Pages

Sunday, May 01, 2011

Kisah Mei (tentang cinta dan kefanaan)

Bahkan hujan pun akan berhenti ketika di bulan Mei. Rancu juga kalau saya menjadi sedikit memuji perubahan iklim yang membuatku merasa berterimakasih atas beberapa hujan yang “nimbrung” di bulan Mei. Setidaknya aku merasa bahwa hujan di hatiku juga tidak sendiri.

Entah kenapa, selalu ada kisah di bulan Mei. Selain bahwa ini adalah bulan dimana dua puluh empat tahun yang lalu aku pertamakali merasakan kefanaan dunia, kini aku baru menyadari segala “hujan bermakna” di bulan Mei.

Kisah yang membuatku merefleksikan setiap Mei adalah rangkaian kisah di tahun lalu. Namun, itu semua membuatku ingin mengumpulkan semua 24 bulan Mei yang pernah aku lewati.

Adalah Mei 2009, yang beberapa hari sebelum masuk, aku sedang menjalani acara tahunan sebuah forum, tempat dimana aku mendapatkan kesempatan untuk bersilaturahmi dan berbagi inspirasi dengan pemuda-pemuda dari penjuru bangsa. Acara tahunan yang selalu menorehkan kesan berarti di setiap peserta dan panitianya. Saya mengumpamakan sebagai ajang untuk merecharge semangat. Sebutlah itu sebagai forum Indonesia Muda. Di salah satu hari dimana saya bertugas sebagai panitia saat itu, ada kantuk yang sangat mendera, dan tak ayal saya tertidur disaat semua sedang sibuk. Di kamar nomor 4 wisma pelatih. Kenapa saya harus mengingat kantuk dan tidur itu? Karena saat tertidur itu saya merasa mendapat mimpi yang tak bisa saya lupakan dan menjadi bertanya-tanya, cemas, dan kecemasan itu terjawab sekitar satu minggu sesudahnya.



Ya, mimpi yang menimbulkan kecemasan dan kegelisahan saat tertidur di acara FIM itu, terjawab sekitar satu pekan kemudian dengan sebuah kabar mendadak di suatu malam bahwa ayah dibawa ke rumah sakit.  Keluar dari IGD pukul 01.00 dini hari, telpon di kosan saya berdering. Saya yang memang tak bisa tidur sepanjang malam, sudah menduga itu pasti telpon dari Tegal. Ya, dengan tersendat-sendat ayah menyampaikan pesan-pesannya. Merinding?? Banget! Seandainya bisa, ingin aku terbang saat itu juga ke sisi ayah.

Yang menjadi dilema adalah bahwa keesokan harinya adalah hari pertama presentasi untuk tim acara try out. Sudah berusaha untuk dicancel, tapi tidak bisa. Kalau bukan pertama, mungkin saya akan memasrahkan 100% kepada teman yang lain. Sekali lagi, bukan karena saya tidak percaya kepada teman-teman lain, tapi karena itu event pertama, saya merasa sangat bertanggungjawab atas starting pointnya. Pagi yang menggelisahkan. Sangat-sangat gelisah. Dengan tetap husnudzhon bahwa Ayah akan baik-baik saja dan mengikhlaskan semuanya, saya tetap menjalani aktivitas pagi itu. Dengan berusaha positif thinking bahwa ini bukan pertama kalinya ayah sakit, mengingat beberapa keluhan terakhirnya tentang kadar gula dll.

Pukul 18.10 adalah tepat saya jejakan kaki di lobi rumah sakit. Saya ingat betul, karena reflek melihat jam yang terpampang. Dan lima menit kemudian adalah hembusan terakhir nafas ayah..., tanpa sempat saya menemaninya. Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Sumpah, saya tak bisa menangis setetes pun. Semua berkecamuk hebat di kepala dan hati. Kematian adalah hal yang sangat dekat, tapi kedatangannya selalu bisa membuat kita tersentak. Untuk sedih saja saya tidak sempat, ini semua begitu mengagetkan. Semua kaget. Semua orang di sekitarku menangis, dan aku harus paham bahwa saat itu aku tak boleh menangis. Walaupun air mata akhirnya keluar juga saat ada di pelukan kakakku , saat dia baru datang beberapa jam setelah jenazah di rumah.  

Aku tidak mau terlalu melankolis, tidak mau dramatis, tapi aku juga tak mau bohong bahwa kejadian ini sangat-sangat membuatku down. Aku harus memutar strategi, plan, dan lain sebagainya. Semua tak bisa seperti dulu. Ya, pasti. Ayah bukan sekedar kepala keluarga bagiku, dia adalah sahabat.., sahabat sejati dalam hidupku. Sahabat yang bukan sekedar selalu mendukungku, tapi kerap kali melarang dan menentangku. Ayah adalah penyeimbang dalam hidupku. Dengan jiwa petualang yang membuatku selalu ingin terbang kemanapun aku bisa, ayah hadir untuk selalu mengingatkan agar langkahku tetap berpijak di bumi.

Hujan bermakna yang juga hadir di bulan Mei tahun kemarin adalah polemik di masjid tercintaku, yang membuat orang-orang yang sudah kuanggap sebagai keluarga menjadi terpisah. Bagi saya, pak Nuskhi dan bu Yeni di Mafaza sudah seperti orang tua sendiri, mas triat, mas inu, sulis, alimin, ika, dll sudah seperti kakak-adik saya sendiri. Kemudian petir itu datang, bahkan ujung menara pun tak sanggup untuk menampiknya. Ah, saya pun tak kuasa untuk menceritakannya. Yang pasti, kami berpisah karena ada sebuah masalah “ketidaksepahaman”. Itu sudah berlalu. Saat ini pun pasti sudah bisa berkata “yang sudah ya sudahlah...”. Tapi, detik demi menit demi hari yang pernah dilalui dengan segala kontroversi itu, tak mungkin bisa terlupa. Nyaris seperti sayatan yang tak henti menyentuh nadi. Dalam setiap kesempatan ku menyendiri, jujur aku selalu meneteskan air mata dengan segala “perpisahan” yang ada di bulan Mei. Sekedar untuk mencurahkan perasaan saja, tak lebih. Toh tangis-tangis itu harus terejawantahkan sebagai ungkap syukur, dan mengingat bahwa masih banyak kok orang yang tidak seberuntung kita. Ayolah, ini adalah ritme hidup yang memang harus dijalani. Sedikit air mata semoga bisa melunakkan hatiku supaya tidak terlalu keras, kepasrahan dan semangat semoga bisa menguatkan tekadku untuk selalu mensyukuri apa yang didapat dalam hidup.

Ingatan ini adalah sebuah upaya untuk mensyukuri bahwa saya tidak sendiri dalam hidup ini. Big thanx to semua teman-teman dan saudara yang sudah seperti keluargaku sendiri.  Saya tahu saya masih harus mengalokasikan syukur tak terhingga karena masih memiliki adik, kakak, budhe, sepupu2 yang baik. Saya masih punya keluarga besar MAFAZA yang selalu luar biasa, saya masih punya keluarga besar FIM yang kedekatannya tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, karena mungkin akan seperti mimpi ketika dalam satu pekan di tiap tahunnya menjadi sebuah perekat yang membuat ratusan anak muda menjadi dekat tak terpisahkan bertahun-tahun lamanya.. (dari sepekan untuk selamanya, LUAR BIASA, four thumbs up to bunda Tatty Elmir selaku “founding mother"). Juga keluarga besar HMI, FLP, dan semuanya yang selalu menginspirasi saya untuk berbuat lebih baik.

Pointnya : bulan Mei adalah bulan dimana saya memaknai tentang arti “keluarga”. Dimana saya kehilangan anggota keluarga yang saya cintai, tapi membuat saya terbuka untuk mensyukuri dengan keluarga besar yang saya miliki.

Bulan Mei..dibilang sebagai bulan berkabung, mungkin bisa, tapi justru di setiap bulan Mei aku harus bersyukur atas bertambahnya usia, justru di bulan Mei aku akan bertemu dengan saudara-saudara baru yang luar biasa di Forum Indonesia Muda, justru di bulan Mei banyak hal baru yang biasanya kudapat. Bahwa bulan Mei adalah bulan yang “campur aduk”.. bulan bermakna yang memberiku pelajaran penting tentang arti “kehilangan”.. Bahwa tidak ada yang abadi dalam hidup ini. Tidak ada yang benar-benar hilang ataupun kita miliki.

Di kesempatan awal Mei tahun ini, izinkan saya untuk berterimakasih kepada saudara dan handai taulan yang sangat berarti dalam hidup. Thanx to Meli, Giza, Dina, Iwiek, keponakan dan sepupuku yang selalu asyik untuk diajak sharing. Thanx to bu Yeni dan pak Nuskhi, sampai kapanpun saya tetap akan berterimakasih pada bapak dan ibu. Thanx to Ika Akmal dan teman2 ex-Mafaza FM (sulis, alimin, lukman, dll).. kalian orang2 luar biasa yang pernah aku temui. Terimakasih yang teramat besar juga untuk Bunda Tatty Elmir sekeluarga selaku “founding mother” FIM yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk bergabung dengan orang-orang hebat luar biasa di keluarga besar FIM (gila, luar biasa FIM itu, semoga berkah untuk kita semua). Tidak lupa terimakasih kepada teman-teman keluarga besar HMI, mbak naning, mbak Leli, mas chozin, dll. Juga teman-teman aktivis lain di FLP, teater, dll. Tak lupa juga untuk sahabat saya, Ifa.. ah, speechles untuk kamu sista!. Semua yang belum tersebut di sini, karena satu dan lain hal, namanya tetap tergores indah di relung hatiku. Terimakasih untuk semua yang telah mengoreskan kisah di perjalanan hidupku. God Bless us.

Satu hal yang ingin saya garisbawahi disini : teramat indah ketika saya mengenal kalian semua, keluarga besar yang sangat saya cintai, namun apapun dan bagaimanapun eratnya kita semua.. suatu saat ada yang kan terpisahkan. Kebersamaan kita saat ini pun tak akan abadi, maka marilah kita menjadikan kebersamaan ini dengan penuh arti, untuk saling menginspirasi.., syukur-syukur bahwa kebersamaan ini hanya terpisahkan oleh ajal. Kalaupun ada hal lain yang membuat kita berpisah, yakinilah itu sebagai sebuah skenario terbaik yang harus kita lewati. Tetap ambil makna dan gali sebanyak mungkin. Luv u all..

Masih tentang bulan Mei, jadi teringat beberapa tahun lalu, ada beberapa teman yang dalam waktu yang berbeda menanyakan hal yang sama : “pengen nikah kapan?”.. aku jawab “pengennya bulan Mei”..bukan sekedar maybe yes, maybe no. Tapi memang Mei ini cukup berarti, tanpa menafikan berartinya 11bulan yang lain.  (mungkin yang pernah nanyain udah lupa ya, mas andro, mas arip, mas catur..sukses untuk kalian semua..^_^ ).  Tapi ini sebatas jawaban iseng dari seorang remaja yang masih menganggap “ringan” urusan married, berharap kedepannya saya akan lebih dewasa untuk menyikapi pertanyaan-pertanyaan tentang hal ini.. Atau dalam kalimat lain : semoga di tahun ini bisa lebih serius bwt cari jodoh..udah 24 tahun nih, jangan maen mulu!! Kapan mo serius??!!!hehe. Kalau kata pak Elmir : Tuhan Maha Tahu, Tapi tidak memberi tahu, kita yang berkewajiban mencari tahu... #eeeaaaaaaa.. Yuk, semangat untuk terus mencari tahu, bukan sekedar urusan jodoh.. :P


Untuk mengakhiri tulisan ini, izinkanlah saya untuk mengharapkan perkenan kita semua untuk mendoakan orang-orang yang kita cintai baik yang saat ini masih ada bersama kita ataupun sudah terpisah jauh.

Special untuk ayahanda tercinta,  sebaris doa yang selalu kumohonkan atasmu : Allahumma firlahu warhamhu waafihi wafuanhu.
Semoga ruang kuburmu menjadi semakin lapang dan terang... salam takzim dari ananda, dengan penuh cinta.



Selamat datang Mei, bulan yang penuh inspirasi, waktu dimana saya harus merefleksikan tentang kelahiran sekaligus kematian, waktu dimana saya harus memaknai perjumpaan danpersaudaraan sekaligus perpisahan dan permusuhan. Maha Suci Tuhan.
Title: Kisah Mei (tentang cinta dan kefanaan); Written by Shinta ar-djahrie; Rating: 5 dari 5

No comments: