Pages

Sunday, August 13, 2006

Memory 14 Agustus

-dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang-

rambate rakahayo tarik tambang.........disini aku jadi tambah senang....

sebuah baris awal...sebuah jingle dalam kepramukaan yang begitu riang. Hemh.....besok Senin tanggal 14 Agustus. Mungkin bagi kebanyakan orang, tidaklah begitu berarti tanggal 14 Agustus ntu. But, lain bagiqu. Yeah... ada sesuatu hal yang khusus bagi aku dan pramuka.
Apaan tuh pramuka???kuno begete!yeah..itulah fenomena yang terjadi. But, ngerti nggak sieh bro, kalo dah masuk pramuka and menjiwai untuk mendharmakan satya dan membaktikan dharma...........wuih.....dalem banget deh!
Bolehlah sekarang qu udah "mahasiswa" (walaupun kini statusnya kembali menjadi "calon" :( )., aktiv di ormawa-ormawa yang selalu menggembar-gemborkan idealismenya (Ciayoo buat temen-temen aktivis!). Tapi, nggak bisa deh tali kasihku dengan pramuka diputuska (ciee....segitunya).
Dulu, paz SMA, siapa anak pramuka yang nggak kenal shinta (hemh...narsisnya mulai deh!). Mulai dari anak2 pangkalan gudep sampe cabang......semua tahu deh!!!
Apalgi kalo udah "hari kebangsaan kita" nieh....14 Agustus....ntu hari khusus buat aqu...maksudqu nggak bakal aq ada di kelas.....upacara sana-sini, tabur bunga sana-sini, anjangsana-sini, tasyakuran, and berbagi kegiatan khas "om Boden Powell" :)).
Yeah....hari ini aku tiba-tiba kangen bangeeeeeeeet sama pramuka.......udah agak lama aku nggak terjun langsung di dunia kepanduan. Ada sebuah kehausan yang terasa di salah satu bagian jiwa.
Yang pasti, nilai filosofis dalam pramuka yang berjuta makna, mengajarkan kepadaku apa arti kehidupan, mengajarkan kepadaku sebuah materi kedewasaan,menyadarkan arti kebersamaan,mencoba membelai jiwaku dengan bijaksana-nya alam, dan yang lebih penting lagi.......membawaku lebih dekat kepada cinta Illahi yang sarat kekekalan.

salam kangen buat :temen-temen DKR Tegtim, DKC Tegal, Ambalan Manggala Taruna Dewi Sartika (bersamamu kukenal makna pengabdian),semuanya aja anggota kepanduan Indonesia.

MELU MEMAYUNG HAYUNING NAGARI,
IKHLAS BAKTI BINA BANGSA BERBUDI BAWA LAKSANA,
SATYAKU KUDHARMAKAN, DHARMAKU KUBAKTIKAN


DIRGAHAYU PRAMUKA INDONESIA YANG KE-45


13 agustus 06 (nanti malem ada renungan ulang janji.....)


- nta -
-keep Allah in u'r heart-
Read more ...

"Dengan Revitalisasi Gerakan Pramuka kita tingkatkan pengabdian kepada Bangsa dan Negara"

SAMBUTAN

KETUA KWARTIR NASIONAL GERAKAN PRAMUKA

PADA

PERINGATAN HARI GERAKAN PRAMUKA KE 45

14 AGUSTUS 2006

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Salam sejahtera bagi kita sekalian,

Salam Pramuka!

Kakak-Kakak Pengurus Kwartir di seluruh Indonesia,

Kakak-Kakak Pelatih, Pembina, dan Pamong,

Adik-Adik anggota Pramuka yang saya banggakan,

Segenap keluarga besar Gerakan Pramuka di seluruh tanah air tercinta,

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya kepada kita sekalian sehingga kita dapat bersama-sama pada hari ini untuk memperingati Hari Pramuka ke 45. Tema Hari Pramuka tahun ini adalah ”Dengan Revitalisasi Pramuka kita tingkatkan pengabdian kepada Bangsa dan Negara”. Tema ini memiliki arti yang strategis, karena sejalan dengan visi dan misi kepengurusan Kwartir Nasional masa bakti tahun 2003-2008.

Saudara-saudara yang saya hormati,

Sebagaimana telah diketahui Gerakan Kepanduan telah ada di Bumi Pertiwi sejak masa penjajahan Belanda dengan berbagai nama kelompok, baik berdasarkan etnik maupun paham keagamaan. Kemudian dengan terbitnya Keputusan Presiden No. 238 tahun 1961, berbagai kelompok kepandauan yang ada di Indonesia waktu itu, oleh Presiden RI Bung Karno, disatukan menjadi Gerakan Pramuka. Disebutkan tugas Gerakan Pramuka adalah mendidik kaum muda Indonesia agar berwatak dan berkepribadian luhur serta memiliki jiwa bela negara yang handal.

Pendidikan non formal yang menjadi ciri utama Gerakan Pramuka, berperan sebagai komplemen dan suplemen terhadap pendidikan formal untuk melahirkan generasi yang bertanggungjawab pada masa depan. Untuk mencapai maksud tersebut dilaksanakan kegiatan kepramukaan yaitu proses pendidikan yang menyenangkan bagi kaum muda, dilaksanakan di luar lingkungan sekolah dan keluarga, dengan menggunakan prinsip dasar dan metode kepramukaan di alam terbuka. Sebagai pengemban tugas negara melakukan pembinaan terhadap generasi muda, seyogyanya Gerakan Pramuka mendapatkan perhatian dan dukungan sumber daya yang memadai.

Saudara-saudara yang saya hormati,

Dalam kurun waktu 45 tahun Gerakan Pramuka telah melaksanakan pelbagai kegiatan. Namun sebagaimana yang juga ditemukan pada berbagai Gerakan Kepanduan di banyak negara, perkembangan Gerakan Pramuka di Indonesia tidak begitu menggembirakan. Ada dua masalah pokok yang dihadapi yaitu masalah kuantitas di satu pihak yakni terjadinya penurunan jumlah anggota yang cukup tajam, serta masalah kualitas dipihak lain yakni prinsip dan kegiatan kepramukaan tidak lagi menarik minat kaum muda dan karenanya tidak mampu menangkal dan menyelesaikan pelbagai tantangan kaum muda.

Pelbagai laporan dan hasil penelitian menyimpulkan bahwa kehidupan kaum muda di manapun di dunia, pada saat ini banyak menghadapi pelbagai tantangan. Untuk negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, karena terkait dengan kehidupan sosial, ekonomi dan politik bangsa yang tidak menentu, ditemukan jutaan kaum muda tidak jelas masa depannya. Banyak diantara kaum muda pada saat ini tidak dapat melanjutkan pendidikan karena berbagai alasan. Sementara itu sebagai akibat kurangnya kegiatan pembinaan serta terbatasnya jumlah dan ragam wadah penyaluran minat dan bakat kaum muda, menyebabkan banyak kaum muda terjerumus dalam pelbagai tindakan kekerasan dan kesesatan.

Jumlah kaum muda yang terlibat dalam pelbagai kasus kriminal di Indonesia dari tahun ke tahun tampak meningkat dengan tajam. Dari sekitar 3 juta pengguna obat terlarang (NAPZA), sekitar 50-75% diantaranya adalah kaum muda. Setiap tahun diperkirakan terjadi sekitar 2,3 juta kasus aborsi, dan sekitar 10% diantaranya dilakukan oleh mereka yang belum berkeluarga. Dari sekitar 10% pelaku aborsi yang belum berkeluarga tersebut, 80-90% diantaranya adalah kaum muda. Jumlah kaum muda yang melakukan hubungan seksual tidak sehat juga tampak makin meningkat. Dampaknya terlihat dengan bertambahnya jumlah kaum muda yang menderita penyakit kelamin. Dari sekitar 80.000 -120.000 kasus HIV/AIDS yang tercatat di Indonesia, sekitar 20-30% diantaranya adalah kaum muda. Sekitar 80% penularan HIV/AIDS terjadi karena penggunaan jarum suntik pecandu narkoba yang digunakan secara bersama, yang pelaku utamanya kebanyakan adalah kaum muda. Peristiwa kekerasan diantara kaum muda juga tampak makin sering ditemukan, begitu juga perkelahian serta tawuran pelajar dan mahasiswa sering terjadi.

Saudara-saudara yang saya hormati

Sebagai wadah pendidikan luar sekolah dan luar keluarga, Gerakan Pramuka sebenarnya memiliki banyak kegiatan positif bagi pembinaan kaum muda. Apabila berbagai kegiatan ini dapat diselenggarakan dengan baik, tujuan Gerakan Pramuka, seperti yang tercantum dalam AD/ART, yakni membentuk generasi muda yang berkepribadian, berwatak dan berbudi pekerti luhur, beriman dan bertakwa, cerdas dan terampil serta kuat dan sehat, akan dapat dicapai dengan memuaskan, yang kesemuanya ini apabila dapat diwujudkan pada gilirannya akan berperan sangat signifikan dalam mencegah terjadinya pelbagai hal negatif diantara generasi muda.

Sayangnya, karena pengaruh berbagai faktor, berbagai kegiatan positif ini belum dapat diselenggarakan dengan baik. Untuk mengatasi masalah ini, tidak ada pilihan lain yang dapat dilakukan kecuali melakukan revitalisasi Gerakan Pramuka, sedemikian rupa sehingga Gerakan Pramuka dapat melakukan berbagai kegiatan yang diyakini mempunyai peranan yang besar dalam mencegah dan menanggulangi pelbagai masalah kaum muda. Yang dimaksud dengan revitalisasi di sini adalah melakukan upaya secara sistematis, berkelanjutan dan terencana untuk mengaktifkan kembali peran, fungsi dan kegiatan pokok Gerakan Pramuka.

Dengan revitalisasi, diharapkan Gerakan Pramuka dapat diterima dan diminati oleh kaum muda. Selain itu, dengan revitalisasi, diharapkan prinsip dan kegiatan kepramukaan, secara cerdas dan gemilang dapat menangkal serta menyelesaikan pelbagai masalah kaum muda. Manusia Indonesia masa kini dan masa depan yang diharapkan adalah manusia yang berkualitas, yakni manusia yang disamping cerdas dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, juga memiliki kepribadian dan watak yang santun serta mempunyai semangat bela negara dan menjadi patriot pembangunan yang handal. Semakin berkualitas manusia Indonesia yang ditunjukkan dengan semakin cerdas, sehat dan berkepribadian serta memiliki watak yang baik, maka insya Allah, semakin cepat kita dapat mengejar ketertinggalan kemajuan di berbagai bidang dari negara-negara tetangga dan bahkan negara-negara di dunia.

Adik-adikku anggota Pramuka yang saya banggakan,

Sangatlah tepat kalian memilih Gerakan Pramuka sebagai kegiatan ekstra kurikuler di luar sekolah, karena mengikuti sekolah formal saja tidak cukup mengingat sangat terbatas waktu untuk mempelajari berbagai pengetahuan dan ketrampilan. Berdasarkan hal-hal di atas, Presiden Republik Indonesia selaku Ketua Majelis Pembimbing Nasional (Mabinas) Gerakan Pramuka, insya Allah pada hari ulang tahun ke 45 ini, berkenan mencanangkan kembali pentingnya pendidikan kepramukaan bagi kaum muda dalam bentuk Revitalisasi Gerakan Pramuka. Presiden RI berharap kiranya Gerakan Pramuka dapat mewujudkan visi dan misinya, terutama yang terkait dengan pembentukan watak, mental dan kepribadian kaum muda Indonesia yang memiliki semangat bela negara, patriot pembangunan dan menjadi perekat bangsa.

Untuk terwujudnya visi dan misi ini, perlu segera dilakukan upaya pembenahan kepemimpinan dan manajemen Gerakan Pramuka. Revitalisasi Gerakan Pramuka tidak akan berhasil dilakukan, jika tidak ditopang oleh kepemimpinan dan managemen organisasi yang efektif dan efisien. Terutama pada saat ini, karena sebagai organisasi, Gerakan Pramuka telah memiliki jangkauan yang amat luas, mulai dari tingkat lokal sampai dengan tingkat nasional, yang kesemuanya harus dikelola secara baik.

Kecuali itu, untuk terwujudnya visi dan misi Gerakan Pramuka, peranan pelatih dan pembina adalah amat besar. Dengan perkataan lain peranan pelatih dan pembina menjadi faktor yang amat menentukan dalam menjamin keberhasilan revitalisasi Gerakan Pramuka, sebagaimana juga peranan guru dan dosen dalam revitalisasi sistem pendidikan.

Keberhasilan mewujudkan visi dan misi Gerakan Pramuka juga ditentukan oleh tersedianya dukungan sumber daya dan kejelasan aspek legal. Untuk ini, disamping secara terus menerus dan sistematis mengembangkan sumber daya, baik berupa bantuan Pemerintah maupun hasil usaha Gerakan Pramuka, juga sedang diupayakan untuk lebih memantapkan dasar hukum Gerakan Pramuka, yakni dengan meningkatkan status Keppres yang dimiliki saat ini menjadi Undang-undang Gerakan Pramuka.

Saudara-saudara yang saya hormati,

Beberapa hari yang lalu Presiden RI selaku Ketua Mabinas Gerakan Pramuka memperoleh penghargaan berupa Bintang Semangat Padi Emas, dan Ketua Kwarnas Gerakan Pramuka memperoleh Bintang Semangat Rimba dari Persekutuan Pengakap Malaysia. Kedua penghargaan ini, disamping merupakan penghargaan terhadap segenap warga dan keluarga besar Gerakan Pramuka, juga merupakan babak baru dalam hubungan antara kedua bangsa serumpun yang dijembatani oleh dua organisasi kepanduan di kedua negara, yaitu Persekutuan Pengakap Malaysia dan Gerakan Pramuka Indonesia.

Akhirnya, pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan arti PRAMUKA dalam kaitannya dengan upaya revitalisasi yang akan dicanangkan kembali oleh Presiden RI pada peringatan ulang tahun Pramuka ke 45 pada tanggal 14 Agustus 2006, hari ini, sebagai pedoman bagi kita semua dalam menyusun langkah-langkah strategis Revitalisasi Gerakan Pramuka, sebagai berikut:

P berarti perkuat kepemimpinan dan manajemen kwartir di semua jajaran,

R berarti rapatkan barisan Pelatih, Pembina, dan Andalan.

A berarti aktifkan perindukan, pasukan, ambalan dan racana di setiap gugusdepan,

M berarti mantapkan sistem among dengan permainan edukatif, dan menantang di alam terbuka

U berarti utamakan program peserta didik yang meningkatkan semangat bela negara, patriot pembangunan dan perekat bangsa

K berarti kokohkan kemitraan dan dukungan sumberdaya dari semua komponen bangsa

A berarti amalkan Satya dan Darma Pramuka dalam kehidupan sehari-hari

Jayalah Pramuka, Jayalah Indonesia.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Salam Pramuka,

Jakarta, 14 Agustus 2006

Kwartir Nasional Gerakan Pramuka

Ketua,

Prof. Dr. dr. H. Azrul Azwar, MPH

Read more ...
Tuesday, August 01, 2006

Semulia Khodijah, Secerdas Aisyah, Setabah Asiyah (istri Fir'aun)

-dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang -

Izinkanlah kuawali tulisan ini dengan beberapa hadits yang sungguh membuatku miris,

"..........Rasulullah SAW bersabda : 'Diperlihatkan kepadaku neraka, ternyata mayoritas penghuninya adalah para wanita, mereka berbuat kufur...................." (HR.Imam Bukhari)

" .......Rasulullah SAW bersabda : Aku melihat ke surga, maka aku melihat kebanyakan penghuninya adalah orang-orang miskin dan aku melihat ke neraka, maka aku melihat kebanyakan penghuninya adalah wanita" (HR.Al-Imam Al-Bukhari)

Tak cukup membuat pedihkah, dua perkataan sang khotimul Anbiya, setidaknya bagi aku - kaum wanita-.
Kalau kita coba bandingkan dengan fenomena wanita zaman sekarang, memang apa yang diungkapkan dalam hadits tersebut benar adanya.
Sungguh, bodohlah jika seorang wanita (baca : muslimah), tidak respect dengan teguran diatas. Dengan waktu ibadah yang lebih sempit dibandingkan kaum Adam, harusnya kita sadar bahwa peluang kita menjadi kekasih sang Rabbul Izzati telah tercuri garis start-nya. Jika terlaksanakan semua ibadah fardhu-nya saja, kemudian kita akumulasi, maka timbangan kita tidaklah lebih berat dibandingkan timbangan kaum Adam.
Allah memang tidak membutuhkan ibadah kita. Dia akan stay cool walau kita lepas hijab, walau kita mengkufurinya, walau kita ....arggh....sungguh banyak sekali jenis dosa yang kaum kita miliki (suer....aku malu!)
Bukan kesetaraan gender yang perlu digembar-gemborkan kaum feminis. Bukan persamaan derajat laki-laki dan wanita yang selalu menjadi masalah kaum "kartini" itu. Memaknai wanita secara kodrati saja masih terlalu rabun. Jadilah wanita yang benar-benar wanita. Karena wanita itu mulia jika kita tau hakikatnya.
Libido wanita sembilan kali lebih tinggi dibanding pria (berdasarkan sebuah penelitian). Tanpa penelitian pun, sebenarnya bukti itu tela terpampang jelas. Wanita (kebanyakan) lebih mengedepankan libido dibanding aktualisasi diri. Sungguh aku menangis dan kembali menangis ketika kembali lagi kutemukan kaumku menjadi minoritas ketika ku masuk dan bergabung di berbgai komunitas. Ini yang dikatakan wanita era global ? yang lebih mementingkan bedak tebal dan ke"bebas"an dibanding menyumbangsihkan perjalanan hidup di lahan perjuangan.

Ok, kata bang Iwan fals: urusan moral....itu urusan pribadi masing-masing, urus saja moralmu!. Aku hanya ingin watawashoubilhaq....
Satu yang ingin kupatri dalam perjalanan hidup yang telah, sedang, dan akan kulalui.....kuingin menjadi muslimah yang Semulia Khodijah, Secerdas Aisyah, Setabah Asiyah (istri Fir'aun). Amien.
(tuh kan.....perfeksionis banget..arggh...manusiawi lah :P )


awal agustus nol enam

-nta-
-keep Allah in u'r heart-
Read more ...

kepada muslimah : Engkau telah mulia dengan menjadi seorang muslimah

putus asakah engkau melihat kebebasan hati,
lalu dimana Allah dan ketentuannya?

Bergembiralah dengan apa yang tertulis dalam hadits Rasulullah s.a.w : "Apabila seorang perempuan taat pada Tuhannya, mendirikan sholat lima waktu (yang menjadi kewajibannya), dan menjaga kehormatannya, maka ia masuk surga Tuhannya"

Semua itu adalah perkara yang mudah bagi mereka yang dimudahkan oleh Allah. Oleh karena itu saudariku, laksanakanlah amalan-amalan yang agung tersebut, agar engkau dapat menemui Tuhan Yang Maha Pengasih; berjalanlah sesuai al-Qur'an dan sunnah Nabi-nya, niscaya engkau akan menjadi muslimah sejati. Dan itu, adalah kemuliaan yang agung dan kebanggaan yang tak terkira. Orang selain dirimu dilahirkan di negara-negara kafir, sebagai seorang Nashrani, Yahudi, Komunis, dan agama lainnya yang menyimpang dari agama Islam. Sementara engkau, telah dipilih untuk menjadi seorang muslimah, untuk menjadi seorang pengikut Muhammad s.a.w, yang meneladani jejak langkah Aisyah r.a, Khadijah r.a, dan Fatimah r.a.

Selamat buatmu! Engkau mendirikan sholat lima waktu, berpuasa, melaksanakan ibadah haji, dan menggunakan hijab. Selamat bagimu ! Engkau rela menjadikan Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama, dan Muhammad s.a.w sebagai rasul.

pencerahan : Emasmu adalah agamamu, perhiasanmu adalah budi pekertimu, dan hartamu adalah sopan santunmu.

(seperti dikutip dari buku : Menjadi Wanita Paling Bahagia by Dr.Aidh al-Qarni -Qisthi Press)
Read more ...

Kepada Jogja

-dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang-

Ada sebentuk cinta dan kerinduan pada aransemen kota gudeg yang begitu melenakan. Tiap-tiap ruas jalan seolah menarikan sayap-sayap budaya yang mengalunkan jiwa. Unggah-ungguh yang begitu kental menyadarkan status diri sebagai “abdi “ dalam perjalanan fana ini.
Jogjaku tercinta, entah mungkin ini cinta buta (kata “anak muda”), sungguh ada cita tersendiri menghabiskan pengabdian hidup di syahdunya kota budaya. Diiringi notasi gending yang melantunkan syair wirid. Lepas semua perbedaan, kemanunggalan…itulah yang dirindukan. Kemanunggalan dalam sebuah kedamaian dan keindahan…..menuju sebuah keabadian!
Ah, tetes itu memang tiada mengalir saat bumi lautan Jogja bergesar meluluhlantakkan bangunan-bangunan dan menelan jiwa-jiwa yang berdosa (tiap manusia pasti punya dosa!salah kaprah dan terlalu berlebihan ketika kita menyebutnya jiwa-jiwa tak berdosa!). Karena kusadar bukan sebuah kesedihan atau tetesan air mata yang dituntut oleh gejolak alam itu. Ada sebuah pelajaran indah yang perlu direnungkan dan diamalkan dalam perjalanan menuju keabadian, dalam persinggahan sementara ini.
Jogjaku yang kucinta………
Bukan berarti ku menuhankan Jogja. Jogja memang bukan segalanya. Tapi di Jogja-lah ku ingin menempa jiwa ini untuk memaknai hidup selayaknya Nabi Muhammad saat berkeinginan hijrah menuju Madinah. Namun, kupasrahkan pada sang Sutradara. Jika memang baik, maka dekatkanlah aku, jika tidak baik maka jauhkanlah aku.

*) dini hari tadi, Bantul kembali disapa gempa.Ternyata perlu ada remedial dari pembelajaran kemarin!
Saat rindu itu muncul kembali, 25 Juli 2006

-nta-
-keep Allah in u’r heart-
Read more ...

Tulis!

-dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang-

Bukan judul bukunya Saut Sitompul yang beberapa minggu yang lalu telah dikupas di meja budaya (deuh..jadi kangen sama meja budaya nih!).Ada makna yang ingin aku gali dari sebuah diksi ini.
Tulis, sebuah perjuangan bersenjatakan pena. Semua orang bisa menulis. Itu memang premise umum. Tidak ada seorang pun yang berani membantah. Tapi, apakah semua orang bisa jadi penulis.
Ternyata ada perbedaan ketika sebuah kata kerja (atau kata benda?) “tulis” berubah kedudukannya sebagai penulis setelah mendapat afiks “pe-“.
Aku katakan ada sebuah tanggung jawab ketika kita memilih untuk merangkai kata dengan kata, klausa dengan klausa, dalam sebuah wacana entah itu berwujud fiksi ataupun yang lain. Ah, terlalu mendramatisir…..mungkin itu tanggapan yang muncul saat ku angkat sebuah kata “tanggung jawab”. Tapi kekuatan pena memang sungguh begitu besar. Iqra warrabukal aqram, alamal insana bil QOLAM. Tuhan pun sempat menyinggung pena (dalam artian tulisan) sebagai perantara akan sebuah “ilmu”.
Menjadi penulis memang mudah, namun menciptkan tulisan-tulisan yang “bertanggung jawab” itu adalah sebuah homework bagi para penulis. “Yang penting berani dulu berkarya”…………….betul memang! Tapi orang yang berani bukanlah orang yang tidak pernah takut, orang yang berani adalah orang yang dapat memaknai ketakutan sebagai bagian dari keberanian. Yang penting berkarya tanpa memperhatikan kualitas, sama saja dengan tindakan lacur para pemuda dalam pergaulan bebas yang melakukan free seks seperti mesin pencetak anak!
Meskipun tulisan tersebut hanya dikonsumsi sendiri. Sebuah egois yang terlalu egois saat mengkaryakan untuk pribadi (Padahal manusia diciptakan bukan untuk dirinya sendiri). Sudah egois ditambah karya yang diciptakan adalah sebuah karya yang tidak bertanggunjawab maka itulah sebuah contoh kasus “bunuh diri “ alias “pembodohan pribadi” yeah….masih lebih baik sih dibandingkan “pembodohan public” !
So, aku memilih menulis sebagai jalan hidup yang akan aku jalani. Dalam tapak-tapak perjalanan yang telah, sedang, dan akan aku lalui, akan terus kucari dan kuamalkan sebuah tanggung jawab dalam “menulis”.

: kepada seluruh penulis, izinkan aku menimba ilmu dari anda-anda semua
Depan computer, 25 Juli 2006
-nta-
-keep Allah in u’r heart-
Read more ...

LKT Depsos 2006 (kritisin yaaa!!!)


Penanaman Nilai Falsafah
“Ketuhanan Yang Maha Esa”
Sebagai Stimulan Bagi Keterbukaan KAT
di Indonesia

disusun untuk diikutsertakan dalam Lomba Karya Tulis Komunitas Adat Terpencil (KAT) tahun 2006 yang diselenggarakan oleh Departemen Sosial RI
Oleh :
Shinta Ardhiyani U

KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME, yang atas karunia-Nya lah, kami dapat menyelesaikan karya sederhana ini yang berjudul “Penanaman Nilai Falsafah ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’ Sebagai Stimulan Keterbukaan KAT di Indonesia”. Karya ini kami susun untuk diikutsertakan dalam Lomba Karya Tulis Komunitas Adat Terpencil (KAT) tahun 2006 yang diselenggarakan oleh Departemen Sosial RI.
Pada kesempatan ini, kami juga ingin menyampaikan terima kasih kepada :
Dinas Kesejahteraan dan Sosial Kota Tegal,
UPTD Perpustakaan Daerah Kota Tegal,
Bpk. Drs. Suyanto, SPd, selaku guru pengampu mata pelajaran antropologi SMA N 1 Tegal,
Orangtua serta keluarga penulis yang senantiasa menjadi motivator dalam hidup kami,
Teman-teman dekat penulis yang selalu menumbuhkan inspirasi dalam berkarya,
Semua pihak yang telah membantu penyelesaian karya ini baik secara langsung maupun tidak langsung.
Demikian pengantar dari kami. Kami pun sadar bahwa karya sederhana ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik serta saran yang konstruktif akan senantiasa kami nanti dalam upaya evaluasi diri. Akhir kata, semoga apa yang telah kami tuangkan dalam karya ini, dapat bermanfaat bagi kita semua. Amien.
Tegal, 25 Juli 2006
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul………………………………………………………………………………….i
Kata Pengantar…………………………………………………………………………………ii
Daftar Isi………………………………………………………………………………………iii
Bab I : Pendahuluan
I.1 Latar Belakang……………………………………………………………………………..1
I.2 Tujuan Penulisan…………………………………………………………………………...2
I.3 Problematika ……………………………………………………………………………….2
I.4 Metode Penulisan…………………………………………………………………………...2
I.5 Sistematika Penulisan………………………………………………………………………3
Bab II : Sistem Religi Sebagai Faktor Pengisolasi KAT……………………………………....4
II.1 Sistem Religi Pada KAT…………………………………………………………………..4
II.2 Sudut Pandang Plural Pada Sistem Kepercayaan…………………………………………5
Bab III : Penanaman Nilai Falsafah “Ketuhanan Yang Maha Esa”……………………………8
Bab IV : Penutup
IV.1 Kesimpulan…………………………………………………………………………......10
IV.2 Saran…………………………………………………………………………………….11
Daftar Pustaka………………………………………………………………………………..12
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Telah teramanatkan dalam pembukaan UUD 1945 bahwa tujuan dari berdirinya NKRI adalah untuk “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum , mencerdaskan kehidupan bangsa, …..dan keadilan sosial” . Tujuan tersebut akan dapat tercapai apabila seluruh warga Negara tanpa kecuali, telah dapat menikmati kemerdekaan dan hasil-hasil pembangunan. Kenyataan yang ada ialah bahwa ternyata belum seluruh warga Negara berada pada taraf kesejahteraan sosial sebaik-baiknya, baik secara fisik, mental, ataupun sosial. 78.715 kepala keluarga terdapat Komunitas Adat Terpencil (KAT) dan baru 5.668 kepala keluarga yang telah mampu menikmati program pemberdayaan. Masih merupakan sebagian besar, KAT yang terisolasi ataupun mengisolasi diri karena adapt, kepercayaan, mitos, ataupun kepentingan politik lokal.
Suatu hal yang cukup berpengaruh terhadap sulitnya menuju kondisi KAT yang sejajar dengan lingkungan sekitar lainnya adalah bahwa mereka memiliki kecenderungan bersifat tertutup. Sebagian besar dalam kenyataan adalah mereka bukan terisolasi melainkan mengisolasi diri. Maka arah pemberdayaan KAT yang harus dilakukan sebagai langkah awal ialah bagaimana membuka teralis ketertutupan yang mereka buat untuk mengisolasi dengan dunia luar.
Sifat tertutup tersebut dapat kita indikasikan sebagai sebuah implementasi dari adanya rasa memiliki nilai-nilai leluhur / kepercayaan. Diawali dengan system kepercayaan maka muncullah berbagai aspek lain yang kita kenal sebagai adat / tradisi sekelompok masyarakat tersebut hingga tercipta Komunitas Adat Terpencil yang enggan untuk bersosialisasi karena ada rasa “yang membedakan” tersebut.
Berbicara mengenai kepercayaan, sebenarnya kita dapat memandang kemajemukan kepercayaan secara plural. Pada dasarnya, ajaran kepercayaan adalah menyuruh pada kebenaran dan kebaikan dalam kehidupan dan adanya pengakuan terhadap zat penguasa. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa kita sebenarnya telah mengakomodir hal tersebut. Tertuang dalam sila pertamanya, “Ketuhanan Yang Maha Esa”, yang memiliki nilai falsafah yang luas, dapat menjadi sebuah senjata untuk membuka tirai besi “ketertutupan” Komunitas Adat Terpencil untuk dapat terkondisikan sama dengan masyarakat Indonesia yang lain.
Sebuah hal yang cukup menarik bagi kami untuk diangkat, maka tanpa ragu kami memberi tajuk “ Penanaman Nilai Falsafah ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’ Sebagai Stimulan Bagi Keterbukaan Komunitas Adat terpencil (KAT) “ pada karya kami yang sederhana ini.
I.2 Tujuan Penulisan
Penyusunan karya tulis ini bertujuan untuk:
Mengetahui tentang keanekaragaman Komunitas Adat Terpencil (KAT) di Indonesia,
Menganalisa problematika pemberdayaan KAT di Indonesia,
Memahami lebih dalam mengenai nilai falsafah sila “Ketuhanan Yang Maha Esa” dalam peranannya terhadap pengangkatan KAT menuju kondisi yang lebih baik,
Memberikan sumbangsih saran terhadap penggalakan upaya pemberdayaan KAT di Indonesia,
Diikutsertakan dalam Lomba Karya Tulis Komunitas Adat Terpencil tahun 2006 yang diselenggarakan oleh Departemen Sosial RI.
I.3 Problematika
Bagaimana nilai falsafah sila pertama dari Pancasila yaitu “ketuhanan Yang Maha Esa” dapat menjadi sebuah tonggak pemberdayaan KAT untuk menuju kondisi KAT yang lebih baik.
I.4 Metode Penulisan
Metode yang kami gunakan dalam penyusunan karya ini adalah:
Kepustakaan / literature, yaitu dengan mencari referensi baik dari buku, media cetak / elektronik, yang berkaitan dengan problematika yang kami angkat,
Analisa, yaitu dengan menganalisis dari segala data serta informasi yang kami terima,
Interview, yaitu dengan melakukan Tanya jawab langsung dengan pihak-pihak yang kami rasa memiliki keterkaitan dengan problematika yang kami angkat pada karya ini.
I.5 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika dari karya ini adalah:
Bab I : Pendahuluan, meliputi : Latar Belakang, Tujuan Penulisan, Problematika, Metode Penulisan, serta Sistematika Penulisan
Bab II : Sistem Religi Sebagai Faktor Pengisolasi KAT, meliputi pembahasan mengenai system religi / kepercayaan yang menjadi unsure dalam KAT yang dapat menjadi faktor KAT berada pada kondisi terisolasi.
Bab III : Penanaman Nilai Falsafah “Ketuhanan Yang Maha Esa”, meliputi pembahasan mengenai nilai falsafah Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa serta peranannya sebagai senjata untuk membuka ketertutupan KAT.
Bab IV : Penutup, meliputi kesimpulan serta saran konstruktif dari penulis.
BAB II
SISTEM RELIGI SEBAGAI FAKTOR PENGISOLASI KAT
Komunitas Adat Terpencil (KAT) atau yang dulu lebih kita kenal dengan masyarakat terasing, memiliki definisi sebagai kelompok orang / masyarakat yang hidup dalam kesatuan-kesatuan sosial kecil yang bersifat lokal dan terpencil dan masih sangat terikat pada sumber daya alam dan habitatnya yang secara sosial budaya terasing dan terbelakang disbanding dengan masyarakat Indonesia pada umumnya. Masyarakat yang termasuk dalam KAT ini emiliki kriteria :
hidup dalam kesatuan-kesatuan sosial yang bersifat lokal dan terpencil :
bentuk komunitas kecil, tertutup, dan homogen,
pranata sosial bertumpu pada hubungan kekerabatan,
pada umumnya secara geografis terpencil dan relatif sulit dijangkau atau terisolasi.
Kehidupan dan penghidupannya masih sangat sederhana
Pada umumnya masih hidup dengan sistem ekonomi subsitens (hanya untuk kepentingan sendiri) belum untuk kepentingan pasar,
Peralatan dan tekhnologi sederhana
Ketergantungan pada lingkungan hidup dan sumber daya alam setempat relatif tinggi
Terbatasnya akses pelayanan sosial, ekonomi, dan politik,
Secara sosial budaya terasing dan atau terbelakang.
Sistem Religi Pada KAT
Terciptanya KAT memunculkan khasanah kebudayaan yang menjadi adat dan karakter setiap KAT. Dalam hubungannya dengan kebudayaan, oleh Prof.Dr. Koentjaraningrat telah dijelaskan bahwa salah satu unsur universal pembentuk kebudayaan yaitu sistem religi dan upacara keagamaan.
Manusia mengalami baik sadar ataupun tidak, adanya getar-getar tertentu dalam kalbunya, yang mengisyaratkan timbulnya keinsyafan terhadap sesuatu yang tak kuasa dibayangkan oleh akal kita. Sesuatu yang dimaksud adalah Tuhan yang menciptakan dan mengatur alam semesta berikut seluruh isinya. Keinsyafan tadi merupakan kesadaran religius yang dihayati oleh manusia. Ekspresi daripadanya sejalan dengan corak alam pikirannya masing-masing. Kesadaran religius memberikan implikasi adanya perasaan-perasaan khas pada diri manusia, yang mampu mengarahkan berbagai tingkah lakunya. Religi adalah gerak keterikatan hati nurani manusia, tak karena pakasaan tetapi karena penundukkan diri yang mengaku nilai paling kudus itu.
Religiusitas merupakan rasa rindu kepada sesuatu yang sifatnya abstrak. Yang abstrak itulah yang berada di luar kosmos. Religiusitas manusia diekspresikan secara budaya dalam agama dan kepercayaan dengan berbagai ritus yang sekaligus menunjukkan taraf budaya. Semakin dekat seseorang kepada Tuhan, semakin dekat kepada ketentraman sambil menjauh dari rasa kekuatiran.
Religi dapat diasumsikan sebagai awal dari munculnya kecenderungan menutup diri dari lingkungan luar. Berawal dari kepercayaan, yang memiliki kekuatan yang begitu besar , dapat menimbulkan perasaan berbeda dengan pihak lain yang kemudian memunculkan kebersamaan pada yang satu kepercayaan akhirnya timbul komunitas dengan berbagai adat hingga muncul rasa enggan untuk bersosialisasi dengan pihak yang menurut mereka “berbeda”. Adanya adat yang muncul, kemudian kriteria-kriteria dari KAT –lepas dari kondisi geografis- kalau kita analisir sebenarnya semua juga bersumber pada kepercayaan yang diyakini.
Sudut Pandang Plural Terhadap Sistem Kepercayaan
Berbicara mengenai kepercayaan / sistem religi, sebenarnya kita dapat menanggapinya dengan sudut pandang plural. Sebelumnya, ini lepas dari persoalan penganut paham pluralisme ataupun sejenisnya. Pada dasarnya, ajaran pada tiap-tiap kepercayaan adalah mengajarkan pada kebaikan dalam kehidupan. Suatu hal yang urgent yang pasti terkandung dalam semua kepercayaan adalah adnya pengakuan suatu zat yang menjadi penguasa yang lebih lazim kita sebut dengan Tuhan.
Sebagai pendukung statemen diatas, kita coba melihat sekilas beberapa sistem religi yang tumbuh di KAT yang berkembang di Indonesia.
Sistem Religi Masyarakat Suku Lawahing (Nusa Tenggara Timur)
Suku Lawahing ini masih kuat menganut kepercayaan aslinya. Mereka telah mempunyai suatu sikap hidup tertentu terhadap semua kejadian atau peristiwa yang terjadi. Hidup mereka merupakan suatu kesatuan sehingga tidak mungkin untuk memisahkan hal-hal yang bersifat profane atau yang bersifat jasmani, dan hal-hal sakral yang bersifat rohani. Mereka juga mengakui adanya kekuatan atau kekuasaan yang tertinggi yang mereka sebut dengan LAHATALA.
Sistem Religi Masyarakat Sumba
Aliran kepercayaan yang dianut masyarakat ini adalah Marapu, sering juga disebut agama kafir. Marapu berarti leluhur yang didewakan atau juga boleh dikatakan pemujaan atas arwah nenek moyang. Para Marapu inilah yang sebagai perantara atau media antara manusia dan Alkhalik (Yang Maha Kuasa).
Sistem Religi Penduduk Betung (Riau)
Penduduk Betung seluruhnya beragama Islam. Namun mereka masih kuat memegang kepercayaan animisme dan dinamisme. Sebab itulah dalam setiap kegiatan , mereka masih melakukan upacara tradisional, baik berupa semahan (sesajian), maupun pembacaan mantera yang umumnya dilakukan oleh Kemantan (Bomo) atau Kepala Pesukuan. Untuk pengobatan tradisional misalnya mereka melakukan upacara ‘Belian’. Kemantan atau Bomo mendapat tempat terhormat dalam masyarakat. Kemantan yang menentukan kapan ‘ketika’ yang baik untuk membuka lading, menurunkan benih, mendirikan rumah, perkawinan, bepergian ke hutan dan sebagainya.
Sistem Religi Masyarakat Desa Duwet (Jawa Timur)
Penduduk ini masih percaya bahwa ada sebuah ‘lumpang’ yan terletak di sawah dukuh Glagahombo, mempunyai kekuatan gaib. Lumpang itu tidak lain adalah sebuah yoni , tempat untuk menempatkan lingga.
Masyarakat desa Duwet mempunyai tempat-tempat yang dianggap keramat, yaitu berupa punden yang berjumlah tujuh buah. Beberapa kepercayaan dan upacara tradisional yang masih mereka lestarikan antara lain kepercayaan hidup sesudah mati yang terdiri dari : natas, nusup, dan nitis.
Sistem Religi masyarakat desa Lenteng Timur (Jawa Timur)
Penduduk asli desa lenteng Timur , beragama Islam, dan mereka sangat teguh untuk mematuhi ajaran agamanya itu. Diantara mereka masih ada pula yang memegang teguh mengenai kepercayaan terhadap apa yang disebut dengan searaksa dan patoguna.Searaksa dimaksudkan yang memelihara, sedang potoguna diartikan semua roh halus yang menunggui rumah, sumur, kuburan.
Itu adalah beberapa contoh mengenai system religi / kepercayaan yang dianut pada beberapa KAT yang kalau kita analisir merupakan cikal terbentuknya perasaan mengisolir diri.
BAB III
PENANAMAN NILAI FALSAFAH SILA “KETUHANAN YANG MAHA ESA”
Merujuk pada pembahasan pada bab sebelumnya, bahwa religi / kepercayaan adalah sebagai indikasi dari munculnya sifat menutup diri. Padahal untuk dapat membawa KAT sejajar dengan penduduk lainnya, harus ada kekuatan dari internal sendiri, dimana mereka juga harus mengurangi kecenderungan menutup diri tersebut. Maka arah pemberdayaan KAT, sebagai langkah awal adalah mengakomodir kepercayaan yang mereka yakini.
Mengenai Pancasila sebagai dasar filsafat Negara ini, Prof.Dr.Notonagoro dalam karangannya “Berita Pikiran Ilmiah Tentang Jalan Keluar dari Kesulitan Mengenai Pancasila Dasar Filsafat Negara Republik Indonesia”menyebutkan, diantara unsur-unsur pokok kaidah Negara yang fundamental, azaz kerohanian Pancasila adalah mempunyai kedudukan istimewa dalam hidup kenegaraan dan hukum bangsa Indonesia. Di bagian lain, beliau menyatakan , norma hukum yang pokok dan disebut pokok kaidah fundamental daripada Negara itu dalam hukum mempunyai hakekat dan kedudukan yang tetap, kuat, dan tak berubah bagi Negara yang dibentuk dengan lain perkataan dengan jalan hukum tak dapat dirubah.
Dalam hubungannya dengan kepercayaan, Pancasila adalah sebagai hal yang dapat mengakomodir seluruh kepercayaan. Adanya sila pertama yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa” itu sebagai jawaban dari kendala mereka membuka tirai besai yang menutup diri.
Penjabaran Falsafah Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Sejak Jaman Purbakala bangsa Indonesia ternyata merupakan bangsa yang berTuhan, mengetahui, dan mengakui adanya Tuhan sebagai ADA mutlak, sebagai “causa prima” pencipta kosmos seisinya. Gambaran tentang Tuhan berbeda dari waktu ke waktu, namun kesemuanya menunjuk kepada inti yang sama. Perbedaan mana ditentukan oleh cara hidup yang mempengaruhi alam pikiran, misalnya pandangan masyarakat kota dan masyarakat pedesaan yang lingkungan hidupnya berlainan.
Orang desa masih sering menaruh sesaji di perempatan jalan dengan maksud menyembah Tuhan, yang dianggapnya berada di tempat itu. Seorang penari yang memulai gerakannya dengan menyembah mencerminkan religiusitas yang ada. Dengan kelahiran agama, pemeluk-pemeluknya agama mengagungkan Tuhan menurut petunjuk agama masing-masing.
Pancasila merupakan senjata berharga kita untuk menuju integrasi bangsa termasuk untuk membawa masyarakat KAT menuju kondisi yang lebih baik dan sejajar dengan masyarakat Indonesia lainnya. Dari perbedaan kepercayaan –yang menjadikan mereka menutup diri dalam keterasingan- kita sebenarnya memiliki pemahaman yang sama akan sebuah keyakinan. Pancasila mengakomodir hal itu. Apabila masyarakat KAT mengerti akan falsafah sila pertama maka akan muncul kesadaran pada mereka bahwa sebenarnya mereka sama. Namun bukan berarti menghilangkan hal-hal yang menjadi khas mereka. Tetapi yang terpenting adalah mengerti bahwa pada hakikatnya dalam berbagai perbedaan ada sebuah persamaan.
BAB IV
PENUTUP
IV.1 Kesimpulan
Dari uraian pembahasan di depan, ada beberapa hal yang dapat kita simpulkan, yaitu :
Komunitas Adat Terpencil (KAT) atau yang dulu lebih kita kenal dengan masyarakat terasing, memiliki definisi sebagai kelompok orang / masyarakat yang hidup dalam kesatuan-kesatuan sosial kecil yang bersifat lokal dan terpencil dan masih sangat terikat pada sumber daya alam dan habitatnya yang secara sosial budaya terasing dan terbelakang disbanding dengan masyarakat Indonesia pada umumnya.
Religi dapat diasumsikan sebagai awal dari munculnya kecenderungan menutup diri dari lingkungan luar. Berawal dari kepercayaan, yang memiliki kekuatan yang begitu besar , dapat menimbulkan perasaan berbeda dengan pihak lain yang kemudian memunculkan kebersamaan pada yang satu kepercayaan akhirnya timbul komunitas dengan berbagai adat hingga muncul rasa enggan untuk bersosialisasi dengan pihak yang menurut mereka “berbeda”. Adanya adat yang muncul, kemudian kriteria-kriteria dari KAT –lepas dari kondisi geografis- kalau kita analisir sebenarnya semua juga bersumber pada kepercayaan yang diyakini.
Dalam hubungannya dengan kepercayaan, Pancasila adalah sebagai hal yang dapat mengakomodir seluruh kepercayaan. Adanya sila pertama yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa” itu sebagai jawaban dari kendala mereka membuka tirai besai yang menutup diri.
Pancasila merupakan senjata berharga kita untuk menuju integrasi bangsa termasuk untuk membawa masyarakat KAT menuju kondisi yang lebih baik dan sejajar dengan masyarakat Indonesia lainnya. Dari perbedaan kepercayaan –yang menjadikan mereka menutup diri dalam keterasingan- kita sebenarnya memiliki pemahaman yang sama akan sebuah keyakinan. Pancasila mengakomodir hal itu. Apabila masyarakat KAT mengerti akan falsafah sila pertama maka akan muncul kesadaran pada mereka bahwa sebenarnya mereka sama. Namun bukan berarti menghilangkan hal-hal yang menjadi khas mereka. Tetapi yang terpenting adalah mengerti bahwa pada hakikatnya dalam berbagai perbedaan ada sebuah persamaan.
IV. 2 Saran
Sebagai tindak lanjut dari pembahasan masalah KAT dalam karya ini, kami memiliki saran-saran sebagai berikut :
Pemberdayaan KAT ditentukan arah yang jelas, sistemastis, sehingga akan lebih efektif dan ada indikasi keberhasilan yang dapat kita evaluasi,
Perlu adanya pengangkatan kembali nilai-nilai Pancasila yang dirasa kini telah mulai luntur , dan Pancasila lebih terkesan hanya bersifat simbolik,
Pemahaman nilai-nilai falsafah Pancasila perlu lebih dikembangkan kepada masyarakat luas pada umumnya dan masyarakat KAT pada khususnya,
Peran serta pemerintah dan seluruh masyarakat sangat berpengaruh dalam pemberdayaan KAT, maka perlu adanya koordinasi dan kerjasama yang baik diantara keduanya.
Demikian sedikit sumbangsih kami terhadap upaya pemberdayaan KAT yang merupakan harta berharga bagi bangsa Indonesia. Apa yang kami tuliskan dan tuangkan dalam karya ini hanyalah akan menjadi sebuah kesia-siaan apabila nantinya hanya menjadi wacana belaka. Oleh karena itu, besar harapan kita semua, hal ini dapat menjadi sebuah hal yang konkrit dan bermanfaat bagi semua. Amien.
DAFTAR PUSTAKA
Sutrino, Slamet Drs. Sedikit Tentang Strategi Kebudayaan Nasional Indonesia. 1983. Yogyakarta: Penerbit Liberty
Tim Penulis Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.Upacara Tradisional Daerah Kalimantan Barat . 1985. Jakarta :penerbit Depdikbud
Tim Penulis Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.Upacara Tradisional Daerah Jawa Timur. 1985. Jakarta :penerbit Depdikbud
Tim Penulis Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.Upacara Tradisional Daerah Riau. . 1985. Jakarta :penerbit Depdikbud
Tim Penulis Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.Upacara Tradisional Daerah Nusa Tenggara Timur . 1985. Jakarta :penerbit Depdikbud
Sumber lain :
IDENTITAS PENULIS
Nama lengkap : Shinta Ardhiyani U
No.Identitas : 11.5302.650587.0002
Tempat Tanggal Lahir : Tegal, 25 Mei 1987
Alamat domisili : YP3 Darussalam, Jalan Raya Kalibakung 10 Balapulang Kab.Tegal.
Alamat rumah : Jl.RA.Kartini 8 Tegal
No.Telepon / hp : 0283-356798 / 085226904211, fax :0283-356798
Pendidikan : YP3 Darussalam –Kab.Tegal
BP SDM Citra PPHUI – Jakarta
SMA N 1 Tegal (lulus tahun 2005)
SLTP N 2 Tegal (lulus tahun 2002)
SD N Kejambon 2 Tegal (lulus tahun 2000)
Pengalaman Kepenulisan : Finalis 10 besar LPAIR se-Jawa Tengah dan Jogja (2004)
Juara I LKT Aplikatif “Teknologi Sederhana” tingkat SMA/SMK se kota Tegal (2004)
Juara I LKT Hari Bebas Narkoba tingkat SMA / SMK se-kota Tegal (2005)
Juara III Lomba Penulisan Essay Hari Jadi Kota Tegal (2005)
Juara IV Lomba Karya Tulis PJI tingkat Nasional (2006)
Anggota aktif tim kreasi harian pagi Radar Tegal (Jawa Pos Group)
Anggota Forum Lingkar Pena Tegal,dan DKI,
dll
Read more ...