Pages

Sunday, August 26, 2007

letter from sammi

Hi Dear,
Years ago, I lost my newborn son to an infection for want of a readily available antibiotic. No child should suffer this fate. Yet, every year, nearly 10 million children under the age of 5 die from completely preventable causes.

It doesn't have to be like this. We have the power to save these children's lives.

There is a bill in Congress right now that would provide some of the much needed money to save these children, but it's currently at a standstill. In order to move, the bill desperately needs the political support that ONE members like you and me can bring to bear.

These children die from a variety of causes, from pneumonia to malnutrition and diarrhea. For us, diarrhea is a nuisance. For a child in the developing world, it is a death sentence. In 2007 it is estimated that 1.8 million children will die from dehydration due to diarrhea. In many cases, all that it takes to re-hydrate these children to save their lives is a handful of sugar, a bottle of clean water, and a pinch of salt.

Sadly, there is one more ingredient needed to save these children: the will to do it. The Global Child Survival Act is an expression of that will. It would dramatically scale up funding for effective and affordable child and maternal health programs and it would require the government to develop a comprehensive plan for improving children's health around the world.
Right now while Congress is in recess, some of us have been going on lobbying visits to our local congressional offices, and talking about the Global Child Survival Act. That's been a great step forward, but we all can do more. If you send a message now, you'll drive home the message we have been delivering in person, so that when Congress reconvenes in September, the Global Child Survival Act will be high on the list of priorities.

Thank you. I can't tell you how much your support means to me.

Stay close,

Sammi in Seattle

nb : to sammi : im proud with ur action. keep fighting, keep spirit!! im support the U.S. Commitment to Global Child Survival Act and build support for this desperately needed life-saving bill!!!!
Read more ...

“ Reposisi dan Reorientasi Gerakan Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Sebagai Tindak Penanggulangan KDRT di Indonesia”.

ABSTRAKSI


Maraknya tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah suatu kenyataan yang cukup memprihatinkan. Dari berbagai data statistik, kian hari angka tindak KDRT di Indonesia semakin tinggi. Banyak upaya yang dilakukan, namun banyak pula kendala yang dihadapi sehingga meminimalisir KDRT masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi kita semua.

Perlu diingat oleh kita, bahwa ketika kita masuk dalam kasus yang ada di ranah keluarga, maka kita memasuki wilayah yang cukup sensitif dan privasi. Mengingat keluarga sebagai institusi privat bukan suatu yang mudah untuk membuka apa yang terjadi didalamnya apalagi secara vulgar. Tiap individu bagaimanapun juga memiliki wilayah pribadi yang tidak bisa menjadi konsumsi publik. Oleh karena itu untuk menangani KDRT memerlukan sikap yang bijaksana.

Lingkungan masyarakat adalah salah satu kontrol sosial bagi tiap individu. Begitu pula dalam kehidupan berkeluarga. Tiap keluarga tidak dapat hidup tanpa berdampingan dengan masyarakat luas. Merelevansikan dengan KDRT, maka pengoptimalan peran masayarakat sebagai kontrol sosial adalah sebuah solusi yang aplikatif.

Organisasi gerakan PKK adalah salah satu bentuk adanya kegiatan masyarakat (dalam hal ini kaum perempuan) di setiap lingkupnya (RT/RW, dll). Dalam konteks ini, PKK memiliki posisi yang tepat dalam upaya penanggulangan KDRT.Adanya pergeseran orientasi masyarakat terhadap PKK membuat wadah ini terlihat mandul tanpa signifikansi yang jelas bagi pembangunan Indonesia yang berkelanjutan. Padahal, PKK sebagai sebuah wadah tempat berkumpulnya kaum perempuan dalam sebuah lingkup masyarakat memiliki peran yang besar dalam penanganan kasus-kasus yang bersifat pribadi dalam ranah privasi / keluarga, termasuk didalamnya mengenai KDRT.

Gerakan PKK dibalik rancangan teoritis yang ideal, memiliki catatan sejarah sebagai alat kontrol pemerintah pada rezim tertentu. Kesan yang dibangun oleh PKK selama orde baru menyisakan beban historis yang berat bagi PKK. Keterpasungan perempuan selama orde baru dibungkus oleh aktivitas PKK dengan segala kemudahan yang PKK peroleh dari kekuasaan. Gebyar reformasi menuntut gerakan PKK berubah untuk menjadi pelayan masyarakat tak sepenuhnya mampu terwujudkan. Tuntutan agar PKK dibubarkan saja jika menambah beban masyarakat, selayaknya menjadi cambuk bagi pengurus PKK untuk berbuat dalam bukti nyata. Hantaman krisis ekonomi dan politik menjadi tantangan bagi PKK untuk bertindak membebaskan kaum perempuan yang tertindas. Maraknya KDRT adalah salah satu pekerjaan rumah yang besar bagi gerakan ini.

Reorientasi serta reposisi gerakan PKK sangat diperlukan dalam membantu kaum perempuan (ibu) untuk mengaktualisasikan dirinya sehingga dapat secara cerdas memposisikan peranannya dalam rumah tangga. Kekuatan seorang perempuan yang memahami peranannya dalam rumah tangga akan sangat membantu dalam mengantisipasi munculnya KDRT.BAB I
PENDAHULUAN


I.1 Latar Belakang

Keluarga adalah struktur masyarakat terkecil dari sebuah negara. Keluarga merupakan wilayah pembinaan awal yang memiliki signifikansi terhadap lingkungan yang lebih besar diatasnya. Keluarga juga berfungsi sebagai tempat berlindung di mana setiap individu mendapatkan sebuah rasa nyaman yang didasarkan pada hubungan darah. Maraknya kekerasan dalam runah tangga (KDRT) merupakan kenyataan yang pahit yang membuat buramnya fungsi sebuah keluarga. KDRT juga telah ditegaskan sebagai salah satu bentuk diskriminasi. Hal ini juga ditegaskan dalam Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW).

Mencoba menilik fragmen KDRT di Indonesia, ada fenmena bahwa isu KDRT adalah sebuah isu global dengan segala macam propaganda oleh berbagai LSM Perempuan atau Lembaga-Lembaga yang mengatasnamakan perempuan. Adalah menjadi sebuah pertanyaan ketika penanganan KDRT dijadikan sebuah isu yang mengglobal dengan penanganan langsung oleh LSM atau lembaga-lembaga yang mengatasnamakan perempuan, apakah itu efektif? Pada kenyataannya pula, penanggulangan KDRT tidak sepenuhnya optimal. Banyak kasus yang terungkap, namun banyak pula yang kasusnya tidak mau diungkap.

Pada dasarnya, ketika memasuki permasalahan dunia rumah tangga, kita memasuki ranah privasi yang tidak mudah untuk dapat diungkap kepada publik. Disamping itu, berkait dengan perempuan (istri/ibu) – sebagai salah satu bagian keluarga- ada tinjauan psikologis tersendiri ketika dia mendapatkan sebuah tekanan dalam bentuk berbagai permasalahan yang termasuk didalamnya yaitu kekerasan dalam rumah tangga. Disinilah lingkungan hidup memiliki peran.
Manusia dalam hidupnya berinteraksi dengan lingkungan hidupnya baik lingkungan hidup yang bersifat fisik maupun sosial. Manusia seperti adanya yaitu, fenotipenya terbentuk oleh interaksi antara genotipe dan lingkungan hidupnya.

Gerakan Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) adalah sebuah wadah yang diorganisir oleh kaum perempuan dan menawarkan sebuah lingkungan bagi para kaum perempuan di lingkup masyarakat mulai dari yang kecil seperti RT/RW/ Kelurahan, dan seterusnya. PKK memberikan amanat pada kaum perempuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan ,mewujudkan keluarga sejahtera ,membina generasi muda. Dalam konteks ini, PKK memiliki posisi yang tepat dalam upaya penanggulangan KDRT.

Adanya pergeseran orientasi masyarakat terhadap PKK membuat wadah ini terlihat mandul tanpa signifikansi yang jelas bagi pembangunan Indonesia yang berkelanjutan. Padahal, PKK sebagai sebuah wadah tempat berkumpulnya kaum perempuan dalam sebuah lingkup masyarakat memiliki peran yang besar dalam penanganan kasus-kasus yang bersifat dalam ranah privasi / keluarga, termasuk didalamnya mengenai KDRT.

Bagaimana merevitalkan peran PKK dalam upaya penyejahteraan keluarga dengan berperan sebagai media preventif dan adventif dalam penanggulangan KDRT, merupakan substansi konkrit dan aplikatif dalam rangka pembangunan bangsa yang berkelanjutan. Oleh karena itu, penulis tertarik dan mencoba menyampaikan sebuah ide yang terangkum dalam karya sederhan ini dengan judul “ Reposisi dan Reorientasi Gerakan Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Sebagai Tindak Penanggulangan KDRT di Indonesia”.

I.2 Perumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan dibahas dalam karya ini adalah : “Bagaimana PKK dapat menjadi sebuah media preventif dan adventif dalam penanggulangan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Indonesia ?”

I.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan karya ini adalah :
1.Mengetahui dan menganalisa maraknya kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Indonesia,
2.Mengetahui upaya penanggulangan kasus KDRT serta kendala yang dihadapi,
3.Mengetahui tumbuh dan berkembangnya PKK (Pembinaan Kesejateraan Keluarga) di Indonesia,
4.Mencari sebuah formula untuk merevitalkan PKK sebagai media preventif dan adventif dalam upaya penanggulangan kasus KDRT di Indonesia.

Adapun manfaat diharapkan penulis dari disusunnya karya ini adalah :
1.Memberikan sebuah pandangan serta penjelasan mengenai kasus KDRT yang marak di Indonesia,
2.Menggugah semangat kekeluargaan kaum perempuan pada khususnya melalui PKK,
3.Menjadi sebuah solusi alternatif yang aplikatif dalam peminimalisiran kasus KDRT.
BAB II
LANDASAN TEORI


II.1 Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

Dalam UU No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) disebutkan, bahwa definisi Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah :
Setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan/atau penelantaran rumah tangga; termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Namun menurut Dra. VG Tinuk Istiarti M.Kes dari Pusat Studi Wanita/Gender Universitas Diponegoro menyebutkan, suatu kejadian dapat digolongkan KDRT jika ada pihak yang merasa dirugikan. Ia mencontohkan perlakuan sadisme yang terjadi dalam hubungan intim suami-istri. Hal ini menunjukan bahwa belum ada definisi yang jelas mengenai KDRT.

Berdasarkan duapuluh butir rekomendasi khusus dari Komite PBB yang isinya mengenai landasan aksi yang harus dilakukan negara-negara peserta Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskrikminasi Terhadap Perempuan atau Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW), tersebutkan bahwa KDRT merupakan sebuah tindakan diskriminasi. Hal itu dijelaskan dalam tambahan ulasan dan komentar atas pasal 16 dan pasal 5 yang merupakan bagian pasal dari konvensi tersebut.

Data statistik lengkap mengenai kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Indonesia memang belum tersedia secara lengkap. Namun begitu, sejumah informasi dan studi yang dilakukan berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) perempuan, telah cukup menunjukkan fakta bahwa jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan sangat memprihatinkan. Sementara komentar yang sama, bakal keluar jika membaca data yang diberikan Kementrian Pemberdayaan Perempuan (KPP) soal jumlah perempuan yang teraniaya di Indonesia.

KPP mencatat, sedikitnya 11,4 persen atau 24 juta perempuan dari 217 penduduk Indonesia mengaku pernah mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Sebagian besar kasus kekerasan domestik itu, terjadi di pedesaan yang bias juga dianalogikan dialami oleh perempuan-perempuan dengan tingkat pendidikan dan ekonomi rendah.

II.2 Manusia dan Lingkungan Hidupnya

Manusia, seperti halnya semua makhluk hidup berinteraksi dengan lingkungan hidupnya. Ia mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya. Manusia seperti adanya yaitu, fenotipenya, terbentuk oleh interaksi antara genotipe dan lingkungan hidupnya. Nampaklah bahwa manusia terbentuk oleh lingkungan hiduonya. Membicarakan manusia harus pula membicarakan lingkungan hidupnya. Manusia yanng terpisah dari lingkungan hidupnya adalah abstraksi belaka (Soemarwoto, 1994).

Lingkungan yangn dimaksudkan adalah segala sesuatu yang berada diluar diri manusia yang mempunya arti. Menurut undang-undang No. 4/1982. tentang lingkungan hidup, yang dinamakan lingkungan hidup adalah :
”kesatuan ruang dengan semua benda, daya keadaan dan makhluk hidup, termasuk didalamnya manusia serta makhluk hidup lainnya”

Secara umum lingkungan dapat dibedakan kedalam dua jenis, yaitu lingkungan fisik dan nonfisik (lingkungan sosial), dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.Lingkungan fisik adalah lingkungan yang berupa alam, misalnya keadaan tanah, keadaan musim dan sebagainya. Dalam klasifikasinya, dapat terbagi menjadi lingkungan fisik alam dan lingkungan fisik biatan.
2.Lingkungan nonfisik (sosial) adalah lingkungan masyarakat dalam suatu komunitas tertentu dimana diantara individu dalam masyarakat tersebut terjadi interaksi. Lingkungan sosial akan memberikan pengaruh besar terhadap perilaku manusia.

II.3 Organisasi Perempuan

Sudah menjadi kodrat alam bahwa antara laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan. Adanya diferensiasi ini secara tidak langsung juga berpengaruh dalam interaksi sosial yang dilakukan pada tiap jenis. Dalam pergaulan, kaum lelaki dan perempun sering memisahkan diri. Menurut pengamatan Bierdstet di dunia barat pada pertemuan-pertemuan yang dihadiri lelaki maupun perempuan, mula-mula mereka bercampur akan tetapi akhirnya masing-masingn golongan memisah. Dan itu terjadi tanpa direncanakan dan tak disengaja.

Juga ternyata bahwa dalam masyarakat yang sudah majupun ada banyak perkumpulan yang hanya untuk kaum lelaki atau hanya kaum perempuan saja. Robert Bierdstet kembali menyebutkan bahwa perkumpulan-perkumpulan di Amerika Serikat seperti Boy Scouts dan Girl Scouts, Young Men’s Christian Association dan Young Women’s Christian Association, dan ada perkumpulan-perkumpulan pria yang bekerja di bidang yang sama akan tetapi merupakan kelompok yang terpisah.

Jadi, meskipun lapangan pekerjaan bagi perempuan itu akhirnya tidak begitu berbeda lagi akan tetapi pengelompokan yang khusus untuk salah satu jenis tetap ada. Barangkali pada dasarnya yang menjadikan pengelompokan itu ialah apa yang disebut Giddings ”consciousness of kind”

2.3Gerakan PKK di Indonesia

Gerakan Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) adalah gerakan nasional yang tumbuh dari, oleh, dan untuk masyarakat dengan perempuan sebagai motor penggeraknya menuju terwujudnya keluarga bahagia, sejahtera, maju, dan mandiri.

Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) sebagai gerakan pembangunan masyarakat bermula dari Seminar "Home Economic" di Bogor pada tahun 1957. Sebagai tindak lanjut dari seminar tersebut, pada tahun 1961 Panitia Penyusunan Tata Susunan Pelajaran pada Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Kementerian Pendidkan bersama kementerian-kementerian lainnya menyusun 10 segi Kehidupan Keluarga.

Gerakan PKK di masyarakat berawal dari kepedulian Isteri Gubernur Jawa Tengah pada tahun 1967 (Ibu ISRIATI MOENADI) setelah melihat keadaan masyarakat yang menderita busung lapar. Pada awalnya program PKK adalah 10 segi pokok PKK. Tim Penggerak PKK, dibentuk di tingkat :
1.Pusat
2.Propinsi
3.Kotamadya
4.Kabupaten Administrasi
5.Kecamatan
6.Kelurahan.
Hubungan kerja antara Tim Penggerak PKK Pusat dengan Tim Penggerak PKK di Daerah (tingkat Propinsi, Kotamadya, Kabupaten Administrasi, Kecamatan, dan Kelurahan) bersifat konsultatif dan koordinatif dengan tetap memperhatikan hubungan hierarkis.

Pada tahun 1978 melalui Lokakarya Pembudayaan PKK di Jawa Tengah, disepakati 10 Segi Pokok PKK menjadi 10 Program Pokok PKK. Untuk dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga maka keluarga perlu dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan yang cukup. Pemberian bekal tersebut dilaksanakan antara lain melalui Gerakan PKK yang keberadaannya tersebar di seluruh Indonesia.
Keberhasilan Gerakan PKK dalam upaya meningkatkan kesejahteraan keluarga telah diakui oleh masyarakat, bahkan mendapat penghargaan dari lembaga-lembaga internasional (WHO, Unicef, Unesco, dan sebagainya). Dalam TAP MPR Nomor : IV/MPR/1983 tentang GBHN telah ditetapkan bahwa PKK (Pembinaan Kesejahteraan Keluarga) adalah salah satu wahana untuk meningkatkan peranan wanita dalan upaya menyejahterakan keluarga.

Tujuan Gerakan PKK adalah memberdayakan keluarga untuk meningkatkan kesejahteraan lahir-batin menuju terwujudnya keluarga yang berbudaya, bahagia, sejahtera, maju, mandiri, hidup dalam suasana harmonis yang dilandasi oleh keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Mahaesa. Sasaran Gerakan PKK adalah keluarga yang perlu ditingkatkan dan dikembangkan kemampuan dan kepribadiannya baik dalam bidang mental spiritual maupun fisik material

Gerakan PKK dibalik rancangan teoritis yang ideal, memiliki catatan sejarah sebagai alat kontrol pemerintah pada rezim tertentu. Kesan yang dibangun oleh PKK selama orde baru menyisakan beban historis yang berat bagi PKK. Keterpasungan perempuan selama orde baru dibungkus oleh aktivitas PKK dengan segala kemudahan yang PKK peroleh dari kekuasaan. Gebyar reformasi menuntut gerakan PKK berubah untuk menjadi pelayan masyarakat tak sepenuhnya mampu terwujudkan. Tuntutan agar PKK dibubarkan saja jika menambah beban masyarakat, selayaknya menjadi cambuk bagi pengurus PKK untuk berbuat dalam bukti nyata. Hantaman krisis ekonomi dan politik menjadi tantangan bagi PKK untuk bertindak membebaskan kaum perempuan yang tertindas. Maraknya KDRT adalah salah satu pekerjaan rumah yang besar bagi gerakan ini.

BAB III
PENANGGULANGAN KDRT DAN AKTUALISASI PEREMPUAN MELALUI GERAKAN PKK


Keluarga merupakan lingkungan terdekat dari tiap individu. Keluarga juga merupakan institusi yang menjalankan beberapa fungsi. Horton dan Hunt (1984:238-242) mengidentifikasikan beberapa fungsi keluarga, diantaranya yaitu fungsi pengaturan seks, reproduksi, sosialisasi, afeksi, definisi status, perlindungan dan ekonomi.

Kedekatan dalam keluarga memungkinkan keluarga juga berfungsi untuk menyalurkan perasaan anggota keluarga; namun keluarga juga merupakan ajang pelampiasan nafsu. Seperti yang dikemukakan Giddens, fungsi itulah yang kemudian menimbulkan terjadinya kekerasan dalam keluarga.

Maraknya tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah kenyataan yang miris. Ketika di lingkup masyarakat terkecil saja sudah marak dengan kekerasan , maka hingga lingkup yang diatasnya bukan hal yang mustahil penuh juga dengan kekerasan. Tingginya angka KDRT di Indonesia adalah sebuah fakta yang tak dapat dinyana. Diesbutkan oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan, Meutia Hatta, angka KDRT dalam satu tahun terakhir ini saja tercatat sekitar 22 ribu kasus. Itu artinya, jumlah kasus ini meningkat hingga 5 kali lipat dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Di Indonesia memang belum tersedia data statistik yang mencatat secara detail tingkat KDRT di Indonesia. Namun beberapa LSM Perempuan seperti Women's Crisis Centre (WCC) yang khusus menerima pengaduan dan membantu korban kasus KDRT, yang mengungkap fakta tersebut. Mitra Perempuan Women's Crisis Centre di Jakarta mengaku, selama periode 1997-2002 telah menerima pengaduan 879 kasus kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga yang terjadi di Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, dan sekitarnya. Pelaku kekerasan terbanyak dilakukan suami korban, yakni sebesar 69-74 persen. Rifka Annisa Women's Crisis Centre di Yogyakarta, selama 1994-2000, menerima pengaduan 994 kasus kekerasan terhadap istri oleh suami yang terjadi di Yogyakarta dan Jawa Tengah. Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan bahkan pernah mengatakan, 11,4 persen dari 217 juta penduduk Indonesia, atau sekitar 24 juta perempuan, terutama di pedesaan, mengaku pernah mengalami kekerasan, dan terbesar adalah domestic violence (kekerasan dalam rumah tangga).
Data statistik tahun 2001-2005 untuk kasus kekerasan terhadap Perempuan di Mitra Perempuan WCC.
Tahun
Kasus
1.2005
2.455
2004
329
3.2003
4.272
2002
226
5.2001
6.258
(sumber : Women Crisis Center)

III.1 KDRT dan Peran Lingkungan Sosial

Perlu dicermati pula upaya-upaya penanggulangan KDRT tersebut. Perlu adanya evaluasi ketika ada kenyataan bahwa semakin tahun ternyata tingkat KDRT semakin meninggi. Satu hal yang perlu diingat, bahwa keluarga merupakan ranah pribadi yang tidak mudah untuk dikuak secara vulgar. Keluarga merupakan institusi yang paling privasi. Maka ketika akan menyelesaikan masalah berkaitan dengan keluarga sangat memerlukan kehati-hatian. Bukan sekedar rasio yang digunakan namun juga ada intuisi yang bermain.

Perempuan sering diidentikan sebagai korban dari KDRT (walaupun tidak semua KDRT menjadikan perempuan menjadi korban). Dari tinjauan psikologis, perempuan tidak mudah untuk berani melaporkan apa derita yang dialaminya. Maka tak heran bahwa salah satu kendala yang dihadapi dalam penanggulangan KDRT adalah kurangnya kesadaran perempuan melaporkan kasus kekerasan yang dialaminya. Mengingat pula bahwa keluarga adalah institusi yang bersifat privasi, serta ada stigma pula bahwa mengungkapkan apa yang terjadi dalam tubuh keluarga sama saja dengan menguak “aib” sendiri, maka perlu teknis yang khusus dalam penanggulangan KDRT ini.

Dari kondisi tersebut maka kita perlu penanggulangan dengan pendekatan khusus. Pemanfaatan lingkungan sekitar keluarga adalah sebuah solusi yang tepat guna.
Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) merupakan wadah di lingkup kecil masyarakat yang dapat kita manfaatkan. Pada dasarnya manusia seperti halnya makhluk lain berinteraksi dengan lingkungan hidupnya. Manusia seperti adanya, yaitu, fenotipenya, terbentuk oleh interaksi antra genotype dan lingkungan hidupnya. Masyarakat sekitar merupakan cakupan dari lingkungan sosial yang ada di kehidupan manusia.

Lingkungan sekitar (tetangga), adalah salah satu alat kontrol sosial. Seperti dijelaskan oleh Sardjoe (1994:923), bahwa ada empat jenis hubungan antara individu dan lingkungannya , yakni :
1.Individu menentang lingkungannya,
2.Individu memanfaatkan lingkungannya,
3.Individu berpasrtisipasi dengan lingkungannya,
4.Individu menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Dengan lingkungan sebagai kontrol sosial maka akan menjadi pengendali kepada setiap individu untuk melakukan hal-hal yang dianggap tidak benar di mata masyarakat.

Dari analisa tersebut, maka dapat kita ketahui bahwa peningkatan kesadaran masyarakat sebagai kontrol sosial adalah point penting dalam upaya penanggulangan KDRT. Dengan kultur masyarakat yang semakin terkontaminasi modernitas, maka meningkatkan kesadaran tidaklah semudah diucapkan. Nilai-nilai kepekaan dan gotong royong sudah sulit untuk didapatkan. Dalam kasus KDRT ini-misalnya- ketika terkuak sebuah tindak KDRT di sebuah keluarga, maka posisi masyarakat sekitar lebih sebagai penonton yang berdecak dan berkomentar terhadap kasus tersebut. Kasus tersebut hanya akan menjadi buah bibir di obrolan-obrolan masyarakat sekitar. Padahal, masyarakat sekitar sebagai lingkungan sosial adalah substansi yang terpenting ketika salah satu bagian dari mereka mengalami tindak kekerasan – dalam hal ini KDRT. Hal ini jelas, bahwa masyarakat sekitar (tetangga) adalah orang yang berinteraksi dengan pelaku dan korban KDRT, tetangga pula yang melihat kesehariannya dan mengerti akan tabiat mereka. Maka sebenarnya, tetangga dapat menjadi media penanggulangan KDRT bahkan pencegahan KDRT. Bahkan dalam Undang –Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga No.23 tahun 2004 pada pasal 15 disebutkan bahwa :
Setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga wajib melakukan upaya-upaya sesuai dengan batas kemampuannya untuk :
1.Mencegah berlangsungnya tindak pidana,
2.Memberikan perlindungan kepada korban,
3.Memberikan pertolongan darurat, dan
4.Membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan.

Maka jelas yang perlu dilakukan adalah bagaimana masyarakat sekitar bukan sekedar disuguhi cerita sedih seputar kekerasan kekerasan dalam rumah tangga, tapi juga digugah kesadarannya untuk mengantisipasi hal-hal seperti itu. Hal ini seperti diungkapkan oleh Seorang aktivis perempuan, Rita Serena Kalibonso. Sh. LLM.

III.2 KDRT dan Aktualisasi Perempuan Melalui PKK

Untuk merevitalkan peran masyarakat dalam penanggulangan KDRT maka perlu adanya upaya stimulasi untuk meningkatkan kepedulian antar sesama. Organisasi masyarakat adalah salah satu solusi yang tepat guna. Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) adalah sebuah wadah yang dapat menjadi media pencegah serta penanggulangan KDRT.

Dalam PKK, adanya kesadaran perempuan untuk saling meningkatkan kepekaan pada lingkungan sekitar, adalah point penting untuk penanggulangan KDRT. Tinggal bagaimana dalam wadah tersebut dapat mengarahkan perempuan sebagai bagian anggota keluarga dapat menjalankan peranannya.

Selama ini peran PKK dalam masyarakat hanya sebagai ritual saja. Misal ketika acara perayaan kemerdekaan, ada hajatan tingkat RT /RW, dan lain sebagainya. PKK hanya dikenal sebagai forum arisan bagi ibu-ibu rumah tangga. Padahal disana adalah wadah yang tepat untuk aktualisasi diri kaum perempuan.

Latar belakang sejarah diadakannya PKK cukup “idealis”, namun praksisnya di lapangan masih jauh dari harapan. Bahkan dengan latar belakang sejarah bahwa PKK kemudian dijadikan sebuah alat pengontrol gerakan perempuan di rezim tertentu, yang pada akhirnya di-setting sedemikian rupa hingga seperti sekarang inilah PKK yang masyarakat kenal.

Dengan mendayagunakan PKK, ada beberapa hal yang bisa kita dapatkan berkaitan dengan penanggulangan KDRT, yakni :
a.Pemahaman peran perempuan dalam keluarga.
Perempuan bukanlah satu-satunya korban dalam tindak KDRT. Dalam hal ini, peran perempuan (ibu) dapat menjadi pencipta suasana keluarga yang tenteram. Keributan dalam rumah tangga memang tidak dapat dihindari. Ketika manusia berkumpul dengan kepala berbeda tentunya dengan pola pikir yang berbeda pula, maka kontradiksi tak dapat dihindari. Maka disini perlu adanya sosok pemediasi. Dari sudut pandang inilah, kita dapat melihat bahwa domestikasi perempuan dalam rumah tangga bukanlah sebuah pendiskriminasian, namun sebaliknya, bahwa perempuan memiliki posisi yang luar biasa dalam penetralisir suasana rumah tangga. Di PKK, perempuan seharusnya mendapatkan proses pembelajaran dan aktualisasi diri bukan sekedar doktrinasi feminisme atau sebaliknya justru pengarahan peran yang menjurus pada pemasungan peran perempuan dalam keluarga. Satu hal yang perlu ditekankan adalah, bahwa peran dalam rumah tangga tidak dapat kemudian di-deferensiasi-kan dengan tanggungjawab lain. Domestikasi bukan berarti memiliki tingkatan yang lebih rendah daripada peran lain. Yang perlu ditekankan adalah, bahwa semua posisi memiliki peranan masing-masing tanpa ada tingkat mana yang lebih tinggi atau rendah. Disinilah yang disebut emansipasi.

b.Pengarahan perempuan akan hak-hak mereka dalam rumah tangga.
Dari sekian banyak KDRT yang terjadi, yang menjadi korban adalah perempuan. Dari ssudut pandang psikologis, perempuan memiliki kecenderungan daya fisiknya lemah (hal ini tidak bisa dibantah berkaitan dengan perbedaan secara kondisi biologis). Disinilah perempuan diharapkan dapat mengerti akan hak-hak mereka, sehingga tidak ada penafsiran yang membingungkan antara “pengabdian” dan “penindasan”. Kerap kali perempuan menganggap bahwa kekerasan yang dialami adalah sebuah bentuk “pengabdian” mereka terhadap suami.

c. Penguatan ikatan persaudaraan antar perempuan
Melalui PKK, sesama perempuan dapat merasakan sebuah persaudaraan yang tidak didapatkan di tempat lain. Hal ini akan sangat bermanfaat dalam upaya penanggulangan KDRT. Ketika salah satu anggota mereka mengalami kasus KDRT, sebagai saudara “tak sedarah” yang paling dekat, PKK dapat menjadi mediasi. Ini menghindari adanya rasa segan perempuan untuk melaporkan kekerasan yang dialami. Diharapkan pula dari PKK dapat memberikan analisa masalah dengan lebih mendekati tepat, mengingat mereka adalah orang-orang yang tinggal di sekitar dan mengetahui keseharian yang dilakukan.

Maka untuk mengoptimalkan peran PKK sebagai media penanggulangan KDRT, perlu dilakukan beberapa reorientasi dan reposisi organ tersebut. Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah :
1.Pembinaan PKK lebih terarah oleh pemerintah dengan menghilangkan image feodalisme oraganisasi PKK serta tetap mengedepankan independensi PKK sebagai wadah perempuan sebagai rakyat,
2.Penyusunan silabus arah pendidikan PKK dalam rangka pengaktualisasikan perempuan,
3.Praksis gerakan di tengah masyarakat untuk mendayagunakan serta pengaktualisasian potensi perempuan. Orientasi pada hal praksis lebih bermanfaat bagi masyarakat,
4.Koordinasi PKK dengan lebih terarah dengan kegiatan yang variatif yang lebih berdayaguna.
BAB IV
PENUTUP


IV.1 Kesimpulan

Dari pembahasan di bab sebelumnya, kita dapat menarik beberapa kesimpulan, antara lain:
1Tingkat KDRT yang semakin tinggi di Indonesia perlu dilakukan evaluasi serta analisa untuk mencapai hasil penanggulangan yang diharapkan,
2Salah satu hal yang menjadi kendala penanggulangan KDRT di Indonesia adalah masih kurangnya kesadaran kesadaran perempuan melaporkan kasus kekerasan yang dialaminya,
3Pengoptimalan potensi lingkungan sosial adalah solusi tepat sasaran dalam penanggulangan KDRT di Indonesia,
4PKK sebagai wadah perempuan di lingkup masyarakat kecil (RT/RW, dan sejenisnya), merupakan wadah yang tepat untuk mengaktualisasikan potensi para perempuan khususnya kaum ibu,
5Dengan Reorientasi dan Reposisi organisasi PKK diharapkan dapat menjadi media adventif serta preventif untuk menanggulangi semakin tingginya angka KDRT di Indonesia.

IV.2 Saran

Saran yang dapat diberikan dalam permasalahan ini adalah peningkayan upaya untuk membangkitkan kembali gerakan PKK tanpa adanya tendensi dari mana pun, dan menjadikan PKK sebagai wadah pengaktualisasian diri bagi para kaum perempuan khususnya para ibu.

Semoga karya sederhana ini dapat berguna bagi kehidupan masyarakat Indonesia, dan sangat besar harapan kita untuk tidak kembali meningkatnya angka KDRT di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Adinda Titiana dalam “Peran Tetangga Dalam Penghapusan Kasus KDRT” pada http://titianaadinda.blogspot.com postingan edisi 22 mei 2007. diakses tanggal 15 Agutus 2007.
Anggarawaty H dalam “ ISU KDRT : Antara Fakta dan Propaganda” pada [aroen 99 society] mailing list yahoogroups.com Tanggal akses 15 Agustus 2007

Neumann Erich. 1955. The Great Mother. New York :Pantheon Books

Moore A. Helen dan Ollenburger C Jane. 1996. Sosiologi Wanita. Jakarta : Penerbit Rineka Cipta.
Musdah Mulia Siti, Dr, MA, APU dalam “ Perempuan : Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) dalam Perspektif Islam” pada http://www.ICRP.co.id edisi 28 Mei 2007 – 06:25. Tanggal akses 15 Agustus 2007

Sukmana Oman, Drs, M.Si. 2003. Dasar-Dasar Psikologi Lingkungan. Malang : Penerbit Bayu Media dan UMM Press.

Suryo Chondro Sukanti. 1984. Potret Pergerakan Wanita di Indonesia. Jakarta : CV.Rajawali.


Wahyuni Tri dalam “ KDRT Melonjak 5 Kali Lipat “ pada http://www.suarakaryaonline.com edisi 15 Mei 2007. tanggal akses 15 Agustus 2007.


Wahyuni Tri dalam “KDRT Hambat Jiwa Anak” pada http://www.suarakaryaonline.com edisi Senin, 2 Juli 2007. Tanggal akses 15 Agustus 2007.
--. “Perempuan dan KDRT Fenomena Memprihatinkan” pada http://www.bkkbn.co.id edisi Senin, 29 November 2004 @12 :34 :51. tanggal akses 01 Agustus 2007

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap : Shinta Ardhiyani Ummi
NIM : G1A006167
Prodi/jurusan : Sastra Inggris
Fakultas : ISIP & Bahasa Sastra
Universitas : Jenderal Soedirman
Tahun angkatan : 2006

Pendidikan :
SD Negeri Kejambon 2 Tegal lulus tahun 2001
SLTP Negeri 2 Tegal lulus tahun 2003
SMA Negeri 1 Tegal lulus tahun 2005
Program Keahlian Penulisan Skenario PPHUI Jakarta (2005)
Prodi Sastra Inggris Universitas Jenderal Soedirman (2006 - )

Pengalaman Organisasi:
UPM Radio Mafaza
Forum Lingkar Pena Purwokerto
Lembaga Pers Mahasiswa Islam
Himpunan Mahasiswa Islam –MPO
Ketua II Angkatan 2006 himpunan mahasiswa program sarjana bahasa dan sastra
Islamic Comunity of Literature (ICOOL)
Teater Anak Sastra (TEKSAS)
Forum Komunitas Mahasiswa Tegal
Eks. Kabid Sosial Ekonomi IMM Tegal (2005-2006)
Dept.Keputrian Remaja Islam Sunda Kelapa –RISKA (2005-2006)
Dll

Pengalaman kepenulisan :
Juara I Lomba Essay Dept.Keputrian LDK se-UNSOED (2007)
Juara III Lomba Essay tingkat Jawa Tengah (2006)
Juara I Lomba Essay se-Barlingmascakeb (2006)
Juara IV Lomba Karya Tulis bidang Korupsi kategori pelajar/mahasiswa tingkat nasional (2005)
Juara I Lomba Karya Tulis dalam rangka penanggulangan narkoba se-Tegal (2005)
dll


Read more ...
Sunday, August 05, 2007

TOTALITAS PERJUANGAN

Kepada para mahasiswa
Yang merindukan kejayaan
Kepada rakyat yang kebingungan Di persimpangan jalan
Kepada pewaris peradaban Yang telah menggoreskan
Sebuah catatan kebanggaan Di lembar sejarah manusia
Wahai kalian yang rindu kemenangan
Wahai kalian yang turun ke jalan
Demi mempersembahkan jiwa dan raga untuk negeri tercinta



nb : ni lagu favorit yang bikin nta tambah semangat. Lagu yang nta kenal di aksi pertama, n memantapkan hati ini untuk mewakafkan diri di jalan perjuangan.......
Read more ...

Cantik Itu Lembut

Oleh
Yon’s Revolta


Cantik wajah seorang wanita akan sirna seiring berlalunya waktu. Semua orang tentu sepakat. Namun banyak lelaki sering terlena. Terlarut dalam daya pikat dan pesona kecantikan wajah. Hasilnya apa..? Terlalu banyak kisah-kisah pilu, lara dan mengenaskan terkenangkan dalam hidupnya. Tak usah mencari contohnya, saya sendiri pernah mengalaminya. Tak perlu saya ceritakan lebih lanjut, terlalu sakit. Terlalu tragis. Walaupun begitu, saya tak pernah menyesal dengan pengalaman. Seburuk apapun pengalaman, sepanjang nafas masih ada tentu saya masih punya kesempatan untuk memperbaiki diri.


Hari ini, saya mencoba merenungkan kembali pengalaman itu. Jika ingin mendapatkan gambaran menarik tentang bagaimana nasib seorang lelaki yang terlena oleh daya pikat kencantikan wajah semata, bisa berkelana lewat sebuah novel. Sebuah gambaran dan kisah cukup memikat ada dalam novel “Pudarnya Pesona Cleopatra” karya Habibburahman El Sirazy. Kisah ini memaparkan bagaimana seorang lelaki terlampau mengejar kencantikan fisik, padahal disampingnya hadir wanita yang sejati cantiknya, tulus mencinta sepenuh kelembutan jiwa. Lelaki itu gagal mencinta karena hanya melulu terpikat fisik semata. Memang benar pesan di akhir novel, Kang Abik (panggilan akrab Habibburahman) menyirat dedikasi pesan dari sebuah karya itu, pada akhirnya kita (lelaki) memang harus sadar bahwa kecantikan wajah memang bukan segalanya.

Lalu cantik itu apa..?

Perdebatan yang panjang terjadi ketika merumuskannya. Biasanya, akan berakhir pada kesimpulan bahwa cantik itu relatif. Setiap orang bisa memandang dari sudut pandang yang berbeda-beda. Wajah, tentu tak luput dari sorotan, sebuah pesona fisik. Tak bisa dipungkiri. Hanya saja, sentuhan jiwa, pesona jiwa justru menjadi elemen yang penting karena setiap orang bisa mempunyainya. Disini, setiap wanita bisa mempunyainya. Artinya, semuanya wanita bisa menjadi cantik, bisa disebut cantik. Dan…lebih cantik lagi dari hari ke hari.

Titik tekannya sudah jelas. Letaknya ada pada kekuatan soulnya. Menggunakan parameter ini tentu lebih adil, lebih fair ketika memandang dan menyoal kencantikan wanita. Artinya apa, orang yang berwajah biasa saja, tak selalu berkulit putih pun bisa saja disebut cantik karena daya pikat soulnya. Soal soul inilah yang kemudian mendatangkan keterpikatakan tersendiri. Jika berhasil selalu memupuknya, sudahlah pasti akan selalu tumbuh dan langgeng terasakan. Kalau cantik wajah, tentu akan memudar ditelan waktu. Karena cantik ini urusan hati, lantas hati yang seperti apa…?. Ini rumit lagi. Dan bagi saya, punya subyektifitas tersendiri.

Cantik itu lembut…..

Ya, pesona kecantikan wanita terletak pada kelembutannya. Seperti pada kebanyakan kaum lelaki. Dia makluk yang kadang terlalu rasional, berpotensi kasar, angkuh, mudah tersulut ketika mensikapi keadaan. Sifatnya mirip kobaran api. Nah, kelembutan wanita itu ibarat air. Kelembutannya bisa meredakan sifat-sifat tersebut. Akhirnya, bisa mendatangkan keseimbangan dan keserasian hidup. Dengan begitu dia kita sebut cantik.

Namun kelembutan sendiri tak selalu baik, tergantung motifnya. Kelembutan yang penuh kepalsuan, justru akan melahirkan bisikan-bisikan buruk kepada kaum lelaki. Mengapa, sangat jelas. Kelembutan selalu mendatangkan keindahan. Dan setiap wanita suka keindahan. Salah satunya pernah-pernik duniawi. Bisikan kelembutan palsu disertai kemanjaan bisa menghancurkan kehidupan lelaki karena akan melakukan apapun, dengan cara apapun tanpa mengindahkan moralitas, hukum dan norma untuk kebahagiaan wanita yang dicintainya. Dalan sejarah, kaum lelaki hancur karena terlalu memperturutkan kemauan wanita untuk mendapatkan sesuatu dengan balutan kelembutan yang palsu.

Tapi disisi lain, kelembutan itu berpotensi mendatangkan kejayaan. Yaitu kelembutan yang dilandasi dengan semangat transendensi, semangat vertikal kepada Tuhan. Sebuah kelembutan moral dan beraroma religiusitas. Inilah kelembutan hati yang terpancar pada kebaikan akhlak. Dia, berwajahkan senyum manis, bening hati, sederhana dan tak mudah marah. Hasilnya apa, kalau lelaki bisa bersanding dengan wanita demikian, insyallah, lelaki yang awalnya biasa saja kelak akan menjadi sosok yang luar biasa. Sosok seorang pahlawan. Sungguh…

Rumah Kelana, 5 Agustus 2007

Read more ...

INDONESIA RAYA-quw

Berikut adalah lirik lagu Indonesia Raya versi
lengkap:

Indonesia Tanah Airkoe
Tanah Toempah Darahkoe
Disanalah Akoe Berdiri
Djadi Pandoe Iboekoe
Indonesia Kebangsaankoe
Bangsa dan Tanah Airkoe
Marilah Kita Berseroe
Indonesia Bersatoe

Hidoeplah Tanahkoe
Hidoeplah Negrikoe
Bangsakoe Ra'jatkoe Semw'wanja
Bangoenlah Jiwanja
Bangoenlah Badannja
Oentoek Indonesia Raja

Reff:
Indonesia Raya Merdeka Merdeka
Tanahkoe Negrikoe jang Koetjinta
Indonesia Raja Merdeka Merdeka
Hidoeplah Indonesia Raja

Indonesia Tanah jang Moelia
Tanah Kita jang Kaja
Di Sanalah Akoe Berdiri
Oentoek Slama-lamanja

Indonesia Tanah Poesaka
Poesaka Kita Semoeanja

Marilah Kita Mendo'a
Indonesia Bahagia

Soeboerlah Tanahnja
Soeboerlah Djiwanja
Bangsanja Ra'jatnja Sem'wanja
Sadarlah Hatinja
Sadarlah Boedinja
Oentoek Indonesia Raja


Reff:
Indonesia Tanah Jang Soetji
Tanah Kita Jang Sakti
Di Sanalah Akoe Berdiri
'Njaga Iboe Sedjati
Indonesia Tanah Berseri
Tanah Jang Akoe Sajangi
Marilah Kita Berdjandji
Indonesia Abadi

Slamatlah Ra'jatnja
Slamatlah Poetranja
Poelaoenja, Laoetnja, Sem'wanja
Madjoelah Negrinja
Madjoelah Pandoenja
Oentoek Indonesia Raja
Read more ...