakit, jadi tak
perlu ada kata-kata<span lang="IN"> : “tak butuh dokter”. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">Ini hanya klinik
kecil di sebuah kecamatan, Purwokerto Utara. </span>Kunjungan pasiennya sekitar
400an pasien tiap bulannya. Membuka jasa pelayanan dari pagi jam 7 pagi hingga
jam 9 petang. <span lang="IN">Dalam perjalanannya,
memberikan layanan akses kesehatan
gratis itu memang tak mudah. Tidak semua tenaga kesehatan siap untuk
terjun melayani kesehatan masyarakat, tak
banyak perawat yang “bertahan lama”. Tiap beberapa bulan kami perlu
merekrut tenaga perawat baru. Hal yang tak jauh berbeda juga terjadi pada
dokter. Saat ini, klinik ini didukung oleh dua orang perawat dan sebelas orang
dokter. Formasi itu tidak semuanya tetap. Di beberapa bulan sekali, selalu ada
perawat atau dokter yang <i>resign </i>dari klinik </span>dengan
berbagai macam faktor. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">Kalau mengingat
tentang betapa rumitnya pengelolaan
sebuah lembaga layanan kesehatan, saya menjadi mafhum persoalan kesehatan
secara umum di negara ini. </span>Terlalu banyak hal yang membuat kening
berkerut. Selain permasalahan tenaga
kesehatan, juga terkait dengan obat-obatan. Belum lagi kalau ada kasus serius
yang harus dirujuk. Baru beberapa bulan ini kami dapat mengusahakan sebuah
ambulance, gratis untuk masyarakat. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Terkait persediaan obat-obatan, pernah juga suatu hari saya
tak habis piker dengan permasalahan “relasi” pada sebuah perusahaan farmasi.
Karena hubungan dekat sang mantan pengelola klinik, kami diharuskan meneruskan
kerjasama dengan sebuah perusahaan farmasi yang itu lokasinya di luar kota. Ada
kendala jarak dan waktu padahal obat-obatan termasuk kebutuhan yang urgent.
Akhirnya diambil keputusan untuk mengalihkan kerjasama pengadaan obat-obatan.
Tentu saja dengan resiko yang tak kecil, seperti cercaan, makian, dan
lain-lain. Tapi, sekali lagi ketika program layanan kesehatan ini dimunculkan,
hal pertama yang harus selalu jadi pertimbangan adalah masyarakat yang
membutuhkan akses pelayanan kesehatan. Kesejahteraan tenaga kesehatan itu
penting, networking dengan penyedia kebutuhan obat dan alat-alat kesehatan itu
juga penting, pendanaan operasional program juga penting, tapi diatas semua itu
yang terpenting adalah : pelayanan kepada masyarakat.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Jadi, sedangkal pemahaman saya, segala permasalahan di dunia
kesehatan kita akan selalu ada dan itu perlu proses yang panjang. Hanya saja
ketika semua unsur sama-sama mendahulukan kepentingan masyarakat/kepentingan
pasien, saya rasa semua bisa dijalani dengan baik. Dokter dan tenaga kesehatan
ingin sejahtera, ingin terjamin, ingin nyaman itu wajar, manusiawi. Perusahaan
farmasi ingin mendapatkan untung, itu memang terjadi dan “logis” dalam sudut
pandang bisnis. Maka memang butuh
orang-orang yang masih memelihara empati dan akal sehat untuk melakukan
pengelolaan itu. Seperti misalnya, jika di ibukota belasan rumah sakit mundur
dari program sehat gratis yang dicanangkan pak Jokowi, itu memang terjadi
karena tidak semua orang benar-benar mendahulukan kepentingan
kesehatan rakyat. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Meski tak terlalu simpati dengan pemilik jargon “turun
tangan”, saya rasa dalam konteks ini kita memang benar-benar perlu turun tangan
dan bukan untuk saling tunjuk siapa
yang salah. Bahwa sistem kita
masih bobrok, iya. Bahwa semua butuh dana, itu jelas. Tapi lagi-lagi yang
penting bagaimana kita dapat memposisikan kebutuhan rakyat atas akses kesehatan
sebagai prioritas pertama. Persoalan lain-lain bisa diusahakan. Sehingga
nantinya, kalimat “orang miskin jangan
sakit” itu bukan karena susahnya akses pelayanan kesehatan, tetapi lebih karena kesadaran atas pentingnya
menjaga kesehatan. Maka, bukan hanya orang miskin saja yang tak boleh sakit,
orang kaya pun jangan sakit karena pelayanan kesehatan sebenarnya tidak boleh
membedakan seperti itu. Ya, setidaknya orang kaya tak boleh sakit karena uang
mereka harusnya bisa buat bantu banyak orang sakit yang tak punya uang. Seperti
kalimat “bujukan” kami kepada para donator : “Daripada uang habis untuk berobat
ketika sakit, lebih baik cegah sakit anda dengan menghabiskan uang anda untuk
bersedekah, insya Allah barokah” .. :D </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Purwokerto, 11 Desember 2013 </div>
<div class="MsoNormal">
Entah tulisan ini sangat tidak sistematis, sekadar berbagi
saja dengan yang lain. Semoga bermanfaat. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Note : Klinik yang dimaksud dalam tulisan ini adalah Klinik
Mafaza Peduli Ummat, yang merupakan salah satu sub program dari divisi kesehatan
Lazis Mafaza Peduli Ummat. Program layanan berobat gratis ini sudah hampir dua
tahun terlaksana. Sebelumnya kami masih memberikan tarif berobat. Selain layanan tetap yang buka setiap
hari, juga ada program-program yang turun langsung ke masyarakat. Nuwun. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjYNT1HJwIVL-fQYjivKGrDS__hOa5eEzJLuQqT33aKj_R4NiA7DanrYErwBKl-47EIM_fHuAwHkqmKDgaoYQ9m-9KPqdejIyT80yWyvtEWbDivmpGConTMRlFDwieqBJZrF0X2gg/s1600/widget-lomba-blog-fpkr-30-plus-kecil.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjYNT1HJwIVL-fQYjivKGrDS__hOa5eEzJLuQqT33aKj_R4NiA7DanrYErwBKl-47EIM_fHuAwHkqmKDgaoYQ9m-9KPqdejIyT80yWyvtEWbDivmpGConTMRlFDwieqBJZrF0X2gg/s1600/widget-lomba-blog-fpkr-30-plus-kecil.jpg" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><a href="http://blogfpkr.wordpress.com/2013/11/30/tentang-lomba/www.blogfpkr.wordpress.com" target="_blank">Tulisan ini selain untuk postingan pribadi juga diikutertakan pada lomba blog dengan tema yang diselenggarakan oleh Forum Peduli Kesehatan Rakyat </a></td></tr>
</tbody></table>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<span class="fullpost">
</span></div>
Shinta ar-djahriehttp://www.blogger.com/profile/13441022417200348555noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-30723359.post-68199574114243255022013-11-26T16:29:00.001+07:002013-11-26T16:29:42.118+07:00Menakar Budaya Zakat Masyarakat : Sebuah Testimoni<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves/>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>EN-US</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:DontVertAlignCellWithSp/>
<w:DontBreakConstrainedForcedTables/>
<w:DontVertAlignInTxbx/>
<w:Word11KerningPairs/>
<w:CachedColBalance/>
<w:UseFELayout/>
</w:Compatibility>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="--"/>
<m:smallFrac m:val="off"/>
<m:dispDef/>
<m:lMargin m:val="0"/>
<m:rMargin m:val="0"/>
<m:defJc m:val="centerGroup"/>
<m:wrapIndent m:val="1440"/>
<m:intLim m:val="subSup"/>
<m:naryLim m:val="undOvr"/>
</m:mathPr></w:WordDocument>
</xml><![endif]-->
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEguRujyLLP-4W7I9yDXtTelPNQASGhBU6au35Flmv-pELRkd3xrI33BqPSBPhExdvlzsCo_vjfw6ukI-fJ6i8Jomy6OFLBphjq1M97Xe2BTtpa3vRD_wnFnsdlSx3ldVZ1w6tqwZQ/s1600/DSC_0350.JPG" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEguRujyLLP-4W7I9yDXtTelPNQASGhBU6au35Flmv-pELRkd3xrI33BqPSBPhExdvlzsCo_vjfw6ukI-fJ6i8Jomy6OFLBphjq1M97Xe2BTtpa3vRD_wnFnsdlSx3ldVZ1w6tqwZQ/s320/DSC_0350.JPG" width="320" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: left;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh8QayxsxSZXEQT6LgGKCd-cAsAe7q-zGsZIir4Sbqa_Y-DtAbllpUcZOlLLS9cR3YD4GPEXnjqGwgjbZ6pf8Oc93rx_wph9aYPiaEPjU1oEs4WFYi68ouQCXKGpsQJhccTl7F-yg/s1600/DSC_0350.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"></a><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-size: 12.0pt; mso-bidi-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">Akhir bulan lalu, hasil <i>judicial
review </i>terhadap UU zakat telah keluar setelah sekira satu tahun
diperjuangkan oleh beberapa lembaga penghimpun zakat.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Nampaknya dunia zakat kini mulai makin
bergeliat dan memunculkan dinamikanya yang menarik di negara kita. Tentunya hal
ini merupakan ruang yang bagus untuk kita dapat lebih mengenalkan pentingnya
zakat kepada masyarakat luas.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Hal yang
terpenting dalam kita berdialektika tentang zakat adalah bukan pada seberapa
banyak atau seberapa hebat, tapi bagaimana pemahaman zakat dapat diterima
dengan baik dan mudah oleh masyarakat. Zakat bukan sekedar ritual atau doktrin
dalam sebuah sistem kepercayaan belaka. Bukankah dalam setiap perintahNya, kita
diwajibkan untuk menuai banyak pesan serta pelajaran? Kemampuan yang telah
diberikan Tuhan kepada manusia adalah untuk menganalisa tiap ajaranNya dengan
baik serta mengeksekusinya untuk kemaslahatan semesta dan seisinya.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span>
</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-size: 12.0pt; mso-bidi-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">Dalam wacana umum, membicarakan
Zakat biasanya tak lepas dari kata infaq, sedekah, dan sejenisnya. Penamaan
lembaga penghimpun zakat pun lazim dikenal masyarakat dengan akronim seperti
BAZIS atau LAZIS, yang mengikutsertakan instrument infak serta sedekah di
dalamnya. Tak jarang pula masyarakat tak begitu memahami apa perbedaan antara
zakat, infak, dan sedekah. Kita menumpukannya pada satu kata umum : memberi,
atau dikenal juga istilah karitas / <i>charity </i><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>yang kemudian kita juga mulai akrab dengan
istilah filantropi. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-size: 12.0pt; mso-bidi-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">Perkembangan dunia zakat tak dapat
dilepas kaitannya dengan perkembangan filantropi pada era saat ini. Jurnal
berita Inggris, <i>The Economist</i>, menyatakan bahwa di abad ini kita mungkin
sedang meilihat munculnya “zaman keemasan filantropi”. Yayasan-yayasan
filantropi mencul bak tumbuhnya jamur di musim penghujan. Tiap moment selalu
ada peluang untuk menggalakkan gerakan filantropi. Entah masalahnya menyangkut
kemiskinan,<span class="apple-converted-space"> </span>perawatan kesehatan,
lingkungan, pendidikan, atau keadilan sosial, orang-orang dari kalangan ekonomi
atas khususnya ”semakin tidak sabar terhadap tidak memadainya upaya pemerintah
dan upaya internasional untuk menyelesaikan atau memperbaiki masalah-masalah
itu”, kata Joel Fleishman dalam bukunya<span class="apple-converted-space"> </span><i>The
Foundation: A Great American Secret—How Private Wealth Is Changing the World. </i><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-size: 12.0pt; mso-bidi-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">Zakat, infaq, dan sedekah
dimasukan sebagai salah satu yang termasuk dalam filantropi islam. Meskipun
secara filosofis ada perbedaan antara filantropi dan ibadah zakat. Di Indonesia
sendiri, kemunculan lembaga-lembaga filantropi islam mulai meningkat pasca orde
baru. Kondisi ini dipengaruhi situasi sosial politik yang memungkinkan warga
memiliki ruang aktualisasi lebih luas. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-size: 12.0pt; mso-bidi-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">Bentuk dari gerakan filantropi
islam ini pun memiliki bermacam-macam motif. Dari gerakan penghimpunan yang sifatnya
merespon peristiwa-peristiwa sosial sampai yang dikemas dalam bentuk
bisnis/usaha yang mendatangkan profit. Lepas dari positif dan negative tiap
bentuk gerakan tersebut, point positifnya adalah tersedia banyak metode untuk
menghimpun dana kepedulian pada berbagai elemen masyarakat. Tentunya kita tahu
tidak semua orang mudah untuk bisa diundang empatinya dan peduli serta
merelakan sebagian hartanya. Ada yang perlu digelitik lewat jalan bisnis murni
atau bidang-bidang publik seperti pendidikan, kesehatan, lingkungan , dan
lain-lain. Sebagai contoh, orang yang punya <i>interest</i> dalam dunia
kesehatan akan mudah ketika diajak masuk dalam group yang menggalang dana untuk
rumah sakit di daerah rawan perang. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-size: 12.0pt; mso-bidi-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">Namun jamaknya gerakan filantropi
yang ada dirasa masih bersifat reaksioner. Kita akan sibuk “memproduksi”
program-program penghimpunan dana yang mungkin tak ada habisnya. Tapi, sebanyak
apapun agenda filantropi, semua tetap terbatas. Kita tak mungkin mengagendakan
bencana untuk dapat melakukan penghimpunan besar. Belum lagi masalah
subyektifitas terhadap ideologi-ideologi yang kadang menjadi pertimbangan untuk
seseorang beramal. Disinilah Zakat dan Infaq memiliki peran penting untuk
dikembangkan. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-size: 12.0pt; mso-bidi-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">Di negeri yang mayoritas
penduduknya muslim, seharusnya orang tak perlu takut untuk menjadi miskin dan
tak terlalu obsesif untuk menjadi kaya. Adanya perintah zakat adalah jaminan
bahwa kita dipercaya Tuhan untuk mengelola kesimbangan dan kesejahteraan.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Miskin ataupun kaya hanyalah atribut
keduniaan yang bisa melekat pada siapa saja, kedudukannya sama sebagai aktor
dan aktris yang menjalankan skenario kehidupan. Kewajiban masing-masing sudah
jelas, berusaha dengan sebaik-baiknya usaha. Seluruh harta yang ada di bumi ini
adalah milik Allah, yang diamanahkan melalui orang-orang berpunya. Mereka yang
diamanahi punya kewajiban mengimplementasikan syukurnya dengan mengelola
hartanya supaya berkah dan bermanfaat bagi banyak orang. Bagi yang dipercaya
menjadi miskin, juga mendapat amanah untuk menjalani kehidupannya dengan penuh
kesabaran. Diantara dua unsur itu, kemudian munculah amil yang memiliki peran
teramat besar untuk menghimpun dan menyalurkan zakat dengan tetap menjaga
keikhlasan sang kaya serta menjaga harga diri sang miskin. Zakat dan infaq
adalah “jaminan” kehidupan berlangsung sejahtera. Sejahtera bukan berarti tak
ada penduduk miskin, karena kemiskinan itu memang tak dapat serta merta
dihapuskan. Itu adalah bagian dari puzzle kehidupan yang tak dapat
dilepas.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Pointnya, kampanye zakat perlu
lebih dikuatkan frekuensinya dibanding agenda-agenda filantropi islam secara
umum. Trend filantropi sudah mulai meningkatkan , kemudian bagaimana dengan
trend zakat? </span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-size: 12.0pt; mso-bidi-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">Memang bukan suatu hal yang
bermasalah ketika semangat filantropi perlahan mulai menjamak dan menjadi trend
di tengah masyarakat. Hal yang menjadi PR besar bagi kita adalah masyarakat
muslim memahami kewajibannya untuk berzakat yang bukan sekadar memberi. Zakat
adalah unsur penting yang ditempatkan sebagai salah satu rukun Islam.
Kehadirannya secara naqli sudah jelas terpampang di banyak ayat Al-Quran yang
disempurnakan melalui hadits serta penjelasan-penjelasa teknis fiqhnya oleh
para ulama. Pemahaman awam memungkinkan kita untuk mengasumsikan persamaan
antara aktivitas filantropi dengan zakat. Padahal, beramal itu belum tentu
berzakat, tapi berzakat sudah sekaligus beramal dan zakat termasuk ibadah yang
mencakup dimensi vertical serta horizontal. Jangan sampai orang-orang akrab
dengan sedekah, dengan amal, tetapi tidak familiar dengan zakat. Pun pada
nominal yang lebih besar. Bagaimanapun juga, zakat merupakan ibadah yang
memerlukan “akad” dan penyalurannya memiliki aturan yang cukup ketat.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-size: 12.0pt; mso-bidi-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">Zakat menjadi kebutuhan bagi umat
Islam untuk menunaikannya. Antusias berzakat perlu ditingkatkan. Sama halnya
ketika ribuan umat muslim tiap tahun berbondong-bondong untuk mendaftarkan
dirinya sebagai calon jamaah haji, begitu juga orang-orang yang mendaftarkan
dirinya sebagai wajib zakat yang minta dikelola zakatnya tiap tahun. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-size: 12.0pt; mso-bidi-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">Jika mengutip hasil kajian Asian
Development Bank (ADB) potensi zakat di Indonesia mencapai 100 triliun rupiah.
Nilai itu masih menjadi “mitos” mengingat pencapaian yang hingga kini sudah
tercatat oleh BAZNAS – sebagai lembaga koordinator zakat nasional- bahkan belum
mencapai separuhnya. Dalam arti lain, berkembangnya lembaga filantropi islam
masih berjalan lambat dalam menggaungkan budaya zakat masyarakat. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-size: 12.0pt; mso-bidi-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">Kenapa potensi zakat belum dapat
maksimal, banyak kemungkinan faktor yang salah satunya adalah belum
tersosialisasinya zakat dengan baik ke masyarakat. Akses untuk membayar zakat
juga masih terbatas. Kondisi inilah sebenarnya yang kemudian memberangkatkan
langkah kaki para penggiat zakat untuk melakukan <i>Judicial Review (</i>JR)
terhadap UU zakat di setahun yang lalu. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-size: 12.0pt; mso-bidi-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">Pengajuan JR terhadap regulasi zakat
seharusnya tidak dimaknai sebagai ekspresi kekhawatiran “kehilangan lapak” yang
sudah lama dijalankan oleh lembaga-lembaga zakat non pemerintah. Seharusnya
justru BAZNAS lah yang menggawangi adanya JR ini, karena UU sebelum JR
sebetulnya justru menjadi sandungan bagi para amilin untuk mengoptimalkan
potensi zakat nasional secara maksimal. Pengajuan JR ini perlu dimaknai sebagai
otokritik pada lembaga filantropi islam pada umumnya dan BAZNAS pada khususnya.
Bahwa gerakan menggalakan budaya zakat ini masih lemah sistem koordinasinya.
Regulasi yang dibutuhkan adalah yang memungkinkan masyarakat lebih mudah untuk
terbuka pemahamannya mengenai zakat serta lebih mudah untuk menunaikan
zakatnya. Untuk itu diperlukan banyak pejuang zakat yang menjangkau seluruh
penjuru nusantara, dengan segala upaya kreativitasnya masing-masing. Semakin
banyak lembaga zakat yang berkembang, semakin tinggi tingkat eksekusi
distribusi rezeki dan kesejahteraan di tengah masyarakat.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Ruang-ruang koordinasi serta edukasi juga
perlu disediakan untuk seluruh pejuang zakat di berbagai penjuru. Supaya semua
memahami pentingnya profesionalisme dalam pengelolaan zakat. Juga supaya dapat
terjalinkan sinergi antar lembaga di antar wilayah supaya potensi zakatnya
dapat teroptimalkan dengan baik. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-size: 12.0pt; mso-bidi-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">Ini hanya uraian testimoni yang
sangat sederhana sebagai respons melihat perkembangan dunia filantropi islam
pada umumnya dan zakat pada khususnya. Sekadar melemparsambutkan semangat
pengoptimalan potensi zakat. Semoga semakin riuh ide serta aksi yang muncul,
semakin berlimpah berkah dalam satu sketsa sebagai sebuah negara yang penuh
rahmat dari Sang Maha Kuasa. Tabik. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-size: 12.0pt; mso-bidi-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">Shinta arDjahrie</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-size: 12.0pt; mso-bidi-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">Fundraising Manager Lazis Mafaza Peduli Ummat</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-size: 12.0pt; mso-bidi-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">Purwokerto</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:4.0pt;
mso-para-margin-left:0cm;
text-align:justify;
text-justify:inter-ideograph;
line-height:150%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:Arial;
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
</style>
<![endif]--><span class="fullpost">
</span></div>
Shinta ar-djahriehttp://www.blogger.com/profile/13441022417200348555noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-30723359.post-15989534986813604332013-10-02T18:10:00.005+07:002013-10-02T18:10:55.548+07:00LATAH<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">Saat sebuah video
wawancara yang memuat adanya kesalahan penggunaan istilah rumit, mendadak semua
orang memiliki guyonan segar untuk diperbincangkan. Disana-sini orang
mengkritik kesalahkaprahan penggunaan bahasa tersebut yang sebenarnya itu juga kerap
terjadi di sekitar kita. Begitu juga ketika perhelatan nona dunia hadir di
negeri ini beberapa hari lalu, kita akan dengan mudah menjumpai berbagai wacana
kontroversi. Mendadak juga hampir semua orang fasih mengusung tentang harga
diri perempuan. Begitu pula ketika terjadi sebuah kecelakaan di sebuah jalan
tol yang melibatkan seorang pengemudi muda dibawah umur, mendadak kita semua
menjadi pakar pendidikan anak dan berlomba memberikan pendapatnya
masing-masing. Media jejaring sosial ramai dengan segala opini dari berbagai
macam sudut pandang. Diskusi-diskusi panjang tak berhujung pangkal muncul di
berbagai forum. Tak ketinggalan <i>broadcast</i>
yang dilakukan melalui telepon pintar. Semua seolah ingin berlomba menjadi
bagian dari keriuhan tersebut. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">Hidup di era
dimana teknologi informasi memiliki pengaruh yang besar membuat kita takut
untuk tidak turut mengerti dan berteriak tentang isu terbaru yang ada.
Permasalahannya bukan masalah bahasa Vickynisasi itu benar atau salah, nona
dunia itu patut ditolak atau tidak, atau tentang siapa paling bersalah dalam
kecelakaan tersebut, bukan itu yang menjadi masalah besar. Namun apa sebenarnya
yang membuat kita tergopoh-gopoh untuk turut serta dalam kehebohan tanpa
memiliki pemahaman utuh. Ibarat orang baru belajar mengaji, ia akan sering
sekali untuk menyuarakan apa yang ia kaji. Seperti euforia seorang aktivis yang
akan bersemangat , berorasi , tentang apa yang baru didapatnya. <br />
<!--[if !supportLineBreakNewLine]--><br />
<!--[endif]--></span><span lang="IN"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">Reaksioner. Latah. Memiliki definisi sebagai sebuah peniruan
spontan yang muncul karena keterkejutan. Secara medis,<span class="apple-converted-space"><span style="background: white;"> l</span></span></span><span style="background: white; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">atah memiliki dimensi gangguan fungsi pusat syaraf, psi-kologis, dan
sosial. Ada empat macam latah yang bisa dilihat berdasarkan gejala-gejala
tersebut, yaitu ekolalia (mengulangi perkataan orang lain), ekopraksia (meniru
gerakan orang lain), koprolalia (mengucapkan kata-kata yang dianggap
tabu/kotor), automatic obedience (melaksanakan perintah secara spontan pada
saat terkejut). Berdasarkan fakta yang ada, gangguan latah biasanya tumbuh
dalam masyarakat terbelakang yang menerapkan budaya otoriter. Hasil kajian yang
dilakukan, mereka bersependapat untuk mengkelaskan latah sebagai satu sindrom
budaya masyarakat setempat.</span><span lang="IN" style="background: white; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN" style="background: white; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">Latah
sebagai sebuah budaya. Ya, jangan –jangan kita saat ini ada di era mudah latah.
Semakin derasnya informasi membuat kita mudah terkejut. Bangun pagi, melihat
berita kecelakaan anak artis kita terkejut, melihat berita perang kita
terkejut. Apalagi ketika arus informasi ini tidak diimbangi oleh nalar untuk
melakukan verifikasi. Lagi-lagi urusannya dengan media literasi alias melek
media. <i>Smartphone </i>yang tidak
digunakan dengan <i>smart. </i>Asal <i>broadcast </i>sana-sini, boro-boro mengecek
kebenaran berita, asal heboh dan “sepertinya” benar, maka kita ingin menjadi
bagian untuk menyebarkannya. Kecepatan mengalahkan keakuratan. Keterkejutan
mengalahkan akal sehat. Teringat sebuah pesan kearifan dalam budaya luhur orang
jawa : <i>Ojo dumeh, Ojo gumunan , Ojo
kagetan</i>. Mungkin kita perlu belajar untuk itu, minimal untuk tidak <i>kagetan</i>. </span><span lang="IN"><o:p></o:p></span></div>
<span class="fullpost">
</span></div>
Shinta ar-djahriehttp://www.blogger.com/profile/13441022417200348555noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-30723359.post-16078964179942824492013-10-02T18:10:00.002+07:002013-10-02T18:10:29.226+07:00Perempuan Pejuang : Jejak Perjuangan Perempuan Islam Nusantara dari Masa ke Masa (sebuah resensi)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<i><span lang="IN">Sastra memungkinkan seseorang memiliki kelembutan
dan kebijakan hati tak terbantahkan. Bekal yang berharga untuk dimiliki oleh
seorang pemimpin. Itu mungkin kiranya yang membuat kita tak akan pernah heran
menyimak kisah seorang Siti Aisyah Wa Tenriolle sang Datu dari Tenatte,
Sulawesi Selatan. Kecerdasan literasinya telah berjasa dalam mengumpulkan
naskah I La Galigo, sebuah epos yang didakwa sebagai epos terpanjang di dunia.
Sungguh indah menyimak kisah kepemimpinan seorang wanita pecinta sastra, tentu
mampu terlukiskan di benak kita betapa bijak dan dicintai rakyatnya. <o:p></o:p></span></i></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<i><span lang="IN">Tak kalah indah juga dengan kisah sang
Heldhafting dari bumi serambi mekkah.
Helfdafting adalah sebuah gelar yang bermakna Gagah Berani. Gelar tersebut
memang sangat tepat sekali melekat pada seorang Pocut Meurah Intan, seorang wanita
pemberani yang bersenjatakan rencong seorang diri untuk menghadapi para
penjajah. Siapa pula orang yang tak terkagum-kagum pada aksinya yang sungguh
berani. <o:p></o:p></span></i></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<i><span lang="IN">Sama kiranya kagum yang tak terbendung saat menyimak
kisah seorang Rainha de Japara, senhora
paderosa erica, Ratu dari Jepara. Julukan yang dilayangkan oleh Diego de Couto
(penulis Portugis) kepada Ratu Kalinyamat. Tak berlebihan memang jika kita
menyimak betapa luarbiasanya Ratu Kalinyamat saat menghidupkan kembali
perekonomian Jepara yang saat itu telah
porak poranda akibat perang saudara. <o:p></o:p></span></i></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">Aisyah Wa
Tenriolle, Pocut Meurah Intan, dan Ratu Kalinyamat adalah tiga diantara 17
tokoh yang termuat kisahnya dalam buku “Perempuan Pejuang”. Buku yang disusun
oleh Widi Astuti ini menyuguhkan beberapa kisah heroik yang inspiratif dan
menambah wawasan kita tentang sejarah Indonesia. Satu hal yang istimewa dalam
buku ini, khusus mengangkat kisah para pejuang perempuan, yang kemudian
ditasbihkan sebagai jejak perjuangan perempuan Islam Nusantara dari masa ke
masa. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">Buku setebal 143
halaman ini mengajak pembaca untuk mengingat kembali tentang peran penting para
perempuan pejuang yang namanya kerap terabaikan. Seolah memberikan ingatan
kepada kita akan sebuah adagium “negara yang besar adalah yang menghargai jasa
para pahlawannya”. Tentu bukan menghargai dalam simbolitas belaka, namun
bagaimana kita dapat menyelami kisah-kisah perjuangan para pahlawan yang penuh
dengan pelajaran. Apalagi buku ini juga
memberikan cakrawala baru kepada kita pada tokoh-tokoh perempuan yang selama
ini luput dari perhatian. Kita mungkin cukup jarang mendengar nama Pocut Meurah
Intan, Rohana Kudus, Safiatudin, Tengku Fakinah, dan lain-lain. Mereka adalah
nama-nama indah yang turut mengukir sejarah nusantara tercinta ini. Kehadiran
buku ini cukup menambah khasanah baru khususnya bagi generasi muda yang
fenomenanya kian hari makin kurang mengenal sejarah bangsanya sendiri. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">Sebagai sedikit
informasi, historiografi atau penulisan sejarah di Indonesia telah dimulai
sejak lampau dengan adanya penulisan dalam bentuk naskah. Naskah-naskah
tersebut kemudian kita kenal dengan babad, hikayat, kronik, tambo, dan
lain-lain. Bentuk naskah tersebut merupakan historiografi tradisional yang
lebih mengutamakan hikmah dibanding adanya kebenaran fakta. Berbeda dengan
historiografi modrn yang sangat mementingkan fakta. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">Pada
perkembangannya, bentuk penulisan sejarah juga membutuhkan ide kemasan. Hal ini
lebih kepada bagaimana pembaca dapat menikmati kisah sejarah itu dengan cara
yang lebih nyaman. Maka muncul pula adanya genre fiksi sejarah pada karya-karya
sastra. Adapun buku Perempuan Pejuang ini adalah kategori nonfiksi. Tentu saja
ini berkonsekuensi pada keakuratan serta kedalaman uraian informasi yang termuat.
Menjadi ganjalan sendiri ketika membaca kisah ketujuhbelas tokoh perempuan
pejuang yang disajikan dalam bentuk lintasan saja. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">Secara teknis,
dalam buku ini kita akan menemuka tujuh belas profil singkat para perempuan
pejuang yang telah dipilih oleh penulis. Pembaca mungkin tak perlu
berekspektasi untuk mendapatkan informasi baru dalam buku ini, karena memang
informasi yang diberikan pada buku ini masih bersifat sangat umum. Namun
keberadaan buku ini memang sangat bermanfaat sebagai pengingat pada kita semua.
<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">Akan sangat
menarik misalnya penyampaian kisah atau profil para perempuan pejuang ini lebih
mendalam. Ini yang memang menjadi salah satu titik tersulit dalam penulisan
buku sejarah. Ketika kita akan menuliskan sejarah, satu hal yang tidak bisa dilepas
adalah bahwa kita sedang menuliskan fakta yang pernah terjadi. Syarat penting
dari penulisan kisah sejarah adalah adanya sumber informasi yang valid dan
beragam. Buku sejarah tentunya bukan buku rangkuman dari berbagai buku sejarah
yang sudah pernah ada sebelumnya. Ada kedekatan personal penulis dengan subyek
atau obyek sejarah yang akan ditulisnya. Tak jarang kita mendengar sebuah buku
sejarah ditulis membutuhkan waktu yang begitu panjang karena harus mengumpulkan
data, wawancara, mengolah, analisa, dan sebagainya. Misalnya bahwa penulisan
sejarah tak bisa terlepas dari berbagai sudut pendekatan, sosiologis,
antropologis, psikologis, yang seharusnya memungkinkan penulis untuk mengangkat
bagaimana kondisi budaya masyarakat di masing-masing wilayah mengenai pemimpin
perempuan. Faktor budaya masyarakat bugis, jawa, melayu tentunya punya peran
yang tak sedikit terhadap perjalanan para srikandi penjaga negeri tersebut. Harapannya,
buku Perempuan Pejuang ini tidak hanya sampai pada titik “sudah terbit”, tapi
ada khasanah baru yang dihadirkan untuk pembaca. Bukan pula sebagai “peluang”
yang sangat prospektif untuk mengangkat tema gender yang katanya belum dilirik
para penulis sejarah – seperti tercantum pada sebuah testimoni. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">Hal teknis lain
dalam pembacaan buku Perempuan Pejuang juga banyak yang perlu dikritisi.
Seperti tata letak serta ilustrasi yang kurang kuat. Beberapa keterkaitan antar
paragraf dalam satu kisah, kiranya jika ditata kembali akan menarik antusiasme
pembacaan yang lebih kuat lagi. Lepas dari itu semua, salut atas terbitnya buku
Perempuan Pejuang ini. Sebagai sebuah bagian dari ensiklopedi sejarah, kita
perlu menyangjungkan terimakasih atas inisiatif penulis menghadirkan buku ini.
Sebagai buku sejarah, semoga ini menjadi awalan yang dapat memacu semangat
mencintai dan mempelajari penulisan sejarah. Pada akhirnya, jika hidup adalah
rangkaian kisah, salah satu cara memaknainya adalah dengan menghargai sejarah.
Tabik. </span><span lang="IN" style="font-family: Wingdings; mso-ansi-language: IN; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-char-type: symbol; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-hansi-theme-font: minor-latin; mso-symbol-font-family: Wingdings;">J</span><span lang="IN"> <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span lang="IN">Judul buku :
Perempuan Pejuang, Jejak Perjuangan Perempuan Islam Nusantara dari Masa ke Masa<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span lang="IN">Penulis :
Widi Astuti<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span lang="IN">Penerbit :
Konstanta Publishing House<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span lang="IN">Tahun Terbit : Agustus 2013<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span lang="IN">Tebal buku :
XV + 143 halaman. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<span class="fullpost">
</span></div>
Shinta ar-djahriehttp://www.blogger.com/profile/13441022417200348555noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-30723359.post-6888768238055738052013-10-02T18:09:00.003+07:002013-10-02T18:09:36.077+07:00[ Mimpi yang Terjaring di dusung Rinjing ]<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
Deras sungai memberhentikan perjalanan di
sepertiga akhir siang kala itu. Meski ada jembatan bambu yang masih mampu
menopang kendaraan motor , kami memilih jalan setapak untuk sejenak menengok
sisi bukit yang lain. Gerakan turbin sesekali menjadi musik pengiring
perjalanan, dan dari sanalah kami tahu itu adalah sumber pelita yang telah memercikan peradaban kepada warga.
Hanya sekitar dua puluh kepala keluarga, warga asli setempat, yang bertahan di
tanah perbukitan tersebut. Aliran listrik belum sampai di dusun ini. Mereka
mengusahakan sendiri untuk dapat menerangi rumah masing-masing. Sekedar untuk
menambah semangat anak-anak mereka belajar di rumah setelah berjalan jauh berkilo-kilometer ke
sekolah. Mereka tetap ingin anak-anak menjadi pintar, supaya dapat membangun
dusun mereka yang redup redam. Itulah
sepotong kisah dari dusun Rinjing, Gununglurah, Cilongok.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">Rinjing adalah salah satu titik disitribusi
dari salah satu lokasi penyembelihan Kampung Qurban yang mencakup beberapa desa
lain diantaranya : Karanggondang,
Sambirata dan Pesawahan, Gununglurah.
Tentu bukan sekedar keratan daging Qurban yang disampaikan nantinya di
KAMPUNG QURBAN. Ini bukan sekedar urusan seekor domba Qurban, ini adalah bukti
cinta dan ketaqwaan kita pada sesama. Agar asa itu tetap menyala, agar mimpi
itu tetap dapat bersemi, agar senyum itu mengulumkan pesan bahwa Islam adalah
rahmat untuk semua orang, tak ada yang terabaikan. Semoga. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<span class="fullpost">
</span></div>
Shinta ar-djahriehttp://www.blogger.com/profile/13441022417200348555noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-30723359.post-47823306454290605742013-08-21T21:33:00.002+07:002013-08-21T21:33:15.441+07:00Ego yang Terlerai di Kaldera Ceremai<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi0hkBhSbV2JzXXt-ITxUukdyjB3nEvbZxaiy1umLv-V9OlCOEpNJFA4Y7MR_jXCpuAxlt2Xz1t2xYrOvLiuClXViLdgsI72szjd4XDbgbISScAWX6vaRQNmMyUUgGkKu9HptpoBA/s1600/ceremai.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi0hkBhSbV2JzXXt-ITxUukdyjB3nEvbZxaiy1umLv-V9OlCOEpNJFA4Y7MR_jXCpuAxlt2Xz1t2xYrOvLiuClXViLdgsI72szjd4XDbgbISScAWX6vaRQNmMyUUgGkKu9HptpoBA/s320/ceremai.jpg" width="320" /></a><em>#catatanPendakian</em></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
<br /></div>
<blockquote style="background-color: white; border-left-color: rgb(221, 221, 221); border-left-style: solid; border-left-width: 5px; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px; margin: 0px; padding: 0px 15px;">
<em>"...sembunyi diriku dalam pelukan alam, hindari semua kenyataan. Menggigil tubuhku sadari alam. Disini ku kecil dan tak berarti..." (Slank)</em><br />
</blockquote>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
Elf biru itu akhirnya menghentikan lajunya. Mang Yayan, begitu nama sang sopir yang telah mengantarkan kami menuju Palutungan. Kemudian bersama sang kenek, kami menurunkan carrier yang tersusun tinggi di atap mobil. Setelah semua berhasil diturunkan, Mang Yayan pun bertanya :<em> “kapan akan pulang? nanti sms saja, biar dijemput”</em>. Sementara Rifki —pimpinan rombongan-- menjawab dan bertukar nomor kontak dengan sang sopir, saya membatin mengulang pertanyaan Mang Yayan. <em>Ya, kapan akan pulang? ah, bukan, tapi apa memang bisa pulang? Bahkan perjalanan ini baru saja dimulai, tantangan masih mengawang. Ternyata memang semua perjalanan itu adalah untuk mencari jalan pulang.</em></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
Maka jika di hari Sabtu, sehari setelah peringatan kemerdekaan RI kemarin, kami bersembilan berkata akan melakukan pendakian, sebenarnya bukan puncak gunung yang dituju, tetapi pelajaran apa yang bisa dibawa pulang --kalau memang bisa pulang--. Maksudnya, bisa saja kami terpesona di lembah Edelweiss, hingga lupa jalan pulang. Itu refleksi kehidupan juga kan?</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
Kenapa jadi berfilasafat ria ya? hehe. Baiklah, singkat cerita, di sepertiga terakhir jeda liburan lebaran yang saya miliki, sudah terjadwalkan akan melakukan pendakian ke Gunung Ceremai. Entah apa yang dalam pikiran saya ketika mengiyakan saja ajakan teman-teman untuk muncak. Saya memang menyukai kegiatan para “samirono” atau petualang atau bahasa kerennya “traveler”. Menyukai kegiatan di alam bebas, tapi untuk benar-benar sebuah pendakian, ini adalah kali pertama. Beberapa teman ada yang berkomentar,<em>“pendakian pertama langsung ke Ceremai?”</em> atau ada yang bilang <em>“Shin, ceremai itu trek nya susah.., pikir-pikir lagi aja!”</em>. Entah kenapa sms dan pesan <em>whatsapp</em> dari teman-teman itu baru sempat saya baca ketika sudah di pos 1 pendakian.hehe. Jadi, saya pikir, Allah sengaja memberikan kesempatan pada saya untuk melakukan pendakian ini dengan maksud supaya mengambil banyak pelajaran.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
Sebagai informasi, Ceremai adalah Gunung Tertinggi di provinsi Jawa Barat (3078 MDPL). Masih lebih rendah dibanding Gunung Slamet, tentu saja. Namun Gunung Ceremai merupakan salah satu gunung yang memiliki trek yang susah untuk dilalui. Curam, terjal, dan sumber air yang minim. Ada tiga jalur pendakian yang biasa dilalui oleh para pendaki, yaitu : Apuy, Palutungan, dan Linggarjati. Untuk informasi lebih lengkapnya, bisa <em>googling</em>saja ya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
Saya dan delapan teman yang lain mengambil jalur Palutungan. Setelah melapor pada petugas di pos, kemudian kami berkemas di masjid terdekat. Di jelang Ashar, kami pun memulai perjalanan. Menelusuri perkampungan dan hamparan sawah. Pos 1 pun terlewati, dan kami menuju pos 2 di Cigowong. Pos ini adalah satu-satunya pos yang memiliki sumber air di jalur Palutungan. Menurut info dari Rifki juga, pos Cigowong adalah pos yang jaraknya terjauh dibanding jarak antar pos yang lain. Entahlah, saya tak memahami seluk-beluk pendakian ini. Disinilah saya benar-benar melakukan perjalanan jiwa, perjalanan hati. Ya, disinilah perjalanan itu bermula.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
Selama perjalanan menuju Cigowong, saya mengalami <em>shock. </em>Kebetulan kami juga lupa melakukan pemanasan, jadi bagi saya yang memang intensitas olahraga-nya cukup minim sangat berpengaruh. Walhasil, dada sesak dan kepala pusing tak tertolak menyerang. Saya menahannya. Bukan, bukan sakit fisik yang saya rasakan. Justru saat itu saya merasakan lintasan-lintasan pikiran yang menusuk-nusuk otak.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
Selama perjalanan itu, saya benar-benar merasa tertohok. Saya serasa didera pertanyaan atas kejujuran hati, apa tujuan perjalanan ini sebenarnya. Jujur, hingga pada perjalanan menuju Palutungan, yang menguasai pikiran saya masih sebatas ego pribadi. Saya hanya ingin mencari kepuasan diri dengan mendaki gunung. Saya berfikir, masa muda yang sedang dilewati ini harus diisi berbagai hal yang penuh sensasi. Saya sudah pernah melakukan banyak hal, ngebolang di dalam dan luar negeri (walaupun belum banyak), menjalani masa studi, mengikuti banyak kompetisi, memiliki eksistensi di berbagai komunitas, entah itu bidang akademik, seni budaya, agama, dan lain-lain, tinggal beberapa “misi” yang belum dicapai salah satunya adalah naik gunung. Jadi, pendakian ini hanyalah pemuas ambisi dan mimpi saya saja. <em>Goblok banget kan? emang!</em></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
Selama perjalanan, pikiran saya berkecamuk. Saya merasa selama ini sudah mengalami banyak hal dalam hidup. Menjalani berbagai problematika. Dari mulai masalah <em>ecek-ecek</em>sampai masalah dramatik, dari mulai di keluarga hingga pekerjaan hingga yang berhubungan dengan khalayak. Entah itu karena saya orang yang sanguinis melankolis, atau memang saya dipilih Tuhan untuk menghadapi problematika yang ada. Beberapa orang yang saya percaya, mungkin tahu persis apa yang saya maksud. Namun segala perjalanan hidup itu, membuat saya merasa terkuatkan. Menempa diri menjadi pribadi yang keras. Ini bukan kata saya, tapi testimoni orang lain. Saya kemudian tumbuh menjadi orang yang merasa sanggup melakukan banyak hal sendiri. Mendedikasikan diri sebagai pelayan yang harus selalu siap melayani orang lain. Kemana-mana sendiri. Kehilangan, diabaikan, itu sudah bukan hal yang terlalu menakutkan. Saya merasa kuat.., tapi itu salah besar! Itu dibuktikan pada pendakian kemarin.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
Nyatanya, saya memang tak bisa menghindari sesak di dada saat kekurangan oksigen. Nyatanya, saya tak dapat menghalangi mual dan pusing yang melanda. Nyatanya, langkah kaki saya punya batas lemah. Kebetulan saya pernah mengalami gangguan pernafasan, alergi pada suhu yang dingin. Kalau dingin, biasanya langsung bereaksi dengan meler kemudian sesak dan nyeri di dada kiri. Meski sudah berolahraga, nyatanya di perjalanan kemarin saya terbukti lemah! Saya tahan saja. Diam-diam saya khawatir dan berpikir bagaimana jika ada salah satu teman nantinya berkata : “kita batalkan saja ya perjalanannya”. Tidak, saya tidak mau itu terjadi. Jika memang saya harus mati di leher gunung, itu sudah jalan “pulang” saya toh?! Akhirnya saya tahan semua itu. Oya, kebetulan waktu itu saya juga sedang datang bulan, jadi ada pengaruh ke fisik dan emosi juga. Tapi sebenarnya tidak masalah kok kalau cewek sedang berhalangan kemudian ingin melakukan pendakian.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
Kemudian tiba di pos Cigowong, sebuah percakapan diantara tim membuat saya sangat lega. Ari, sang komandan berkata :<strong> “ingat, puncak itu hanya bonus saja”</strong>. Si jambul ini memang anggota tim yang paling bijak menurutku. Diam-diam saya curiga, sebenarnya dia itu kakek-kakek tapi terperangkap dalam tubuh seorang anak muda. Seperti di film Benjamin Buttons. hehehe. Obrolan itu seperti pelajaran pertama yang saya dapatkan dari perjalanan ini. Bahwa, orientasi tiap perjalanan kita bukanlah hasil, tapi proses. <strong>Puncak hanyalah bonus, bukan target/ klimaks pencapaian, bukan kehebatan atau kebanggaan, tapi puncak gunung adalah proses kita menaklukan diri, emosi, ego pribadi, menyadari kekerdilan diri sebagai hambaNya.</strong> Ini filosofi kehidupan yang benar-benar menyentuh. Apapun yang sedang kita usahakan, hasil adalah bonus saja, yang terpenting adalah bagaimana cara kita memilih jalan untuk mengarunginya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
Singkat cerita, kami berhasil melewati Sembilan pos dengan sensasinya masing-masing. Ada Tanjakan Asoy yang memang geboy. Tanjakan dengan banyak akar dan bebatuan, bersisian jurang, hampir tak menyisakan kesempatan tubuh untuk berdiri dengan tegak. Nanjak terus sampai atas. Mantap luar biasa! Ada pos Arban yang terkenal mistisnya, ada pos Gowa Walet yang angkuh berdiri dalam dinginnya yang menusuk, dan pos-pos yang lain.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
Akhirnya, pada hari Minggu di separuh senja terakhir, kami berkesempatan untuk mendapatkan “bonus” itu. Kami menjejak puncak Ceremai, berkesempatan menyaksikan Kaldera, bibir kawah yang mempesona. Ketika kaki kananku menjejak dan menegakkan tubuh serta menatap kawah, tak ada kata lain yang mampu terucap : Allahu Akbar, walilllahilhamd. Aku tak percaya dapat menjejak puncak. Ini semua hanya karena kuasa Allah yang ingin memberikan satu pelajaran untukku. Bukan karena ku kuat, bukan karena ku mampu, tapi karena Allah berkehendak.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
Selama lebih dari setengah jam kami menikmati kawah dan <em>landscape</em> yang tak terlukiskan indahnya. Melihat puncak Gunung Slamet dari kejauhan. Melihat hamparan Edelweis yang sungguh romantis. Kemudian sekedar untuk dokumentasi, kami pun mencoba membekukan beberapa moment dengan media kamera.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
Senja pun melarut. Aroma belerang sudah mulai kuat terasa, kami pun bersiap turun kembali. Oya, ketika akan muncak, kami hanya membawa satu carrier dan satu <em>daypack</em>. Sedangkan barang-barang yang lain kami tinggal di <em>camp</em> Goa Walet. Dari Goa Walet ke puncak sudah dekat, kurang dari satu jam perjalanan. Tapi, jangan tanya medan terjalnya. Sepanjang mata memandang hanya ada batuan dan debu beterbangan. Serta tingkat kecuramannya semakin tinggi, untuk orang-orang yang terbiasa olahraga <em>wall climbing</em>sepertinya justru terasa menarik.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
Akhirnya kami berjalan turun, diiringi langit yang mulai memerah. Saya dipersilakan menunggu di persimpangan menuju Goa Walet, tak perlu ikut packing. Karena untuk turun dan naik lagi, jalurnya juga cukup terjal. Toh cuma mau <em>packing</em>.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
Saya pun duduk sendiri, menyaksikan langit yang mulai merah, rembulan yang perlahan muncul dengan cantiknya, dikelilingi hamparan Edelweis yang merayu mata. Puisi mana yang tak akan hadir di suasana seperti itu, hah??!</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
Maka, ditemani seekor burung liar berparuh kuning yang loncat menjinak di dekatku, beberapa untai kata kurangkai. Tapi sebenarnya bukan merangkai, saya hanya mengeluarkan apa yang saya lihat. Ada keMahaHebat-an Allah yang saya saksikan di semburat merah membalur langit, ada kelembutanNya di lipatan desir angin yang mengayun-ayunkan batang Edelweis. Bahkan memandanginya saja sudah cukup membuatku tenang dan nyaman. Tiap kuntum bunga gunung itu seperti mengerlingkan rindu yang teramat syahdu. Akhirnya, tanpa tersadar air mata pun membasahi pelupuk mata. Saya nangis lagi!!! <em>cengeng yak</em>?!hehe. Saya betul-betul menikmati suasana senja itu. Baru tersadar ketika ada dua orang pendaki rombongan dari UI yang kebingungan mencari jalan turun ke Goa Walet.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
Kemudian tak lama, teman-teman lain berdatangan, dan kami pun memulai perjalanan turun. Dalam syahdunya malam, disinari lembutnya rembulan, kami pun berjalan perlahan meniti turunan terjal. Beberapa kali harus terjerembab, saat rembulan bersembunyi di temaramnya langit malam. Aku ada di urutan kedua dari barisan Sembilan orang itu. Di depanku ada si Agus, ia kujuluki sebagai “penerang jalanku”. Di malam sebelumnya, Agus juga lah yang ada di depanku dengan headlamp. Dia sangat menolong perjalananku. Entah karena Agus yang sigap atau bagaimana, aku bisa berjalan lebih cepat ketika malam hari saat di belakangnya. Aku percaya pada petunjuk yang Agus berikan serta tangannya yang selalu sigap membantu menaiki tumpukan batu atau akar. Di malam sebelumnya, aku nyaris tersesat karena pandanganku yang kabur. Nyaris tersesat karena susah membedakan silaunya sinar kunang-kunang atau sinar headlamp. Dan satu lagi, Agus <em>nggak </em>berani kentut saat di depanku, tapi giliran di depan yang lain, ia kentut berkali-kali..hahahaha.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
Kami memutuskan <em>nge-camp</em> semalam lagi. Perjalanan ini memang di<em>setting </em>santai. Tiap usai <em>ngecamp¸</em>kami baru memulai jalan setelah jam 9 pagi. Maklum, anak-anak kategori bangsawan alias <em>bangsa tangi awan</em> (kelompok bangun siang). Itupun setelah bangun dan sholat, ada “ritual” bermusik, buang hajat, nyanyi-nyanyi, foto-foto, masak, dan lain-lain. Seru <em>sih</em>. Aku bisa kenal sama delapan orang gila tapi hebat ini. Mereka seperti tak pernah kehabisan akal untuk melahirkan lelucon-lelucon cerdas. Dua diantara mereka adalah “santri” tapi santri gila. Jadi jangan heran kalau kadang ada plesetan-plesetan gokil, kayak :<em>“ Muhammad gua ya Muhammad gua, Muhammad diyeh ya Muhammaddiyeh.., “</em> atau mengeluarkan dalil-dalil ngawur yang kalau saya tuliskan disini nanti jadi salah paham, mending <em>dengerin aja</em> langsung.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
Di <em>camp</em> ini, kami termasuknya “rempong”. Berbagai macam menu kami masak, ada nasi goreng magelangan, sarden, mie rebus plus sayur, tempe goreng bumbu racik sampe bikin<em>Nutri Jell</em> dengan berbagai macam campuran. Pokoknya <em>rempong deh</em>. Saya sih <em>asik-asik aja</em>, lha saya doyan urusan yang <em>gituan</em>. hehe. Untuk <em>nyiap-nyiapin</em> nesting , kompor, potong-potong sayur dan lauk saja sudah makan waktu, belum <em>packing-packing</em> nya, kalau makan sih bisa cepet<em> banget</em>, karena harus sepiring bertiga. Makanya perjalanan kami ini terbilang santai. Toh dari awal, tujuan kami bukan puncak, tapi menikmati perjalanan. Itu fatwa dari ustadz Ari Jambul..hehe.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
Perjalanan pulang cukup menyenangkan. Saya terprovokasi untuk berlari menuruni jalanan terjal dan curam tersebut. Meski tidak segesit teman-teman yang lain, saya sangat menikmati. Berlari turun melintasi Tanjakan Asoy dengan berteriak dan tertawa lepas, aaaaah.., menentramkan sekali. Beberapa kali saya terjatuh, berdebam, tersandung akar atau pohon yang melintang. Tapi saya tetap tertawa lepas, menikmati udara segar dan jalanan yang menggoda. Disitu ada pelajaran kehidupan lagi, bahwa <strong>kita harus yakin pada pijakan yang kita lakukan. Kalau tidak yakin, justru akan membuat hilang keseimbangan.</strong> Jangan terlalu banyak menahan, itu hanya akan membuat sakit dan nyeri di otot kaki. Oya, satu hal lagi,<strong> jangan terlalu banyak berhenti, kalau lelah tetaplah bergerak tapi perlahan</strong>. Kalau terlalu banyak berhenti, kita hanya akan menambah tingkat kelelahan. Ini filosofi kehidupan juga.<strong> Jangan terlalu banyak menunda, jalani dan hadapi saja. Jika mulai lelah, berjalanlah perlahan, tapi jangan pernah berhenti kecuali mati!</strong>.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
Di jelang pos Cigowong, daya tahan kaki saya melemah, akhirnya berjalan perlahan. Saya mempersilakan beberapa teman berjalan terlebih dahulu, tidak apa-apa. Tapi beberapa teman justru ingin tetap di belakang. Perjalanan kami ditingkahi dengan banyak dialog yang mencerahkan. <em>Makasih banget</em> ya Ari, Idrus, dan Deni.. hehehe. Obrolan selama perjalanan di jelang Cigowong kemarin, itu rahasia lho..hehe. Kecuali yang akhirnya Ari ungkap di<em>briefing</em> sebelum pulang di Cirebon itu.. ^_^</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
Seusai makan siang dan menghabiskan perbekalan logistik di Cigowong, maka tinggal dua pos terakhir sebelum pulang. Akhirnya, saya menghubungi Mang Yayan untuk menjemput kami di Palutungan. Ketika Ari dan Rifki becanda bilang : “selamat yaaaaa sudah dapat NAPL…”, saya hanya nyengir dan bilang : “dih, nyebelin banget!”.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
Ya Allah, terimakasih telah memberikan saya “keluarga” baru selama pendakian kemarin. Mereka para lelaki hebat lahir batin.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
Terimakasih Puncak Ceremai, Goa Walet, Tanjakan Asoy, Cigowong, dan lain-lain. Terimakasih, Indonesiaku tercinta. Terimakasih Gusti Allah atas kesempatan ini.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
Kalau ditanya “<em>kapok nggak naek gunung?</em>” saya akan tegas menjawab “<strong> tidak kapok… saya mau melakukannya lagi, lagi, dan lagi!!!</strong>”. Ceremai telah membuatku jatuh cinta, Ceremai telah membuat egoku terlerai..</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
<em>Selasa, 20 Agustus 2013 , mengistirahatkan badan, sambil nanti mau berziarah ke pusara ayah sebelum kembali ke Purwokerto. Saya siap beraktivitas kembali, dengan semangat baru… hiyaaaajiiiiaaaaaaar bleeh! </em></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
<em>note : foto-fotonya nanti biar di-upload sama teman-teman di fanspage atau group FPL dan HMI Purwokerto . Saya type orang yang malas menunggu proses upload foto di pesbuk. Nanti insya Allah dipost di blog atau akun flickr saja. :)</em></div>
<span class="fullpost">
</span></div>
Shinta ar-djahriehttp://www.blogger.com/profile/13441022417200348555noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-30723359.post-71437399319800225592013-08-15T15:34:00.000+07:002013-08-15T15:34:21.507+07:00Rumah Itu Kusebut Pelangi<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<blockquote class="tr_bq">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiBQ7MDiFfoxIzh50kPUJg-rOPYGuihgjh7MOn3alpMsseGCRAnTdT7cnBjAEgEVWmv21BN1QqYd8SUBVG7N8ffWM208BlbZGu4fFoYs8bUKgfHC7dW9818LQBd1CkUJzCNInRT1Q/s1600/DSC_0433.JPG" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="133" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiBQ7MDiFfoxIzh50kPUJg-rOPYGuihgjh7MOn3alpMsseGCRAnTdT7cnBjAEgEVWmv21BN1QqYd8SUBVG7N8ffWM208BlbZGu4fFoYs8bUKgfHC7dW9818LQBd1CkUJzCNInRT1Q/s200/DSC_0433.JPG" width="200" /></a><i>“
im coming home..<br />im
coming home..<br /> tell
the world that im coming home…<br /><span style="background: white; color: #444444; mso-bidi-font-family: "Times New Roman";">Let the rain wash away all the pain of yesterday</span>… “ ( J.
Cole) </i></blockquote>
<div align="left" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<o:p></o:p></div>
<div align="left" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<o:p></o:p></div>
<div align="left" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<o:p></o:p></div>
<div align="left" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div align="left" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div align="left" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<o:p><br /></o:p></div>
<div align="left" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<i>G :
lo masih inget nggak sih ta, dulu tiap malem lebaran kita jalan dan maen
petasan?<o:p></o:p></i></div>
<div align="left" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<i>S :
iyaa…, nyalain macem-macem petasan kan? dari mulai mercon tetes sampe
kupu-kupu, dipasang di pohon cemara dan jadi terang banget. Trus kita bikin
bedug-bedug kecil pakekaleng trus takbiran keliling dan dimarahin sama imam di
mushola kan? <o:p></o:p></i></div>
<div align="left" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<i>G :
iyaa.., trus dulu tuh udah kayak kejadwal, kalo lebaran gw yang balik, nah kalo
liburan sekolah lo pada yang gentian ke Jakarta. Iya kan? <o:p></o:p></i></div>
<div align="left" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div align="left" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div align="left" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
Cuplikan obrolan di beberapa hari lalu
antara aku dan sepupuku itu cukup mengiang. Obrolan di tepi pantai sambil
menikmati kupat glabed dan sate blengong. Cukup menyita waktu lama, ngobrol
ngalor ngidul. Mumpung kumpul dan ketemu sebelum nantinya kembali ke kesibukan
masing-masing. Obral-obrolnya cuma bisa termediakan twitter, whatsapp, dan
sejenisnya. </div>
<div align="left" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div align="left" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
Sebuah hal yang sangat harus disyukuri,
bahwa tradisi berkumpul ini masih terjaga hingga sekarang. Tentu saja ada yang
hilang dan ada pula yang baru datang. Tiap sudut rumah mbah itu mungkin sudah
merekam banyak sekali kisah diantara kami. Sejak papa mama kami masih remaja,
hingga kemudian merantau dan memiliki keluarga masing-masing, hingga hadirlah
kami, adik-adik kami, cucu-cucu mbah. Hingga juga mbah kini sudah lama
meninggalkan kami. Masih teringat urut-urutan baris dan nangis untuk sungkem ke
mbah. Masih teringat semua tawa dan tangis yang pernah hadir di rumah itu. Tiap
idul fitri rumah itu akan lebih ramah dari biasanya, dan juga ketika ada
anggota keluarga yang berpulang maka juga menjadi ramai. </div>
<div align="left" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div align="left" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
Maka, menurutku sebuah hal yang sangat
disyukuri bahwa saat ini dengan segala yang pernah hilang dan juga datang, kita
semua masih bisa berkumpul bersama. Masih heboh-hebohan buat nongkrong,
karaoke-an, mantai, ngeguci, dan lain-lain. Biasanya beberapa tradisi yang
dilakukan saat ngumpul bareng tuh : berenang, makan bakso, bakar-bakar seafood. Kita pergi bareng dengan segala enak
dan nggak enaknya. Dijalanin terus sampe sekarang meski kita tahu beberapa hal
yang kadang nyebelin. Entah masalah ngumpul yang nggak tepat waktu, atau
keputusan “sesepuh” yang geje-geje, atau sesepuh yang pelit, trus kita
ngegrundel di belakang…hahaha. Itu semua selalu ada tapi kita jalanin aja,
enjoy aja. Kita sangat menikmati tiap-tiap waktu berkualitas itu. Kita juga
bisa ngejalanin itu di luar bareng teman-teman kita sendiri, tapi tentu saja
ada sensasi yang beda untuk ngelakuin hal yang sama bareng-bareng keluarga.
Yeah, kayak makan ikan bakar di garasi bareng-bareng, paling cuma makan gitu
doang, tapi sensasi nyari ikan di TPI, ber amis-amis ria, bakar-bakaran, sampe
melahapnya habis, itu semua jadi prosa terindah yang pernah kita punya, bukan?</div>
<div align="left" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div align="left" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
Ya, tentu saja ada yang terasa hilang. Kini
nggak ada kata-kata “pakra ora” yang khas dari papa kalo mengomentari
ponakan-ponakannya, nggak ada tarian salsa atau waltz dari pakdhe Uki, nggak
ada gaya komentar khas dari pakdhe Udin, nggak ada lagi sosok seru kayak mas
Nono yang rajin bawa kita jalan-jalan. Kita
juga mungkin merasa rindu dengan beberapa kerabat yang kini karena satu
dan lain hal sudah jarang pulang. Tapi, ada yang hilang ada juga yang datang.
Entah sudah berapa ponakan yang kupunya kini. Sudah banyak yang memanggilku
tante. Kini ada dhe’ Asma, yang
digendong siapapun pasti diem aja, nurut. Kini ada mbak Riri dengan segala
kehebohannya, dan kemarin kita sudah mendapat anggota keluarga baru, si cowok
ganteng yang lahir di Batam. Ada ayes dan kakak-kakaknya juga yang super heboh
tapi kemarin belum bisa pulang. Dan juga mungkin besok atau besok-besoknya
lagi, ada anggota-anggota baru lagi di keluarga kita. Para lajang yang kemaren
masih nongkrong-nongkrong di lesehan, tahun depan mungkin sudah membawa
pasangan masing-masing. Besok-besok , generasi keempat dan kelima dari mbah
Djahri yang akan terus meramaikan rumah tua itu. </div>
<div align="left" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div align="left" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
Rumah yang mungkin sudah banyak memberikan
terang dan hujan, hingga lahirlah pelangi. Ya, aku menyebutnya pelangi. Betapa
berwarnanya ketika semua berkumpul disana. Ada yang super cerewet ada yang
super pendiam. Ada yang alim banget sampe kelewat ekstrem, ada juga yang “ free
man” banget. Ada yang orang kantoran , ada yang orang lapangan. Ada yang fasih
ngomongin kedokteran, ada juga yang lagi jadi caleg (ingat, pilih nomor 5
ya!!!hahahaha). Ada yang super dermawan suka nraktir sana-sini, ada juga yang
pelit banget sampe-sampe harga villa yang udah murah masih ditawar lagi… *hadeeeeh*.
Ada yang belum pernah pacaran ada juga yang koleksi mantan-nya seabrek-abrek…
*hahahay*. Kita ada di berbagai macam
selera music, dari yang alay sampai yang nostalgia. Kita ada di berbagai macam
gaya, dari yang timur tengah sampai yang harajuku. Kita ada di berbagai macam
suku bangsa dan bahasa. Kita ada di berbagai macam profesi dan disiplin ilmu.
Kita ada di berbagai pola pikir. Kita juga ada di berbagai kelas sosial ekonomi
masing-masing. Kita ada di berbagai lini warna yang menyatu indah seperti pelangi.
</div>
<div align="left" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div align="left" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
Pelangi inilah yang mengajariku untuk
belajar menghargai perbedaan. Masih ingat kata-kata budhe yang bilang gini : “
mbah itu orang yang sangat bijak, beliau orang yang sangat kuat prinsipnya tapi
tetap bisa toleran, itu yang mbah selalu ajarkan saat putrid sulungnya
bersekolah di sekolah katholik di Semarang dulu…” . Seru mendengar cerita budhe
tentang Soegijapranata, tentang gereja-gereja kampung, atau cerita budhe yang
lain yang tak kalah seru. </div>
<div align="left" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div align="left" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
Dan liburan idul fitri kali ini kembali
menyadarkanku tentang indahnya pelangi ini. Terimakasih Tuhan, memberikan
sebuah tempat kembali yang sungguh luar biasa. Dengan segala kekurangan dan
kelebihan, ada saling penghargaan dan kasih sayang. Sunguh saya tidak yakin
kalau kami bukan keluarga apakah bisa berkumpul dengan seguyub itu. </div>
<div align="left" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div align="left" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
Semoga semua dapat kembali dikumpulkan di
surgaNya, kelak. Doa dan cinta terdalam kami untuk mas, om, pakdhe, mbah,
budhe, mbak, yang sudah mendahului ke alam baka. Semoga selalu terang dan
lapanglah peraduan disana. Selamat datang juga untuk anggota-anggota keluarga
baru, untuk dhe Ayes, dhe Ai dan adhe nya yang baru, untuk dhe asma, mbak illa,
mbak riri, dan semua saja calon-calon istri atau calon-calon suami yang ada di
hati “the Lajangers” yang siapa orangnya
juga belum tau pastinya… Yang penting doa, usaha, dan yakin sama JOHAN…. (jodoh
di tangan Tuhan)… #eeeeaaaaaa … :p</div>
<div align="left" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div align="left" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
Segitu dulu, yang mau copy foto-foto bisa
kerumah, nanti sebagian ada yang diupload tapi nunggu turun gunung dulu.. :D .
Sengaja nanti kita upload untuk bikin mupeng yang pada nggak bisa pulang.. <span style="font-family: Wingdings; mso-ascii-font-family: "Times New Roman"; mso-char-type: symbol; mso-hansi-font-family: "Times New Roman"; mso-symbol-font-family: Wingdings;">J</span>.
Semoga peluk sayang Allah selalu meng-erati hati kita masing-masing. aamiin. </div>
<div align="left" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div align="left" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<i>15
Agustus 2013 , sambil menunggu keberangkatan ke Indramayu, disambung ke
Kuningan, dan ber tujuh belas agustus di puncak Ceremai, insya Allah. <o:p></o:p></i></div>
<span class="fullpost">
</span></div>
Shinta ar-djahriehttp://www.blogger.com/profile/13441022417200348555noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-30723359.post-46065864573888113642013-07-25T08:16:00.000+07:002013-07-25T14:06:15.880+07:00Ikhtiar Melunasi Janji<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Adzan Isya sudah mulai bersahutan saat kami memasuki salah
satu tempat makan yang berlokasi di daerah Gor Satria. Kupilih tempat ini
karena tersedia menu alternatif untuk tidak makan nasi. Kemudian sembari
menunggu menu kami diantar, perbincangan pun terus mengalir. Tiba-tiba, adikku
yang paling bungsu itu, mengeluarkan sebuah bungkusan dari dalam tas. Nampaknya
ia sudah ingin sekali menunjukan bungkusan tersebut. Ternyata isinya adalah
sebuah “jas karung goni” alias jas almamater salah satu universitas negeri di
Jogjakarta. <i>Ecieeee…yang sudah resmi jadi mahasiswa</i>, begitu ledekku.
Pssst…, jas almamaternya lebih bagus dari kampusku dulu, unsoed..hahaha.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dalam ruang benakku, kehadiran jas almamater itu seolah menyeret
sebuah lintasan peristiwa di beberapa bulan terakhir ini. Sembari menemaniku
adikku berbuka puasa, dan mendengar segala celotehnya, alam pikiranku
bermain-main dengan beberapa kenangan. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sudah menjadi komitmenku sepeninggal almarhum ayah, untuk
mengawal bagaimana proses tumbuh kembang kedua adikku yang saat itu masih
sangat remaja. Sebuah sayatan hati yang tak akan pernah hilang memori malam itu
di rumah sakit. Peluk tangis dari adik-adik yang membasahi bahuku, sampai detik
ini masih terasa basah. Kuyup hingga ke hati. Semua pesan tentang mereka yang
disampaikan kepadaku di enam bulan jelang kepergiannya, malam itu seolah
menggema hingga saat ini. Persis keesokan harinya adalah pengumuman kelulusan
si adik dari sekolah menengah pertama. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mulai saat itulah, saya berusaha memposisikan diri untuk menjadi
pengawal mereka dalam bertumbuh kembang termasuk dalam pendidikan mereka.
Agenda-agenda seperti masuk sekolah baru, terima raport, ujian akhir, dan
sejenisnya, saya sempatkan hadir. Bahkan untuk pementasan teater dimana si
bungsu jadi pemeran utama, saya sempatkan pulang untuk memberikan apresiasi. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ketika adik perempuanku lepas SMA, kucoba semaksimal mungkin
untuk mendampingi berbagai ikhtiar masuk perguruan tinggi. Kini ia menjadi
salah satu mahasiswi di sebuah perguruan tinggi swasta di kota kelahiran. Ambil
jurusan yang disenanginya, pendidikan matematika. Semoga berkah.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ya, doaku hanya ingin ikhtiar kami ini diberkahi. Bukan
untuk mencapai hal-hal yang muluk. Bukan untuk mendapat <i>prestise </i>bersekolah
di PTN terkenal. Kami memohonkan keberkahan saja, itu sudah sangat menenangkan.
</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dan kini juga tanpa terasa si bungsu yang baru genap 17
tahun sudah berstatus menjadi mahasiswa (baru). Seperti ada rasa plong yang tak
terkira. Seperti mimpi saja bahwa si bungsu yang dulunya saya jemput saat
pulang TK, kemarin saya antar ke UGM. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
FYI, adik-adik saya ini sangat berbeda dengan kakak
perempuannya ini. Mereka termasuk “anak rumahan” yang jarang pergi jauh. Maka
ketika harus pergi keluar kota, bisa terbayang kan bagaimana “nervous”nya. Ibu
juga merasa khawatir karena anak bungsunya itu memang tak pernah pergi jauh. Untuk adik perempuan,
mungkin saya bela-belain jemput di Tegal kemudian saya antar lagi ke purwokerto
dan diantar pulang lagi ke Tegal. Tapi untuk si bungsu laki-laki, saya agak
melepas. Sekedar untuk melatih mental-nya. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sampai akhirnya test masuk ia memilih UGM. Itu sebenarnya
sepenuhnya saranku. Tapi aku tidak memaksakan dengan pilihan jurusan yang akan
diambil. Toh kami juga sudah sepakat bahwa UGM lebih bagus daripada
Unsoed.hahaha. Maksudnya begini, saya memilihkan tempat belajar untuk adik saya
bukan karena unsur favorit atau prestise segala macam. Saya mencarikan tempat
yang lingkungannya punya budaya belajar, bukan budaya mencari nilai, bukan
budaya bersaing. Unsoed juga bagus, tapi budaya belajarnya kurang, tradisi
riset dan keilmuannya masih sangat kering. Kalaupun banyak penelitian yang
dapat dana hibah, maaf saya masih melihat motivasinya masih sekedar motivasi
proyek. Jadi, bukan urusan kampus ini lebih keren daripada yang lain. Bukan itu.
Tapi lingkungan kota Yogyakarta secara umum memiliki atmosfer yang menyenangkan
untuk belajar banyak hal. Saya rasa, semua sepakat atas hal ini. Kalau ada yang
bilang saya modus biar bisa sering ke jogja, waah..itu pitnah!hehe. Dari dulu
saya juga sudah pingkopangkaping sering ke jogja, meski sekedar untuk mencari
buku atau nonton pameran. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sebenarnya adik saya sangat berkeinginan untuk masuk jurusan
akuntansi. Tapi belum rejekinya. Daftar di Simak UI juga pilih akuntansi dan sosiologi, tapi
belum lolos. Rejekinya memang di sosiologi UGM. Karena pengalaman mengawal adik
perempuan saya di tahun sebelumnya, saya berusaha mengambil semua peluang test
supaya kesempatan masuk PTN jadi lebih luas. Selain ikut SBMPTN dan SIMAK, adik
saya juga ikut test STAN dan juga saya berniat mengikutsertakan dia di test UM
UGM. Pokoknya semua cara biar bisa masuk UGM deh. Etapi, <i>ndilalah</i>nya,
pas batas akhir pendaftaran UM, dompet saya seret, ATM juga lupa belum ngurus (udah
lama banget lupa pin dan keblokir), pas hari sabtu pula dan lagi di luar kota. Padahal
itu baru beberapa hari gajian, tapi karena pengeluaran lagi banyak banyaknya,
langsung bokek sebokek-bokeknya. Dengan manyampaikan maaf ke adik saya bilang :
“ que sera-sera aja yak, gak perlu ikut utul ugm dulu..,”. Eh, ternyata
SBMPTNnya malah lolos. Alhamdulillah banget. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Waktu nerima pengumuman lolos itu, kebetulan juga lagi di
jogja, trus lagi di transjogja. Entah kenapa, adhe’ku yang lolos tapi aku yang
terharu. Hehehe. Mungkin gitu ya perasaan para orang tua atau keluarga yang
anak-anaknya masuk PTN. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Selepas pengumuman, masih agak deg-degan, karena belum tahu
berapa nih biaya kuliah di UGM. Kebayang berapa penghasilanku yang masih kecil,
harus mikir dibagi-bagi lagi. Pas hari pengumuman UKT, ternyata mendapat nol
rupiah alias gratis. Alhamdulillah. Kabarnya lagi, malah nanti dapat uang saku
perbulan. Ah, nikmat mana lagi yang sanggup ku dustakan.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kini tinggal ikhtiar mencari lingkungan tempat tinggal yang
kondusif. Sebenarnya kalau masalah ngekos, bisa-bisa saja. Tapi, saya pribadi memang menginginkan dia untuk bisa
tinggal di asrama atau pondok yang punya
sistem pendidikan informal, jadi ke jogja tidak Cuma dapat ilmu kuliahan.
Beberapa kenalan sudah saya kontak, baik masjid, ormas, atau pondpes. Belum final,
akan tinggal dimana. Saya kepengennya minimal tahun pertama ia belajar “ngabdi”,
belajar melayani masyarakat. Kalau lepas setahun dia tidak betah atau ingin pindah, silakan.
Tapi, setidaknya saya sudah melakukan bentuk ikhtiar mencarikan lingkungan pendidikan yang
kondusif. Itulah janji saya pada
almarhum ayah, yang tentunya saya jalani bukan hanya sekedar untuk pelunasan,
tapi benar-benar sepenuhnya untuk kebaikan sang adik. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tulisan ini mungkin agak melo. Tapi memang inilah yang
menjadi semangat dibelakang segala yang sedang coba diusahakan. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<o:p><br /></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
Kangen papa. Sangat. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<i>Kamis, 16ramadhan 1434 H</i></div>
<div class="MsoNormal">
<i>Ditulis dari kemarin sore, tapi baru kelar sekarang.hehe. </i></div>
<div class="MsoNormal">
<i>Pagi-pagi sudah on , persiapan untuk mengisi materi
character building di acara sanlat sebuah SMP di Purwokerto. Tapi masih bingung
, ini mo ngasih materi apa.hehe.</i> </div>
<span class="fullpost">
</span></div>
Shinta ar-djahriehttp://www.blogger.com/profile/13441022417200348555noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-30723359.post-56042019460423109122013-07-11T16:00:00.001+07:002013-07-11T16:00:23.226+07:00Merajuk di RamadhanMu<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ramadhan. Aku sebenarnya bingung akan menuliskan apa. Tapi
yang pasti, ada bahagia yang terselip, bukan selembar tapi berlembar-lembar..,
banyak lembar kebahagiaan yang sudah menelusup memenuhi setiap ruang hati, tanpa
menyisakan celah sedikitpun. Bahagia itu hadir seketika, begitu saja tanpa
menuntut banyak argumen.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Awalnya , ada satu hal yang sebenarnya agak mengganjal .
Pekerjaanku di sebuah lembaga sosial menuntut target penerimaan yang tidak
sedikit di bulan Ramadhan. Di satu titik, saya merasa ada dalam kondisi <i>underpressure</i>,
nyaris stress. Dalam hal ide dan operasional media mungkin bisa tertangani,
tapi dalam beberapa ide-ide baru saya perlu memanjangkan kadar sabar yang
dipunya. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Meski saya orang yang sepakat bahwa Ramadhan harus lebih
produktif. Tapi nominal target itu membuat aku agak berpikir juga. Ya, kalau
seukuran DD yang menargetkan 80miliar selama Ramadhan sih itu mungkin masih “wajar”
–<i>meskipun aku cukup terhenyak juga..wow banget 80M</i>-- . hehe. Untung saja
lembagaku cakupannya masih tingkat kabupaten. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Masalahnya juga, saya <i>nyambi </i>kerjaan-kerjaan lain.
Juga lagi sibuk untuk ngurus-ngurus adik bungsu yang mau masuk kuliah. Kalau
kegiatan-kegiatan lain semacam organisasi, udah hampir hilang semuanya. Paling
ya di masjid, mantau kegiatannya adik-adik saja. Kebetulan juga adik bungsu
saya selama test masuk PTN juga numpang jadi “santri sementara” di asrama
masjid. Jadi ya sekalian saja. Hehe. Sesekali masih juga diundang ikut aktip di
beberapa komunitas. Ya, sekedarnya saja sih. Intinya sih, di Ramadhan ini dituntut
kesibukan yang luar biasa. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Nah, akhirnya saya cukup terhenyak ketika teringat sebuah
obrolan di satu malam beberapa pekan sebelum Ramadhan. Kata teman saya, ramadhan
itu ya bulan dimana kita memperbanyak ibadah maghdah, ibadah kepada Allah. Satu
sisi hati saya sangat mengiyakan. Saya sangat merindukan jenak-jenak tarawih,
tadarus, sahur yang syahdu, tanpa harus ribet mikir kerjaan. Tapi satu sisi
saya terposisikan sebagai penanggungjawab untuk target penerimaan di tempat
kerja. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sebenarnya kalau mau jujur, saya orang yang <i>nggak </i>pengen
<i>ngoyo </i>tapi harus tetep idealis. Maksudnya, apa yang bisa dimaksimalkan
di urusan “dunia” ya lakukanlah, tapi kesempatan Ramadhan itu hanya sekali
dalam setahun ketika kita bisa memaksimalkan hubungan dekat kita pada Sang
Pemilik Cinta. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ramadhan ini aku ingin banyak merajuk pada Allah,
bermanja-manja dalam peluk Kasih SayangNya. Karena sedang banyak yang ingin
kucelotehkan, mengutarakan banyak frasa dalam ruang-ruang sujud panjang tanpa
kesudahan. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku ingin merangkai banyak puisi dalam tiap hela
persinggungan hatiku denganNya. Aku ingin kuatkan kakiku untuk banyak berdiri
tegak sepanjang malam. Ya, aku tau ibadah memang bukan hanya sholat, tapi ini
persinggunganku yang paling asasi dengan Pemilik Arsy. Aku masih cukup bodoh
dan masih hanya hamba awam yang masih sangat kerdil nilai ibadahnya. Aku bukan
seperti para muabid yang tak lelah menunaikan berbagai macam ibadah wajib dan
sunah. Aku masih anak slengekan yang pemalas. Ngaji bolong-bolong, sholat suka
telat, ah pokoknya jauh sekali deh dari sempurna. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sementara itu, aku sedang merasakan kerinduan yang sangat
rindu dimana butuh benar-benar kondisi paling dekat dan hangat dengan Tuhan.
Aku sedang memiliki banyak rindu dan pinta yang ingin diceritakan pada Tuhan
dan bermanja-manja padaNya. Aku sedang ingin merajuk di RamadhanMu. </div>
<div class="MsoNormal">
<br />
<!--[if !supportLineBreakNewLine]--><br />
<!--[endif]--></div>
<div class="MsoNormal">
2 Ramadhan 1434 H</div>
<div class="MsoNormal">
<i>Untuk kamu, yang selalu kuceritakan dalam doaku padaNya. <o:p></o:p></i></div>
<div class="MsoNormal">
<i>Untuk kamu yang selalu menyesakkan ruang hati. <o:p></o:p></i></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<span class="fullpost">
</span></div>
Shinta ar-djahriehttp://www.blogger.com/profile/13441022417200348555noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-30723359.post-88841930576946729762013-07-11T15:58:00.002+07:002013-07-11T16:15:24.115+07:00Cookies Kurma Corn flake <div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjp3SXvlC6DidI6R9hM_Pek3XRmHeEiBMr5DvOTsG2ir76seN_AbJNGyhixpTzMDgqmLxGxSxgpXha9ra1WY2u5C-kkGae4OjTPF1bGr9Ea1n5bflD82Nb4z6ei4s6D1L4Y8eyBrQ/s1600/cookies.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjp3SXvlC6DidI6R9hM_Pek3XRmHeEiBMr5DvOTsG2ir76seN_AbJNGyhixpTzMDgqmLxGxSxgpXha9ra1WY2u5C-kkGae4OjTPF1bGr9Ea1n5bflD82Nb4z6ei4s6D1L4Y8eyBrQ/s320/cookies.jpg" width="240" /></a></div>
<div class="MsoNormal">
Singkat cerita, jelang Ramadhan ini saya lagi pengen bikin kue. Ya, pengen aja.
Seneng aja rasanya, jika tiap hari berhadapan dengan pekerjaan kemudian dapat
refreshing untuk “akrobat” di dapur. Saya cari ide kue yang <i>simple </i>dan banyak
orang suka. Ngobrol-ngobrol ringan sama ponakan, akhirnya memutuskan bikin
cookies aja.hehe. Rencana awal saya ingin membuat cookies dengan aroma dan rasa
kopi. Tapi karena saya sendiri agak khawatir dengan kadar kopi yang terlalu
banyak, maka jadilah cookies siram coklat almond saja. Itu saya buat saat
pulang ke Tegal. Dari hasil masak tersebut, jadilah tiga toples kecil. Satu
untuk di rumah dan satu dibawa ke kantor. Ternyata satu toples yang ada di
kantor langsung ludes tanpa sisa dan semua bilang enak. Karena ada yang tidak
kebagian, saya jadi berniat untuk “beraksi” lagi, sekalian bikin kue ucapan
menyambut ramadhan. Yak, karena bikin kue lebaran terlalu mainstream jadi saya
buat sebelum bulan puasa saja..hehe. Kebetulan juga saat saya maen ke sekre
masjid Fatimah, ada “tumpukan” kurma, saya meminta satu bungkus besar dan jadi
kepikiran untuk membuat cookies kurma. Saya membuat cookies kurma saat nginap
di tempat teman, saya kerjakan ba’da Isya sampai dini hari. lembur. hehe. Tapi
sekali lagi, saya <i>excited </i>karena mungkin seperti mendapat hiburan dari
jenuhnya bekerja.hehe. Berikut saya tuliskan resep serta <i>budget </i>membuat
cookies kurma cornflake ini. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Bahan : </div>
<div class="MsoNormal">
Tepung terigu rendah protein 1000gram</div>
<div class="MsoNormal">
Telur (dipakai kuningnya saja) 500gram</div>
<div class="MsoNormal">
Gula halus 400gram
(atau sesuai selera. saya sendiri tidak suka yang terlalu manis)</div>
<div class="MsoNormal">
Cream chesse 250gram
(juga sesuai selera saja, jika ada yang tidak suka bisa dikurangi)</div>
<div class="MsoNormal">
Margarine 500gram (saya mencampurnya juga dengan room
butter, tapi tidak dicampur juga tidak apa-apa)</div>
<div class="MsoNormal">
Susu bubuk fullcream 100gram</div>
<div class="MsoNormal">
Baking powder </div>
<div class="MsoNormal">
Dark Chocolate 250gram</div>
<div class="MsoNormal">
White Chocolate 250gram</div>
<div class="MsoNormal">
Kurma (dipilih yang kurma agak kering) dipotong kecil-kecil</div>
<div class="MsoNormal">
Corn flake </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Cara membuat :</div>
<div class="MsoNormal">
1. Masukan kuning telur, margarine, room butter, gula halus,
cream cheese , kemudian kocok sampai lembut. Setelah itu bisa masukan kurma. </div>
<div class="MsoNormal">
2. Tepung diayak bersama baking powder kemudian dicampur
dengan baking powder. </div>
<div class="MsoNormal">
3. Campur tepung kedalam bahan (1) yang sudah dikocok.
Kemudian uleni adonan sampai kalis. Karena ini adonan cookies jadi sekering
mungkin. Jika ingin menambahkan perenyah, bisa juga dicampurkan ke adonan. </div>
<div class="MsoNormal">
4. Panaskan oven, dan siapkan Loyang yang telah diolesi
margarine tipis-ipis. </div>
<div class="MsoNormal">
5. Bentuk adonan ke dalam bulatan kecil-kecil, kemudian
ditekan-tekan dengan jari, dan tata diatas laying, kemudian panggang selama
kurang lebih 30menit.</div>
<div class="MsoNormal">
6. Setelah matang, siram dengan Dark Chocolate yang telah
dicairkan, tambahkan cornflakes. Bergantian dengan white chocolate atau sesuai
selera. </div>
<div class="MsoNormal">
7. Tunggu coklatnya kering, dan siap untuk disantap.
Perpaduan rasa kurma, coklat, cornflakes, menjadikan rasa cookies ini cukup
unik..:) </div>
<div class="MsoNormal">
Untuk satu kilogram ini bisa dibuat untuk sekitar enam-tujuh
toples sedang (yang biasa dipake untuk kue-kue lebaran). Itu kalau “sempurna”
semuanya. Saya kebetulan mengemasnya kedalam kemasan kotak mika kecil (isi
enam) dan kotak mika sedang dan isi lima belas keping cookies. Kemarin bisa
sampai 25kemasan kecil dan 5 kemasan sedang, juga masih menyisakan sekitar satu
toples ukuran sedang. </div>
<div class="MsoNormal">
Berikut akan saya tuliskan <i>budget </i>untuk membuat
cookies. Ini harga yang saya dapatkan dengan belanja di salah satu supermarket
bahanpangan di Purwokerto. Saat saya di Tegal, saya belanja di pasar
tradisional, tentu ada beberapa selisih harga. Saran saya, jika memang sempat
dan paham, mending ke pasar tradisional saja, tapi jika ingin praktis bisa ke
supermarket / toko bahanpangan. Di Purwokerto yang terlengkap ada di
INTISARI. Dan inilah itu, </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tepung terigu Kunci
Biru 1kg :
Rp 8.400,00</div>
<div class="MsoNormal">
Cream cheese CALF : Rp
7.325,00 / ons</div>
<div class="MsoNormal">
Gula Halus (merk
TITIAN) : Rp
6.500,00/ 500gr (kemasannya 500gram)</div>
<div class="MsoNormal">
Telur :
Rp 9.900,00 / 500gram</div>
<div class="MsoNormal">
Margarine (eceran) :
Rp 3.700,00/ 250gr </div>
<div class="MsoNormal">
Room butter :
Rp 9.750,00/250gr (tidak pakai roombuter gpp)</div>
<div class="MsoNormal">
Susu bubuk fullcream : Rp 7.000,00 / ons</div>
<div class="MsoNormal">
Baking Powder :
Rp 1.100,00 / 50gr</div>
<div class="MsoNormal">
Dark Chocolate Collata :
Rp 14.550,00 / 250gram (kemasannya 250gr)</div>
<div class="MsoNormal">
White Chocolate Collata :
Rp 14.900,00 / 250gram (kemasannya 250gr)</div>
<div class="MsoNormal">
Corn flake :
Rp 6.500,00 / ons</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Untuk harga kurma, terus terang saya tidak paham. Bisa cek
sendiri di pasar. Kemarin kan saya dapat kurma gratisan dari masjid.hehe. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Nah, jadi total anggaran yang dikeluarkan untuk membuat satu
kilo cookies kurma ini sekitar Rp 89.625,00 kita sudah bisa membuat sekitar
satu kilogram cookies kurma. Tentu saja, tidak semua bahan diatas digunakan.
Kalau untuk selingan saja, bisa bikin ukuran 300 atau 500gram saja. Takaran
bahan lain sila menyesuaikan. Kalau untuk dibisniskan, satu kilogram bisa jadi
6 toples, pertoplesnya bisa dihargai 20-30ribu sepertinya. Entahlah, saya
termasuk orang yang kurang telaten dalam hal bisnis seperti itu.hehe. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Harus diakui, saya memang bukan orang yang sering masak,
saya bukan orang yang intim dengan dapur, tapi itu semua tak bisa menafikan
kesukaanku pada dunia masak-memasak. Kalo dibilang jago banget, sih nggak. Tapi
saya bukan orang yang tabu untuk terjun
belanja ke pasar dan mengujicoba berbagai resep di dapur. Memasak apa saja. Dan
<i>so far</i>, para penyantap hasil masakanku, memberi nilai “<i>not bad”</i>.
hehe. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Oke, demikian saja postingan saya kali ini. Kapan-kapan bisa
posting di tema serupa. Seru juga masak-memasak dan membagi pengalamannya
kepada orang lain. Selamat mencoba. <span style="font-family: Wingdings; mso-ascii-font-family: "Times New Roman"; mso-char-type: symbol; mso-hansi-font-family: "Times New Roman"; mso-symbol-font-family: Wingdings;">J</span> </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<span class="fullpost">
</span></div>
Shinta ar-djahriehttp://www.blogger.com/profile/13441022417200348555noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-30723359.post-35147055899061489002013-06-17T21:15:00.002+07:002013-06-17T21:17:03.899+07:00 Tentang Kerja, Syukur, dan Cinta<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
<i>*Diambil dari buletin jumat "Jendral Sudirman" Masjid Jendral Sudirman Yogyakarta sekira sebulan lalu, 18/5/2013</i><br />
<br />
<br />
Namanya Mamang. Sepertinya itu bukan nama asli. Hanya saja selama ini kami memanggilnya seperti itu. Jika matahari sudah naik sepenggalah, jumpailah senyum-sumringah Mamang. Ia berjalan dengan sandal jepit tipis. Dua <em>blik</em> besar berdiameter setengah meter yang berisi kerupuk, terpanggul di pundaknya. Ia menjajakan kerupuk-kerupuk dengan berkeliling kota.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
Pekerjaan ini sudah dijalaninya bertahun-tahun. Pasti karena ia cinta pada kerupuk. Saat saya masih bersekolah di TK hingga saya lepas perguruan tinggi, Mamang masih setia dengan dua <em>blik</em> kerupuknya. Menjejaki tiap ruas-ruas jalan kota kecil di pinggiran Pantura itu. Terkadang kami melihat Mamang melepas lelah di musholla sebelah. Sambil menunggu waktu sholat tiba.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
Senyum sumringah Mamang di pagi hari sebelas-duabelas dengan lengkung indah di wajah pak Kambali. Kami selalu mudah menjemput senyum itu saat bersambang ke kiosnya yang lebih tepat disebut dua buah gerobak sederhana di pasar malam. Dari gerobak-gerobak itu selalu keluar bunyi dan bau harum penusuk hidung. Pak Kambali adalah seorang maestro kue putu dan klepon. Kedua kue jajanan tradisional daerah Tegal yang terbuat dari tepung beras dan di dalamnya terdapat gula merah.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
Seperti kecintaan Mamang pada kerupuk, pak Kambali juga mencintai pekerjaannya. Kecintaan yang membuat adonan kue putu dan klepon menjadi sangat <em>luget</em> di lidah. Kecintaan yang membuat beliau menggeluti pekerjaan ini hingga akhir hidupnya. Kini, di lapak yang sama, di gerobak itu tertulis: “Putu Pak Kambali (Putra)”. Ya, usaha itu kini dilanjutkan oleh anak-anaknya. Pak Kambali sudah meninggal.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
<br /></div>
<a name='more'></a><br />
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
<strong>Kerja Penuh Cinta</strong></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
Mamang dan (alm) Pak Kambali adalah dua orang yang melakukan pekerjaannya dengan penuh cinta. Contoh lain pastinya banyak di sekitar kita. Orang-orang seperti itu tidak bekerja untuk sekedar mencari keuntungan. Mereka dihadirkan Tuhan supaya kita belajar arti kesetiaan dan kesungguh-sungguhan dalam bekerja.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
Orang yang bekerja itu mulia. Apapun jenis pekerjaannya. Asalkan halal dan dikerjakan dengan sungguh-sungguh. Itulah mengapa Mamang bisa selalu tersenyum manis setiap kali ia melayani pembeli, tak tergiur dengan teori-teori <em>entrepreneurship</em> atau ajakan-ajakan para pegiat Multi Level Marketing (MLM) yang gila melipatgandakan <em>margin</em> keuntungan.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
Dari Mamang kita bisa belajar, bahwa kerja itu bukan untuk jadi orang kaya. Siapa yang akan jadi si kaya dan siapa yang jadi si miskin, itu sudah ditentukan Gusti Pangeran. Kita tinggal menjalani peran kita dengan sebaik-baiknya. Maka kalaupun nanti kita jadi orang kaya-raya, tak perlu bersesumbar bahwa semua kekayaan itu adalah hasil perjuangan keras kita dari nol.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
Ada orang yang merasa sudah bekerja keras setiap hari hingga bertahun-tahun. Tapi ia tidak jadi kaya. Lalu ia berkata: <em>“wah Tuhan tidak adil, saya sudah bekerja keras tapi juga nggak dikasih kaya!”</em>. Ada juga orang yang bekerja-keras, kemudian menjadi kaya-raya dan “mengklaim” bahwa semua kekayaan itu adalah hasil jerih-payahnya dari nol. Agaknya orang ini tidak tahu <em>sangkan paraning dumadi.</em></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
<strong>Jadi Orang Berkah</strong></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
Kekayaan sama halnya dengan kemiskinan. Keduanya adalah titipan. Kita dititipi banyak harta untuk bisa dirasakan manfaatnya oleh banyak orang. Kita dititipi sedikit harta untuk senantiasa bersyukur dan berusaha. Ketika ratusan sarjana lulus tiap tahunnya, apa yang muncul di benak mereka? Bekerja, jadi pegawai untuk bisa dapat gaji <em>gede,</em> dan jadi pengusaha kaya-raya?</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
Entahlah! Bagi saya, entah mau jadi apa, yang penting, jadi orang berkah itu lebih menenangkan daripada jadi orang kaya. Orang berkah mungkin tidak selalu banyak harta, tapi banyak <em>“ndilalah”</em>nya. <em>Ndilalah</em> tidak jarang sakit berat, <em>ndilalah</em> punya anak yang pintar sehingga jadi murah biaya sekolahnya, dan <em>ndilalah-ndilalah </em>lainnya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
Orang yang diri dan ilmunya berkah, biasanya tidak akan terlihat sebagai pribadi prestatif yang capaian nilai kuliahnya tinggi. Ia bisa saja tidak pernah punya prestasi, tapi, itu tadi, banyak <em>ndilalah</em>nya. <em>Ndilalah</em> ditawari pekerjaan, mendapat kesempatan untuk mengamalkan ilmunya, dan lain-lain. Doa meminta keberkahan pada Allah SWT pasti lebih asyik daripada doa dan harapan untuk menjadi kaya atau orang hebat.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
Akhirnya, bukan masalah apa pekerjaan dan berapa penghasilan kita. Tapi, apakah pekerjaan kita sudah dilakukan dengan sungguh-sungguh dan membawa banyak keberkahan? Bekerja itu adalah bentuk rasa syukur kita kepada Allah. Kita sudah diberi tubuh yang sehat dan kuat, <em>kok</em> <em>nggak</em> <em>dipake</em> kerja? Kita sudah diberi kemampuan berpikir, <em>kok nggak dipake buat mikir?</em></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
Urusan rezeki sudah ada yang mengatur. Anak burung yang ditinggal induknya saja, oleh Allah akan diberikan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. Kita kadang terlalu khawatir pada jaminan duniawi. Takut lapar, takut miskin, takut macam-macam. Ketakutan akan terus menjadi ketakutan ketika kita tidak bergerak mengurangi ketakutan itu sendiri.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
Satu kisah kecil kiriman seorang teman akan saya hadirkan untuk mengakhiri tulisan ini. Tentang Pak Hasyim, seorang guru senior di sebuah SMP swasta di Kebon Bawang, Tanjung Priok. Sebuah sekolah kecil dan sederhana, tapi anak-anaknya tetap semangat belajar. Usia Pak Hasyim sudah 62 tahun. Ia telah mengabdi di sekolah itu sejak pertama berdiri tahun 1971. Rumahnya di Tangerang. Jam berapa ia berangkat kerja setiap hari ke sekolah? Jam 5 pagi!</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
Jangan tanya gajinya berapa! Jangan tanya apa saja yang sudah dia dapat! Pak Hasyim telah berhasil memaknai bahwa hidup itu adalah: memberi sebanyak-banyaknya, bukan menerima sebanyak-banyaknya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
Oleh karena itu, mari giat bekerja. Cintai pekerjaan kita masing-masing. Sediakan diri untuk berkarya. Energi yang sudah habis pun, pada dasarnya itu semua belum cukup untuk membayar impas nikmat nafas yang telah diberikan Gusti Pangeran Allah SWT kepada kita.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
Syukur adalah belajar. Itulah kesimpulan dari tulisan yang saya tujukan sebagai renungan untuk diri saya sendiri. <em>Wallahu a’lam.</em></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
<br /></div>
<span class="fullpost">
</span></div>
Shinta ar-djahriehttp://www.blogger.com/profile/13441022417200348555noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-30723359.post-72354696856794070462013-06-09T15:29:00.001+07:002013-06-09T15:29:18.756+07:00EMPING<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiJJs65KNqg0xw_bH25yfAmyJq1qFRtXFswiJhudqljT-fDDRlvvPYboS9fM0Ep0jE9UaFE8gzSdxhZ5oOKSKdRspsU-Hh92FVrToDJ4tJ7jd7zMbb-kZVCPt39VbnL2LBNRqxgcg/s1600/kerja...crop.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiJJs65KNqg0xw_bH25yfAmyJq1qFRtXFswiJhudqljT-fDDRlvvPYboS9fM0Ep0jE9UaFE8gzSdxhZ5oOKSKdRspsU-Hh92FVrToDJ4tJ7jd7zMbb-kZVCPt39VbnL2LBNRqxgcg/s320/kerja...crop.jpg" width="188" /></a><i>#catatanRingan yang kebanyakan curcolnya.</i></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Hujan sepertinya sedang bersinergi dengan rindu. Ia sedang
sering mencumbu bumi. Kadang pagi, siang, sore, malam, bahkan dini hari seperti
saat itu. Saat aku harus terjaga dan mengintipnya lewat jendela. Nampaknya aku
memang mudah terbangun oleh hujan, khususnya hujan dini hari. Tapi dini hari
itu, aku terjaga selain karena hujan juga karena lapar. Reflek ku tengok meja
rendah sebelah tempat tidur. Salah satu perabot “minoritas” karena tidak
berwarna hijau seperti jamaknya perabotan yang ada di kamar ini. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dari sekian banyak benda yang berserakan di meja tersebut,
mataku tertumbuk pada kantong kresek putih. Setelah ditengok, didalamnya ada
tiga bungkus plastik bening ukuran sedang (duh kok banyak banget sampah
plastiknya ya?!maaf ini tak sengaja). Di
tiap bungkusan plastik bening itu ada makanan kering. Dua diantaranya berisi
emping, dan yang lainnya krupuk bawang. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Emping dan kerupuk bawang itu sejenak membawa ingatanku ke
sebuah pertemuan di beberapa hari sebelumnya. Saat itu malam 27 rajab. Setelah
siangnya berpadu janji, malam itu saya berkesempatan untuk bertemu seorang
teman. Sebut saja namanya Demas. Beliau salah satu penggerak komunitas
pendidikan di kota kecil ini. Kebetulan ada satu program kerjasama yang ingin
diinisiasi, jadi kami perlu berunding. Jadilah, angkringan pasar wage menjadi
tempat perundingan itu. Kami ternyata penggemar angkringan untuk tempat
diskusi. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kemudian kami berbincang banyak tema selain tujuan utama
tentang kerjasama program. Dari mulai obrolan tentang pendidikan, forum
juguran, gamelan, banyumas, wayang sampai tentang pocong. Apa hubungannya?
entahlah, mungkin obrolan kami itu ibarat omnibus. Sempat juga beberapa kali
obrolan terhenti, oleh pengamen. Kebetulan saya termasuk yang senang melihat
aksi pengamen. Kata Demas, bedanya pengamen di Indonesia dan di luar negeri,
kalau di negara kita lebih banyak pengamen yang menyodorkan tangan untuk
meminta-minta dikasih, sedangkan di luar negeri justru masyarakat yang
menghampiri mereka untuk <i>ngasih </i>uang. Dengan kata lain, apresiasi
terhadap pekerja seni jalanan diluar negeri lebih tinggi dibanding di negeri
kita. Entahlah. Kalau ada pengamen dan aku suka, aku pasti kasih apresiasi,
meskipun sedikit. Itu saja yang kupikir. Tidak lebih. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Di lepas pukul sembilan malam, obrolan tiba-tiba harus menemui jeda ketika ada
sesosok wanita menghampiri kami. Gurat wajahnya menunjukan jejak perjalanan
hidup yang sudah cukup panjang ia jalani. Usianya saya taksir diatas 70 tahun.
Warna merah muda di bajunya sudah tak tampak jelas karena memudar. Jilbab <i>bergo
</i>yang dikenakan seadanya membingkai wajahnya yang bulat. Mungkin yang khas
dari sosok itu adalah celoteh riangnya yang tanpa henti. Hingga tak terlihat
lelah yang dirasa. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Satu hal yang dapat dicirikan dari wanita itu adalah dua tas
plastik besar di jinjingan dan gendongannya. Ya, ia ibu penjaja emping dan
krupuk bawang. Ibu yang dengan penuh percaya diri menghampiri dan menghentikan
obrolan kami. Tanpa diminta, ia serta merta mengeluarkan contoh-contoh “produk”
yang dijualnya. Gendongannya serasa kantong ajaib Doraemon yang bisa
mengeluarkan banyak jenis kerupuk. Ada kerupuk bawang, kerupuk mie, emping, dan
entah apalagi. Saya dan Demas awalnya cukup kaget. Kalau jujus, mungkin ada
sedikit perasaan terganggu. Tapi itu sekelebat saja. Justru perhatian saya
mendadak teralih pada sang wanita itu. Saya hilang keinginan melanjutkan
obrolan, justru memulai obrolan baru dengan si ibu. Pertanyaan pertama saya
sangat retorik : malam-malam begini masih jualan bu? (saya menyampaikan
pertanyaan itu dengan bahasa jawa, tentunya). Ya, mungkin lepas diatas jam 9
itu belum terlalu malam. Tapi, bagi saya, seorang wanita tua berjalan kaki di
sebuah pasar dengan sarat jinjingan, itu bukan sesuatu yang bisa dianggap
“tidak apa-apa”. Bagi saya, itu sangat “apa-apa”.</div>
<a name='more'></a> <br />
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Bagaimana itu bisa “tidak apa-apa”. Di waktu orang lain
jamaknya sedang beristirahat, ibu itu justru bekerja tanpa kenal lelah. Apalagi
malam itu menjelang <i>long week-end</i>, dimana orang akan memilih berkumpul
bersama keluarga dalam syahdunya malam peringatan isra mi’raj. Tapi sosok ibu
ramah di depan kami ini mungkin tak pernah tahu apa itu <i>long week-end </i>bersama
keluarga atau handai taulan. Ia hanya berpikir bagaimana emping dagangannya
habis. Meski ia harus berjalan kaki menembus malam dan belum tahu akan selesai
jam berapa. Itulah yang ia lakukan di
setiap harinya. Dari celotehnya, kami mendapat beberapa potong cerita, kenapa
ia harus bekerja, dan hidup yang
dijalani dalam kesendirian. JIka pada awalnya kami yang mengajukan pertanyaan,
selanjutnya malah si ibu itu bercerita tanpa diminta. Mengalirlah segala
kisahnya.Ah, ada beberapa hal privasi yang tentunya tak elok apabila diumbar
disini. Kami tak peduli tentang kebenaran cerita yang disampaikan. Bagi saya,
menyimak tiap frasa yang dilontarkan sang ibu dengan ekspresinya yang khas
memiliki pelajaran tersendiri. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Orang-orang seperti ibu penjaja emping itu adalah orang yang
masih ingin menjaga harga dirinya dengan bekerja. Orang yang rela lelah untuk
menikmati lembar halal rupiah meski tak seberapa. Orang yang cita-citanya
sederhana, yaitu mengisi hidup dengan aktivitas yang benar, halal. Orang-orang
seperti itu bukan pemimpi yang mengidamkan menjadi jutawan. Sekedar beberapa
bungkus emping yang terjual di tiap malam sudah menjadi pemantik
bertubi-tubinya kalimat tahmid. Orang-orang seperti itu susah untuk tergiur
kenikmatan dunia. Meskipun ada, ia terlindungi oleh ketidaktahuannya. Hidup
yang dijalani adalah hidup yang sederhana, tak kenal banyak intrik, tak
mengenal strategi. Apa yang sudah diberikan Gusti Allah, itu yang harus
disyukuri, simple kan?!. Allah kasih badan yang masih sehat, kaki yang masih
kuat, maka disyukuri dengan bekerja. Meski ia punya banyak alasan untuk
mengeluh dan memaki, meski ia punya sejuta argumen kuat untuk meminta-minta
belas kasihan. Tapi wanita mulia itu, seminim apapun kondisi hidupnya, ia rela
mengumpulkan lembar abu-abu dua ribu rupiah untuk tiap bungkus emping yang
dijajakannya. Sedangkan bagi aku, kami, kita, orang-orang seperti mereka adalah
guru. Mereka orang-orang terpilih yang sengaja dihadirkan Tuhan untuk membuat
kita selalu <i>eling , </i>untuk membuat kita selalu terjaga, untuk membuat
kita selalu belajar. Belajar tentang syukur, belajar tentang penjagaan marwah,
belajar tentang kehidupan. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dan demi tak ingin sang ibu terganggu waktu bekerjanya, kami
mencukupkan obrolan. Tak lupa kami menukarkan lembaran rupiah dengan beberapa
bungkus krupuk dan emping.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Setelah beberapa langkah si ibu meninggalkan kami, hening
pun tercipta. Reflek saya mengubah posisi duduk bergeser kebelakang untuk
sekedar menyandarkan punggung ke pintu kios toko. Kaki saya selonjorkan. Dari
hela nafas masing-masing, saya tahu pikiran kami sedang mengembara.
Mengembarakan rasa malu terhadap diri sendiri, yang masih <i>cetek </i>ilmunya,
yang masih kerdil jiwanya, yang masih manja dalam menghadapi dinamika
kehidupan. Sempat terlintas juga ingatan dan rindu saya atas sosok wanita hebat
dalam ruang hidup pribadiku, ibu dan nenek. Wanita-wanita yang wajib saya
usahakan kebahagiannya. Ah, kalau saat itu saya sedang sendirian, pasti sudah
menetes barang satu atau dua butir air mata.
Tapi, akhirnya kami memilih untuk meneruskan obrolan yang tertunda.
Obrolan dengan tema random. Sekedar melepas tawa dan sengkarut pikir. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<b>Epilogue</b> : <i>Meski
hujan belum berhenti, meski emping belum sempat termakan, rasa lapar saya
mendadak saja hilang. Terpikir untuk mengirimkan sebuah pesan atau membuka
laptop untuk sekedar menulis beberapa aksara untuk bicara. Tapi, hujan dini
hari itu sudah cukup membuatku merasa punya teman berbincang. Hingga hujan pun
sempat mengingatkanku pada sebuah kebodohan. Kebodohan bahwa kami lupa
menanyakan siapa nama sang ibu penjaja emping itu. hehehe. Pastinya mereka itu
memiliki nama yang tidak setenar para selebritas. Mereka yang tak pernah
diingat atau ingin diketahui namanya oleh banyak orang. Allah selalu memeluk
orang-orang seperti mereka itu dengan dekapan kasih sayang yang sangat erat,
dekapan kasih sayang yang menciptakan hangat meski ditengah deras hujan es
sekalipun. Semoga.</i> </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<i>Purwokerto, pekan pertama Juni 2013 </i></div>
<div class="MsoNormal">
<i>Kawasan Madrani, ditengah sejuknya lereng gunung
Slamet. </i></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<o:p><b>Ket : foto yang terpasang bukan subyek yang diceritakan dalam tulisan ini. </b></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<span class="fullpost">
</span></div>
Shinta ar-djahriehttp://www.blogger.com/profile/13441022417200348555noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-30723359.post-81276152163661202562013-06-09T15:23:00.003+07:002013-06-09T15:23:33.356+07:00Makelar Doa<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
#catatanRingan</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
Sudah tak asing bagi orang yang bekerja di lembaga sosial penghimpun dan, di kesehariannya bergulat dengan aktivitas yang ada kaitannya dengan doa dan mendoakan. Bahkan redaksional doa itu sudah tercantum dalam SOP (<em>standart operational procedure)</em> dan sudah harus hafal di luar kepala, terlebih khusus bagi teman-teman yang bertugas di meja pelayanan. Doa sudah menjadi salah satu fasilitas dan bentuk <em>service </em> bagi para pemberi dana. Bahkan di beberapa obrolan santai, kami menyebut aktivitas ini sebagai bagian kerja makelar doa. Dan memang fakta yang kami temui, banyak orang yang senang sekali minta didoakan. Tak jarang ada <em>request-request </em>doa, entah itu yang mau ujian, mau nikah, mau punya anak, mau umroh, mau punya mantu, minta didoakan untuk kerabat yang sudah meninggal, dan lain-lain. Kami tak jarang memiliki kisah-kisah unik tentang para peminta doa itu. Sekali lagi, saya menekankan saking seringnya, hal-hal ini kadang jadi terasa sangat biasa untuk dilakukan.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
Jujur, saya memang kadang menghindar untuk melayani langsung donatur dan “mengobral doa”. Kadang-kadang saja jika terjebak ada di kantor sampai petang, dan ada donatur yang “kesorean”, maka mau tidak mau saya harus melayani. Kadang saya mengelak dengan alasan agak <em>songong </em>, bahwa itu kan tugas teman-teman bagian pelayanan. Sedangkan kemunculan saya diperlukan hanya ketika harus menyusun konsep, menggarap media dan melakukan lobi-lobi saja. Meski teknik <em>lobbying </em>lembaga filantropi ujung-ujungnya juga pasti ada obral doa juga. Itu tidak salah kok. Hanya saja bagi saya, pekerjaan yang berurusan dengan hati dan Tuhan urusannya sangat begitu komplek.</div>
<a name='more'></a><br />
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
Maka saya cukup tertarik ketika di suatu malam kemarin, mendapat kisah tentang orang yang tidak mau minta didoakan. Saat itu saya sedang dalam forum ngobrol santai setelah setengah hari <em>blusukan </em>ke desa. Teman saya itu seorang “senior” yang juga berkecimpung di dunia filantropi. Ia mengisahkan sebuah obrolan yang terjadi di sebuah forum semacam syukuran orang yang mau berangkat umroh.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
<em>“ siapa yang minta didoakan supaya bisa berangkat umroh?” | (semua mengangkat tangan, kecuali satu orang) | bapak tidak mau didoakan? | kalo masalah berangkat umroh, itu udah diatur sama Allah, ngapain minta-minta didoakan supaya berangkat?! |</em></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
<em></em></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
Terdengar <em>songong</em>, memang. Tapi, uraian alasan tentang kenapa dia tidak minta-minta didoakan itulah yang kemudian bagi saya menarik. Terlebih ketika ditarik dengan konteks “jual-beli doa” yang juga menjadi salah satu metode <em>fundraising </em>yang cukup ampuh. Bahwa kita perlu memahami bagaimana kemudian doa menjadi sebuah mekanisme komunikasi dengan Sang Pencipta. Doa yang kita utarakan, dalam hati dan lisan, akan ditampa oleh semesta untuk bisa digemakan hingga sampai padaNya. Doa terkait erat dengan kebeningan hati, kejernihan jiwa pemanjat dan pemintanya. Maksudnya, meski kita meminta-minta orang suci untuk mendoakan, namun hati kita belum cukup bening menerima, maka jawaban doa <em>pun </em>akan terpantul-pantul saja. </div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
Ya, kita mungkin tak asing dengan kata-kata “keajaiban sedekah”, sehingga jamak terjadi ketika orang ingin bersedekah ada “pamrih” yang coba ditunaikan. Itu tidak salah memang. Tapi , menarik ketika teman saya bilang bahwa : sedekah atau tidak sedekah, Allah punya kuasa tersendiri untuk mewujudkan hajat kita. Persepsi kita adalah masih pada sebab akibat, sedangkan Allah itu Irodat. Aku sebut dengan : “kausalitas itu memang kebenaran, tapi kehendak adalah hal yang bersifat mutlak”. Jadi ketika kita bersedekah biar cepet ketemu jodoh mungkin itu tidak salah, tapi ketika kita “menuntut” kehendak Allah dengan “sogokan” sedekah, itulah yang fatal. Mau dipercepat atau diperlambat jodoh/hajat kita, itu kuasa Allah, bukan karena banyak atau sedikitnya sedekah yang kita tunaikan. Bahasa sederhana lainnya mungkin, sedekah lah dengan ikhlas.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
Ikhlas adalah proses. Ya, memang betul. Tapi, sedekah dalam alur kausalitas yang berhubungan dengan kehendak Allah, menurut saya itu sudah masuk ke ranah keyakinan. Bagaimana kemudian kita meyakini atas kemutlakan kehendakNya. Sementara segala yang kita usahakan, yang kita upayakan tak lebih adalah sebagai sebuah ibadah, sebuah wujud penghambaan kita kepada Allah semata.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
Maka, tugas berat bagi kami para “makelar doa” ini untuk bisa secara perlahan mendampingi proses ikhlas para penggenggam harta itu. Entahlah. </div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
Purwokerto, 7 Juni 2013</div>
<span class="fullpost">
</span></div>
Shinta ar-djahriehttp://www.blogger.com/profile/13441022417200348555noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-30723359.post-88639820709373388552013-06-09T15:20:00.000+07:002013-06-09T16:41:45.850+07:00MARWAH<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<i>“…Karena kita tak pernah tahu makna sebenar-benarnya
dibalik sebuah tawa ataupun tangis. Bisa berarti bahagia, haru, atau justru
malu. Maka menjadi riskan ketika tangisan menjadi tontonan. Ada marwah yang
perlu kita jaga pada tiap orang….” <o:p></o:p></i></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Era teknologi informasi saat ini membuat kita tak susah
untuk mengikuti perkembangan berita atau peristiwa yang terjadi . Segala macam
bentuk informasi. Dalam lingkup regional hingga internasional. Jarak
beribu-ribu kilometer sudah bukan menjadi penghalang untuk mengetahui <i>update
</i>informasi terbaru. Baik melalui tayangan visual di televisi hingga berita
yang berupa kicauan. Semua ramai dan meramaikan. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tempo hari dunia hiburan masyarakat kita disibukkan oleh
sosok Eyang Subur dengan segala pro kontra dan problematika yang terjadi. Tak
bisa dipungkiri beberapa hal privasi juga terkuak di layar kaca , menjadi
tontonan masyarakat, bahkan lembaga MUI hingga turun tangan. Silih berganti
hari, kemunculan seorang bocah remaja dari sebuah desa di Banyumas juga mewarnai
media massa di Indonesia. Dialah Tasripin. Sempat menjadi “selebritis” yang
mewarnai program-program acara news sampai hiburan. Berganti hari dan pekan,
meninggalnya seorang da’I menggantikan posisi “headline” pemberitaan baik di
program <i>news </i>maupun hiburan. Lagi-lagi media membuat kita kebanjiran
informasi yang juga mengusik hal privasi sang almarhum.</div>
<a name='more'></a> <br />
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Miris ketika kita melihat bahwa pada akhirnya di dunia media
pemberitaan dan hiburan, semua menjadi “sah” ketika dapat dijual dan menggaet
rating. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Adakah kita lupa bahwa setiap orang memiliki marwah untuk
tidak menjadi perbincangan khalayak. Pernahkah berpikir efek apa yang akan
diterima oleh seorang Tasripin di usia-usia mendatang? Bahwa kepapa-annya
pernah menjadi tontonan ratusan juta masyarakat. Sementara awak media berbangga
hasil karyanya menjadi <i>headline</i> dan bahkan menggelitik tokoh penguasa,
lalu apa yang menjadi kebanggan seorang Tasripin dan keluarganya? Apakah
diperhatikan presiden karena kemiskinan menjadi sebuah hal yang membanggakan?
Apakah ketika sebuah kesedihan keluarga atas kematian menjadi sebuah hal yang
“menghibur”? </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Media telah membuat kita mengaburluluhkan urusan-urusan yang
tadinya bersifat privasi menjadi konsumsi publik. Anehnya, kita justru senang
menikmatinya. Tangisan itu bukan
tontonan. Penderitaan bukanlah bulan-bulanan media. Begitu juga dengan apa yang
dilakukan oleh orang-orang yang ada di lembaga sosial. Menjadi tanggungjawab
kita untuk menjaga marwah dari setiap penerima manfaat. Mereka yang menerima,
memberi, semua pada posisi yang sama, dan kita adalah jembatan kasih antar
sesama. Semoga. </div>
<span class="fullpost">
</span></div>
Shinta ar-djahriehttp://www.blogger.com/profile/13441022417200348555noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-30723359.post-64163190181274699342013-05-04T09:57:00.001+07:002013-05-04T09:58:08.055+07:00Tak Ada Asap Jika Tak Ada Api : Memahami Teror Yang Sebenarnya<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjTB31P5h9oioi-_PLnAELYj7ZqkjNyVknpaBCs0qn8JQrBp6E90iZHEhqVP8FglZo15fm3rqWjKSYqWYvH16DMLoxsIpVXwhE_pbCt_5HrBnfHoL4nm9VJ36mWoR8rAYQl7qROIw/s1600/smoke.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjTB31P5h9oioi-_PLnAELYj7ZqkjNyVknpaBCs0qn8JQrBp6E90iZHEhqVP8FglZo15fm3rqWjKSYqWYvH16DMLoxsIpVXwhE_pbCt_5HrBnfHoL4nm9VJ36mWoR8rAYQl7qROIw/s200/smoke.jpg" width="133" /></a></div>
#catatanRingan<br />
<br />
<blockquote class="tr_bq">
“…ada yang sudah sesak lebih dahulu karena tercekik biaya pendidikan, ada yang sudah ter-teror dari awal dengan biaya pendidikan yang mahal…, bijaksana lah dalam berkomentar! “</blockquote>
<br />
Pernah melihat orang-orang bermobil mewah yang ngomel-ngomel pada demonstran BBM tapi dia sendiri ngisi bensinnya pake bensin bersubsidi? Pernah melihat orang-orang yang sok intelektual dengan mencaci demonstran dengan mengeluarkan teori-teori tinggi tapi ketika harga-harga melambung naik dia pun misuh-misuh? Orang-orang yang mengeluhkan macet, merasa dirugikan oleh aksi massa mahasiswa tapi dia sendiri menikmati kebijakan yang dihasilkan gara-gara perjuangan para demonstran itu. Orang-orang seperti itu banyak jumlahnya disekitar kita. Kalau saya akan merasa jijik melihat orang-orang seperti itu, pun bagaimana hebatnya orang tersebut. Kalau teman-teman saya suka menyebutnya sebagai kelompok#kelasMenengahNgehe. <br />
<br />
Rasa jijik yang sama juga menyentak saya ketika secara tak sengaja melihat salah satu respon terkait rame-ramenya aksi pengasapan di Hardiknas kemarin. Saya sebenarnya tidak ingin berkomentar panjang tentang aksi itu. Selain bahwa saya masih“setia” untuk mengkritik pemberitaan di media yang berlebihan, saya juga tidak tertarik dengan konflik sentimen antar kelompok gerakan mahasiswa, yang sepertinya kejadian kemarin menjadi momentum untuk mereka saling sikut. Biasa itu. Namanya juga anak muda.<br />
<br />
Tapi sungguh saya tersentak ketika melihat salah satu komentar yang menyebutkan : “dampaknya ke alumni, perusahaan menjadi tidak respect nanti kepada alumni, beasiswa-beasiswa dari perusahaan juga nanti akan berkurang…bla…bla..bla..”. Intinya sebuah ungkapan yang merendahkan aksi para demonstran karena secara tidak langsung ia akan menerima dampaknya. Perasaan saya saat melihat komentar itu adalah “ih, kok gitu sih? lebai banget! kalaupun demonya ada yang salah ya cukup bilang salah tapi nggak usah nyinyir pake bawa-bawa nasib alumni”. Kesannya dia adalah alumni terhebat dengan daftar seribu prestasi yang kemudian merasa dirugikan gara-gara aksi para demonstran. Menurut saya pada saat itu sebenarnya dia telah kehilangan karakter dirinya dansemua prestasinya bernilai nol besar.<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
Begini lho, kalau kita ingin berkomentar sesuatu yang bersifat publik tolong jangan self centered. Adik-adik Save Soedirmandan tentunya kelompok mahasiswa yang lain punya ghirah untuk memperjuangkan nasib teman-teman mereka yang kesulitan membayar biaya pendidikan. Menyuarakan nasib teman-temannya yang tidak mampu bersuara. Bahwa pada prosesnya kemudian memunculkan letupan emosi, itu adalah bagian dari proses, resiko-resiko yang akan dihadapi oleh sebuah perjuangan. Meskipun orang-orang yang kontra save soedirman merasa bahwa ada banyak aksi yang lebih“cerdas”, tapi apakah ada yang berani menjamin itu? Ah, itu mirip orang-orang partai bersih yang tentu saja tidak bisa menjaminkan dirinya akan benar-benar bersih. Intinya, tidak ada kesempurnaan. Tidak ada yang bisa menjaminkan sesuatu itu sempurna selain Yang Maha Kuasa, bukan?<br />
<br />
Sehebat-hebatnya orang pintar , masih lebih hebat orang yang mampu mengatur sikap bijaksananya untuk mencoba mengetahui akar masalah yang ada. Kalian pintar, lulus dari unsoed dengan suma cum laude, diiringi tepuktangan yang riuh rendah, serentetan sertifikat prestasi yang gemilang, tapi karakter kalian nol ketika bicara merasa terugikan gara-gara sebuah aksi perjuangan mahasiswa.<br />
<br />
Mungkin kalian benar bahwa insiden kemarin akan menimbulkancitra buruk, sedikit warna gelap di khalayak. Tapi hidup ini lebih dari sekedar nama baik, kawan. Hidup ini lebih dari sekedar urusan citra. Saya paham bahwa bagi orang-orang yang mungkin ada di wilayah kehumasan, kepentingannya adalah nama baik. Tapi, tengoklah hati nurani, bahwa lebih dari sekedar urusan nama baik, ada adik-adik kita, ada teman-teman kita yang jatuh bangun demi beberapa lembar rupiah untuk membayar kuliah. Saya menyaksikannya dengan mata kepala langsung. Sepagi kemarin, seorang ibu dan anaknya datang mengajukan pinjaman untuk membayar SPP karena hari itu adalah deadline pembayaran uang kuliah. Saya melihat dengan mata kepala langsung, adik-adik yang pusing karena tak sanggup membayar kuliah. Dulu sempat terdengar kabar akan ada pengembalian UKT, penangguhan pembayaran SPP, tapi kenyataannya mereka tetap harus membayar sejumlah nominal yang tak kecil. Teman-teman Save Soedirman mungkin punya data kasus yang lebih banyak lagi. Salah satu adik saya, Bhaskara bahkan bercerita sedang banyak melihat banyak kasus terkait hal itu. Inilah teror yang sebenarnya!<br />
<br />
Jujur, kalau melihat dunia pendidikan yang seperti itu saya speechless. Saya beberapa kali melihat orang tua yang mengadu sambil meneteskan air mata bahwa ia tak sanggup lagi membiayai pendidikan anaknya. Saya bisa merasakan kepiluan dan kebingungan orang-orang yang melihat dunia pendidikan ini dengan sangat horor.<br />
<br />
Maka, sangat tidak etis ketika kita bicara “nama baik” alumni di depan perusahaan dalam kondisi yang seperti ini. Selain sebuah sikap paranoid, itu jelas-jelas menunjukkan mental dan karakter kita yang tak punya sisi empati sama sekali.<br />
<br />
Bukan berarti saya tidak berempati pada yang merasa menjadi korban “pengasapan” kemarin. Ada yang sesak nafas karena asap di kantor,mungkin. Tapi di sisi lain, saya melihat orang-orang yang sesak nafas karena tak bisa bayar kuliah. Kalau saya melihat dua kasus sesak nafas yang seperti itu, jelas keberpihakan mana yang akan diambil. Betul bahwa kawan-kawan alumni juga nanti akan mendapatkan serpihan kerugian. Toh yang mendapatkan kerugian itu bukan cuma kalian. Bahkan mungkin seorang cleaning servicedi rektorat pun mengalami kerugian karena harus kerja ekstra memberesi ruangan akibat pengasapan. Semua merasa dirugikan. Tapi, siapa yang sebenarnya menjadi biangkerugian ini semua? Sistem yang membuat teror pada orang-orang kecil dengan biaya pendidikan yang sangat tinggi,bukan?! Save Soedirman saya yakin tidak akan turun kalau memang kesepakatan yang sudah dibuat oleh rektor kemarin dijalankan dengan baik. Tak ada asap jika tak ada api.<br />
<br />
Kalau masalah dirugikan, para alumni bukanlah satu-satunyayang merasa rugi. Tapi sungguh sangat egois ketika berkoar-koar seperti itu,sementara sebenarnya ada yang sudah dirugikan jauh dari semenjak Save Soedirmanturun. Saya jadi membayangkan pada saat para pejuang kita merebut kemerdekaandulu. Kalau rakyat mau egois, mereka akan bilang bahwa perang akan merugikanmereka, karena rumah harus terbakar, kampong halaman harus ditinggalkan, danlain sebagainya. Tapi mereka paham bahwa apa yang sedang dilakukan paraprajurit itu adalah sebuah “investasi” masa depan, untuk anak cucu merekasupaya bisa menghirup nafas kemerdekaan. Seandainya dulu kekuatan orang egoisyang mendominasi, mungkin saat ini kita tak akan pernah mengenal proklamasi kemerdekaan.<br />
<br />
Memaklumi dan berbesar hati, itu memang sesuatu yang sulit. Tapi justru itulah sebenar-benarnya prestasi. Bukan sekedar IPK kalian yang cumlaude, bukan sekedar rentetan beasiswa dan prestasi yang gemilang, tapibagaimana kelembutan hati serta kepekaan melihat permasalahan yang ada disekitar. Kalau aksi kemarin dianggap teror, ada adik-adik kita yang sudah lebihdulu diteror dengan biaya pendidikan dan itulah teror yang sebenarnya. Jangankita marah karena terpercik air ketika sebuah ambulance melaju kencang, tapicoba pikirkan bagaimana kegundahan orang yang sedang sakit didalamnya. Apalagikalau dalam hal ini, para alumni itu adalah orang yang lebih senior. Lebihbijak dan berkarakterlah. Masalah link pekerjaan, perusahaan, beasiswa, ituadalah rezeki yang jika kita sungguh-sungguh meraihnya, insya Allah tak akansusah.<br />
<br />
Anak muda dengan gejolaknya, itu sudah biasa, adanya beberapa letupan emosi semoga segera dapat diredupkan. Selesaikanlah teror komersialisasi pendidikan ini, kalaupun kalian tidak selesai menunaikannya, jangan lupa untuk mewariskan semangat perjuangan itu ke generasi yang lebih muda. Yakin Usaha Sampai. :)<br />
<br />
<br />
<br />
Shinta arDjahrie<br />
-- bukandemonstran-- <br />
<br />
<br />
<br />
Kawasan Madrani, 4 Mei 2013 , jelang waktu dhuha di Sabat yang bersahabat.<br />
Bertepatan dengan harba PII, dirgahayu!<span class="fullpost">
</span></div>
Shinta ar-djahriehttp://www.blogger.com/profile/13441022417200348555noreply@blogger.com8tag:blogger.com,1999:blog-30723359.post-59947464971977578842013-04-28T00:03:00.003+07:002013-04-28T00:10:30.331+07:00Melepaskan Ketakutan Shakespeare dari Puisi Misterius Turky*<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<i>You say that you love rain, but you open your umbrella when it rains. You say that you love the sun, but you find a shadow spot when the sun shines. You say that you love the wind, but you close your windows when wind blows. This is why I am afraid; You say that you love me too. (I Am Afraid, William Shakespeare)</i><br />
<br />
PUISI di atas itu sedang terpolemik. Paling tidak, di kalangan para penggemar William Shakespeare, tokoh sastra masyhur dari Britania pada pertengahan abad ke-17. Apabila di Eropa dan beberapa tempat lain, puisi ini cukup menyita ruang debat, agaknya tak demikian ceritanya di Indonesia.<br />
<div>
Pertama kali melihat puisi I Am Afraid diterakan atas nama William Shakespeare adalah ketika saya sedang berselancar di internet. Banyak sekali domain pribadi atau kelompok di dunia maya itu yang mendaulat puisi I Am Afraid sebagai milik Shakespeare.<br />
<br />
Kendati puisi I Am Afraid terlanjur terpolemik dengan gilang-gemilang, pada dasarnya, apa yang disangkakan itu tak memiliki pijakan yang solid. Terlalu banyak fakta yang dapat membuat para pecinta Shakespeare terlunta-lunta perasaannya, jika mereka akhirnya tahu bahwa puisi I Am Afraid bukan karya Shakespeare. Kendati pula, tak sedikit dari mereka yang menghendaki adanya fakta yang bisa membuktikannya.<br />
<br />
Sebagai awalnya, mari kita simak sebuah puisi berbahasa Turky berjudulKorkuyorum di bawah ini:<br />
Ya?muru seviyorum diyorsun, ya?mur ya??nca ?emsiyeni aç?yorsun. Güne?i seviyorum diyorsun, güne? aç?nca gölgeye kaç?yorsun. Rüzgar? seviyorum diyorsun, rüzgar ç?k?nca pencereni kapat?yorsun. ??te,bunun için korkuyorum; Beni de sevdi?ini söylüyorsun.(Korkuyorum, anonim)<br />
<br />
Puisi Korkuyorum ini, jika diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris maka akan terbaca identik sama sekali dengan puisi I Am Afraid yang tampil lebih dulu di permulaan telisik ini. Entah bagaimana musababnya sehingga ada tera nama Shakespeare pada puisi I Am Afraid. Sejak kapan kejadian ini bermula?<br />
Saya akan mentransliterasi I Am Afraid dan Korkuyorum ke dalam bahasa Indonesia, berikut:<br />
"Kau bilang bahwa kau mencintai hujan, tetapi kau buka payungmu saat hujan. Kau bilang bahwa kau mencintai matahari, tapi kau temukan bayanganmu saat matahari bersinar. Kau bilang bahwa kau mencintai angin, tetapi kau tutup jendelamu ketika angin bertiup. Itulah mengapa aku takut, saat kau bilang bahwa kau mencintaiku juga."<br />
(Aku Takut ~ transliterasi Ilham Q. Moehiddin)<br />
<br />
<a name='more'></a><br /><br />
Beberapa Rujukan<br />
Hadirnya sebuah puisi yang didaulat sebagai milik Shakespeare, kemudian ditemukan pula puisi berlarik serupa dalam bahasa berbeda tanpa tera pengkarya, lalu publik memperdebatkannya sebagaimana “satu bukanlah entitas lainnya” atau “satu sama lain tak bersinggungan”, adalah sebuah fenomena unik. Tentu saja, ini akan menarik jika ditelusuri dalam sebuah telisik literasi.<br />
Berbekal metode sama yang telah saya gunakan untuk menelisik keaslian karya Sapardi Djoko Damono, maka hal yang sama saya tempuh untuk mengetahui bagaimana posisi puisi yang sengkarut diributkan itu.<br />
Pertanyaan-pertanyaan awal kemudian bermunculan; sejak kapan puisi ini hadir di tengah publik? Siapa yang menerakan nama Shakespeare sebagai pemilik puisi? Rujukan apa yang tepat untuk mengidentifikasi pemilik sesungguhnya puisi ini? Bagaimana latar belakang bahasa, waktu, dan berbagai fakta lain yang bisa dijadikan patokan untuk keperluan mengidentifikasinya?<br />
Karena karya-karya William Shakespeare sejak awal dikaryakan dalam bahasa Inggris, maka tentunya kita perlu kembali ke bentuk I Am Afraid. Saya perlu melakukan ekstraksi kata yang digunakan, untuk mengetahui sedekat apa gaya bahasa Shakespeare (di era Victorian) perbandingannya dengan bahasa Inggris pada puisi I Am Afraid ini.<br />
Sejujurnya, ekstraksi ini memiliki kelemahan, yakni; tak ada variabel yang mudah dirujuk, apakah ada karya Shakespeare yang bergaya bahasa Victorian yang telah ditransliterasi ke dalam bahasa Turky? Atau, apakah puisi ini tak mengalami pengubahan tata bahasa, yang sejatinya tetap pada gaya menulis Shakespeare, dan bukan pada bentuk bahasa Inggris modern yang digunakan sekarang?<br />
Guna mengatasi kelemahan itu, saya harus memisahkan sejumlah kata induk (atau, gabungan kata) pembentuk badan puisi I Am Afraid --yang saya anggap kecil kemungkinannya mengalami pengubahan--dari kumpulan kata yang umum digunakan sehari-hari saat ini. Cara ini ternyata cukup membantu untuk melihat kedekatan kata-kata itu dengan teks Shakespeare yang sedang kita periksa, khususnya untuk sejumlah kata yang kerap digunakan semenjak pertengahan abad ke-17. Maka kita dapati beberapa kata utama pembentuk badan puisi:<br />
rain, umbrella, sun, shadow-spot, sun-shines, wind, windows, blows, afraid.<br />
(hujan, payung, matahari, titik-bayangan, sinar-matahari, angin, jendela, bertiup, takut).<br />
Berdasarkan kata utama (termasuk gabungan kata) yang kerap digunakan dalam membentuk karya Shakespeare, maka kata-kata umum harus dibuang sementara. Sebab dalam pemeriksaan selanjutnya, kata-kata umum itu akan digunakan sebagai alat untuk memeriksa, tak saja, hanya puisi, tapi juga sejumlah naskah teater. Kita tetap fokus pada puisi Shakespeare, walau tentu saja tak boleh abai pada sejumlah karyanya yang lain. Tetap ada kemungkinan bahwa teks yang kini menjadi puisi I Am Afraid itu, telah dicomot dari salah satu naskah teater/sandiwara miliknya, dan bukan berasal dari 6 (enam) kompilasi puisinya.<br />
**<br />
Berdasarkan karateristik penulisan dan bahasa di zaman di mana Shakespeare hidup dan berkarya, beberapa kata utama dalam puisi I Am Afraid mulai memperlihatkan posisinya.<br />
William Shakespeare, lahir, tinggal, dan wafat di Stratford-upon-Avon, Warwickshire, Inggris, pada rentang tahun 1564 sampai 1616 (termasuk rentang waktu berkarya; pertama menulis pada 1585 dan berhenti pada 1611). Di rentang waktu kreatifnya itu, Shakespeare telah menghasilkan 43 karya, yang tersusun dalam 37 naskah sandiwara (12 tragedi; 16 komedi; 10 sejarah), dan 6 kompilasi puisi (terdiri dari 154 soneta, 2 naratif, dan puisi umum).<br />
Pada zamannya, Shakespeare belajar bahasa Latin, yang didaulat sebagai bahasa umum kaum terpelajar. Ia juga belajar bahasa lain di beberapa sekolah. Saat itu, semua dokumen penting negara, gereja, dan perdagangan, ditulis menggunakan bahasa Latin. Di sekolah-sekolah itu Shakespeare mempelajari karya para penulis dan filsuf Yunani Kuno dan Romawi Kuno. Berlatar belakang keluarga pengusaha, Shakespeare adalah salah satu warga yang mampu membeli buku-buku dalam berbagai bahasa (Italia, Perancis, Asia Minor, dan Afrika Utara) yang nantinya akan sangat penting dalam proses kreatifnya.<br />
Ia membaca The Golden Ass (Apuleius--sebuah kisah kuno dari Afrika Utara) yang dianggap memberikan inspirasi bagi Shakespeare ketika menulis A Midsummer Night's Dream. Bahkan cerita Romeo and Juliet, Shakespeare diketahui telah meminjam cerita itu dari seorang penulis Inggris lain yang mengaku mendapatkan kisah itu dari seorang Perancis yang menterjemahkan karya Luigi da Porta, seorang penulis Italia pada abad ke-16. Banyak kisah yang ia baca, di kemudian hari menjadi pondasi bagi karya-karya agungnya.<br />
Kita perlu menemukan sejauh mana Shakespeare terpengaruh oleh karya-karya yang dibacanya untuk melihat kecenderungan bahasa yang ia digunakan saat menulis. Latar belakang masyarakat dan negara di mana ia hidup, patut pula mendapat tempat untuk kita cermati.<br />
Zaman Renaisance--zaman di mana Shakesperae hidup, sepenuhnya diperintah Ratu Elizabeth I yang berkuasa atas Inggris dan Irlandia. Zaman di mana Ratu Elizabeth I memerintah dikenal sebagai zaman damai, sebab tak pernah ada peperangan saat itu. Diplomasi Ratu Elizabeth I membuat posisi Perancis dan Spanyol seimbang di antara Inggris. Kota London begitu padat, ramai, dan penuh peluang. Saat itu, perdagangan berkembang pesat, sehingga gedung-gedung teater dibangun di London, untuk menampung animo besar masyarakat London terhadap seni pertunjukan. Masa damai itu sudah terjadi pada akhir abad ke-15 hingga abad ke-17 di Eropa. Renaisance yang melanda Eropa menjamin bangkitnya kembali pembelajaran klasik, khususnya kebangkitan minat terhadap seni, musik, dan arsitektur.<br />
Kemampuan berbahasa Shakespeare menjadikannya begitu dikagumi kalangan kerajaan. Bahkan Ratu Elizabeth I sangat menyukai karya-karyanya. Ia dianggap mampu membawa bahasa Inggris pada tingkatan tertentu dengan kemampuannya menemukan banyak kosa-kata baru. Shakespeare sangat populer dan kaya. Shakespeare dan para pelaku seni lainnya di London dikenali dengan sebutan "orang-orang raja", karena kalangan raja kerap datang menonton pertunjukan mereka di gedung Teater Blackfriars--kebiasaan yang dimulai sejak pemerintahan Ratu Elizabeth I sampai Raja James I.<br />
Perihal kemampuan Shakespeare menemukan kosa-kata baru itu, tercatat 1.700 kata baru yang dibuatnya (yang bahkan hingga kini masih digunakan), antara lain:deafening, hush, hurry, downstairs, gloomy, lonely, embrace, dawn.<br />
Ejaan yang digunakan Shakespeare pada zamannya, tentu saja berbeda dari ejaan zaman sekarang. Orang Inggris terbiasa mengeja kata seperti yang tertulis. Jika mereka menulis me dan ingin memberikan penekanan pada kata tersebut, maka kata itu akan dituliskan sebagai mee atau meee (seolah sedang berteriak). Perbedaan pengucapan dan penulisan kata Inggris modern dengan kata Inggris pada zaman Renaisance, adalah alat yang baik untuk mengidentifikasi puisi I Am Afraid yang disengketakan itu.<br />
Contoh lain. Pada beberapa teks karya teater Shakespeare sering kita temukan kata stayed yang dieja stay'd. Kata tersebut akan diucapkan sebagai satu suku kata: steid--sebagaimana ejaan kata Inggris modern--bukan dua suku kata: stei-ed, sebagaimana dalam adab menulis dan pengucapan ala Shakespeare.<br />
Bahasa Inggris modern masih kerap menggunakan motode penulisan zaman dulu, tapi menggunakan ejaan baru. Seperti kata knight, dahulu dieja seperti tulisannya: k-ni-gh-t, dengan 4 suku kata. Dalam budaya oral zaman Shakespeare, penulis sangat peka terhadap detail intonasi, nada suara, dan bunyi yang timbul dalam percakapan, sehingga bahasa Inggris lisan dan tulisan yang digunakan pada zaman Renaisance lebih kaya daripada bahasa Inggris modern.<br />
Itulah mengapa, kata-kata dalam karya Shakespeare masih bertahan, bahkan hampir 400 tahun setelah wafatnya. Kata-kata Shakespeare dianggap paling puitis yang pernah ditulis, bahkan ketika dituliskan dalam pengaruh bahasa Inggris modern. Itu tak terbantahkan. Seperti, penggunaan pound of flesh(ditemukan dalam Merchant Venesia) dan green-eyed monster (ditemukan dalamOthello) adalah beberapa yang cukup terkenal. Tetapi, apakah Anda tahu bahwa Shakespeare adalah yang pertama kali menggunakan kata sifat misplaced(ditemukan dalam King Lear), neighbouring (ditemukan dalam Henry IV, Part 1),obscenely (ditemukan dalam Love's Labour's Lost), atau out of work (ditemukan dalam Henry V)?<br />
Belakangan, para ahli bahasa menyebut bahwa derajat bahasa Inggris yang ada sekarang telah turun drastis, sehingga tentunya akan sangat menarik ketika menyimak perbandingan bahasa Inggris modern dengan bahasa Inggris yang digunakan Shakespeare pada masanya. Tata bahasa, tanda baca, dan ejaan sekarang lebih standar tinimbang di abad ke-16 dan ke-17. Namun demikian, harus diakui, bahwa bahasa Inggris modern justru menjadi penerang untuk karya-karya sang “Bard of Avon” itu.<br />
Kita menggunakan konkordansi (membandingkan kata yang ada sekarang dengan kata terdahulu) untuk menemukan relatifitas kata yang digunakan Shakespeare dalam karya-karyanya, sehubungan dengan puisi I Am Afraid. Anda akan melihat betapa banyaknya kata (dalam karya Shakespeare) yang tumpang tindih saat karyanya disadur ke dalam bahasa Inggris modern. Semisal:<br />
Alas, poor. Yorick! I knew him, Horatio; a fellow of infinite jest, of most excellent fancy; he hath borne me on his back a thousand times; and now, how abhorred in my imagination it is! My gorge rises at it. Here hung those lips that I have kissed I know not how oft. Where be your gibes now?</div>
<div>
<br />
Konkordansi sangat terbantu dengan ketersediaan teks-teks Shakespeare dalamThe Complete Works of William Shakespeare (1916, Oxford Dictionaries) yang melimpah dan mudah diperoleh. Termasuk memudahkan mengetahui kata berunsur Bard's words yang tak berasal dari lemma dan daftar nama semua karakter dalam karyanya.<br />
<br />
Menuju Kesimpulan<br />
Setelah melihat kecenderungan menulis dan berbahasa zaman Renaisance--termasuk kemampuan Shakespeare menciptakan kosa-kata baru--disejajarkan dengan teks pada puisi I Am Afraid, maka kata-kata utama yang sudah ada, diekstrak lagi, sehingga tinggal dua kata (atau, gabungan kata) saja: umbrella, shadow-spot.<br />
Perihal kata umbrella ini sungguh menarik disimak. Konkordansi yang dilakukan, tak satupun menemukan kata umbrella dalam karya-karya Shakespeare, kecuali sejumlah kata yang mendekati lemma tersebut: umbra, umber'd, dan umber.<br />
Shakespeare lebih suka menggunakan umbra (bahasa Latin) untuk menyebut payung, sebab pada saat itu kata umbrella belum dikenal. Kata umbrella baru dikenal pada karya tulis pada tahun 1617--tepat setahun setelah Shakespeare wafat pada tahun 1616.<br />
Tetapi, ada baiknya kita tetap melakukan konkordansi untuk menemukan kecocokan ketiga kata itu pada karya-karya Shakespeare, untuk melihat kemungkinan rujukan kata umbrella pada puisi I Am Afraid dimaksudkan Shakespeare sebagai kata yang bermaksud lain (apabila dilekatkan pada induk kalimat). Perhatikan hasil konkordansi berikut:<br />
Konkordansi kata umbra hanya digunakan satu kali, pada naskah Love's Labour's Lost [IV, 2], baris 1.240 untuk karakter Holofernes.<br />
...Fauste, precor gelida quando pecus omne sub umbra<br />
Ruminat,--and so forth. Ah, good old Mantuan! I<br />
may speak of thee as the traveller doth of Venice;<br />
Venetia, Venetia,<br />
Chi non ti vede non ti pretia.<br />
...<br />
<br />
Sedang konkordansi untuk kata umber'd hanya terdapat pada satu bagian dalam naskah Henry V [IV, 0], baris 1.788, untuk karakter Chorus.<br />
<br />
Fire answers fire, and through their paly flames<br />
Each battle sees the other's umber'd face;<br />
Steed threatens steed, in high and boastful neighs<br />
Piercing the night's dull ear, and from the tents<br />
The armourers, accomplishing the knights,<br />
With busy hammers closing rivets up,<br />
...<br />
<br />
Kemudian, konkordansi untuk kata umber ditemukan satu kali, pada naskah As You Like It [I, 3], baris 518, untuk karakter Celia.<br />
I'll put myself in poor and mean attire, And with a kind of umber smirch my face; The like do you; so shall we pass along, And never stir assailants.<br />
Kecurigaan sempat terbetik, perihal kemungkinan kata umbrella muncul pada salah satu bagian Soneta 136, atau Soneta 138. Kecurigaan ini dipicu oleh numerik pada link puisi Korkuyorum, di situs Turkish Language Class. Tetapi, kecurigaan tersebut tak terbukti. Numerik pada link puisi Korkuyorum tak korelatif dengan angka-angka pada soneta Shakespeare.<br />
Hal menarik lainnya adalah penggunaan gabungan kata: shadow spot. Menurut ahli bahasa Inggris, gabungan dua kata ini tak tepat dan rancu, kendati pun jika dikatakan sebagai bentuk bahasa Inggris modern. Gabungan kata yang tepat adalah: shadow of spot. Artinya, jika pun Shakespeare harus menggunakan sebuah kata untuk membangun defenisi yang sama terhadap bagian lain dari puisi I Am Afraid, maka Shakespeare akan cenderung menuliskannya: tis, thou, dan lainnya yang lebih bergaya victorian.<br />
Demikian banyaknya anomali yang ada dalam puisi I Am Afraid ketika dirujuk sebagai salah satu puisi Shakespeare, membuktikan bahwa puisi itu bukanlah milik William Shakespeare.<br />
Pada telisik ini, sempat ditemukan sebuah puisi Turky berjudul Korkuyorum yang ditulis oleh Yusuf Ozer. Sayangnya, teks puisinya tak sama dengan puisiKorkuyorum yang sedang dipolemikkan itu.<br />
Maka, dapatlah dikatakan bahwa puisi Korkuyorum adalah puisi yang berdiri sendiri, tak terkait dengan nama besar siapapun, termasuk Shakespeare. PuisiKorkuyorum adalah puisi yang sejatinya sejak awal memang dibuat dalam bahasa Turky dan kemudian diterjemahan ke bahasa Inggris dengan judul I Am Afraid.<br />
Perihal siapa yang memasang nama Shakespeare pada puisi itu akan menjadi misteri tersendiri.<br />
Saya membangun kecurigaan pada pemilik situs Turkish Language Class (Free Online Turkish Language Resource), di mana awalnya puisi Korkuyorum (berikut terjemahannya berjudul I Am Afraid) itu ditemukan. Situs ini mulai beroperasi pada Jumat 1 Oktober 2004.<br />
Dari data internet yang berhasil saya dilacak pada situs tersebut, puisiKorkuyorum (dan terjemahan), telah diposting oleh Admin, pada Selasa, 23 November 2004. Administrator situs ini ada tiga orang: Admin (dengan nama asli Fatih Akgul, berlokasi di Amerika Serikat, pria, dan sudah memposting 158 puisi, termasuk Korkuyorum/I Am Afraid); Catwomen (perempuan, tak bisa dilacak nama aslinya); dan Elisabeth (perempuan, dengan nama asli Elisabeth).<br />
Jadi, saya keras menduga bahwa puisi Korkuyorum itu adalah puisi jiplakan atau terjemahan bahasa Turky yang dilakukan oleh Fatih Akgul. Puisi itu kemudian diposting olehnya dengan kredit unknow, untuk menyulitkan orang melacak jejak data pengkaryanya, jika dia berniat melepas puisi I Am Afraid bertera nama Shakespeare ke berbagai situs, dengan tujuan hendak memancing “keributan”.<br />
Logikanya, para Admin biasanya tak akan asal mempublikasikan sebuah produk literasi ke domain dunia maya tanpa tahu siapa pemilik karya tersebut, kecuali hendak diakuinya sebagai miliknya. Itu yang umum terjadi. Anehnya, AdminTurkish Language Class telah mempublikasi karya tersebut tanpa nama pengkarya (berkredit unknow) tapi lupa menghapus data penerjemah. Sungguh ceroboh!<br />
Bukti paling otentik, menarik, dan orisinil perihal puisi I Am Afraid, saya temukan menyebut nama Qyazzirah Syeikh Ariffin, seorang penyair dari Jeddah, Uni Emirat Arab. Wanita kelahiran 1 Oktober 1984 ini, selain menulis, juga berpraktek pengacara kasus pidana di pengadilan Jeddah. Qyazzirah menyukai olahraga Polo dan menunggang kuda.<br />
Qyazzirah menulis I Am Afraid dan tiga puisi lain yang memiliki kesamaan dalam penulisan dan cara pengungkapan, yakni Black Locks, Light after Darkness, danRoses of Medina.<br />
Lihatlah gaya ungkap dalam puisi Roses of Madina, yang mirip dengan I Am Afraid:<br />
<br />
Whenever I commemorate you, all else fades from my mind,<br />
Your phantasm treads on the hills of my mind,<br />
Although a mirage, it assuages my affliction.<br />
<br />
I wish your love pervade each second of my life,<br />
And I could soar like spirits and circumambulate your aurora,<br />
And find some way to ooze into your heart.<br />
<br />
I avow it is too late to attain your blissful presence,<br />
My heart will ceaselessly be lamenting still,<br />
Forever anticipating you with the freshest hopes.<br />
<br />
As my heart flutters as a dove, hankering for you,<br />
I beg you to grant me a plume of yours,<br />
So that I could flag after you forever.<br />
<br />
Oh Rose, that turns scorching desert into Eden,<br />
Come and lapse flow into my soul with your enchanting rays of colours,<br />
It is high time your smiles shone on the apples of my eyes.<br />
<br />
<br />
Let me be a slave, in the quest for you,<br />
Sprinkle embers on my soul, let me burn like furnace,<br />
And be relieved from this rancorous dream elapsing without you.<br />
<br />
I count the days I have been severed from you,<br />
That coil about my soul like a gloomy dolor,<br />
Let me see your face before the auspicious twilight unfolds.<br />
<br />
Let me see my dusk turn into dawn at my last gasp,<br />
And my heart filled with the newest colour of your horizon,<br />
Lutes would be resounding then, and flutes would be heard.<br />
<br />
Oh Muhammad SAW<br />
<br />
<br />
(Roses of Medina, Qyazzirah Syeikh Ariffin)<br />
<br />
<br />
Dengan demikian, bahwa puisi I Am Afraid adalah karya penyair Jeddah, Qyazzirah Syeikh Ariffin, bukan puisi karya William Shakespeare, bukan lagu karya Bob Marley, atau bahkan kutipan naskah drama Oscar Wilde. Demikian. (*)<br />
<br />
"Who can control his fate?" --Othello (William Shakespeare)<br />
<br />
<br />
<br />
Ilham Q. Moehiddin. Menulis puisi, cerpen, esai. Esai dan telisik literasi dan dipublikasikan di sejumlah media. Pendiri dan bergiat pada The Indonesian Freedom Writers. Novelnya “Garis Merah di Rijswijk” masuk sebagai 10 besar Lomba Novel Republika 2011. Ia kini tinggal di Kendari.<br />
<br />
<br />
* = Tulisan ini diambil dari tautan berikut : <a href="http://horisononline.or.id/esai/melepaskan-ketakutan-shakespeare-dari-puisi-misterius-turky">http://horisononline.or.id/esai/melepaskan-ketakutan-shakespeare-dari-puisi-misterius-turky</a><span class="fullpost">
</span></div>
</div>
Shinta ar-djahriehttp://www.blogger.com/profile/13441022417200348555noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-30723359.post-2246398801398465102013-04-24T12:50:00.001+07:002013-04-28T00:12:25.932+07:00 Menyoal Marwah Dalam Produk Kemanusiaan Hingga Peran Jurnalisme Warga<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
#Sebuah Catatan Diskusi<br /><blockquote class="tr_bq">
Karena kita sebenarnya tak akan pernah benar-benar bisa memahami arti tangis dari seorang yang tertolong, apakah tangis haru, bahagia atau justru tangis malu. Maka terlalu riskan untuk menjadikan tangisan sebagai sebuah tontonan. Dimanapun, tangis akan terasa menyesakkan.</blockquote>
<div>
<br />Prologue : Mungkin saya perlu membuat disclaimer terlebih dahulu, bahwa catatan ini dibuat tidak bermaksud untuk menyinggung insan media manapun. Kalaupun ada sesuatu yang terasa menohok, yakinlah bahwa tulisan ini juga muncul karena ketertohokan diri saya sendiri.. Ketertohokan yang membuat jemari ini ingin menari untuk berbagi. Mungkin sesekali biarkan saja setiap rasa sakit akibat ketertohokan menjadi sebuah media penyuci jiwa dan refleksi atas apa yang telah kita perbuat.<br /><br />Kemanusiaan adalah sebuah hal yang agak rumit, menurut saya. Disana ada kata “manusia” berimbuhan ke-an. Perihal manusia yang di-katabenda-kan. Segala hal tentang manusia. Sebuah kata yang tentunya disana harus memposisikan manusia sebagai sebenar-benarnya manusia. Saya tidak tahu persis apa arti kata kemanusiaan dalam kamus. Jika kemanusiaan identik dengan sebuah aktivitas saling mengasihi antar sesama, maka disana pula lah kita akan melihat keseteraan manusia tanpa perlu melihat siapa yang mengasih dan dikasih. Kerumitan dalam urusan kemanusiaan yang sangat sensitif inilah yang membuat saya bicara agak prinsipil bahwa dalam setiap aktivitas atau karya yang mengatasnamakan kemanusiaan ada sisi etis yang tidak bisa kita terobos begitu saja.<br /><a name='more'></a><br />Ketika saya ditanya kenapa di tulisan saya tidak dituangkan saja semua data-data, sehingga data dilawan data, bagi saya ini tidak etis untuk urusan kemanusiaan (toh di tulisan saya sudah jelas beberapa koreksi data dan pertanyaan yang ada, tapi teman-teman jurnalis hanya fokus pada "kecurigaan" yang dianggap sebagai "tuduhan" ) . Saya hanya ingin mengisahkan marwah seorang pakdhe atau Uwak dari bocah bernama Tasripin. Kalau ini bukan bergenre kemanusiaan, tentu saja komparasi data atau kesalahan akan bisa saya beberkan semuanya dengan mudah. Itulah yang menjadi pucuk kegalauan saya ketika akan menuliskan catatan dibeberapa hari yang lalu. Saya hanya ingin mengingatkan bahwa pemberitaan yang berlebihan akan sangat mengusik marwah seorang Tasripin dan keluarganya. Jika saat ini yang merasa terusik adalah Uwak-nya, maka tak menutup kemungkinan suatu saat ketika Tasripin besar nanti ada sebuah traumatik sendiri bahwa ia pernah menjadi tokoh utama dalam sebuah feature kemanusiaan. Tasripin akan sampai pada usia dimana ia menyadari bahwa kemiskinannya telah menjadi tontonan ratusan juta orang. Tasripin seberapapun tangguhnya ia, masih memiliki wali yang perlu kita hormati. Maka memang saya mempertanyakan ketidakikutsertaan uwak dan keluarganya dalam pemberitaan itu. Meski tidak secara legal formal, semestinya perlu semacam “izin” dari wali untuk menyuarakan ketidakberdayaan Tasripin itu. Semoga itu sebuah hal yang memang sudah dilakukan oleh para pewarta. <br /><br />Karena ketika para jurnalis merasakan sebuah kebanggan bahwa pemberitaannya bisa menarik perhatian para punggawa pemerintahan, ketika jurnalis bangga hasil karyanya sampai membuat presiden memberi perhatian langsung, lalu apa yang menjadi kebanggaan bagi seorang Tasripin? Apa yang menjadi kebanggaan bagi pak Suwito?Apakah ditengok pejabat karena kemiskinan adalah sebuah hal yang membanggakan?Silakan tanya kepada hati nurani sendiri. Ketika seorang wartawan foto berhasil mendapatkan sebuah penghargaan atau menang lomba atas sebuah potret bertema kemanusiaan, ia bangga, tapi kebanggaan apa yang kemudian didapat oleh objek fotonya?! Kemiskinan yang dipertontonkan secara vulgar?! Ini dilematis yang tak tak berujung, memang.<br /><br />Kalimat-kalimat tersebut biasanya juga saya tanyakan pada diri sendiri ketika usai mencapai targetfundraising. Kantor saya tempat bekerja punya target-target kerja penerimaan. Ketika saya bangga bisa menggalang sesekian banyak dana, ketika saya berhasil menggaet seorang donatur besar, mungkin sedikit terselip bangga, tapi apa yang kemudian menjadi kebanggan bagi para penerima manfaat? Marilah kita menjaga marwah mereka dengan sebaik-baiknya perlakuan. Kalau kita tidak bisa menolong dan memberikan bantuan materi, mari kita bantu dengan menjaga harga diri mereka. Tasripin telah mulia dengan bekerja, tidak meminta-minta, kenapa kemudian dikonstruk dalam sebuah kisah yang membuatnya secara tidak langsung menjadi meminta?<br /><br />Karena kita sebenarnya tak akan pernah benar-benar bisa memahami arti tangis dari seorang yang tertolong, apakah tangis haru, bahagia atau justru tangis malu. Maka terlalu riskan untuk menjadikan tangisan sebagai sebuah tontonan. Dimanapun, tangis akan terasa menyesakkan.<br /><br />Lalu, muncul pertanyaan, kalau tidak ada publikasi bagaimana kemudian bisa terkumpul solusi?! Bagaimana kemudian melakukan pemberitaandengan tetap menjaga harga diri yang diberitakan. Ini juga jadi pertanyaan saya sendiri.hehehe. Pointnya adalah terus belajar, berusaha memperbaiki kualitas kita dalam mewartakan sesuatu. Dan disinilah kemudian media lokal dan jurnalisme warga punya peran besar.<br /><br />Satu point yang menarik dari Bu Tyas tadi malam juga bahwa bagaimana penanganan permasalahan-permasalah an gender dan anak harus mengoptimalkan peran lingkungan dan keluarga. Media sebagai kontrol sosial, itu juga penting. Dalam kondisi ketika masalah sudah tidak bisa ditangani oleh lingkungan sekitar, maka memanggil media kadang menjadi "media terakhir" sebagai solusi. Menarik juga yang diungkapkan oleh Eyang Nardi bahwa kasus Tasripin tidak akan mencuat ketika unsur-unsur birokrasi menjalankan tupoksinya, seperti di tingkatan RT RW dan perangkat desa. Maka, menjadi klop ketika sebuah diskusi muncul juga (yang bertajuk promo) dari teman-teman GDM (Gerakan Desa Membangun) tentang jurnalisme warga.<br /><br />Saya teringat bahwa uwaknya Tasripin, pakBau, dan pak Zayin bahkan awalnya tidak ngeh bahwa Tasripin sudah masuk Koran dan tv. Mereka tahu setelah heboh pemberitaan tasripin. Ada akses media yang tidak terjangkau oleh mereka. Saya membayangkan jika kasus Tasripin diangkat oleh warga dusun pesawahan sendiri melalui media yang mereka miliki disana. Kemampuan jurnalistik akhirnya bukan menjadi monopoli jurnalis konvensional yang memiliki media besar. Tentu saja pemberitaan akan lebih kuat “sense”nya jika itu diangkat oleh orang yang ada di sekitar Tasripin sendiri. Maka menjadi penting bahwa media-media lokal perlu digiatkan, ketrampilan-ketrampilan jurnalistik perlu dimiliki oleh warga. Nantinya radio-radio pedesaan, atau koran desa dapat berperan juga sebagai kontrol sosial. Lingkup penyebarluasannya tidak sebesar media lokal kabupaten/provinsi atau nasional. Untuk persoalan-persoalan kemanusiaan, ini akan lebih menjaga harga diri dari tokoh dalam kisah. Soalnya kalau kita menilik seperti kasus Tasripin, konon warga desa Gunung Lurah itu adalah mayoritas warga yang berkecukupan. Hanya dusun pesawahan saja yang memang aksesnya susah karena keterbatasan infrastruktur. Kalau bahasa teman saya : itu desa yang makmur jibar-jibur.. :D<br /><br />Jadi menarik sekali penguatan media literasi di masyarakat desa dengan menciptakan media-media lokal, ketrampilan jurnalisme warga yang nantinya juga dibuat jejaring. Nanti ada situs jejaring sosial antar desa. Sama halnya ketika Mark Zuckerbergh pada awalnya hanya berniat untuk membuat jejaring sosial di tingkatan kampus lama-kelamaan mendunia. Saya pikir sama saja, kita perlu menggagas jejaring media antar dusun, antar desa. Media yang benar-benar menjangkau tingkatan grasroot, jadi berita-berita yang muncul juga akan muncul dari masyarakat sendiri, kayaknya itu lebih punya “sense” sendiri. Mereka menuliskan apa yang ada di sekitar dan menyuarakannya ke khalayak. Kemudian menjadi kontrol sosial dan pengakselerasi solusi-solusi atas permasalahan yang terjadi di masyarakat.<br /><br />Epilogue : Nampaknya catatan ini sudah terlalu panjang. Akhir kata, diskusi tadi malam tentang “Cerita di Balik Tasripin” meninggalkan banyak PR untuk kita semua. Terimakasih kepada AJI Kota Purwokerto yang telah memfasilitasi diskusi tersebut. Semoga tak lekas lekang dari ingatan bahwa kita semua punya tanggung jawab yang sama dalam penyelesaian masalah-masalah kemanusiaan. Kita sepakat bahwa permasalahan Tasripin hanyalah pucuk gunung es.Tanpa menafikkan tanggungjawab negara, memang sudah saatnya kita semua turun tangan , bukan tunjuk tangan, berbuat dengan porsi dan kapasitasnya masing-masing. Tabik.<br /><br />Kawasan Madrani, 24 April 2013<br />Ditulis disaat jeda antara adzan pertama dan adzan shubuh.<br />"Demi malam apabila berlalu, Adakah pada yang demikian itu terdapat sumpah (yang dapat diterima) bagi orang-orang yang berakal? .." (89 : 4-5)<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />note : seusai diskusi, ternyata ada sepotong sms masuk yang terlupa saya baca, isinya : " kok wartawan sentimentil ya?"...ada kekhawatiran lunturnya modal sosial antar komunitas dan arogansi komunitas. Saya becanda dan bilang : "arogansi komunitas? semacam jiwa corsa wartawan ya?hehe". Tapi, lepas dari apapun yang muncul di diskusi tadi malam, saya memaklumi bahwa pekerjaan seorang jurnalis amat sangat berat. Saya angkat topi untuk profesi yang satu ini. Tapi, pahami bahwa saat ini kita ada di era informasi yang serba cepat dimana segala hoax sangat mudah untuk dikonsumsi, maka pengkritisan atas setiap pemberitaan itu wajar untuk dilakukan oleh pemirsa. </div>
</div>
Shinta ar-djahriehttp://www.blogger.com/profile/13441022417200348555noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-30723359.post-57850724135004594052013-04-24T12:49:00.001+07:002013-05-18T22:44:59.370+07:00MARBOT : PELAYAN RUMAH TUHAN<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEicNkxIdwsPLQ7-oDeOPzLXFYthzxxr-bDLDaJxUpYZb9hyphenhyphend-8dEkMbKl30XMEZFf_9f8bK02WVXExaMsqZsWS-Qk703z-2v96MtKkjzBoPn__2VIb9LeWDyfN-KbAF9hZrcaLlGw/s1600/DSC_0064.JPG" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEicNkxIdwsPLQ7-oDeOPzLXFYthzxxr-bDLDaJxUpYZb9hyphenhyphend-8dEkMbKl30XMEZFf_9f8bK02WVXExaMsqZsWS-Qk703z-2v96MtKkjzBoPn__2VIb9LeWDyfN-KbAF9hZrcaLlGw/s320/DSC_0064.JPG" width="320" /></a>#Catatan Mudik</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br />
<br />
Sekian menit selepas salam terakhir, satu persatu jamaah
sholat Isya malam itu beranjak pulang. Saat perlahan sepi
merayap, kuperhatikan sekeliling, dan sejurus itu baru kusadari satu hal. Bahwa “warisan” berharga yang almarhum
ayah tinggalkan kepada kami adalah bagaimana kami sedari kecil dilatih
untuk merawat rumahNya. Selintas
tiba-tiba saya teringat bagaimana saat kecil dulu punya giliran tugas mematikan
lampu-lampu mushola, menggulung tikar dan karpet, mengatur meja-meja kecil
untuk ngaji, hingga menguras kamar mandi, semuanya pernah kami lakukan dengan
atau tanpa ikhlas. Maklum, masih kecil. Semua masih karena perintah. Kadang
saya dan kakak bisa ribut hanya gara-gara mempermasalahkan siapa yang akan
menggulung dan menyimpan tikar. Sampai akhirnya tikar itu kehujanan diluar
mushola.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Bagi orang lain, itu mungkin tidak istimewa. Tapi, bagiku, saat ini menjadi terasa sangat istimewa, ketika
merasakan ternyata sampai detik ini pun apa yang telah dilakukan sejak kecil
masih terus terbawa. Teringat ramadhan
tahun lalu ketika ada seorang teman bilang : “ mbak Shinta sekarang sudah gak
perlu ikut turun ngurusin buka puasa di tempat putri,
udah banyak anak-anak baru “.. Tapi,
asal tau saja bahwa aku sangat menikmati masa-masa dimana harus menyiapkan
ta’jil walau sekedar air putih dan kurma. Seperti ketika aku kecil dulu harus
mempersiapkan teh serta makanan untuk sekedar rapat takmir atau
pertemuan-pertemuan di mushola. Bedanya, dulu mungkin masih karena perintah ayah.
Tapi lama-kelamaan itu aku menikmati peran sebagai pelayan rumahNya. </div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku tercenung sendiri, mengingat putaran waktu yang berjalan
cukup cepat kurasa. Dulu mushola ini hanya bangunan sederhana, yang sehari
harus lebih dari lima kali disapu jika tak mau ada debu menempel. Karpetnya
harus sepekan sekali dijemur dipagar bunderan di sebrang. Soundsystem yang apa
adanya, membuat Bapak beberapa kali harus naik keatap membetulkan toa. Sesekali
dibawa ke tukang service di daerah Slerok. Hati saya kerap terseok mengingat
bagaimana tangan rapuh Bapak dulu menata taman kecil samping mushola. Memasang
sendiri pagarnya satu demi satu. Taman kecil itu kini memang sudah tak ada. Hanya
ada satu pohon mangga cangkokan menjadi saksi hobi berkebun sang almarhum. </div>
<a name='more'></a><br />
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kami dididik untuk menjadi pelayan. Menjadi pelayan di rumah
Tuhan. Itulah kenapa saya selalu antusias dengan teman-teman yang beraktivitas
di masjid dan mushola. Dimanapun itu. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Selalu banyak kisah, kesan, yang terasa saat kita
berinteraksi dengan masjid. Tiap orang punya kesannya masing-masing. Ada yang
memang mengenali masjid sebagai tempat saat ia sholat Jumat saja. Ada yang
memang intim dengan masjid hanya dengan aktivitas tidur atau sekedar numpang ke
kamar mandi. Ada juga yang mungkin punya
kesan dengan masjid karena tiap lima waktu sholat selalu ada disana. Pun
seorang maling kotak infak, yang mencoba akrab dengan masjid disaat ia bingung
harus mencari uang kemana. Semua punya
ingatan akan masjid dengan caranya masing-masing. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kalau di mushola sebelah rumah, itu juga macam-macam. Sering
ramai kalau siang karena jadi tempat istirahat para pedagang keliling dan juga
tukang becak. Bahkan kami masih ingat sekali dengan pak Musa, pak Topan, pak
“koboi”, para tukang becak yang setia singgah di rumah Tuhan sebelah kami.
Sesekali kami tak perlu bingung jika harus mencari becak. Suatu hari saya dan
adik saya pernah sedang berjalan di daerah randugunting kemudian ditawari naik
becak sampai rumah. Ternyata itu adalah tukang becak yang mengenali kami
sebagai anak-anak yang tinggal di sebelah mushola. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mushola kami juga ramai dengan anak sekolah, maklum
lokasinya di depan sebuah SMA negeri yang katanya cukup favorit di kota kecil
itu. Dulu malah mushola kadang jadi tempat pelarian bolos saat upacara atau
pelajaran yang membosankan. Membolos di mushola tentunya dengan alih-alih
sholat dhuha ataupun sholat dhuhur. Untuk kasus itu, saya dan kakak sering
menjadi pelakunya.hehehe. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Masjid untuk pacaran??? hahaha…, waktu SMA dulu saya juga
pernah punya kisah ini. Cinta monyet
pertama saya waktu masih kecil juga karena cinlok di mushola. Bahkan orang yang
beberapa tahun lalu pernah saya jatuh cintai, awal kisahnya karena sebuah acara
di masjid kampus, gara-gara saya jadi moderator dan beliau jadi pembicara.
Islami banget kan???hahahaha. Ini
intermezzo saja. Kalau di masjid
Fatimatuzzahra bahkan memang banyak pasangan yang menikah sesama aktivis
masjid. Menjadi romantika sendiri, memang. Katanya sih menikah di jalan dakwah,
ah bukan yang tepat itu menikah di jalan madrani… :D </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tulisan saya terhenti disini. Baru nyadar, kok tulisannya curcol banget ya.
Ok, agak serius deh. Bahwa ketika sebuah rumah Allah bisa menjadi milik siapa
saja, maka menjadi tugas pelayan untuk memfasilitasi apa yang menjadi kebutuhan
para tamuNya. Gelarlah acara-acara yang memang dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat sekitar. Kalau banyak mahasiswa, dekat dengan kampus, mbok
ya selenggarakan kajian-kajian keilmuan yang itu dibutuhkan untuk senam otak
mereka. Masyarakat sering diajak rembugan di masjid. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Duh, beneran deh, kalo ngomongin masjid Cuma bikin saya
ingat masa-masa kecil dulu. Saya masih ingat bagaimana ayah mengupayakan
kajian-kajian insidental yang tematik terselenggara di mushola. Saya selalu
ikut dong. Soalnya bagian bawa-bawain teh dan makanan.hihihi. Tapi nanti pas
kajian usai, saya berbisik pada papa : “pa, shinta pengen nanya yg kajian
tadi….bla..bla..bla…”. Nanti
pertanyaan-pertanyaan itu disampaikan oleh papaku dan aku tinggal tunggu jawabannya
di rumah.. <span style="font-family: Wingdings; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-char-type: symbol; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-hansi-theme-font: minor-latin; mso-symbol-font-family: Wingdings;">J</span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sudahlah, saya bingung mau ngomong apa. Intinya kemarin
ketika mudik sehari, siangnya saya sempat dimintai tolong teman untuk bantu
fundraising untuk pembangunan sebuah masjid di daerah Tegal Barat. Sore sampai
malamnya, saya banyak berinteraksi dengan takmir-takmir mushola di sekitar
rumah. Mudik yang menyenangkan. <span style="font-family: Wingdings; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-char-type: symbol; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-hansi-theme-font: minor-latin; mso-symbol-font-family: Wingdings;">J</span>
</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Purwokerto, 22 April 2013 </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<span class="fullpost">
</span></div>
Shinta ar-djahriehttp://www.blogger.com/profile/13441022417200348555noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-30723359.post-5859606438339846962013-04-20T02:17:00.002+07:002013-04-20T07:56:20.279+07:00Ar-Rahman ( link download murottal jawa)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Dari dulu aku paling favorit dengerin surat ar-rahman. Lantunan murottal surat ini biasanya jadi obat galau yang ampuh. Bukan mau sok alim, ini hanya share saja. Minimal satu kalimat yang dilantunkan berulang-ulang disana, seperti mantra terbaik yang mampu membuatku tersenyum menghadapi semuanya. Kalau kata orang, aku ini anak yang selalu ceria, tegar, dan lain-lain.., ini salah satu penguatku. Penguat disaat aku mungkin sedang ingin menangis sendiri. Penguat disaat aku ngrasa "nothing". Penguat disaat aku tuh ngrasa nggak punya siapa-siapa.<br />
<div>
<br /></div>
<div>
Coba aja dengerin dan resapi. Di internet banyak kok file mp3 ataupun video lantunan murottal surat kasih sayang ini. Pelantunnya dari yang dalam negeri sampe luar negeri. Bagi saya, suara sesumbang apapun, isi surat ini tetap merdu untuk didengar. </div>
<div>
<br /></div>
<div>
Oya, aku juga punya file murottal surat arrahman yang dilatunkan dalam nada jawa. Kalau yang ini mungkin belum ada di mesin pencari google. Jadi aku berbaik hati menyediakan link download file ini. Ada juga file surat2 lain. Tapi aku emang lebih sering dengerin surat arrahman. Lagian aku juga harus izin dulu kalau mau mengupload semua file-nya ke beliau yang memiliki suara dalam rekaman murottal ini. Monggoh, ini link nya. Bisa langsung didengar dan didownload. Semoga berkah. Semoga peluk sayang Allah semakin erat melingkari kita semua. Salam sayang untuk orang terkasih anda.. :) </div>
<div>
<br />
<a href="https://dl.dropboxusercontent.com/u/68963420/al-Rahman.MP3">Klik disini untuk download murottal jawa surat arrahman</a> . Atau bisa ke alamat tautan berikut : </div>
<div>
https://dl.dropboxusercontent.com/u/68963420/al-Rahman.MP3 </div>
</div>
Shinta ar-djahriehttp://www.blogger.com/profile/13441022417200348555noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-30723359.post-2535893713193218292013-04-20T02:06:00.000+07:002013-04-28T00:14:57.859+07:00The Words : Labirin Kisah & Plagiarisme (Sebuah Kisah Tentang Cinta dan Kekuatan Kata-Kata)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br /><br /><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjuZIdfmdgQun9eluHXPPDG4uTMRW7pdOI5umwZh_ayqY8YSqf0EYg6QStQBGuIp2jweKM2-iHD8rIC_sJpoYoYwBLT3OW6xmKL0H8JdA2CsVzpKkzik6AVnPT_LyHr6YL6Uk-dvQ/s1600/the+words.jpg"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjuZIdfmdgQun9eluHXPPDG4uTMRW7pdOI5umwZh_ayqY8YSqf0EYg6QStQBGuIp2jweKM2-iHD8rIC_sJpoYoYwBLT3OW6xmKL0H8JdA2CsVzpKkzik6AVnPT_LyHr6YL6Uk-dvQ/s200/the+words.jpg" /></a>#sebuah catatan menonton *mengandung spoiler*<br /><br /><br /><blockquote class="tr_bq">
Old Man : He lent him some books to read the first books the kid had ever read about anything. For the first time he saw a world that was bigger than the one he'd been born into. And he wanted more. He wanted to be something more.<br />Rory : A writer.<br />Old Man : Yeah. But he had no idea what the word really meant. Certainly didn't have a clue about how to go about it.(dialog saat si "old man" ini menceritakan asal mula ia menulis)</blockquote>
<div>
Ada banyak alasan orang melakukan aktivitas menulis. Ada yang memang sudah jadi pekerjaan, ada yang hobi, ada juga yang seperti panggilan jiwa. Aktivitas menulis pun kadang menciptakan banyak cita, sepertipengen jadi kolumnis, pengen jadi scriptwriter, atau pengen bukunya terbit.Bagi sebagian orang, menerbitkan buku ada yang memang menjadi “target” tersendiri, tapi ada juga yang tidak terlalu berpretensi kesana. Apapun itu, tiap orang punya alasan masing-masing.</div>
<div>
<br />Seperti juga yang dialami oleh Rory Jonsen ( Bradley Cooper ) , yang dalam film The Words mendapat porsi penceritaan yang lebih banyak dibanding yang lain. Namun, Rory Jansen mungkin bukan actor utamanya. Rory Jansen dari awal dikisahkan dari sudut pandang orangketiga, dimana Rory adalah tokoh dalam novel yang ditulis Clayton Hammond (Dennis Quaid) .<br /><br />Dalam novel itu, Rory dikisahkan sebagai orang yang memiliki semangat menulis yang luar biasa. Aku pribadi suka bagian-bagian awal ketika Rory dan kekasihnya Dora ( Zoe Saldana) begitu bersemangat merajut mimpi mereka. Rory yang setiap malam di depan layar monitor, dan memang sudah mendedikasikan dirinya untuk menulis. Hingga sudah tak terhitung lagi berapa kali ia mengirimkan naskah ke penerbit, tapi masih nihil hasilnya. Akhirnya, karena ia juga ingin menikahi Dora , ia pun bekerjamenjadi pegawai di sebuah kantor penerbitan.<br /><a name='more'></a><br />Singkat cerita, setelah sekian lama, naskah novel Rory yang berjudul “The Window Tears” mendapat apresiasi positif dari penerbit danmenjadi best seller. Dunia pernerbitan tidak bisa lepas dari “keinginan pasar”, karenakeberhasilan The Window Tears, naskah-naskah novel Rory yang lain pun ikut ketularan ngetop. Simplenya, kalo satu penulis udah ngetop dengan salah satu buku andalannya, untuk mendongkrak buku yang lain tidak terlalu susah. Intinya: “nama besar” kadang memang dibutuhkan. Pesan sarkas-nya : kalo kamu cumapenulis newbie buatlah karya yang spektakuler dulu baru karya-karya yang lain bisa ikutan populer.<br /><br /><br />Ok, Rory sukses mendapatkan nama besar. Kehidupannya sudah jauh berbeda dari sekarang. Tanpa seorang pun tahu bahwa ada rahasia besar dibalik novel “The Windows Tear” itu. Bahwa sebenarnya, itu bukan naskah aslidari Rory Jansen. Rory menemukan manuskrip naskah yang sudah berumur puluhan tahun itu di sebuah tas tua yang ia dapatkan dari sebuah toko antik di Paris.<br /><br />Rory tidak pernah berniat menerbitkan naskah itu atas namanya sendiri. Saat ia membaca naskah itu, ia hanya ingin merasakan keindahan kata-kata yang ada disana melalui jemarinya. Tanpa sadar, manuskrip itu telahtersalin dan disimpan dalam laptopnya. Suatu hari, Dora tak sengaja membacanya dan terkagum-kagum menganggap itu adalah hasil tulisan Rory. Dora mendesak Rory untuk mengirimkan naskah itu ke penerbit. Dora berkata : “jika kau tak maumelakukannya untukmu sendiri, maka lakukanlah demi aku”. Akhirnya Rorymengirimkan naskah salinan itu atas namanya sendiri ke penerbit. Naskah itumemang sangat indah, sehingga langsung mendapat apresiasi dari penerbit. Jauhdi sudut hati Rory, ada yang mempertanyakan naskah itu.<br /><br />Rory menganggap tidak seorang pun yang tahu. HIngga padasuatu hari seorang laki-laki – tua, sebut saja Ben (Ben Arness) menjumpainya, dan ternyata Ben adalah pemiliknaskah itu. Rory terpukul. Meski beberapa hari setelah pertemuan itu, Ben meninggal dunia. Tapi, Ben telah menceritakan awal mula kisah adanya naskah itu. Disitulah inti dari cerita labirin ini, sebuah kisah tentang kekuatancinta dan kata-kata. Karena ini bagian inti, tidak akan saya ceritakan disini.Intinya tuh , ada satu cerita yang kemudian itu tertuang dalam sebuah kisah dinaskah kuno, kemudian disalin oleh seorang penulis muda dan semua kisah itusebenarnya adalah kisah dalam novel juga. Kisah dalam kisah yang didalamnya juga terdapat kisah. Bingung?? Kalo udah nonton, gak bakal bingung kok.hehe.<br /><br />Beberapa point menarik di film ini , betapa plagiarism adalah suatu hal yang harus diwaspadai oleh penulis. Sekecil apapun itu dan dalam kondisi bagaimanapun itu. Seperti dalam kisah di film ini, penonton juga akandigiring untuk secara tidak langsung memaklumi plagiarism yang dilakukan olehRory. Tapi, bagaimanapun juga itu tidak tepat.<br /><br />Point lain , tentang semangat menulis. Kadang memangkeinginan menerbitkan hasil tulisan sangat begitu menggoda kita yang gemarmenulis. Siapa yang tidak ingin punya buku?! Tapi mungkin tiap orang punya alasan berbeda kenapa mereka merasa harus menerbitkan buku. Ada yang memang sebagai salah satu obsesi, ada yang memaknai buku itu adalah eksistensi seorang penulis, ada juga yang memang kebetulan saja bukunya diterbitkan, dan hal-hal kasuistik lain.<br /><br />Saya hanya teringat nasehat seorang senior : menulis dan menulis saja lah, tanpa pretense apapun, dimuat atau diterbitkan itu hanya bonus saja. Bahkan mungkin kita tak pernah benat-benar tahu apa itu "penulis", seperti kutipan dialog yang saya sematkan di awal tulisan ini. Tapi , lagi-lagi tiap orang itu berbeda. Adayang memang merasa buku itu kayak “prasasti” karya, sehingga ada target menerbitkan buku. Sampe bela-belain membayar penerbitan indie. Saya kadang bingung itu penerbitan indie atau percetakan buku? Sebelas dua belas. Bagisaya, semangat indie adalah semangat untuk mencounter penerbit mayor yang kadang hanya menurutkanpasar tanpa mempertimbangkan kualitas buku. Tapi tak jarang juga yang muncul buku-buku indie adalah pelampiasan narsis kita untuk bisa menerbitkan sebuahbuku. Tapi, apapun itu sah-sah saja. Bagi saya, semakin banyak buku, semakinbanyak yang membaca, semakin pintar kita..hehe.<br /><br />Jadi, intinya, film The Words ini bagus untuk kita yang suka menulis dan tentusaja bagi yang suka nonton.hehe. Tadinyasaya nggak ngeh sama film ini. Lama banget nggak ditonton. Setelah ada sedikitluang waktu, saya tonton eh ternyata lumayan juga. Not bad lah, daripada nontondrama K-Pop.. Favorit saya adalah bagian yang menyiratkan pesan tentang cinta dan kekuatankata-kata. Meski tak pernah bercita-cita punya pasangan hidup seorang penulis,tapi ngliat film drama ini saya kayak ngrasa so sweet aja..hahaha.<br /><br />Film ini santai, buat isi waktu luang lah, meski saya sebut labirin tapi ceritanya nggak ribet kok, . Ada beberapa minus dalam teknis dan alur cerita. Tapi lagi males kritik film. Kapan-kapan aja.hehe<br /><br /><br />19 April 2013 <br />Sambil menunggu waktu yang tepat untuk pulang..hehe.<span class="fullpost">
</span></div>
</div>
Shinta ar-djahriehttp://www.blogger.com/profile/13441022417200348555noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-30723359.post-55573029463147353222013-04-20T02:02:00.003+07:002013-04-28T00:16:57.711+07:00KIsah Dibalik Kos-Kosan Mewah<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br /><blockquote class="tr_bq">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgnpCZ0f2LAOcc0O8lXnk56Ix8NCb8BRqbCWVmDLpH3uYWKu5srEy6TFnQRqc7rHwXfUQ1fvJMvkT2pNY7WGCpQdP6-ubrjFrouKlKeGqWLbHXU-HSW_XP2XqkoEw47xpx09xU_sQ/s1600/bu+karsitem.jpg" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgnpCZ0f2LAOcc0O8lXnk56Ix8NCb8BRqbCWVmDLpH3uYWKu5srEy6TFnQRqc7rHwXfUQ1fvJMvkT2pNY7WGCpQdP6-ubrjFrouKlKeGqWLbHXU-HSW_XP2XqkoEw47xpx09xU_sQ/s200/bu+karsitem.jpg" width="150" /></a><blockquote class="tr_bq">
"Ketika sebuah kamar bisa bernilai jutaan rupiah pertahun, didekatnya ada yang bahkan tak sejengkal pun memiliki tanah"</blockquote>
</blockquote>
<br />Pintu pos kamling itu tertutup rapat, cahaya lampu di dalam meyakinkan kami bahwa ada orang didalamnya. Ada kekhawatiran bahwa penghuni di dalamnya sudah tertidur lelap. Penghuni? Ya, pos kamling itu berpenghuni. Kalau di lokasi lain, pos kamling adalah tempat berkumpul para petugas ronda, tapi disini pos kamling menjadi tempat tinggal, untuk makan – tidur dan aktivitas keseharian lainnya. Tak lebih dari tiga kali kami mengetuk pintu , seberkas sinar menyeruak dari dalam pos kamling. Pintu terbuka hanya memberikan celah. Tak bisa dibuka sempurna karena terganjal sebuah kasur. Ah, benar..sepertinya sang penghuni sudah hendak ke peraduan. Semoga kedatangan kami tak mengganggu.<br /><br />Setelah kasur digulung, kami berdua pun bisa masuk ke ruangan 2 x 1 meter tersebut. Menghindari kecanggungan sang “tuan rumah”, kami enjoy saja duduk di satu kursi reyot di samping kasur. Hanya ada satu kursi, kasur, meja, dan satu lemari. Pos kamling yang memang sudah tak cukup aktif difungsikan sebagai fasilitas pengontrol keamanan warga masyarakat, semenjak delapan bulan terakhir menjadi “rumah sementara” bagi mbah Karsitem.<br /><br />Hidup ini memiliki hukum kesetimbangan. Dibalik gemerlapnya kota besar, selalu ada pemukiman kumuh yang tersimpan di sudut-sudutnya. Begitu pula yang mungkin terjadi di sebuah lokasi kompleks rumah kos “kelas eksekutif” di bilangan Grendeng-Purwokerto ini. Dibandingkan dengan sudut area yang lain, Jl.H.Madrani memiliki kategori menengah keatas. Standart sewa atau kos di kawasan ini lebih tinggi dibandingkan daerah disekelilingnya. Satu menara masjid menjulang tinggi, menunjukkan sebuah cita-cita peradaban yang juga harusnya juga tinggi dan meninggikan. Namun, dibalik kawasan yang dianggap “ideal” tersebut, kami dianugerahi sosok seperti mbah Karsitem, yang karena berbagai kisah kesendiriannya kini harus pasrah tinggal di pos kamling.<a name='more'></a><br /><br />Dulu, mbah Karsitem memiliki tempat tinggal yang berdiri diatas tanah orang. Sebentuk gubuk sederhana. Disanalah ia pernah tinggal bersama sang suami. Tanpa dinyana, garis hidup menuntun mbah Karsitem untuk kehilangan suaminya pada tahun 2006 silam. Pria yang dicintainya itu meninggal dunia dan membuat kesendirian mbah Karsitem semakin mendalam karena memang mereka tidak dikaruniai seorang anak pun.<br /><br />Mbah Karsitem masih terus optimis bahwa dia bisa menjalani hari-hari dalam kehidupannya dengan baik. Pun hingga pada Ramadhan tahun 2012 kemarin, ia harus meninggalkan rumah pinjamannya tersebut karena sang empunya tanah meminta miliknya. Sang pemilik tanah sebenarnya tak merasa masalah jika mbah Karsitem ingin tetap tinggal disitu dengan syarat membayar uang kontrakan sebesar Rp 300.000,- / tahun . Tidak besar memang, tapi bagi seorang perempuan tua 70an yang hidup sendiri tanpa keluarga , tanpa penghasilan, tentu saja nominal itu sangat besar.<br /><br />Akhirnya, mbah Karsitem meminta tolong kepada pak RT untuk diijinkan tinggal di pos kamling. Awalnya banyak pihak keberatan dan mempertanyakan. Keberatan dalam arti mempertanyakan apakah serius mbah Karsitem mau tinggal di pos kamling?! Bahkan beberapa ada yang sampai memberikan cerita horor tentang pos kamling tersebut. Tapi toh sikap keberatan itu tak bersifat solutif, mbah Karsitem cuma butuh tempat tinggal, apa dan bagaimanapun kondisinya. Toh nyatanya, tidak ada satu orang pun yang bersukarela untuk menyediakan tempat tinggal.<br /><br />Akhirnya, sejak Juli 2012 kemarin pos kamling RT 4 RW 8 itu resmi “berpenghuni”. Mbah Karsitem mengisi ruang sempit itu dengan kasur dan beberapa peralatan pribadinya. Termasuk diantaranya sebuah radio tua yang sudah dimilikinya sejak tahun 90an. Meski sudah tua, radio itu masih menjalankan fungsinya. Masih ada suara-suara yang tertangkap dari lintasan gelombang di udara. Bagi mbah Karsitem, menurutnya : “setidaknya ada ‘suara’ yang menemaninya sehari-hari sehingga ia tak kesepian”.<br /><br />Ketika mbah Karsitem bicara demikian, ada yang seolah menyilet urat hati ini. Seperti apa rasanya hidup berteman sepi. Kalau anak-anak muda , kesepian dikit sudah galau, pernahkah membayangkan kesepian yang dirasakan oleh mbah Karsitem??! Mendengar celoteh dan tawa mbah Karsitem akan membuat kita selalu teringat dengan orang tua dan keluarga. Sudahkah rasa syukur kita implementasikan dengan mengasihi mereka yang memang menunggu rangkul peluk kita?! <br /><br /><br />Senja Purwokerto, 20 Maret 2013, hujan deraaas... <span class="fullpost">
</span></div>
Shinta ar-djahriehttp://www.blogger.com/profile/13441022417200348555noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-30723359.post-80564291576885123482013-04-17T17:44:00.000+07:002013-05-18T22:46:49.023+07:00Dari Kisah Tasripin<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjWXnuB5F5yKquALSdTFJgeI4DkccVeyAaJBe94E7-MIps3YHcn6IfCSe2s7k7-vaKavNbAnTiTFs74mn6Sz4UKskAYKML6t8fGEyL0i813hS8kZVqvua_lQyk-ShX6IRoCX4uE5A/s1600/DSC_0061.JPG" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjWXnuB5F5yKquALSdTFJgeI4DkccVeyAaJBe94E7-MIps3YHcn6IfCSe2s7k7-vaKavNbAnTiTFs74mn6Sz4UKskAYKML6t8fGEyL0i813hS8kZVqvua_lQyk-ShX6IRoCX4uE5A/s320/DSC_0061.JPG" width="320" /></a><br />
(sebuah catatan perjalanan dan kritik pada media)<br />
<br />
<blockquote class="tr_bq">
“Kami mungkin memang hidup kekurangan, mbak. Tapi kami tidak menelantarkan anggota keluarga kami sendiri…” ( pak Ali Katun, uwa' dari Tasripin)</blockquote>
<br />
<br />
<br />
Saya harus benar-benar mencengkeram erat pinggang pak Zayin saat melintasi batuan terjal sepanjang jalan menuju dusun Pesawahan, desa Gunung Lurah, kecamatan Cilongok, kabupaten Banyumas . Jalanan berbatu dan curam membuat tubuh ini terpental-pental diatas sepeda motor. Kalau tidak benar-benar menjaga keseimbangan, maka siap-siap saja bercumbu dengan cadasnya bebatuan lereng gunung itu.<br />
<br />
Dibawah hangatnya mentari senja pasca rintik hujan, kami berempat – Saya, pak Zayin, dan kedua anak pak Zayin – merelakan diri terpental-pental diatas sepeda motor untuk bisa mencapai rumah ananda Tasripin(12) yang dalam beberapa hari terakhir cukup menjadi pemberitaan di media. Kilas cerita, awalnya saya melihat berita itu di dinding Facebook pak Satrio Arismunandar. Melihat nama lokasi yang tak asing, maka saya penasaran. Saya sempat meninggalkan komentar untuk menanyakan sumber informasi. Kebetulan wilayah Cilongok adalah lokasi dimana saya dan teman-teman Lazis Mafaza Peduli Ummat beberapa kali mengadakan kegiatan disana.<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
Dari kabar di berbagai media, Tasripin dikisahkan sebagai seorang remaja yang memiliki kisah hidup memilukan. Sebenarnya saat pemberitaan itu ada, saya pun berencana untuk menengok. Untuk bisa memastikan bantuan apa yang kira-kira bisa diberikan. Namun kepadatan aktivitas belum mengizinkan. Terdengar kabar juga bahwa Bapak Bupati yang beberapa hari lalu baru dilantik sudah mengunjungi Tasripin. Saya bersyukur, setidaknya ada perhatian dari pemerintah. Alhamdulillah.<br />
<br />
Kabar tentang Tasripin tersebut ternyata membuat salah seorang berjiwa dermawan menghubungi saya meminta tolong untuk menyampaikan bantuan untuk Tasripin. Saat ini sang dermawan berdomisili di New York, dan demi melihat pemberitaan tentang Tasripin, hatinya yang lembut sangat tersentuh. Bahkan berdasar pengakuannya, ia benar-benar meneteskan air mata haru.<br />
<br />
Karena berniat menolong itulah, saya berpikiran harus benar-benar menengok kondisi Tasripin terlebih dahulu. Memberikan bantuan itu kan bukan sekedar memberi trus selesai, tapi bagaimana bantuan itu bisa tepat sasaran. Saya sedang berpikir, siapa wali dari Tasripin dan adik-adiknya untuk kami amanahi bantuan tersebut. Apakah lewat perangkat desa atau bagaimana. Maka untuk menjawab itu, siang tadi saya dan seorang teman meminta bantuan pak Muzayin untuk mengantarkan ke lokasi. <br />
<br />
Kehidupan Tasripin memang berbeda dengan anak-anak lain seusianya. Ayahnya kerja di luar Jawa dan ibunya telah meninggal setahun yang lalu saat kecelakaan kerja tertimpa longsoran tanah. Sementara itu Tasripin memiliki tiga orang adik yang masih kecil-kecil. Beberapa bulan setelah sang ibu meninggal, Wito (sang ayah) memilih untuk mengadu nasib di pulau sebrang. Sekitar delapan bulan berbilang sudah, ayahnya kini menjadi perantau di tanah orang. Menurut penuturan dari Pak Ali Katun -uwa’ / pakdhe dari Tasripin- , Wito berencana pulang di bulan Sembilan (September.red).<br />
<br />
Ya, inilah yang tak sempat tersampaikan oleh media. Tasripin dan ketiga adiknya tidak hidup sendiri. Mereka masih dalam bimbingan kerabat dari Wito-ayahnya. Bahkan, Wito pun bukan seorang ayah yang lepas tanggung jawab begitu saja. Ia masih menunaikan tanggung jawabnya dengan mengirimkan sebagian penghasilan untuk anak-anaknya di kampung. Meski jumlahnya tidak seberapa, tapi tanggung jawab itu ada. Meski ada beberapa kisah juga dibalik keberangkatan pak Wito ke Kalimantan, tapi itu cukup bersifat privasi dan untuk yang ini saya merasa tak perlu diungkapkan di catatan ini ya.<br />
<br />
Hal lain yang juga perlu disampaikan adalah bahwa ada sedikit rasa tersinggung pada pak Ali Katun selaku keluarga. Sepeninggal ibunda dari Tasripin, sang Uwa’ inilah yang juga menyediakan kebutuhan pokok untuk keponakan-keponakannya itu. Beliaulah yang memasak dan menyediakan makanan. Kalau beberapa hari terakhir ini Tasripin tidak ikut makan di rumah sang Uwa’ , itu dikarenakan dirumahnya sedang ada sekelompok pelajar dari Boarding School Baturaden yang sedang ber-praktek lapangan selama sepuluh hari disana. Jadi kebutuhan makan sudah ada yang menyediakan.<br />
<br />
“ Kami mungkin memang hidup kekurangan, mbak. Tapi kami tidak menelantarkan anggota keluarga kami sendiri…” begitu penuturan pak AliKatun. Apalagi jika ada berita bahwa berhari-hari Tasripin makan berlauk garam. Ternyata gegapnya pemberitaan tentang Tasripin itu cukup menyinggung pak Ali sekeluarga.<br />
<br />
Yang saya tidak habis pikir, kok narasumber sedekat pak Ali tidak ada satu pun namanya terselip di berbagai pemberitaan itu. Padahal pak Ali juga ketua RW yang tinggalnya hanya selisih satu rumah saja. Dari sekian banyak pemberitaan, narasumber yang dicantumkan hanya Tasripin. Nama Pak Bau , Pak Kades atau sekedar guru ngaji nya pun tidak disertakan sebagai narasumber. Saya jadi terpikir, oh ini berita release. Paling mudah memang membuat berita dari kiriman release. Tinggal olah kata-kata, beberapa kali telpon, tak harus ke lapangan. Selesai.<br />
<br />
Saya tahu, wartawan itu punya tuntutan kejar deadline. Saya tahu jadi wartawan itu sungguh luar biasa perjuangannya. Tapi, apa sih ruginya kita benar-benar ke lokasi melihat kondisi sesungguhnya dan mewawancari narasumber yang terkait?!<br />
<br />
Lepas dari itu semua, kondisi Tasripin sekeluarga ya memang termasuk masyarakat dhuafa. Jadi, kalau permasalahan ada yang ingin memberikan bantuan itu ya tidak masalah. Mereka tetap termasuk sebagai orang yang berhak mendapatkan bantuan. Kondisi itu juga banyak terjadi di masayarakat lain.<br />
<div>
<br />
Yang ingin dikritisi disini adalah model pemberitaan yang asal angkat. Kalau kata pak Iwan, Penulis atau reporternya tidak melakukan NEWS (North East West and South). NEWS itu kan juga singkatan agar dalam setiap peliputan kita mengcover dari segala penjuru. <br />
<br />
Saya tak habis pikir kenapa sebuah feature human interest ternyata dibuat seperti sinetron dengan bumbu-bumbu disana-sini. Apakah kita sudah kehilangan kreatifitas untuk mengolah fakta yang ada supaya tersajikan manis di hadapan pemirsa tanpa harus menafikan fakta?! Apakah kita sudah kehilangan cara untuk menyentuh perasaan pembaca dengan tanpa mengurangi atau melebih-lebihkan yang ada? <br />
<br />
Sedikit informasi tambahan yang saya dapatkan, bahwa kemunculan Tasripin di media pun bukan "penemuan tak disengaja" oleh jurnalis. Memang ada pihak yang sepertinya membuat release serta "mengundang" beberapa awak media melakukan peliputan tentang itu. Tentang motif lain ya memang ada. Tapi saya tidak tertarik membahas itu. Saya ingin menutup mata tentang informasi-informasi itu. Bagi saya, semua orang memiliki niat baik untuk membantu Tasripin. <br />
<br />
Saya hanya ingin menyoroti bahwa pemunculan kisah-kisah seperti Tasripin sangat tidak elok dijadikan sebuah komoditi berita yang mungkin hanya terkejar deadline. Kisah-kisah seperti itu perlu ada investigasi yang menyeluruh. Apalagi kalau memang beberapa media online hanya menyadur dari release. Saya sangat menyayangkan hal itu. <br />
<br />
Sedikit saja kita mencoba membayangkan bagaimana perasaan pak Wito yang ada di Kalimantan sana. Bahwa beliau pergi jauh untuk mencari nafkah, menyisihkan penghasilan untuk anak-anaknya di kampung, tiba-tiba melihat sebuah pemberitaan tentang kehidupan memilukan anak-anaknya. </div>
<div>
<br />
Sejauh ini, yang saya lihat media yang cukup baik dalam mengangkat kisah Tasripin adalah pemberitaan oleh Metro TV, tulisan dari mas Liliek Dharmawan. Selain itu, isinya hampir sama. Bahkan di beberapa berita, itu ada kesalahan mencantumkan nama ayah, dan lain-lain. Bukankah feature kemanusiaan itu harusnya dibuat dengan sangat hati-hati ya? <br />
<br />
Tapi, lepas dari itu.., kisah hidup Tasripin cukup menyentuh kita semua. Bahkan kondisi seperti Tasripin tidak sekali dua kali saya jumpai. Beberapa hari lalu saya menyambangi Astuti, gadis cilik yang tinggal di kampung Rahayu yang harus putus sekolah. Ada juga pak Pasidi yang bahkan rumah pun tak punya. Ibu Nini Sewot yang rumahnya hampir ambruk. Ibu Karsitem yang tinggal di pos ronda. Ada Anto, adik OS yang ditinggal pergi bapaknya. Serta masih banyak lagi. Semua itu ada di sekitar kita.</div>
<div>
<br />
Bahwa kedermawanan itu tak perlu menunggu berita menjadi besar oleh media. Bahwa semangat berbagi itu tak perlu menunggu kisah feature dramatis. Mencaci pemerintah? Apa gunanya? Sudah saatnya turun tangan bukan tunjuk tangan atau lipat tangan. Semoga ketersentuhan hati kita bukanlah menjadi sekedar korban kejar deadline wartawan. Namun, apapun yang sedikit itu semoga menjadi penstimulan berkah untuk semua. aamiin. <br />
<br />
<br />
Shinta arDjahrie<br />
Fundraising Manager Lazis Mafaza Peduli Ummat, Purwokerto.<br />
<br />
#hah, sebagian besar fotonya gak bagus., besok kyaknya harus kesana lagi. pengen rajin hunting, tapi waktunya kok 24jam kurang..:( </div>
</div>
Shinta ar-djahriehttp://www.blogger.com/profile/13441022417200348555noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-30723359.post-28650145831425047522013-04-17T17:38:00.001+07:002013-04-18T16:13:48.469+07:00gaduhan<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
<b>Melekuk atau Membengkok</b></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
<b><br /></b></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
<br /></div>
<blockquote style="background-color: white; border-left-color: rgb(221, 221, 221); border-left-style: solid; border-left-width: 5px; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px; margin: 0px; padding: 0px 15px;">
<blockquote class="tr_bq">
<i>Q : Kenapa cewek punya kecenderungan emosinya lemah? Mudah khawatir dan brburuk sangka. Bete kalo inget aku yang kadang gampang emosi dan berprasangka</i><br /><br /><i>Yg : tulang rusuk bengkok bukan?</i><br /><i>Q : aku gak mau jd tulang rusuk bengkok. Jelek kan?</i><i> Terlihat lemah di hadapan makhluk / manusia lain, adalah hal yg paling malu-maluin. Aku benci itu.</i><br /><i>Yg : siapa bilang tulang rusuk lemah..saking kuatnya untuk bikin lurus perlu treatment kalo gak ya..patah. Macam baja ga bisa asal dibikin bengkok, salah dikit patah…, baja yang gampang dibengkokin itu baja palsu.</i> </blockquote>
</blockquote>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
Q adalah pertanyaanku di satu pagi tadi. Tiap terkesiap pada pagi yang datang, biasanya aku sisakan jeda beberapa menit untuk sekedar menyegarkan kesadaran. Kalau beberapa teman kerap mendapat sms-sms “ceracau” dipagi hari, mungkin itu terlontar di zona “jeda” tersebut. :) . Biasanya kalau jeda itu, aku merenung apa yang telah terjadi semalam dan sehari sebelumnya,istilahnya tuh : refleksi…<i>*padahal sih ngantuk dan malas aja bangun ke kamar mandi…hehe*</i></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
Perempuan,emosional, prasangka, tulang rusuk yang bengkok. Itu tema ceracau pagi yang jarang-jarang aku lontarkan. Tapi memang, jujur, kadang aku sebel sama diriku sendiri ketika di suatu saat aku itu menjadi temperamental tanpa sadar. Ketika aku mudah was-was dan berburuk sangka tanpa kejelasan apapun. Ketika aku menjadi galau tanpa sebab.</div>
<a name='more'></a><br />
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
<i>Nggak, aku tidak sedang dalam kondisi menstruasi yang mempengaruhi hormon kok. Aku normal.</i></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
Maksudnya,secara kasat wanita itu terlihat lemah. Mungkin seperti aku bilang “kok tulang rusuk bengkok sih?”. Kesannya bengkok itu sama dengan buruk. Lepas dari masalah kontroversial tentang tulang rusuk, ternyata membengkokan tulang rusuk adalah bukan sebuah kesalahan tapi justru “seni”. Mungkin diksinya lebih tepat pake “lengkung”daripada “bengkok”. Entah lah, kesannya beda aja ketika mendengar “melengkungan”dan “membengkokan’. Kalau lekuk itu yang disebut kayak temenku tadi butuh treatment khusus. Tapi kalau bengkok kesannya itu sebuah kesalahan.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
Kok jadi bahas pilihan kata ya??? Entahlah, intinya mungkin sesuatu yang aku lihat sebagai kelemahan sebenarnya bukan kelemahan,tapi keunikan. Tapi, jujur kadang aku kesel kalo pas sadar ih kok aku lemah banget, kok aku manja banget, kok aku emosional banget. Dan kesadaran serta penyesalan selalu datang terakhir. Ya iyalah, menyesal itu selalu terakhir , kalo di awal itu namanya pendaftaran.. <i>*garing*</i>. Aku kadang cuma ngrasa, kenapa harus minta tolong, kalo itu bisa dikerjain sendiri, jadi nggak usah manja. Sebaliknya, aku juga berpikir selama kita masih bisa menolong maka menolonglah sebanyak yang kau bisa.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
<br /></div>
<b style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;"></b><br />
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
<b>Tua dan Kekanak-kanakan</b></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
<br /></div>
<blockquote style="background-color: white; border-left-color: rgb(221, 221, 221); border-left-style: solid; border-left-width: 5px; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px; margin: 0px; padding: 0px 15px;">
“Sampai kapan pun, laki-laki akan tetap menjadi anak kecil…” (Geoff Barker)</blockquote>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
Kita pindah part sebentar , tapi masih ada hubungannya…</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
Statement pendek tentang tulang rusuk itu entah kenapa nggak mau lepas dari otak. Serpihannya mengendap, bahkan saat sudah beraktivitas pun, pikiran itu masih ada. Membuatku terlambat mendokumentasikan acara baksos di klinik, membuatku ingin ngebut sepanjang jalan menuju desa Sikapat, membuatku tak paham alur koordinasi serta assessment desa tadi pagi. Tapi, assessment nya juga geje sih,cuma beberapa jam doang eh abiz itu pada jalan-jalan. Akhirnya, karena rada cape kupilih pulang sendiri. Eh, malah galau. Gara-gara galau itulah, aku sampe nyasar dan tiba-tiba sudah sampai ke desa Kebumen-Baturaden. Aneh dan mengerikan. Bayangin aja, nyetir motor sambil ngegalau. Mana jalanannya naik turun pula.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
Setelah adegan nyasar, secara tak sengaja aku menengok whatsapp, ada beberapa pesan panjang lebar disana. Intinya sih curhat. Tentang cowok. Tapi, bukan curhatnya yang pengen aku sampein. Respon atas curhat itu membuatku jadi berpikir. Kenapa cowok selalu terlihat melindungi? Kenapa selalu terlihat hebat? Aku sebelsebenarnya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
Maksudnya gini, cowok tuh pada dasarnya makhluk childist yang ada di dunia ini. Sampai setua dan sedewasa apapun, cowok itu tetap seorang anak kecil. <b>Siklus pertumbuhan perempuan dimulai dari bayi, menjadi anak kecil, kemudian berkembang menjadi seorang perempuan dewasa sementara laki-laki memulai pertumbuhannya dari bayi, kemudian menjadi anak kecil, dan berkembang menjadi seorang anak dewasa.</b></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
<br />
<i>Trus, intinya apa shin??</i></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
Nggak tau. Pengen nulis ini aja. Intinya mungkin bahwa secara kasat mata, cewek itu lemah dan cowok itu kuat. Dan itu kadang bikin aku sebel—secara pribadi--. Maksudnya, aku mungkin type cewek yang ngrasa nggak perlu minta tolong siapapun dan nggak perlu tergantung siapapun. Tapi secara kodrati, ternyata di beberapa konteks tetap saja bahwa cewek akan ada pada posisi terlindungi.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
Mungkin contoh simplenya gini, sehebat apapun aku memberikan solusi kepada kakak lelakiqu, tapi hingga detik ini kakakku tak pernah menangis di hadapanku, justru aku yang pernah menangis di pelukannya—<i>meski hanya satu kali</i>-- . Di beberapa konteks lain sering juga terjadi seperti itu.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
Jadi, intinya ternyata : nggak ada yang lebih lemah dan lebih kuat. Trus, apa dong? Nggak tahu. Ini cuma tulisan geje aja. Cuma ceracau saja. <i>Seharusnya pengen pulang ke kos dari tadi. Tapi gara-gara besok ada tugas Negara dari pagi buta, maka aku harus menunggu klinik tutup dan menjadi juru kunci.</i></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
Jadi, cukup sekian aja gaduhanku di malam minggu ini, karena tubuh ini sudah tak sabar ingin merebah. Semoga malam ini aku tidur tanpa mimpi. Aamiin.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.5px;">
<i>13april2013 , madrani.</i><strong></strong></div>
<div>
<i><br /></i></div>
<span class="fullpost">
</span></div>
Shinta ar-djahriehttp://www.blogger.com/profile/13441022417200348555noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-30723359.post-15621480893956244282013-04-17T17:27:00.000+07:002013-05-17T13:37:37.311+07:00Let's Get Lost<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br /><br /><br /><blockquote class="tr_bq">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgww1bUGbqD9E1IFvi0YWwijfDec49QcRVwNliRs97n-U8GdbnbY7Q1YoulYMzjaAPdgsUayh181lEiCiSgNp7aT_vuGPXb7TIOmyN-ssnlgst9VdIgNd_eERCBVlxA9J6jJZCgmw/s1600/541152_10151226564383713_1046276423_n.jpg"><img border="0" height="150" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgww1bUGbqD9E1IFvi0YWwijfDec49QcRVwNliRs97n-U8GdbnbY7Q1YoulYMzjaAPdgsUayh181lEiCiSgNp7aT_vuGPXb7TIOmyN-ssnlgst9VdIgNd_eERCBVlxA9J6jJZCgmw/s200/541152_10151226564383713_1046276423_n.jpg" width="200" /></a>“ Separuh kesenangan dalam perjalanan adalah menikmati indahnyat tersesat. Dan salah satu manifestasi tersesat adalah ketika diri kita lebur dalam ketiadaan. Perjalanan hanya bisa kita nikmati dan barangkali lebih bermakna, jika kita mampu melenyapkan diri. Lebur. Hilang Tidak menjadi siapa-siapa… “ (Rad Bradbury dikutip dalam tulisannya mas Farid Gaban).</blockquote>
<br /><br />Seusai melafalkan shadaqallahul’azhim sebagai penanda akhir tadarus, biasanya ada satu jeda beberapa menit menjelang kumandang adzan Isya. Saat itulah, aku dan mas Ardan --kakakku-- semasa kecil dulu sering berbagi cerita. Entah cerita tentang di sekolah, tentang teman-teman, dan yang lebih seru tentang perjalanan. Sejak ayah menambah perbendaharaan sepeda (meskipun hanya sepeda bekas), maka resmilah masing-masing anaknya punya alat untuk melanglang buana. Saya masih ingat obrolan yang lucu-lucu itu.<br /><br />“nta, adan nemu jalan baru”“hah?dimana?”“itu , ada gang kayak labirin.., di dekat jalan cempaka” <br /><br />Kemudian mas Dan – panggilan untuk mas Ardan- , akan menceritakan petualangannya untuk kesekian kali. Perlu dijelaskan juga bahwa yang dimaksud dengan “jalan baru” itu adalah gang-gang seperti labirin yang kami temukan di salah satu sudut kota yang belum pernah kami lewati. Dan hampir tiap ada kesempatan bercengkerama itulah, kami akan bercerita “jalan baru” apa saja yang sudah kami temukan hari itu. Tidak hanya jalan baru, tapi juga pengalamanku terperosok di got besar, kemudian nangis dan digendong pulang oleh tetangga yang kebetulan lewat. Atau kejadian saya yang ditabrak sepeda motor di pertigaan, tapi sempet loncat jadi gak luka, eh malah dapet duit dari yang nabrak.hehe. Sekedar pengalaman kami menjelajahi balai kota lama, pelabuhan, atau jalan-jalan sempit yang kami anggap sebagai sebuah “penemuan” yang luar biasa. Sangat menyenangkan, bukan?!<br /><br /><br />***<br /><br />Dan saya menemukan kalimat kutipan yang saya tempel diawal tulisan ini, saat itu seratus persen langsung saya iyakan. Saya selalu antusias membaca kisah-kisah petualangan yang membuat spot adrenalin. Serial lima sekawan, trio detektif, dan petualangannya si Sporty (aku lupa nama group detektifnya) adalah beberapa diantara sekian bacaan favoritku dan mas Dan semasa kami kecil dulu. Jika tidak sedang mood membaca, berjalanlah. Itu yang kulakukan sedari dulu.<br /><br />Seperti slogan yang digunakan oleh TV channel NatGeo “Let’s Get Lost”, bagaimana serunya sebuah perjalanan tidak kita benar-benar rencanakan, alias nyasar. Saya membayangkan sebuah siluet keramaian dimana disana ada sosok kita terbaur ditengah-tengahnya menjadi orang asing, tanpa ada yang tau kita itu siapa.<a name='more'></a><br /><br />Maka sangat senang sekali ketika tahu bahwa di tahun ini saya banyak memiliki kesempatan untuk ngebolang ke pelosok daerah. Tapi FYI, sebenarnya saya bukan orang yang suka jalan-jalan untuk refreshing. Setiap event wisata atau jalan-jalan saya selalu punya ribuan alasan untuk tidak ikut. Mungkin karena tidak biasa atau memang selalu tak punya kesempatan. Maka, saya tipe orang yang tidak terlalu suka acara-acara seperti outbond. Ditambah lagi, saya itu orang yang “sok serius”, meski saya sering bepergian pasti selalu ada urusan. Sebenarnya saya sering sekali melakukan perjalanan keluar kota bahkan luar pulau, tapi pasti ada urusan , entah itu rapat, konferensi, seminar, training, dan tetek bengek yang lain. Di event yang senang-senang, biasanya saya tidak ikutan. Misal waktu festival sastra di Jakarta, yang lain pada ikut sessi di dufan saya malah tinggal di kamar hotel trus menjelajah suasana malam di kota tua sendirian, atau ketika conference ada sessi jalan-jalan di Malaka dua hari, saya malah memilih melakukan perjalanan melintas Negara dengan naek bus sendirian, tersandra di imigrasi, tanpa handphone dan alat komunikasi yang lain. Ngeri?Ya..sedikit. Tapi, toh nyatanya saya menikmati itu semua. Saya menikmati situasi dimana kita harus menyesuaikan diri di tempat asing, bertemu orang asing, makanan asing. Dan saya menikmati keterasingan itu untuk bisa belajar banyak hal. <br /><br /><br />Saya belajar bahwa sebuah perjalanan itu bukanlah sebuah hal yang hanya untuk hura-hura. Justru perjalanan adalah rangkaian pelajaran yang berharga. Bukankah seorang yang sedang dalam perjalanan/ musafir memiliki keistimewaan doanya lebih mustajab. Tentu saja itu berlaku pada perjalanan yang positif.<br /><br /><br />Dulu mungkin saya sedikit memiliki ambisi dan mimpi untuk bisa banyak berkesempatan ke negeri orang. Sampai saat ini pun saya masih menyimpan mimpi itu, tapi lebih menyimpan semangat petualangannya. Jadi, tidak terpaku dimana lokasinya. Malah saya saat ini sedang enjoy untuk berkeliling Banyumas, masuk ke pelosok-pelosok desa, naik gunung menerobos hutan, berakrobat di jalanan terjal, itu sungguh kenikmatan yang luar biasa. Belum lagi ketika kita bertemu masyarakat dengan tradisinya masing-masing. Untuk bulan-bulan ini sebelum Ramadhan, saya mengagendakan beberapa tempat dengan prioritas di pulau Jawa dulu. Bukan apa-apa, saya memperhitungan kelelahan dan kefektifan ketika harus keluar pulau. Kalau jauh, maka waktu kita akan habis di perjalanan, sementara untuk eksplorasi tidak cukup dengan beberapa jam saja. Namun tetap saya juga mengagendakan ke beberapa tempat di luar pulau. Ingin rasanya menengok pulau-pulau terluar Indonesia, belajar kearifan dari masyarakat perbatasan. Satu hal yang ingin sekali saya lakukan tapi belum kesampaian adalah : pengen naik kapal laut ke Sulawesi atau Sumatra. Hahaha. Serius. Seumur hidup saya belum pernah naik kapal laut beneran. Dulu waktu kecil sering main ke pelabuhan, cuma menaiki kapal yang tidak berlayar. Aku pengen merasakan bagaimana ada di tengah lautan luas. Ingin merasakan semangat Ibnu Batutah menjelajahi kepulauan-kepulauan baru.. Tuhan, berikan aku kesempatan itu.. :) aamiin.<br /><br />Memilih perjalanan beresiko, menjelajah wilayah-wilayah baru yang belum pernah dikunjungi, itu sangat menarik sekali bagiku. Semenjak SMP saya sudah sering bepergian luar kota sendirian. Tentu saja kena marah papaku. Tapi lama-kelamaan Papaku tau bahwa aku orang yang suka tantangan, akhirnya malah sering dilepas untuk pergi sendiri. Bahkan di beberapa kesempatan, kekhawatiran Papaku tidak lebih banyak dibandingkan ke kakak laki-lakiku. Udah banyak yang ngomong kok, kalau yang pantas jadi kakak itu sebenarnya aku bukan mas Ardan..hehe. Tapi itu becanda, bagaimanapun juga mas Ardan adalah lelaki kedua setelah ayah, dimana aku pasti akan luluh dalam peluk hangatnya. *hug*.<br /><br /><br />***<br /><br />Perjalanan adalah sebuah aktivitas yang sangat menyenangkan. Apalagi ketika perjalanan itu bisa kita abadikan melalui tulisan ataupun gambar. Saya berusaha untuk selalu menuliskan catatan perjalanan setiap pulang bepergian. Kini, karena kebetulan saya sedang gandrung belajar fotografi, jadilah saya melengkapi tiap catatan dengan foto-foto. Bukan foto narsis tapi kebanyakan foto yang dijepret adalah bergenre human interest. Secara khusus saya memang sedang ingin banyak belajar human interest photography. Ketika sebuah jepretan mampu menuangkan banyak kisah. Kalau lewat tulisan kita berkisah melalui kata-kata, ini kita berkisah melalui gambar. Untuk itu, kepada beberapa maestro fotografi, saya berlutut memohon bimbingan beliau-beliau meski secara autodidak. Hehehe. <br /><br /><br />Semoga kesempatan usia ini selalu dicukupkan untuk banyak menjelajahi bumi nusantara. Supaya kelak di entah bagaimana keadaannya nanti, ku bisa berkata pada anakku : <br /><br /><br />“nak, kau tahu Indonesia? Itu tanah yang luar biasa indahnya. Sebuah negeri yang dilimpahi Cinta Kasih Sayang luar bisa dari Tuhan dengan pesona alam dan masyarakatnya. Kau hanya akan melihat cinta, cinta, dan cinta selama menjelajahi tanah itu. Melanglang buana lah, layari lautan luas dan himpun segala pelajaran kearifan dari semesta ini…, “<br /><br />***<br /><br /><br />Di penghujung tulisan, sekedar pesan sponsor : untuk tiap tulisan dan gambar tentang perjalanan biasanya saya selalu post di blog <a href="https://www.facebook.com/notes/shinta-ardjahrie/lets-get-lost/10151883948299782#"></a><a href="http://www.facebook.com/l.php?u=http%3A%2F%2Fwww.shintaardjahrie.blogspot.com&h=FAQHqsYNe&s=1">www.shintaardjahrie.blogspot.com</a> . Satu bulan terakhir ini memang sedang tak sempat merawat blog tersebut sehingga sepi postingan. Itu semua karena netbook tercinta saya sedang sakit parah sehingga tak dapat terakses tulisan-tulisan yang tersimpan disana. Netbook dari tahun 2009 itu adalah “pacar setia” saya untuk menuliskan kisah perjalanan dan menyimpan gambar-gambarnya. Doakan supaya lekas sembuh. Tahun ini berkeinginan untuk lebih banyak berjalan, untuk lebih banyak belajar, untuk lebih banyak menulis catatan perjalanan. Misi selama masih melajang, banyak menjelajah. Nanti setelah nggak single ya beda, menjelajahnya jadi berdua..hahaha.. #kodeBangetNih. :D <br /><br /> Untuk kaki yang akan lebih jauh melangkah, jemari yang lebih gesit menari, mata yang akan lebih lama menatap, hati dan lisan yang akan terus berdoa.., kuiringkan selalu harap atas peluk sayang Allah..semakin erat, semoga!<br /><br /><br />Maturnuwun.<br /><br /><br />Purwokerto, 5 april 2013 , Sabtu penuh gemuruh rindu.. ^_^<span class="fullpost">
</span></div>
Shinta ar-djahriehttp://www.blogger.com/profile/13441022417200348555noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-30723359.post-37323249578987786582013-03-16T12:13:00.001+07:002013-03-16T12:13:46.972+07:00Menyimak Dialog Kisah Pi<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 16px; padding: 0px;">
#catatanRingan</div>
<div style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 16px; padding: 0px;">
# bagian prolog bisa di-skip aja.. :D <em><br /></em></div>
<div style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 16px; padding: 0px;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj1ngRDa_neUktLNjY6BXlwBUSM1ByG-3qVagnyqENvCGQp9qAbcuXNpEIPy0xjPPoR5JL92OVA6Mm-q94AQj9p2JSZlz8H9VEXxmVbhyphenhyphennyKm_vt0yWxvV4ZrVz-53aq7H0O7fNDg/s1600/life+of+pi.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj1ngRDa_neUktLNjY6BXlwBUSM1ByG-3qVagnyqENvCGQp9qAbcuXNpEIPy0xjPPoR5JL92OVA6Mm-q94AQj9p2JSZlz8H9VEXxmVbhyphenhyphennyKm_vt0yWxvV4ZrVz-53aq7H0O7fNDg/s1600/life+of+pi.jpg" /></a><em><br />Prolog : Dilematis. Itu yang dirasa jika hendak ke bioskop di Purwokerto. Satu sisi, mungkin sebuah prestasi ketika akhir-akhir ini ada pembenahan management dan bioskop tua itu kemudian ramai dipenuhi para penikmat film. Namun di sisi lain, keriuhan yang terjadi itu adalah keriuhan sebagai pusat hiburan belaka. Tau kan maksudnya? Keramaian yang terjadi ketika bioskop dipenuhi oleh orang-orang yang sekedar untuk pacaran, mencari hiburan, dan sejenisnya? Dalam kondisi bioskop dipenuhi orang-orang seperti ini, saya tak pernah merasa nyaman. Masalahnya, orang-orang yang berorientasi mencari hiburan kerap kali tidak memiliki etika menonton. Maka, bisa dibayangkan bagaimana kesalnya saya selama menikmati film kemudian mendengar banyak hal norak seperti bunyi ringtone blackberry yang tak disilent, telepon genggam yang tak dinonaktifkan, atau sekedar mereka ngrumpi dengan rekan-rekannya sepanjang film diputar. Oh my..oh my... Jadi, untuk konteks kota kecil seperti Purwokerto ini, saya tak ingin mengutuk para pembajak. Justru melalui mereka lah , kemudian saya bisa punya kesempatan mengapresiasi film-film baru tanpa harus menunggu di bioskop dan berjejalan dengan para ABG labil disana. Kalau saya bertemu dengan Ang Lee, saya akan bilang bahwa saya sudah membeli novel dan menonton filmnya di bioskop. Tapi, karena ketidakpuasan saya terhadap kondisi bioskop yang ada, maka maafkan saya yang mengcopy hasil bajakan dan menonton ulang serta menyimpannya sebagai koleksi film di laptop saya. Dan inilah itu, sebuah catatan sederhana hasil menonton dan pembacaan terhadap sebuah kisah, Kisah Pi : Life of Pi. Insya Allah tidak mengandung spoiler... :)</em></div>
<div style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 16px; padding: 0px;">
<em><br /></em></div>
<div style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 16px; padding: 0px;">
<br /></div>
<div style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 16px; padding: 0px;">
<br /></div>
<div style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 16px; padding: 0px;">
Menurut asumsiku yang lumayan sok tau, ketika Ang Lee memilih menghadirkan tokoh Yann Martell dalam film-nya ini, adalah semata-mata untuk menyiasati kisah yang tak banyak memiliki dialog. Dialog yang dimaksud adalah dialog antar tokoh manusia, terutama pada adegan saat di laut lepas . Berbeda ketika kita menyimak novelnya. Menurutku, kisah ini justru padat karakter dan dialog. Karena film lebih bersifat visualisasi, maka mungkin tak mudah menghadirkan kisah-kisah dalam paragraf panjang tanpa tanda kutip alias tanpa dialog dalam tayangan-tayangan adegannya. Namun, sebenarnya selain Pi , kita perlu tahu bahwa Richard Parker (seekor macan tutul), Orange Juice (orang utan), Zebra dan Hyena adalah tokoh-tokoh yang punya peran lebih besar bahkan dibandingkan dengan tokoh Ravi (kakak Pi), Mamaji, dan keluarga Pi yang lain. Bahwa keberadaan Yann Martell di kisah ini adalah benar-benar outsider yang sebetulnya tak akan pernah kita temukan dalam novelnya kecuali di bagian pengantar, tentu saja.</div>
<div style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 16px; padding: 0px;">
<br /></div>
<div style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 16px; padding: 0px;">
Maka, sisi menarik dari film dan novel ini adalah kita dapat menemukan dialog yang begitu ramai antara Pi dan partner-partnernya yang bukan manusia itu. Bukan, ini bukan fabel dimana ada macan animasi yang dapat berbicara. Tapi, dalam novel, Pi ingin mengajak berdialog dengan pembaca tentang bagaimana ia berkomunikasi dengan para binatang. Kita akan menemukan barisan-barisan pikiran yang berkecamuk dalam otak Pi. Seperti monolog. Namun justru itu yang menghidupkan hubungan antara pembaca dan tokoh utama dalam kisah ini. Dalam bahasa teorinya : pada novel Life of Pi, sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang kedua (aku), sedangkan dalam film penonton dijadikan sebagai orang ketiga yang mendengarkan penceritaan sebuah kisah dari Pi kepada Yann Martell (penulis novel). Meski dalam buku, kita juga akan menemukan beberapa bab singkat yang tercetak miring yang menceritakan dari sudut pandang menulis. Tapi itu hanya ada di bagian I saja.</div>
<div style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 16px; padding: 0px;">
<br /></div>
<a name='more'></a><br />
<div style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 16px; padding: 0px;">
<br /></div>
<div style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 16px; padding: 0px;">
<strong>Serpih Yang Hilang</strong></div>
<div style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 16px; padding: 0px;">
<em>( Tentang Antropomorfisme dan Zoomorfisme )</em></div>
<div style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 16px; padding: 0px;">
<br /></div>
<div style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 16px; padding: 0px;">
Dalam sosialisasi dan interaksi sesama manusia, kita mungkin tak akan pernah selesai menemui masalah. Bahwa tiap diri manusia itu punya karakter masing-masing. Ada saja masalah yang terjadi. Padahal makhluk Tuhan juga bukan hanya manusia. Salah satu diantaranya juga para binatang. Jika kita didaulat menjadi yang diciptakan dengan sebaik-baiknya bentuk dan juga menjadi pemimpin di muka bumi ini, maka konsekuensi kita sebagai pemimpin adalah mengakomodir apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh makhluk lain sehingga bisa berdampingan dengan baik.</div>
<div style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 16px; padding: 0px;">
<br /></div>
<div style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 16px; padding: 0px;">
Seperti yang dikisahkan dalam novel ini, bahwa inti dari seni dan ilmu perkebun-binatangan adalah membuat binatang-binatang terbiasa dengan kehadiran manusia. Tujuan utamanya adalah mengurangi jarak aman binatang. Jarak aman adalah jarak yang dikehendaki binatang yang bersangkutan antara dirinya dengan makhluk yang dia anggap musuhnya. Misal, burung Flamingo di alam bebas tidak akan berkeberatan dengan kehadiran manusia kalau manusia itu berada lebih dari tiga ratus meter jauhnya. Masing-masing binatang punya jarak aman berbeda-beda<em>. (hal 69, Bab 9, Bagian I) .</em></div>
<div style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 16px; padding: 0px;">
<br /></div>
<div style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 16px; padding: 0px;">
Kebun binatang yang bagus merupakan tempat berinteraksi yang dibangun dengan hati-hati , di mana binatang mengisyaratkan "jangan masuk" pada kita dengan air kencing atau kotorannya, sementara kita menyuruhnya "tetap di dalam" dengan memberi kerangkeng di sekelilingnya. Beberapa informasi tentang insting dan karakter binatang, itulah yang banyak diselipkan pada bagian pertama novel. Dimana hal itu, tidak kita temui dalam film. Bahkan ada adegan yang dirubah kronologinya. Saat ayah Pi ber"eksperimen" di depan kedua anaknya dengan meletakan seekor kambing di depan kandang macan tutul. Jika pada film kita melihat itu sebagai sebuah hukuman atas keteledoran Pi, tapi sebenarnya dalam novel peristiwa itu memang dilakukan oleh ayah Pi dengan kesengajaan untuk memberikan sebuah pelajaran berharga bagi anak-anaknya. Sebuah pesan tentang bedanya manusia dan binatang. Bahwa hewan itu bukan temanmu, begitu kata sang ayah.</div>
<div style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 16px; padding: 0px;">
<br /></div>
<div style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 16px; padding: 0px;">
Ini menjadi serpih yang hilang, menurutku. Pesan-pesan filosofis yang merupakan contoh antropomofisme di dunia binatang , juga tentang zoomorfisme dimana binatang menganggap manusia, atau binatang lain sebagai makhluk sejenisnya sendiri. Seperti misalnya kenapa anjing peliharaan yang telah berasimiliasi begitu dekat dengan manusia sampai ingin kawin juga dengan manusia.</div>
<div style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 16px; padding: 0px;">
<br /></div>
<div style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 16px; padding: 0px;">
Maka itu menjadi penguat dalam kisah-kisah Pi bersama para hewan ketika terdampar di laut lepas. Tak heran jika beberapa penonton mungkin hanya akan merasakan sensasi petualangan saja dalam film Life of Pi ini. Nilai-nilai filosofi dari kisah Pi memang banyak yang tak diangkat. Seperti bagaimana ia mengenal tiga agama, proses mencari Tuhan, dan itu semua berlanjut dalam aksinya saat di tengah laut. Jadi, pencarian Tuhan dalam kisah ini adalah proses, bukan akibat dari kejadian terdamparnya Pi dan Richard Parker. Adegan-adegan seperti bertemunya tiga pemuka agama yang secara tak sengaja di tepi pantai dengan kedua orang tua Pi, yang kemudian ketegangan itu berakhir pada sebuah es krim. Atau kisah tentang Kumar dan Mr.Kumar, dua orang yang kemudian juga menjadi bagian inspirasi Pi saat dewasa yang mendalami dua ilmu yang berbeda yaitu ilmu keagamaan dan zoologi.</div>
<div style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 16px; padding: 0px;">
<br /></div>
<div style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 16px; padding: 0px;">
Perpaduan antara ilmu keagamaan dan zoologi, itu bagian yang kurasa menarik saat menikmati bagian awal novel ini. Dalam novel bertebal 446 halaman <em>( yeaah.., tidak terlalu tebal kok),</em> ada tiga bagian kisah dimana tiap bagian terdiri lagi dari beberapa bab. Bab I lebih banyak membahas beberapa kisah filosofis, perkenalan Pi dan latar belakang. Bab II adalah peristiwa kecelakaan kapal Tsimsum yang mulai berlayar pada tanggal 21 Juni 1977. Kapal barang ini berlayar dari Madras menuju Canada, dan pada 2 Juli kapal itu tenggelam di Samudra Pasifik. Disitulah petualangan Pi dimulai , dimana dia terperangkap dalam satu sekoci bersama beberapa hewan buas. Sedangkan bagian III adalah ketika Pi bertemu dengan para petugas yang sedang melakukan investigasi atas kecelakaan tersebut.</div>
<div style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 16px; padding: 0px;">
<br /></div>
<div style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 16px; padding: 0px;">
Memang bagian II adalah inti dari kisah panjang ini. Namun menghilangkan beberapa kisah di bagian I, memang membuat ada yang kurang utuh dalam cerita ini. Kecuali jika menonton film nya saja. Tapi, memang hampir sebagian film yang diangkat dari buku akan seperti itu kejadiannya. Kalau saya memang sempat membaca sebagian isi bukunya terlebih dahulu, belum selesai membaca filmnya sudah putar. Maka ditengah-tengah membaca, saya menonton filmya, baru kemudian melanjutkan membaca. Diakhiri dengan menonton ulang file film bajakannya.hehe.</div>
<div style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 16px; padding: 0px;">
<br /></div>
<div style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 16px; padding: 0px;">
Kesimpulannya, secara utuh saya puas pada Kisah Pi. Ada pelajaran-pelajaran kehidupan, lebih dari sekedar heroisme sebuah kisah petualangan. Ini juga diangkat dari kisah nyata yang dialami oleh Pi. Sebuah pesan juga bahwa cara pandang orang-orang modern yang susah percaya pada hal-hal yang tidak rasional. Tapi memang sebuah keyakinan itu bukan untuk diobral untuk kemudian diakui sebagai sebuah "kebenaran ilmiah", tapi sebuah pengalaman-pengalaman yang tiap orang perlu memiliki persepsi dan menjalani sensasinya masing-masing.</div>
<div style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 16px; padding: 0px;">
<br /></div>
<div style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 16px; padding: 0px;">
Secara teknis sinematografi, , film ini sudah terbukti bagus. Saya belum cukup layak untuk berkomentar panjang sementara Oscar juga sudah menganugerahkan beberapa penghargaan pada film ini. <em>So far, </em>saya sepakat jika film ini menjadi penerima Oscar pada beberapa kategori nominasi. </div>
<div style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 16px; padding: 0px;">
<br /></div>
<div style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 16px; padding: 0px;">
Sebetulnya ada beberapa hal lain yang menarik yang ingin diungkapkan dalam catatan ini. Namun, seusai menulis paragraf diatas, sebuah pesan singkat masuk untuk saya yang isinya saya diminta berangkat pagi diminta menemani pelatihan tentang akuntansi pengelolaan zakat. Sementara siang nanti juga diminta bedah naskah padahal saya belum menyiapkan apapun, tadi malam keasyikan nonton. Sore nanti ada rapat dan mau ke Purbalingga, juga lanjut ke Wonosobo sampai Senin pagi. <em>(ebuset aku kok agendanya padat banget, kapan pacarannya yak?? :p )</em> Jadi, dengan sangat menyesal saya sudahi catatan yang mungkin acak-acakan ini. Jika nanti tulisan ini sempat dipost di FB atau blog, sila tambahkan kesan pembacaan yang lain. Itu akan membuat saya sangat bahagia. aamiin.</div>
<div style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 16px; padding: 0px;">
<br /></div>
<div style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 16px; padding: 0px;">
Oya, ada satu quote yang bikin saya mak jleb, yaitu saat Pi dan Parker sampai di pantai dan kemudian Parker meninggalkannya ke hutan. Pi begitu hancur ketika menyadari bahwa Parker adalah Parker seorang macan yang tak pernah menganggap ia teman. Kemudian Pi berkata kepada Martell : "aku telah kehilangan banyak hal, india, kebun binatang, keluarga, dan semuanya.., menurutku semua itu memang akan terjadi bahwa semua akan meninggalkan kita tapi yang menyedihkan adalah ketika kita tak sempat berkata selamat tinggal... "</div>
<div style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 16px; padding: 0px;">
<br /></div>
<div style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 16px; padding: 0px;">
Ya, kita tahu bahwa kita suatu saat akan sendiri, semua akan meninggalkan kita, tapi kita kadang lupa untuk mengungkapkan terimakasih lupa untuk menyampaikan selamat tinggal. Dan, sungguh kadang itu terasa begitu perih dan menyesakkan. Ketika kamu pergi tanpa bisa mengucapkan selamat tinggal, terimakasih atau sekedar maaf. Itu, sungguh menyedihkan. *<em>melo mode ON*.</em></div>
<div style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 16px; padding: 0px;">
<br /></div>
<div style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 16px; padding: 0px;">
<br /></div>
<div style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 16px; padding: 0px;">
<em>Purwokerto, akhir pekan ketiga di bulan Maret. Yeah, ini waktunya ngebolang! Selamat hari sabtu, salam sayang dan hormat saya untuk orang yang paling anda cintai.. :)</em></div>
<div style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 16px; padding: 0px;">
<br /></div>
<span class="fullpost">
</span></div>
Shinta ar-djahriehttp://www.blogger.com/profile/13441022417200348555noreply@blogger.com0