Pages

Tuesday, April 05, 2011

Kidung Teladan Pak Kuding


Sudah menjadi bagian dari kisah yang termaktub dalam kitab sejarah negara kita, bahwa penjajah itu adalah orang-orang yang serakah. Bahwa kolonial adalah kaum yang sangat membuat kesal. Berabad-abad negara kita pernah betah menjadi tongkrongan para penjajah. Namun penjajahan juga lah yang membuat kita mengenal adanya para pemimpin bangsa. Para bapak bangsa yang tak terkira mulianya. Penjajahan pada sisi lain melahirkan manusia-manusia luar biasa yang bisa dijadikan sebagai teladan pembelajaran bagi kaum selanjutnya. Benar bahwa, there is no growth in comfort zone, there is no comfort in growth zone., masa-masa penjajahan yang tak nyaman kemudian melahirkan manusia-manusia yang memiliki mental tangguh yang luar biasa.

Adalah seorang pak Kuding - panggilan Syafrudin Prawiranegara-nyang sebenarnya tak akan berlebihan jika kita panggil dengan sebutan Presiden Prawiranegara. Namun, kerendahhatian serta tingginya pekerti beliau, menjadikan sebutan Presiden adalah sesuatu yang pantang untuk diterima. Pun oleh anak cucunya yang keberatan ketika nama “Presiden Prawiranegara” menjadi salah satu judul dalam sebuah novel besutan Akmal Nasery Barsal.

Sebagai novel, sebuah karya kreatif-imajinatif, itu yang coba ditegaskan oleh Akmal Nasery di awal bukunya. Kisah ini bukan ingin menjadi buku sejarah atau bahkan memberikan temuan historis baru. Adapun setting sejarah yang mengiringi tokoh Kamil Koto dalam novel ini adalah sebatas setting yang memberi penguatan pada sebentuk epik indah tentang seorang Presiden Prawiranegara saat menjadi ketua PDRI (Pemerintah Darurat Republik Indonesia).

Agresi militer II Belanda pada 19 Desember 1948 berujung pada dijadikannya Bung Karno-Bung Hatta serta petinggi negara lainnya menjadi huissarrest (tahanan rumah). Hal ini tak kepalang menjadikan kondisi negara agak kacau. Yogyakarta telah dikuasai oleh penjajah. Beberapa petinggi bangsa yang tidak di ibukota, tetap bertekad melanjutkan perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan. Hal itu yang menjadikan Pak Syaf berinisiatif untuk membentuk sebuah pemerintahan darurat, yang kemudian oleh forum beliau dimanahi menjadi ketuanya. PDRI awalnya berkedudukan di Bukittinggi, namun karena penjajah terus berusaha untuk menduduki wilayah Indonesia, PDRI pun bergerilya keluar masuk rimba, naik turun gunung di wilayah sumatra bagian barat hingga aceh, hingga akhirnya di daerah bernama Bidar Alam. Disinilah kisah berurai. Kisah yang sungguh dramatik dan membuat pembaca larut di dalamnya. Bukan sebuah kisah sejarah yang penuh diksi membosankan. Namun, dengan kepiawaian seorang Akmal Nasery Barsal menggugah jiwa pembaca dengan kisah yang indah.


Pak Kuding, Sosok Ayah Sejati

Bisa dibilang, kisah dalam novel ini sarat memuat pesan tentang sosok ayah sejati. Pak Kuding digambarkan sebagai orang yang pendiam namun memiliki kepekaan yang tinggi atas tanggungjawabnya sebagai kepala keluarga. Bukan hanya keluarga kecilnya saja (Istri dan anak-anaknya) tetapi keluarga besar PDRI dan keluarga Indonesia.

Sangat menyentuh ketika kita membaca satu kisah dimana Pak Kuding yang pernah menjadi menteri keuangan tetapi ia tak mampu untuk membelikan sebuah kain gurita untuk bayinya. Bukan sebatas karena tanggungjawabnya sebagai menteri keuangan, tetapi bagi seorang pak Kuding, ketika ia melakukan sebuah penyelewengan, maka nama baik keluarga yang akan ternoda di kemudian hari. Pak Kuding adalah sosok yang bertanggungjawab baik di posisinya sebagai abdi negara untuk menjaga Indonesia maupun sebagai kepala keluarga untuk tetap menempatkan keluarganya pada posisi bermartabat. Bagi beliau, menghidupi keluarga dengan harta yang halal adalah sebuah kemuliaan bagi seorang kepala keluarga. Sangat menginspirasi, sangat menggugah. Apalagi kalau kita mencoba membandingkan dengan para pejabat di era sekarang yang kerap kali menuntut adanya fasilitas eksklusiv. Pejabat negara yang seharusnya menjadi pelayan masyarakat justru membalikkan kondisi sehingga rakyat harus melayani mereka.


Akmal Nasery Basral mengurai kisah seorang Syafrudin Prawiranegara dalam kemasan yang indah dan menggugah. Memang sudah tak diragukan lagi kepiawaiannya mengulas sejarah menjadi sebuah kisan yang indah, seperti novel yang dirilis sebelumnya yaitu ”Sang Pencerah”, sebuah novelisasi mengenai perjuangan K.H. Ahmad Dahlan.

Hanya saja beberapa hal mengenai sudut pandang yang digunakan dalam novel ini terkadang membuat bingung. Setidaknya mungkin ada dua sudut pandang yang dipakai pada kisah ini, yaitu sudut pandang orang pertama, dimana ”aku” adalah seorang Kamil Koto. Juga beberapa bagian menggunakan sudut pandang orang ketiga karena ketika Kamil Koto bernarasi tentunya tidak dengan data-data seakurat yang dituangkan dalam kisah tersebut mengingat Kamil sebenarnya tidak hadir dari awal mula kisah walaupun ia muncul di prolog. Pengemasan fisik buku ini juga mungkin tidak semenarik novel Akmal sebelumnya.

Selain itu, ketika bab sepuluh ada kesan bahwa kisah ini menjadi tergesa-gesa, karena di bab sebelas ternyata sudah berjudul ”Sampai Jumpa Presiden Prawiranegara” tanpa kemudian ada kisah mengenai kelanjutan pertemuan antara pak Syaf dengan presiden Bung Karno. Setidaknya ada sedikit kisah yang diungkapkan saat pak Syaf kembali ke Yogyakarta. Husnudzon-nya adalah hal itu bisa diimajikan kepada masing-masing pembaca dengan koridor fakta sejarah yang sudah ada.

Salut tak berkesudahan kepada Mizan Group yang telah menunjukan komitmennya untuk mengapresiasi kisah-kisah para Pendiri Bangsa salahsatunya Syafrudin Prawiranegara. Bagi generasi muda, novel ini akan sangat penting artinya ketika dijadikan inspirasi semangat juang dan kepemimpinan dari seorang Pak Syaf. Kita patut bangga dan banyak belajar dari seorang bapak bangsa ini, seorang Presiden Prawiranegara, presiden dunia-akhirat.








Data buku
Judul : Presiden Prawiranegara
Penulis : Akmal Nasery Basral
Penerbit : MIZAN Pustaka
Cetakan : Pertama, Maret 2011
Isi : xxii + 370halaman
ISBN : 978-979-433-613-7



Peresensi :
Shinta arDjahrie
Penikmat sastra, seorang pembelajar, aktif di beberapa organisasi kepenulisan dan organisasi pemuda, tinggal di Tegal.
Title: Kidung Teladan Pak Kuding; Written by Shinta ar-djahrie; Rating: 5 dari 5

No comments: