Pages

Wednesday, January 26, 2011

Sensasi ber-HMI untuk Cinta yang bervisi

Persamaan menghasilkan rasa saling menyukai; Perbedaan menghasilkan rasa saling membutuhkan”


Perbedaan adalah suatu hal yang indah. Tak salah juga kalau disebut sebagai rahmat /anugerah. Walaupun tak banyak yang kemudian bisa membuat sebuah perbedaan menjadi hal yang indah dan rahmat bagi seluruh alam.

Kenapa orang bisa merasakan perbedaan atau merasa berbeda? Apakah memang orang itu diciptakan ada yang bodoh dan ada yang pintar sehingga mereka punya perbedaan pandangan? Tentunya tidak , bukan. Secara kapasitas, kita memiliki kesempatan yang sama yang diberikan oleh Allah SWT, perbedaan hanyalah masalah teknis.

Sensasi => Persepsi => Kesadaran

Saya sebenarnya terinspirasi dari sebuah diskusi ringan mengenai ”cinta” yang kemudian kadar cinta tiap orang dipengaruhi oleh sensasi , persepsi yang membentuk kesadaran. Makanya kadang kita bertanya ” kok si A mau sih jadi suami-nya si B?” atau ”kenapa si C nolak jadi pacarnya si D, padahal D itu kan perfect banget”.

Setiap orang mengalami alur sensasi yang jka ditarik garis, maka masing-masin dari kita memiliki garis yang berbeda. Sensasi bersifat empiris. Orang yang pernah mengalami kecelakaan motor memiliki sensai yang berbeda dengan orang yang setiap harinya menggunakan angkutan umum. Masing-masing sensasi ini akan membentuk sebuah persepsi.

Proses pengorganisasian berbagai sensasi inilah yang disebut sebagai persespsi di mana sensasi merupakan bagian dari persepsi. Persepsi adalah hasil dari pengalaman-pengalaman yang kita peroleh melalui sensasi.

Proses dialektika berbagai macam persepsi ini akan membentuk sebuah kesadaran. Kesadaran (biasanya kitya menyebutnya sebagai sebuah ”kebenaran) memiliki sebuah ke-inkonsistensi-an yang luar biasa. Siapa yang bisa menjamin bahwa orang yang kita anggap ”jelek” saat ini ternyata bisa membuat kita terkagum-kagum di kemudian hari. Sama seperti kasus bahwa dahulu saat pertama kaliya menara Eiffel diprospek di Paris, banyak sekali orang yang mengutuk bangunan megah tersebut, tapi sekarang ? well, siapa yang bisa membayangkan Paris tanpa Eiffel?

Gagasan ”HMI Bersatu” mungkin dulu (atau sampai sekarang) masih ada yang menganggapnya ”tabu” atau bahkan ada yang mengharamkan ?! Namun siapa yang tahu bahwa generasi beberapa puluh tahun kedepan tidak bisa ”habis fikir” kenapa harus ada embel-embel MPO dan Dipo.

Dulu, sebuah naskah yang bernama ”khittah perjuangan” adalah proses diskusi para kakanda-ayunda yang mungkin sambil diselingi makan kacang, maen kartu (hal yang sebenarnya tidak saya suka di temen2temen HMI, tapi ini sebatas subjektifitas saya saja). Siapa sangka , naskah tersebut kemudian menjadi salah satu rujukan ketika kita akan mengambil kebijakan-kebijakan di organisasi yang kita cintai ini? Bahkan pak Nuskhi (sekjen MPO pertama) pernah bilang ” Itu Khittah adalah rumusan yang harusnya dikembangkan lagi, tapi nyatanya mandeg tidak dikembangkan”. Kemudian dari kita ada yang menyalahkan bahwa ”mensakralkan khittah”, tidak merujuk pada Al-Quran, atau ada juga yang berpendapat bahwa KP itu ”tidak relevan”. Guys, apakah KP itu relevan, sakral, potensial atau kinetis, itu semua ada di tangan kita, come on!!

Saat ini, kalau teman-teman di HMI (MPO) mungkin terlihat lebih kuat mempertahankan untuk tidak bergabung jadi satu, itu wajar. Sensasi yang dimiliki MPO berbeda dengan sensasi yang dijalani oleh Dipo. MPO melewati perjalanan sejarah yang memiliki banyak sensasi menggetarkan yang membuat kelompok ini tidak mudah untuk menerima ajakan bersatu. Berbeda lagi dengan sensasinya Dipo. Sejak perpecahan, Dipo belum pernah mengalami sensasi untuk memulai semuanya dari nol. Bayangkan MPO dengan sensasi merintis dari hanya beberapa gelintir cabang, kemudian hingga sebesar sekarang. Namun kita juga perlu memaklumi Dipo dengan sensasi-sensasi yang dilaluinya kemudian membentuk persepsi yang berbeda.

Jadi, sedikit bersikap bijak lah dengan mengurangi ”prasangka negatif” pada sikap masing-masing kelompok terhadap isu ini. Kalau MPO belum ingin bersatu bukan karena ia ”ngeyel” atau sok suci, dan juga sebalikna ketika DIPO ingin ngotot bersatu, itu juga bukan semata-mata karena ”kepentingan sesaat”.

Nah, kembali kepada sensasi. Kita juga harus memahami bahwa sensasi yang dirasakan oleh para senior kita terdahulu, berbeda dnegan sensasi-sensasi yang dirasakan kader saat ini, dan juga akan berbeda dengan sensasi yang akan dialami oleh para calon kader di masa mendatang. HMI adalah kumpulan para pemikir besar yang telahir karena llompatan berpikir jauh kedepan. Kalau saat ini, ada yang bilang bahwa ”tanpa bersatu juga kita tidak masalah”, atau ada yang berpendapat ”Bergerak di kelompok masing-masing itu sudah cukup, yang penting amar ma’ruf nahi munkar”. Hei, kita tidak bicara apakah saat in kita bisa bernafas atau tidak, tapi kita bicara tentang kondisi gerakan mahasiswa Islam, 5-10 atau 50 tahun kedepan. Melihat kenyataan saat ini saja, animo terhadap pergerakan mahasiswa Islam semakin berkurang (maaf untuk saat ini saya belum sempat menyertakan data statistik-nya). Membuat organisasi sekarang semudah makan kacang goreng, yang penting ada orang, pendukung, tempat ngumpul, jadi deh. Lama kelamaan , kita semua akan terpecah menjadi koloni-koloni kecil yang tak bisa lagi memahami ”perjuangan” secara luas. Beberapa fakta menunjukan kita kadang salahkaprah memahami makna ”independensi”, atau ”totalitas dakwah”. Bahkan makna ”ukhuwah” saja kini semakin sempt karena semakin banyaknya kelompok-kelompok yang muncul. Sama halnya dengan euforia timnas saat piala AFF kemarin, kita dibius dengan pemahaman nasionalisme sempit yang dibentuk oleh batas-batas negara saja.

So, saat ini jika kita memang benar-benar bersatu, tugas kita adalah menciptakan sensasi-sensasi yang membuat kita semakin rindu dan menciptakan persepsi baru mengenai bersatunya HMI yang kita cintai ini. Ini bukan hal yang mudah, memang. Kita butuh banyak sensasi untuk bisa membuat kader-kader kedua HMI ini bukan sekedar saling menyukai namun juga saling membutuhkan.


Saat ini kalo memang mencintai HMI, carilah substansi cinta itu, temukan sensasi, persepsi, dan akhirnya pemahaman terhadap kesadaran seperti apa yang ingin dibangun, cinta seperti apa yang kalian butuhkan. Karena cinta itu produk masa kini dan masa depan, kita harus bervisi bersama cinta itu, jangan hanya jadikan ia pajangan semu tanpa adanya kepastian mau dibawa kemana.

Kalau kita cinta HMI, jadikan cinta yang bervisi, bukan sebatas hal-hal yang bersifat heroik atau romantisme belaka. Jadikan cinta kita bukan seperti muda-mudi yang dimabuk asmara, tapi cinta yang dewasa layaknya pasangan suami-istri yang memiliki pandangan cinta kedepan untuk kelangsungan masa depan anak-anaknya.

Yakinlah, HMI ini bukan sebatas urusan dari konferca ke konferca berikutnya, dari kongres ke kongres berikutnya, come on!! ^_^

Tulisan sederhana ini sebatas kontemplasi awal sebelum melangkah pada hal-hal teknis yang konkret.




*trimakasih utnuk sahabat saya , riri (fim 9) yang dulu sempat mengungkapkan bahasan ini (tentunya dengan kasus yang berbeda dan lebih “romantic”).
Title: Sensasi ber-HMI untuk Cinta yang bervisi; Written by Shinta ar-djahrie; Rating: 5 dari 5

No comments: