Pages

Sunday, July 10, 2011

Memaknai Spirit Perdamaian Pada Persaudaraan Tarekat Indonesia – Maroko





Tak sedikit yang memungkiri bahwa ketika mendengar kata “sufi” maka akan terasosiasikan dengan beberapa hal yang berbau kearab-araban. Mungkin kita akan membayangkan padang pasir, orang-orang berjubah, berjenggot, naik unta, dan lain sebagainya. Sufi, sufisme, tasawuf, tarekat memang belum mampu menjadi semacam trend yang diakui global oleh masyarakat. Sufi memang kadang menyiratkan sebuah kemisteriusan, karena mungkin sufi adalah sebuah jalan seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, sufi bagi para penganutnya adalah sebuah jalan yang memberikan ruang privasi seluas-luasnya dan sedekat-dekatnya dengan Tuhan.

Tasawuf merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari cara seseorang berada sedekat mungkin dengan Allah swt. Kaum orientaalis Barat, menyebutnya sufisme, dan bagimeraka kata sufisme khusus untuk mistisme dalam Islam. Thariqat berarti jalan raya (road) atau jalan kecil (gang, path). Kata thariqat secara bahasa dapat juga berarti metode, yaitu cara yang khusus mencapai tujuan. Secara terminologi, istilah kata thariqat berarti jalan yang harus ditempuh oleh seorang sufi dalam mendekatkan diri kepada Allah swt. Kemudian digunakan untuk menunjuk suatau metode psikologi moral untuk membimbing seseorang mengenal Tuhan. [1]


Tasawuf dan thariqat mempunyai peranan yang penting memperkuat posisi Islam dalam negara dan masyarakat, serta pengembangan lingkungan masyarakat lebih luas. Beberapa peran itu di antaranya: (1) peranan sebagai faktor pembentuk dan mode fungsi negara. (2) Sebagai petunjuk beberapa jalan hidup pembangunan masyarakat dan ekonomi, dan (3) Sebagai benteng pertahanan menghadapi kolonialisasi Eropa. [2]

Namun kegaduhan dalam tulisan singkat ini bukan ingin mengupas kulit pemahaman akan tasawuf dan tarekat. Hanya sekedar menggelitik kita untuk mengapresiasi hadirnya tarekat serta peranannya pada masyarakat global. Ya, tarekat bukan milik orang arab, sufi juga bukan milik orang melayu, atau suku-suku tertentu,  tetapi sufi adalah milik semua manusia yang memang memilih jalan ini untuk mendekat pada sang pencipta.

Maroko dan Tarekat Tijaniyah

Maroko, negara maghrib, yang terletak di ujung barat  Afrika, memiliki banyak kisah dinamika sufi yang memiliki posisi andil dalam membangun peradaban. Penyebaran agama Islam di Maroko tak bisa dilepaskan dari adanya komunitas sufi dengan aktivitas di tarekatnya masing-masing.

Tarekat yang cukup besar di Maroko adalah tarekat Tijaniyyah. Perkembangannya dimulai pada tahun 1798 (1213 H), saat Abul Abbas Ahmad bin Muhammad bin al-Mukhtar at-Tijani – pendiri tarekat Tijaniyyah-  pindah ke Maroko dan tinggal di kota Fes. Syekh Ahmad diterima baik oleh penguasa Maulay Sulaiman.  Awalnya dia banyak mengikuti tarekat lain dan juga menjadi muqaddam khalwatiyyah. Kemudian di perkembangan selajutnnya, dia mendirikan tarekat yang independen, yang diyakini atas izin Nabi SAW.

Tarekat Tijani ini mendapatkan banyak pengikut di Maroko. Pada beberapa hal, tarekat ini dirasa cukup fleksibel, seperti perekrutan muqqadam yang agak longar. Orang yang bisa ditunjuk sebagai muqqadam adalah siapapun yang melakukan bai’at, tanpa mengharuskan latihan selain dalam hukum dan aturan-aturan ritual, dengan tekanan utama pada ditinggalkannya semua ikatan dengan syekh-syekh lama kecuali at-Tijani. Jadi, siapapun yang pernah mengikuti tarekat dapat menjadi muqqadam di Tijaniyyah dengan syarat bahwa dia harus meninggalkan ikatan dengan syekh selain syekh Ahmad at-Tijani. Kelonggaran ini yang menjadikan Tijaniyyah mudah diterima, sehingga setelah at-tijani wafat, misi-misinya telah tersebar luas dengan sebuah sistem yang mendukungnya membuat dia mempunyai kekuatan penuh. Tarekat ini dengan segera menyebar luas dari Maghribi hingga Afika Barat, Mesir dan Sudan.

Perkembangan Tarekat di Indonesia

Di Indonesia,  perkembangan tarekat erat kaitannya dengan perkembangan Islam itu sendiri. Bahkan ada yang berpendapat bahwa Islam di Indonesia adalah Islam versi tasawuf. Meskipun Islam telah datang ke Indonesia sejak abad ke-8 M, namun sejak abad ke-13 M mulai berkembang kelompok-kelompok masyarakat Islam, dimana ini bersamaan dengan periode perkembangan organisasi-organisasi tarekat. Hal ini yang kemudian tidak menyangkal bahwa sukses dari penyebaran Islam di Indonesia berkat aktivitas para pemimpin tarekat.

Nahdhatul Ulama (NU) melalui Jam’iyah Thariqat Mu’tabaroh Al-Nahdhiyyah-nya[3] mengatakan jumlah tarekat di Indonesia yang diakui keabsahannya (mu’tabaroh) sampai saat ini ada 46 tarekat.  Ini menunjukan perkembangan tarekat yang cukup pesat di Indonesia.  Di antara thariqat-thariqat yang berkembang di Indonesia yang merupakan cabang dari gerakan sufi internasional adalah Thariqat Qadiriyah yang didirikan oleh Syekh Abd al-Qadir al-Jailani (470-561 H.), Thariqat Naqsabandiyah didirikan oleh Baha’ Naqsaband al-Bukhori (717-791 H.), Thariqat Syaziliyah yang didirikan oleh Abu al-Hasan al-Syazili yang berasal dari Syaziliyah, Tunisia, (w. 686 H.), Thariqat Rifa’iyah yang didirikan oleh Syeh Akhmad al-Rifa’i (W. 578 H.), Thariqat Suhrawardiyah yang didirikan oleh Abu Najib al-Suhrawardi (490-565 H.), dan Thariqat  Tijaniyah.[4]

Tharikat Tijaniyah masuk ke Indonesia pada awal abad ke-20 M, pada masa awal kehadirannya, penyebaran thariqat Tijaniyah terpusat di Cimahi Bandung yang dikembangkan oleh Syekh Usman Dhamiri, di Cirebon dikembangkan dari Pesantren Buntet melalui K.H. Anas dan K.H. Abbas, di Probolinggo Jawa Timur dikembangkan melalui K.H. Khazin Syamsul Mu’in,19 di Madura oleh K.H. Jauhari Khatib, dan di Garut dikembangkan oleh K.H. Badruzzaman. Sampai sekarang ajaran tarikat Tijaniyah telah berkembang di beberapa provinsi di Indonesia di antaranya: Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Bali, NTT, Kalimantan, Lampung dan Sulawesi. Khusus di Jawa Barat tarikat Tijaniyah telah menembus hampir ke seluruh kabupaten atau kota.


Tarekat Tijaniyyah awalnya banyak ditentang di Indonesia. Gugatan keras ini karena adanya perbedaan pandangan dengan tarekat lain. Namun tarekat ini terus berkembang, khususnya di Cirebon dan Garut (Jawa Barat), Madura dan ujung Timur pulau Jawa sebagai pusat peredarannya. Penentangan yang ada baru mereda Ketika Jam’yyah Ahlith – Thariqah An-Nahdliyah menetapkan keputusan setelah tanpa memberikan pernyataan-pernyataan ekstremnya bahwa tarekat ini bukanlah tarekat sesat, karena amalan-amalannya sesuai ajaran Islam. Sepanjang tahun 80-an tarekat ini ngalami perkembangan yang sangat pesat, terutama di Jawa Timur.  Tijaniyah di Indonesia dikenal masa-masa masyhur  ketika dikaitkan dengan perjumpaan antara Syaikh Ali Thoyib (saat itu sudah menjadi khalifah/pemimpin perguruan) dengan Kiai Usman Dhomiri. Singkat cerita, ketika Syaikh Ali Thoyib datang dan bermukim di Indonesia dalam waktu yg cukup lama, beliau memberi ijazah/taqlid/izin kepada beberapa orang menjadi murid beliau. Dari beberapa murid itu, diangkatlah beberapa Muqaddam, di antaranya : Kiai Ahmad Sanusi, Kiai Muhammad Sudja’i, Kiai Usman Dhomiri (Cimahi, Bandung), Kiai Anas, kiai Abbas, kiai Akhyas, Kiai Badruzzaman, Kiai Abdul Wahab Sya’roni. Dalam perkembangan selanjutnya, bertambahlah murid beliau dan diangkatlah beberapa Muqaddam baru, di antaranya kiai Sudjatma Ismail (Bogor). Beberapa murid Syaikh Usman Dhomiri  yang merupakan tokoh2 penting Indonesia, di antaranya adalah Presiden Soekarno, KH. Hasyim Asy’ari (pendiri NU) dan KH. Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah).


Spirit Persaudaraan Tarekat Indonesia-Maroko

Pada perkembangannya, Tarekat juga memfasilitasi adanya hubungan persaudaraan yang erat antara Indonesia-Maroko.  Tarekat ini memiliki agenda-agenda rutin pertemuan anggota-anggotanya. Seperti  pada tanggal 23 Desember 1985, di Maroko diselenggarakan Muktamar Thariqat Tijaniyah dan dihadiri utusan dari 16 negara, termasuk utusan dari Indonesia yang diwakili oleh K.H. Baidhowi (sesepuh muqoddam = pemuka thariqat Tijaniyah Indonesia) dan K.H Badri Masduqi (Muqoddam Thariqat Tijaniyah, Probolinggo).

Semangat persaudaraan ini masih terjalin hingga sekarang. Hal ini perlu mendapatkan apresiasi yang positif. Persaudaraan tarekat ini secara tidak langsung menghadirkan sebuah mutualisme yang tidak melulu sebatas soal agama, melainkan juga ada pertukaran budaya serta ilmupengetahuan disana. Secara umum, tarekat yang banyak menjadi salah satu penyokong sistem pendidikan pesantren dan sistem ini memiliki peran yang tidak kecil dalam dunia pendidikan kita. Pendidikan dan juga perdagangan yang terjalin berkat adanya persaudaraan tarekat ini mengayakan khasanah budaya masing-masing negara, baik Indonesia ataupun Maroko. Dari spirit persaudaraan inilah kita mampu belajar bahwa berkelompok bukan berarti menimbulkan disintegerasi, penguatan kelompok dengan manajemen yang baik justru akan membuahkan sebuah suasana persaudaraan yang mengglobal dan bernilai positif. Semoga Indonesia dan Maroko dengan persaudaraan tarekat yang terus berkembang dapat menyumbangsihkan banyak hal untuk kebaikan dunia.



[1] Harun Nasution. Falsafat dan Mistisme dalam Islam (Jakarta : Bulan Bintang, 1973)
[2] Johan H. Meuleman, “The Role of Islam in Indonesian and Algerian History; .A Comparative Analysis”, Makalah. (t,t.,th.), hlm, 4-5;
bandingkan dengan G.W.J. Drewes, New Light on the Coming of Islam to Indonesia, BKI, (Brigdragen tot de taal-,land- en -volkunde),
.s-Gravenhage-Martinus Nijhoff, 1968.
[3] Jam’iyah tersebut merupakan lembaga otonom di kalangan Nahdatul Ulama yang membidangi masalah thariqat.

Sumber-sumber :
Peran Tasawuf dalam Islamisasi Indonesia Oleh Dr. Ikzan Badruzzaman



Isi tulisan          : 1196 kata.


Identitas Penulis

Nama                           : Shinta Ardhiyani (a.k.a Shinta arDjahrie)
Tempat/Tgl Lahir          : Tegal, 25 Mei 1987
Universitas                    : Universitas Jenderal Soedirman
                                     Jl.HR. Bunyamin Purwokerto – Jateng
Alamat rumah               : Jl.RA Kartini 8 Tegal, telepon : 08816698165
Email                            : shinta.ardjahrie@gmail.com
FB / YM /Twitter         : Shinta ArDjahrie / shinta_smansa / shinta_ardjahri

Title: Memaknai Spirit Perdamaian Pada Persaudaraan Tarekat Indonesia – Maroko; Written by Shinta ar-djahrie; Rating: 5 dari 5

No comments: